Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ISLAM DAN PLURALITAS

DISUSUN OLEH :
 SITI HANUM ARDANIA GHINANTI (G051221041)
 MUHAMMAD IRFAN (G051221010)
 RISKA AMALIA KASIM (G051221008)
 QIZKHA IBNAQAYYUM ADAM (G051221021)
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, atas limpahan rahmat dan
Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu.
Salawat serta salam semoga terus tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar
Muhammad Saw. Yang telah menjadi tauladan kami dalam menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Islam dan Pluralitas”.
Dalam Penyusunan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu sudah selayaknya kami menyampaikan terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak terutama kepada
Pembina yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan karya tulis ini, anggota tim
yang berpartisipasi, teman-teman yang ikut membantu dalam
mencari referensi yang dibutuhkan, orang tua kami yang telah mendukung
dan senantiasa bersabar dan berdoa, serta mencurahkan cinta kepada penulis.
Semoga segala doa dan cinta mendapat berkah dan ridha Allah Swt.
Semoga segala bentuk bantuan yang diberikan kepada penulis bernilai ibadah
di sisi Allah Swt. Semoga kedepannya kami dapat makalah ini menjadi
lebih baik lagi, bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah dan pengembangan ilmu
pengetahuan.

Makassar, 30 Agustus 2022


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama monoteistik yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip etika. Islam
tidak hanya untuk kelompok atau individu tertentu, tetapi tersedia untuk semua orang
yang hidup di dunia saat ini. Nabi Muhammad Saw adalah figur utama yang
mempertahankan peran dalam proses indoktrinasi dan inisiasi Islam yang terkuak dengan
khusyuk. Islam adalah agama moderat yang menjunjung tinggi kode etik tertentu,
ditandai dengan penekanannya pada tatharruf (tidak berhati-hatidi dalam masalah agama)
dan ghuluw (terlalu mengada-ngada di dalam masalah agama), dan secara konsisten
mendorong orang untuk menjunjung tinggi keyakinan agama mereka. dan untuk memiliki
belas kasihan satu sama lain. Islam menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional seperti
ketertutupan dan kemunduran.

Selain itu, Islam menerima tanpa syarat apapun dari segala jenis, permusuhan,
pembunuhan, dan penghancuran. Islam merupakan tatanan yang cocok dalam
berkehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Sehingga perkembangan Islam banyak
diterima oleh masyarakat baik nasional maupun masyarakat dunia. Islam tidak membeda-
bedakan antara ras, warna kulit, kulit hitam atau kulit putih, tetapi menjaga kerukunan.

Masyarakat yang bercorak pluralitas menyebabkan setiap golongan memiliki cara


berfikir dan bertindak sendiri dalam mewujudkan kepentingan menurut filosofi hidupnya
yang dipengaruhi oleh keyakinan, kultur dan situasi. Menurut para pemikir muslim,
seperti Ibn Abi Rabi’, Al-Mawardi dan Ibn Khaldun menyatakan bahwa untuk
mewujudkan masyarakat teratur diperlukan terciptanya rasa aman, damai, keadilan yang
menyeluruh yang didasarkan pada undang-undang untuk mengatur kerjasama antar
kelompok sosial yang menjamin kepentingan bersama serta didukung oleh pemimpin
yang berwibawa untuk melaksanakannya.
Sudah banyak pembahasan mengenai bagaimana persoalan-persoalan keagamaan
telah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad. Sederhananya, Nabi dapat memilih untuk
menyelesaikan masalah yang biasanya muncul sebagai akibat dari faktor subjektif
sebagai lokasi penyelesaian akhir waktu untuk semua masalah. Akibatnya, perbedaan
sudut pandang terkait insiden terorisme yang terjadi di dalam institusi Islam diselesaikan
dengan undang-undang restitusi (tasamuh).

Sebagai hasil dari proses asimilasi dengan adat istiadat setempat, Islam secara
konsisten ditolak oleh Pasca Nabi wafat, dan di saat bersamaan juga beberapa wilayah
yang menjadi semakin kacau. Karena ini, akan ada kebutuhan yang berkembang bagi
Ijtihad untuk menemukan panduan hukum yang diperbarui tentang situasi baru. Dalam
hal ini sudah pasti akan berakibat pada meluasnya permasalahan khilafiyah di kalangan
umat Islam

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah makalah
ini, yaitu :

1. Bagaimana cara menyikapi pluralitas dalam islam ?.


2. Apa dampak positif pluralisme dalam kehidupan bermasyarakat ?.
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat di atas maka tujuan dari makalah ini,
yaitu :
1. Untuk mengetahui cara menyikapi pluralitas dalam islam.
2. Untuk mengetahui dampak positif pluralisme dalam kehidupan
bermasyarakat.
BAB II

