Anda di halaman 1dari 11

Pentingnya Moderasi Terhadap Kerukunan Dalam Bersikap

ABSTRAK

Manusia adalah makhluk sosial yang maknanya manusia tidak bisa hidup sendiri.
Manusia diciptakan dengan berbagai suku, ras, agama, dan budaya dengan tujuan saling
mengenal, mengasihi, dan menghormati. Hal itu berarti setiap perbuatan yang dilakukan
dalam rangka merealisasikan tujuannya memiliki sebab akibat. Manusia tidak bisa semaunya
dalam bersikap ditengah heterogen suku, agama maupun budaya. Seringnya manusia
menganggap dirinya atau ajaran yang dianutnya paling benar sehingga menghasilkan sikap
truth claim berlebihan yang justru dapat membuat pertikaian dan kurangnya rasa
menghormati. Belum lagi sikap eksklusivisme yang digunakan dalam menghadapi realitas
sosial yang ada. Pemahaman dan sikap yang digunakan ini sering kali tidak sejalan dalam
menghadapi dan menyikapi perbedaan yang ada sehingga justru memperkeruh suasana.
Belum lagi munculnya Gerakan radikal dan aksi teror serta aksi tuduh menuduh antar umat
beragama yang berujung pada kerusakan tatanan dalam kehidupan.

Kata kunci : toleransi, truth claim, moderasi

ABSTRACT

Humans are social creatures which means humans cannot live alone. Humans are created
with various tribes, races, religions, and cultures with the aim of knowing, loving, and
respecting each other. This means that every action taken in order to realize the goal has a
cause and effect. Humans can’t arbitrarily behave in the midst of heterogeneous ethnicity,
religion and culture. People often think that they or the teachings they adhere to are the most
correct, resulting in excessive truth claims which can actually create conflict and a lack of
respect. Not to mention the attitude of exclusivism used in dealing with existing social
realities. The understanding and attitudes used are often not in line in dealing with and
responding to existing 3differences, thus making the atmosphere cloudy. Not to mention the
emergence of radical movements and acts of terror as well as acts of accusing inter-religious
people which lead to the destruction of the order in life.
Keywords: tolerance, truth claim, moderation
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial yang hidup di Kawasan heterogen, manusia haruslah cerdas
dalam bersikap dan menghadapi tantangan yang dating baik dari luar maupun dalam.
Ketidakterbukaan pemikiran dan juga kurangnya wawasan bisa menghasilkan sikap
eksklusivisme yang tidak cocok digunakan dalam menghadapi keragaman suatu realitas
sosial. Belum lagi isu-isu akan gerakan radikal dan aksi terror yang menambah keruh
suasana. Suatu penyimpangan-penyimpangan tadi terjadi akibat ketidaktahuan manusia
ataupun sikap yang merasa dirinya paling benar yang justru mereka sebarkan. Akibatnya
banyak Gerakan radikal-radikal yang muncul dan mencoreng kemurnian islam.

Ketidakpahaman mereka yang yakin bahwa tindakan radikal dan anarkis yang mereka
pancarkan sebagai jihad justru membuat islam mendapat label sebagai agama teroris sehingga
menghasilkan islam phobia yaitu sikap ketakutan, benci, dan curiga yang berlebihan terhadap
agama islam. Belum lagi didalam internal sendiri terjadi ikhtilaf yang mengakibatkan islam
terpecah menjadi beberapa golongan. Kurangnya pemahaman bagaimana seharusnya
bersikap itulah membuat manusia mudah menilai, mencaci, membid’ahkan, bahkan
mengkufurkan sesame umat islam itu sendiri. Maka dari itu, perlu untuk mengetahui dan
mempelajari sesuatu agar tidak terjerumus kedalam suatu hal yang menyesatkan seperti yang
tertera dalam QS. At-Taubah : 122

‫فلو ال نفر من كل فرقة منهم طا ئفة ليتفقهوا فى الدين و ليئذروا قومهم اذارجعوا اليهم لعلهم يحذرون‬

“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.”
ISI

A. Pengertian Moderasi Beragama

Keberagaman masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya, ras, maupun agama
membuat masyarakat Indonesia haruslah bersikap inklusif sehingga dapat menerima
perbedaan yang ada dan mudah berinteraksi dengan yang lainnya. Ketika masyarakat masih
mempertahankan sikap eksklusivisme maka akan terjadi konflik dan gesekan antar kelompok
agama. Dalam konteks fundamentalisme agama untuk menghindari perpecahan perlu
ditumbuhkan cara beragama yang moderat atau berislam yang inklusif atau yang akrab
disebut dengan moderasi beragama.

Secara epistimologi moderasi berasal dari kata wastu yang memiliki arti adil, baik,
tengah, dan seimbang. Kata wasat sendiri sering disinonimkan dengan kata ‘moderat’ yang
mempunyai arti sikap pertengahan atau menghindari sikap ekstrim. Dari kata ini pun lahir
kata wasit dalam bahasa Indonesia yang berarti penengah, perantara, penentu, dan pemisah
(pelerai) antara yang berselisih. Sedangkan Ibnu ‘Ashur mengatakan bahwa wasat adalah
sesuatu yang ada ditengah yang ketika dibelah memiliki sesuatu yang sebanding. Sedangkan
menurut terminology moderasi atau wasatiyyah moderasi memiliki arti sebuah metode
berpikir, berinteraksi, berperilaku yang didasari atas sikap tawazun (seimbang) dalam
menyikapi dua keadaan yang mungkin bisa untuk dianalisis atau dibandingkan sehingga
menemukan sebuah sikap yang sesuai dengan kondisi yang tidak bertentangan dengan syariat
dan tradisi yang ada dalam masyarakat.1

M. Quraish Shihab berpendapat moderasi beragama sebagai sesuatu yang


mengantarkan pelakunya melakukan aktifitas yang tidak menyimpang dari ketetapan yang
digariskan atau aturan yang telah disepakati / ditetapkan sebelumnya. Kata ini dihadapkan
dengan kata ekstremisme dan radikalisme.2

Menurut KBBI moderasi berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran


keekstreman. Kata ini merupakan serapan dari kata moderat yang berarti sikap selalu
menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrim, dan kecenderungan kearah jalan
tengah.

1
Mawaddatur Rahmah. Tesis: “Moderasi Beragama dalam Al quran: Studi Pemikiran M. Quraish Shihab dalam Buku Wasathiyyah
Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama” (Surabaya: UIN Sunan Ampel), hlm. 35-36
2
Ibid,hlm 37
Kata moderat dalam bahasa arab dikenal sebagai al-wasathiyah sebagaimana
tercantum dalam QS. Al-Baqarah : 143 yang berbunyi

‫وكذلك جعلنكم امة وسطا لتكونوا شهدأ على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا وماجعلنا القبلة التى كنت عليها اال لنعلم من‬
‫اس‬jj‫ا الن‬jj‫انكم ان هللا ب‬j‫يع ايم‬j‫ان هللا ليض‬jj‫ا ك‬j‫دى هللا وم‬j‫يتبع الرسول ممن ينقلب على عقبيه وان كانت لكبيرة اال على الذين ه‬
‫لرءوف رحيم‬

“ Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (ummat islam) ‘ umat pertengahan’ agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya
melainkan agar kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik
kebelakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman mu. Sungguh Allah
maha pengasih, maha penyayang kepada manusia.”

Kata al-Wasath sendiri bermakna terbaik dan paling sempurna sesuai dalam hadits
yang menyebutkan sebaik-baik persoalan adalah yang berada ditengah-tengah. Moderasi
sendiri adalah lawan dari ekstrim atau berlebihan dalam menyikapi perbedaan dan
keragaman. Dengan begitu moderasi beragama dapat juga diartikan dengan sikap mengambil
jalan tengah ditengah keberagaman agama di Indonesia.3

Dalam melihat dan memecahkan masalah moderasi erat berkaitan dengan upaya
mengambil jalan tengah dalam menyikapi sebuah perbedaan agama maupun madzhab dengan
mengedepankan sikap toleransi, saling menghargai dan yakin terhadap agamanya masing-
masing sehingga ketika mengambil sebuah keputusan dapat dilakukan dengan kepala dingin.

B. Pentingnya Moderasi Beragama

Sikap dan tindakan yang manusia lakukan pasti memiliki sebab akibat. Didalam
agama sendiri diajarkan tata cara berprilaku sesuai tuntunan syara, seperti yang pernah
disabdakan Nabi Muhammad Saw, “Tidaklah aku diutus selain untuk menyempurnakan
akhlak” akhlak mulia ini harus diwujudkan dengan tingkah laku sehari-hari. Dalam
menyikapi perbedaan yang ada sikap untuk tidak mengunggulkan salah satu sisi atau sikap
mengambil jalan tengah penting untuk diamalkan, jika tidak kehidupan dalam bernegara
maupun beragama bisa terpuruk.

3
Agus Akhmadi, Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Jurnal Diklat Keagamaan,Vol. 13 no.2 Februari-Maret hlm.
49
Melalui moderasi beragama akhlak mulia dapat terwujud sehingga melahirkan
manusia-manusia yang menyadari dirinya sebagai umat beriman dan mengaktualisasikan
dirinya dalam setiap sikap dan tutur katanya. Ketika hal itu terjadi tidak aka nada
imperealisme moral atau pemaksaan suatu nilai yang bersifat khusus kepada orang lain yang
tidak sepaham. Adanya nilai-nilai yang bersifat universal seperti amanah, rasa hormat, adil,
toleran yang dapat berlaku secara universal tanpa membedakan suku, ras, agama maupun
budaya.

Ketika moderasi beragama bisa teraktualisasikan tidak aka nada lagi fanatikme
berlebihan yang bisa mengakibatkan pertikaian, konflik, maupun gesekan agama. Seperti
halnya serangan terorisme yang menghantam dua simbol kedigdayaan Amerika Serikat –
pentagon dan world trade centre yang menunjuk kepada teori “brnturan antar peradaban”
yang pernah dipopulerkan oleh Samuel P. Huntingon dalam tulisannya The Clash Of
Avilation yang dimuat di jurnal froegn affairs. Disitu Huntingom memprediksi semakin
mengerasnya ketegangan antar peradaban barat dan islam. Ia juga mengatakan bahwa dunia
semakin menyempit sehingga interaksi antar manusia semakin meningkat yang
mengakibatkan tercerabutnya sehingga menyisakan ruang kosong yang diisi oleh identitas
agama (fundamentalisme).4

Sikap moderasi beragama juga salah satu upaya dalam menghadapi prularisme, yaitu
relativisme kebenaran pada semua agama. Walaupun pemaknaan pluralisme sendiri terdapat
ikhtilaf antara kelompok konservatif dan juga radikal. Di Indonesia sendiri pluralisme
dianggap sebagai hal yang mengancam dan membahayakan karena keyakinan yang satu
dengan yang lain dituntut untuk saling menghormati (mutual respect) dan membela jika salah
satu pihak teraniaya, walaupun ada yang menafsirkan tuntutan saling menghormati berarti
saling membenarkan atas satu keyakinan dengan keyakinan yang lain.5

Dengan mengetahui pentingnya moderasi beragama kita dapat meminimalisir aksi


terorisme, sikap memusuhi bahkan menistakan agama. Selain itu, kita juga bisa menjadi bijak
dalam bersikap. Luasnya wawasan yang kita punya bisa mewujudkan kecerdasan dalam
bersikap sehingga bila ber perilaku sebagaimana seharusnya.

4
Ali Masykur Musa, 2014. Membumikan Islam Nusantara : Respon Islam Terhadap Isu-Isu Aktual. (Jakarta : PT Serambi Ilmu
Semesta) hlm. 259-261
5
Syafiq Hasyim,2018. Islam Nusantara Dalam Konteks. (Yogyakarta : Gading) hlm. 69-70
Pada akhirnya sikap akomodatif yang lahir dari kesadaran untuk menghargai berbagai
perbedaan yang ada menjadi nilai dasar bagi pola piker dan perilaku terhadap nilai-nilai
kemanusiaan. Karena sejatinya nilai kemanusiaan itu memanglah milik setiap orang.

C. Upaya Mewujudkan Moderasi Beragama

moderasi beragama dapat terwujud dengan memahami bagaimana cara pandang,


sikap, dan praktek beragama yang kita peluk sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada,
diantaranya:

1. Berwawasan Luas

Wawasan luas dapat terwujud dengan cara mengetahui secara mendalam terkait
banyak hal. Hal itu dapat diperoleh dengan cara mendalami ilmu agama, membaca, dan juga
berdiskusi terkait suatu isu ataupun ilmu pengetahuan. Berwawasan luas dapat bermanfaat
bagi kehidupan nyata untuk mengambil keputusan, maupun memilih bagaimana bersikap
yang benar. Dengan pemahaman yang mendalam maka kemungkinan terjadi pertikaian atau
gesekan antar agama kecil terjadi.

Ketidaktahuan akan sesuatu bisa menjadikan salah arah seperti halnya islam phobia.
Karena ketidaktahuan mereka terhadap ajaran agama islam itu sendiri mereka menganggap
bahwa islam adalah agama teroris. Parahnya perasaan curiga, benci, serta ketakutan yang
berlebihan terhadap agama islam membuat mereka anti dengan agama islam seperti gerakan
sturzenberger yang muncul di jerman sebagai tanggapan mengenai pembangunan masjid.
Menurut sebuah studi oleh friedrich ebert foundation 56% warga jerman menganggap
islam menjadi agama kuno dan tidak mampu mengarungi kehidupan modern dan banyak
yang percaya kebebasan beragama bagi umat islam harus dibatasi. Memang dalam islam
kebebasan beragama bukan berarti mengakui kebenaran agama orang lain, tetapi bebas bagi
setiap penganut agama untuk menilai dan menganggap agamanya itu adalah agama yang
paling benar dalaam melaksanakan ajaran agamanya masing-masing sesuai dengan QS. al-
Baqarah : 190 yang berbunyi

‫وقاتلوا في سبيل هللا الذين يقاتلونكم وال تعتدوا ان هللا ال يحب المعتدين‬

“ Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu tetapi jangan melampau
batas. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
2. Truth Claim

Truth Claim atau pengakuan kebenaran yang berlebihan ataupun dapat diartikan sikap
merasa dirinya paling benar yang dipahami secara mentah dapat menyebabkan persoalan
yang dapat menimbulkan banyak problem. Seperti pertikaian antar komunitas agama maupun
ranah intern pengikut agama itu sendiri. Contohnya perbedaan interpretasi antara katolik dan
protestan maupun sunni dan syi’ah. Padahal dalam QS. Al-Maidah : 77 yang berbunyi

‫قل يآهل الكتاب ال تغلوا في دينكم غيرالحق وال تتبعوا اهواء قوم قد ضلوا من قبل واضلوا كثيرا وضلوا عن سواء السبيل‬

“Katakanlah (Muhammad) ‘wahai ahli kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara
yang tidak benar dalam agama mu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang
yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia) dan mereka sendiri
tersesat dari jalan yang lurus.”

Dalam ayat ini dijelaskan untuk janganlah berlebihan dalam beragama karena
didalamnya bisa saja terdapat suatu eksploitasi pemahaman terhadap wahyu demi memenuhi
hawa nafsu yang justru berakhir menyesatkan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk
bersikap seimbang.6

3. Mengakui dan Menghormati Eksistensi Masing-Masing Agama

Keterbukaan menerima keberagaman baik dalam madzhab yang beragam maupun


dalam beragama bisa diwujudkan dengan sikap toleransi dalam perbedaan sehingga akan
terjadi persaudaraan dan persatuan antar umat beragama sebagaimana yang prnah terjadi di
madinah dibawah pimpinan Rasulullah Saw. Namun keterbukaan tidak hanya diwujudkan
dengan sebatas pengakuan akan kemajemukan masyarakat tetapi juga harus aktif terhadap
pernyataan tersebut yaitu dengan memberikan ruang bagi keragaman pemikiran, pemahaman,
dam presepsi keislaman.7

Menurut QS. al-Maidah : 48 yang menjelaskan alasan perintah Allah untuk


mendasarkan segala putusan Hukum kepada al-Qur’an dan larangan memperturuti hawa
nafsu. Dalam ayat ini terdapat kalimat “untuk setiap umat diantara kamu, kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikannya satu

6
Abu Dzarrin Al-Hamidy dkk, Sarung Dan Demokrasi : Dari NU Untuk Peradaban Keindonesiaan (Surabaya : Khalista, 2008)
hlm 258-260.
7
Agus Akhmadi, Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Jurnal Diklat Keagamaan,Vol. 13 no.2 Februari-Maret hlm
50.
umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikannya
kepada mu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” Dari ayat tersebut dapat
disimpulkan bahwa secara tidak langsung Allah memberikan informasi adanya pengakuan
tuhan tentang prularitas agama.

4. Tidak Memaksakan Misi Meyakini Suatu Agama

Truth Claim dapat bernilai positif jika ditempatkan sesuai tempatnya. Dalam hal ini
kebenaran agama cukup diyakini oleh masing-masing pemeluknya. Pemaksaan terhadap
orang lain pun tidak boleh dilakukan dengan dalih apapun. Islam sangat mengajarkan
toleransi dan kebebasan dalam beragama. Sesuai QS. Al-Baqarah: 256.8

‫ال اكراه فى الدين قد تبين الرشد من الغي فمن يكفر بالطاغوت و يؤمن باهلل فقد استمسك بالعروت الوثقى ال انفصام لها و‬
‫هللا سميع عليم‬

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan)
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar tagut dan beriman
kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang
tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Kebebasan beragama sendiri berarti setiap orang bebas memilih, mengganti, dan
mengamalkan agama sesuai keyakinan hatinya asalkan tidak mengganggu orang lain. Karena
pertanggung jawaban agama itu langsung kepada tuhan dan kebebasan beragama sendiri
merupakan suatu keniscayaan. Terdapat dua alasan setiap orang bebas menentukan agama:

a. Manusia mempunyai akal dan budipekerti yang tidak dapat diambil alih oleh siapapun.
Setiap orang mempunyai hak dalam mencari kebenarannya sesuai hatinya.

b. Sifat iman sejatinya bukan hanya menerima beberapa ajaran, menjalankan ritual-ritual
didalamnya maupun mengikuti perintah tuhan secara legalistis tanpa persetujuan batinnya.
Iman sejati adalah hubungan pribadi ddengan tuhan didalamnya terdapat penyerahan diri
seluruhnya secara ikhlas dan rela bahkan syekh Nawawi al-Bantani juga mengatakan
pemaksaan untuk masuk suatu agama adalah hal yang tidak dibenarkan.9

Agama itu sangat erat hubungannya (inherent) dengan keyakinan yang akan
memberikan ketenangan dan ketentraman batin maka harus melalui proses penalaran yang
wajar dan jernih.
8
Abu Dzarrin hal. 265
9
Ali Masykur Musa, 2014. Membumikan Islam Nusantara : Respon Islam Terhadap Isu-Isu Aktual. (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta)
hlm. 104-106
5. Saling Bekerja sama Dalam Bidang-Bidang Muammalah Ijtimaiyyah (Sosial
Kemasyarakatan).

Menjaga hubungan bai kantar sesame sangatlah diperlukan. Melihat persoalan-


persoalan sosial kemasyarakatan yang terjadi penting bagi kita untuk bersikap mudah
memaafkan, lapang dada dan tidak balas dendam. Sesuai dengan tafsiran QS. Al-
Baqarah :109 serta didalam Qs. An-Nisa : 36.

Terkadang ajaran universal berupa keharusan berbuat baik (ihsan) terhadap Tuhan
(hablum minallah) yang erat kaitannya dengan ibadah, juga ajaran untuk mencintai alam
dengan cara merawat dan tidak mengeksploitasi secara berlebihan, juga terkait hubungan
antar manusia (hablum minannas) seperti memelihara keharmonisan terhadap sesame umat,
orang tua, saudara, bahkan non Islam. Tanpa memandang latar sosialnya.

Ada riwayat shahih yang mengatakan Rasulullah Saw pernah membesuk anak
tetangga beliau yang beragama yahudi. Hal ini juga dikatakan Ibn Umar yang kala itu
menyembelih seekor kambing. Beliau berkata kepada pembantunya “berikanlah hadiah ini
kepada tetangga kita yang beragama yahudi itu” mendengar hal itu pembantunya pun
bertanya “mengapa tuhan memberikan hadiah kepada orang yahudi itu?” Umar pun berkata
“aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda” “malaikat dulu berpesan kepadaku agar
aku senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga sehingga terkesan seakan tetangga
itu juga ahli warisku”.

Dari cerita itupun jelas bahwa islam sejatinya penuh dengan sifat toleran (saling
menghormati) dan menyayangi. Bersahabat dan membantu non muslim pun bukanlah hal
yang terlarang. Islam memperbolehkan untuk menjalin kerjasama dan saling membantu
dibidang sosial, budaya, ekonomi, dan bidang lain selama tidak bertentangan dengan syariat
islam.
KESIMPULAN

Moderasi beragama merupakan cara pandang yang akan mempengaruhi sikap dan
pola pikir kita dalam praktik beragama. Dengan pola pikir yang terdidik maka kita bisa
menentukan langkah dalam bersikap agar bisa memperkokoh persatuan dan kesatuan di
tengah heterogen masyarakat ini. Maraknya aksi terorisme, fanatisme berlebihan, dan juga
islam phobia yang beredar luas di masyarakat bisa kita minimalisir dengan menambah
wawasan kita akan pentingnya moderasi beragama itu sendiri.

Fenomena pluralisme dimana relativisme kebenaran pada semua agama yang


dianggap sebagai hal yang mengancam bahkan membahayakan keyakinan islam pun perlu
kita pelajari dengan memahami dimana batas toleransi beragama yang perlu kita lakukan.
Toleransi memanglah sikap menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain
dengan cara tidak mencampuri urusan orang lain. Bersikap moderat bukan berarti menganut
aliran liberal meskipun aliran liberal termasuk bagian di dalamnya, dengan bersikap moderat
diharapkan masyarakat cenderung lebih bisa bersikap menerima perbedaan di tengah
heterogen budaya ini.

Sikap modersi ini bisa diwujudkan dengan berwawasan luas, tidak bersikap truth
claim atau mengakui kebenaran agamanya secara berlebihan, bersikap tawazun (seimbang)
tidak mengunggulkan salah satu sisi, bersikap moderat, mengakui dan menghormati
eksistensi agamanya masing-masing, tidak memaksakan misi meyakini suatu agama, dan
saling bekerjasama di bidang sosial-kemasyarakatan selama tidak bertentangan dengan
syariat. Ketika hal itu telah dilaksanakan maka kemungkinan imperialisme moral, penistaan
agama, dan sikap terorisme tidak akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, Agus. Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indoseia. Jurnal Diklat


Keagamaan. Vol 13, no 2. 45-55

Al-Hamidy, Abu Dzarrin dkk. 2008. Sarung & Demokrasi: Dari NU untuk Peradaban
Keindonesiaan. Jawa Timur: Khalista

Hasyim, Syafiq. 2018. Islam Nusantara dalam Konteks. Yogyakarta: Penerbit Gading

Muhammad, Nur Hidayat. 2012. Fiqh Sosial dan Toleransi Beragama: Menjawab
Problematika dan Interaksi Sosial Antar Umat Beragama di Indonesia. Jawa Timur:
Nayrul’ilmi Publishing

Musa, Ali Masykur. 2014. Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam Terhadap Isu-Isu
Aktual. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta

Rahmah, Mawaddatur. (2020). Moderasi Beragama Dalam Al-Qur’an. (Pasca Sarjana UIN
Sunan Ampel Surabaya, 2020) http://digilib.uinsby.ac.id/44984/

Anda mungkin juga menyukai