Anda di halaman 1dari 4

PENGHAYATAN AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA

BUNG HATTA

Disusun oleh:
Heru Respindatama
2110012111136

Dosen Penanggung Jawab


Suamperi,SH.,M.H

FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PENGHAYATAN AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA
1. KEISLAMAN INKLUSIF DALAM PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA
Keislaman Inklusif dalam prespektif sosial budaya adalah paham keislaman yang menyerap
kebudayaan lain, tanpa harus hanyut dengan arusnya sehingga melangar esensi ajaran Islam dan
menyentuh esensi budaya yang diserap tersebut. Seorang muslim inklusif mempertahankan jati
diri muslim yang sejati, namun tetap menjalin hubungan dengan siapa pun,tanpa membedakan
suku bangsa,ras,agama, warna kulit dan ideologi. Lawan kata inklusif adalah kata ekslusive
bermakna; terpisah dari yang lain artinya berdiri sendiri dan tidak ada sangkut pautnya dengan
yang lain.
Jaringan Islam ekslusif lahir dari sikap keakuan suatu aliran dari umat Islam yang menganggap
alirannya yang paling benar. Sedangkan agama lain tidak perlu diketahui dan panganutnya harus
masuk Islam.Islam eksklusif terbagi dua macam
1) Islam ekslusif keluar
yaitu aliran umat Islam yang tertutup terhadap agama lain.
2) Islam ekslusif kedalam
3) yaitu aliran umat Islam yang menganggap pemikiran mazhab mereka yang benar,
sementara lainnya adalah salah dan sesat. Seperti pergolakan dalam tubuh
mutakalimun, failusuf dan Fuqaha dengan sufi yang saling mengkultuskan dan kafir
mengkafirkan kemudian sesat menyesatkan.

Islam memimpin kita ke jalan damai. Mengajarkan kita berhati sabar, tetapi semua itu di
atas kebenaran dan keadilan yang dapat menimbulkan suasana damai, sebab itu mencari
keadilan dan menuntut keadilanlah yang dapat menimbulkan suasana damai. Sebab itu mencari
kebenaran dan menuntut keadilan adalah kewajiban yang utama bagi umat Islam.Dalam konteks
keislaman, paham Bung Hatta disebut keislaman Inklusif dan modernis adalah upaya untuk
reinterpertasi terhadap pemahaman dan pemikiran tentang masalah-masalah keislaman yang
dilakukan oleh pemikir-pemikir terdahulu untuk disesuaikan dengan pendapat manusia dan
bukan merubah teks al-Quran. Istilah Islam modernis juga dapat diidentikan dengan Islam
Rasionalis.

Soal Islam bukan semata-mata soal ibadah (dalam arti sempit) melainkan soal ajaran yang
ditegakkan juga pada masyarakat, sekurang-kurangnya berimbas pada masyarakat, sehingga
kemauan negara pun terpenggaruh olehnya. Negara murupakan alat untuk mencapai
kebahagiaan perdamaian dan kemerdekaan bagi rakyatNegara adalah lembaga sekuler,
agamalah yang mengisi ruh negara tersebut. Agama adalah sebagai sebuah proses pembentukan
dunia simbol-simbol (the sacred canopy: langit suci).
Sejarah dunia telah mencatat, negara India terpecah menjadi negara Pakistan adalah
penyebab utamanya faktor politik yang memperalat agama, yakni menciptakan konflik antara
umat Hindu dan Islam yang sebangsa dan setanah air. Bung Hatta, pada awal mendirikan negara
Indonesia, telah mengutamakan persatuan bernegara dan menghindari konflik agama. Ia selaku
muslim yang taat, melakukan “iktibar” memutuskan untuk merevisi Piagam Jakarta.

2. KEBERAGAMAAN BUNG HATTA


Hanya Tuhan tempat orang Islam takut, hanya Tuhan tempat ia menyerahkan segala isi
jiwanya. Ia tagwa kepada Tuhan yang maha kuasa, dan tak takut akan kekuasaan manusia.
Dari Tuhan datang kebenaran dan keadilan oleh karena orang Islam berjuang di jalan Allah.
Tak pernah merasa takut, ia dan suci di manapun ia berada.Bung Hatta berjiwa keislaman
inklusif, kepada orang-orang yang terdekat memberi kebebasan berpikir dan berapresiasi
dalam memahami ajaran agama Islam. Ia tidak mau mengintervensi secara mendalam
terhadap keinginan dari pihak keluarganya dalam persoalan apapun termasuk juga dalam
persoalan agama. Seperti harus memakai busana hijab yang
bercorak Timur Tengah misalnya, atau bercorak Eropa, ia memberikan kebebasan memilih
pada putri-putrinya. Persis sama dengan keberagamaan ulama besar Indonesia, Prof Dr
Quraish Shihab, yang tidak mau mengintervensi keinginan putrinya Najwa Shihab, yang
berbusana ala Indonesia tanpa busana hijab yang bercorak Timur Tengah.Pribadi Bung Hatta
diterima dan serasi dengan berbagai golongan. Para ulama seperti Buya Hamka melihat
sosok pribadi Bung Hatta seorang muslim yang Islami. Para kaum nasionalis sekuler melihat
pribadi Bung Hatta adalah seorang pemimpin yang beretika tidak banyak bicara dan diterima
oleh berbagai kalangan golongan dan kelompok.

3. KEBERAGAMAN SOSIAL BUDAYA


Bung Hatta mengajurkan bahwa cita-cita Indonesia seharusnya adalah demokrasi sosial,
yang diinspirasikan oleh pikiran Islam, sosialis Barat dan demokrasi desa Indonesia.
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat
mejemuk. Mejemuk berarti banyak ragam, beraneka dan berjenis-jenis. Konsep masyarakat
majemuk (plural society) pertama kali diperkenalkan oleh Furnival tahun 1948 yang
mengatakan ciri utama masyarakat adalah berkehidupan secara berkelompok yang
berdampingan secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dam tergabung dalam sebuah
satuan politik.
Pelly (1989) mengategorikan masyarakat majemuk disuatu kota berdasarkan dua hal, yaitu
pembelahan horizontal dan pembelahan vertical. Secara horizontal, masyarakat majemuk
dikelompokkann berdasarkan:
▪ Etnik dan rasa tahu asal-usul keturunan
▪ Bahasa daerah
▪ Agama
▪ Pakaian makanan dan budaya material lainnya

4. PLURALISME DAN TOLERANSI BERAGAMA


Secara universal hakekat agama adalah berfungsi membentuk perilaku atau akhlak
yang mulia. Sehingga tidaklah aneh fenomena yang berlaku di Indonesia yang memiliki
banyak agama seperti agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu. Sesungguhnya
apabila dilihat dalam kacamata universal, kelima agama tersebut penting untuk membangun
masyarakat Indonesia yang majemuk untuk menuju kesejahteraan dan kedamaian bersama.
Hal ini sesuai dengan semboyan negara Indonesia Bhinneka Tunggal Ika artinya nuansa
persamaanlah yang dapat diterima dalam kehidupan bernegara dan berbangsa bukan
nuansa perbedaan. Pidato Bung Hatta di atas tidaklah salah mengatakan bahwa Negara
adalah sebagai alat untuk mencapai kemerdekaan dan kedamaian rakyat. Sebab Negara
memiliki jaringan sistem yang mengatur rakyat atau disebut dengan Ilmu Tata Negara.
Sedangkan agama adalah bertujuan untuk memperbaiki moral dan akhlak pemimpin dan
rakyat yang berada dalam Negara itu sendiri. Pendapat ini dikuatkan oleh pemikir Islam
terkenal yakni Husein Haikal. Ia mengatakan bahwa didalam Islam tidak memiliki sistem
kehidupan bernegara (tata negara), tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika.
Seorang muslim tetap dituntut memikirkan konsep kemashlahatan bagi umat. Dan jika tidak
dilakukan tentu ajran agama tidak akan lagi membawa perbaikan dan perdamaian. Kita
harus mencotoh sejarah agama-agama India, dimana perbedaan agama diperuncing dan
kemudian ditungangi oleh kepentingan politik menyebabkan agama tidak lagi membawa
misi suci namun sebagai alat untuk memecah belah Negara. India terpecah belah. Dengan
melahirkan Negara baru Pakistan lantaran perbedaan agama diperuncing dan diprovokasi
oleh kepentingan politik sesaat.

Sejarah umat manusia beragama-agama di dunia penuh dengan konflik. Konflik sering
terjadi karena satu sama lain saling membela dan mengklaim bahwa merekalah yang paling
benar masing-masing. Sehingga terkadang tidak jarang terjadi dalam sejarah umat beragama
saling berperang dan saling berbunuhan diantara mereka. Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wasallam menciptakan sebuah konstitusi negara yang disebut dengan Piagam
Madinah. Diantara bunyi pasal dalam Piagam Madinah itu adalah melindungi orang-orang
yang hidup di bawah negara Islam. Dimana negara Islam menjamin setiap umat untuk
mendapatkan kebebasan menjalankan ajaran-ajaran agama mereka masing-masing. Konsep
Rasulullah di Medinah tersebut terkenal dengan sebutan masyarakat madani (civil society).

5. RELEVANSI KEISLAMAN INKLUSIF GLOBALISASI


Menurut Arnold Y. Toynbee, salah seorang sejarahwan asal Inggris, peradaban itu lahir
sebagai respon (tanggapan) manusia yang segenap daya upaya dan akalnya menghadapi,
menaklukan dan mengolah alam sebagai tantangan guna mencukupi kebutuhan dan
melestarikan kelangsungan hidupnya. John Naisbitt dalam bukunya megatrends (1982),
menyatakan bahwa globalisasi memunculkan perubahan-perubahan yang akan dialami oleh
negara-negara di dunia.

Perubahan tersebut ialah:


▪ Perubahan dari masyarakat industry kemasyarakat informasi
▪ Perubahan teknologi yang mengandalkan kekuatan canggih
▪ Perubahan dari ekonomi nasional dan ekonomi dunia
▪ Perubahan dari jangka pendek dan panjang
▪ Perubahan dari sentralisasi dan disentralisasi
▪ Perubahan dari suatu lembaga ke bantuan diri sendiri
▪ Perubahan dari semokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatori
▪ Perubahan dari sistem hierarki ke jaringan kerja
▪ Perubahan dari utara ke selatan
▪ Perubahan dari satu pilihan menjadi macam-macam pilihan.

Pengaruh globalisasi menimbulkan positif dan negative pada kehidupan menusia.


Positifnya adalah kemajuan teknologi komunikasi, kesehatan dan informasi. Negatifnya
adalah hilangnya budaya dan adat-istiadat karena pengaruh budaya luar, eksploitasi alam
dan manusia lebih bersikap individu.Seorang muslim inklusif mempertahankan jati diri
muslim yang sejati, namun tetap menjalin hubungan dengan siapa pun,tanpa membedakan
suku bangsa,ras,agama, warna kulit dan ideologi.

Anda mungkin juga menyukai