A. Pembahasan
Menyikapi Pluralitas

Membaca sejarah yang demikian, akibatnya agama sering dianggap sebagai “sumber
konflik”. Agama selalu dihadirkan untuk melegitimasi setiap tindakan orang yang
beragama. Meskipun permasalahan agama sebagai sumber konflik atau sumber harmoni
telah sejak lama diperdebatkan. Dalam hal ini, Abu Hapsin berargumen bahwa
permasalahan tersebut sudah barang tentu akan sangat tergantung pada dual hal. Pertama,
bagaimana hasil penafsiran keagamaan itu disikapi, dan Kedua, menyangkut cara
bagaimana agama itu ditafsirkan.

Ketika hasil penafsiran keagamaan yang sebenarnya tidak lepas dari aspek subjektifitas,
disikapi sebagai suatu ajaran yang absolut, maka orang akan bersikap eksklusif terhadap
orang lain, karena dianggapnya berada dalam kesalahan. Begitu pula ketika agama
ditafsirkan dengan cara sempit, maka beragama menjadi seperti berada dalam ruangan
sempit, tidak memberikan ruang gerak sesuai dengan perubahan waktu dan tempat
(taghayyur al-zaman wa al-makan). Akibatnya akan terjadi penyempitan cara pandang
dalam memandang yang lain, baik terhadap orang yang ada di luar keyakinan
keagamaannya maupun terhadap orang yang ada di luar kelompoknya dalam satu
keyakinan keagamaan.

Menurut Abu Hapsin, dua hal tersebut, yakni absolutisasi hasil penafsiran dan cara
menafsirkan agama, dalam praktiknya terkadang bisa menimbulkan suatu gerakan
radikalisme keagamaan. Suatu semangat untuk melakukan perubahan pemahaman
keagamaan secara mendasar sampai akar-akarnya. Dalam konteks ini, radikalisme
keagamaan sering memiliki konotasi negatif.

Oleh karena itu, pluralitas pemahaman keislaman meski harus didudukkan sebagai
kewajaran, namun dalam waktu yang bersamaan tidak boleh melupakan misi kenabian,
yakni menebarkan kasih sayang kepada sesama (rahmatan lil ‘alamin), atau dalam istilah
ushul fiqh, menciptakan kebaikan bagi semua umat manusia (li tahqiqi mashalih
al-‘ibad).

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan


orang-orang sabi'in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa
takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.

Dampak Positif Plularisme

Dalam kehidupan masyarakat, Untuk mendukung konsep pluralisme tersebut, diperlukan


adanya toleransi antar sesama umat beragama. Agar kehidupan masyarakat terjalin secara
damai tentram dan tidak ada konflik antar umat beragama. Oleh karena itu pluralisme
dalam kehidupan bermasyarakat mempunyai dampak yang bermanfaat seperti:

a. Toleransi beragama.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal dari kata “toleran” itu
sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan
sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi
perlu dipahami dan di praktikkan karena dengan toleransi salah satunya dapat
menghargai, menerima keanekaragaman yang berada di Indonesia, budaya, bahasa, suku,
agama dan ras adalah sebuah kekayaan dan keindahan bangsa.
Perbedaan itu merupakan rahmat, kekuatan, dan karunia yang diwujudkan melalui sikap
saling menghormati. Jadi Toleransi adalah suatu sikap atau tingkah laku dari seseorang
untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain dan memberikan kebenaran atas
perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Menghormati
keanekaragaman akan menumbuhkan sikap toleran. Salah satu wujud dari toleransi
melakukan kerjasama dengan orang lain, walaupun berdeda agama dan ras.

b. Kerukunan antar umat Bergama

Kata “Rukun” dari Bahasa Arab “ruknun” artinya asas-asas atau dasar, seperti rukun
Islam. Rukun dalam arti adjektiva adalah baik atau damai. Kerukunan hidup umat
beragama artinya hidup dalam suasana damai, tidak bertengkar, walaupun berbeda
agama. Kerukunan umat beragama adalah program pemerintah meliputi semua agama,
semua warga negara Republik Indonesia.
Berdasarkan Permen No. 9 Tahun 2006 Pasal 1 ayat, kerukunan umat beragama adalah
keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,
saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan
kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kerukunan antar
umat beragama agama adalah asas-asas atau dasar yang dijadikan untuk menciptakan
suasana damai, tentram, harmonis dalam masyarakat yang dilandasi sikap toleransi,
saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai