PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang haq, yang diwahyukan oleh Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana firmanNya
dalam al-Qur’an dalam surat Al-Fath yang artinya:
“ Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan
agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama.
dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al-Fath : 28)
Dan untuk menjadi Rahmat bagi seluruh alam :
Islam juga agama yang utuh yang mempunyai akar, dimensi, sumber
dan pokok-pokok ajarannya sendiri. Siapa yang konsisten dengannya maka
ia termasuk Al-Jama’ah atau Firqah Najiyah (kelompok yang selamat).
“Aku telah tinggalkan untukmu dua hal al-Qur’an dan Assunnah, kamu tidak akan
tersesat selama kamu berpegang teguh pada keduanya”. (HR. Tirmidzi)
Hadist shahih diatas sudah sangat jelas, bahwa umat islam harus selalu
berpegang teguh kepada al-qur’an dan Assunnah dan Rasulullah SAW dalam hal ini
telah menjamin keselamatan untuk kita sebagai umatNya di dunia dan akhirat.
Dalam pembahasan masalah ini, agar tidak keluar jauh dari pokok permasalahan
yang akan dibahas, maka penulis membatasi penulisan hanya pada Jaringan Islam
Liberal (JIL).
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan penulis khususnya dan para pembaca umumnya
dalam pemahaman agama Islam serta aliran2 yang terdapat
didalamnya, supaya tidak terjebak dalam menanggapi dan
menyikapi suatu ajaran agama karena ini menyangkut
keselamatan hidup kita semua di dunia dan akhirat kelak.
1. Umat Islam tidak boleh memisahkan diri dari umat lain, sebab manusia adalah keluarga universal
yang memiliki kedudukan yang sederajat. Karena itu larangan perkawinan antara wanita
muslimah dengan pria non muslim sudah tidak relevan lagi.
2. Produk hukum Islam klasik (fiqh) yang membedakan antara muslim dengan non muslim harus
diamandemen berdasarakan prinsip kesederajatan universal manusia.
3. Agama adalah urusan pribadi, sedangkan urusan Negara adalah murni kesepakatan masyarakat
secara demokratis.
4. Hukum Tuhan itu tidak ada. Hukum mencuri, Zina, Jual – Beli, dan pemikiran itu sepenuhnya
diserahkan kepada umat islam sendiri sebagai penerjemahan nilai-nilai universal.
5. Muhammad adalah tokoh histories yang harus dikaji secar kritis karena beliau adalah juga
manusia yang banyak memiliki kesalahan.
6. Kita tidak wajib meniru Rasulullah secara harfiah. Rasulullah berhasil menerjemahkan nilai-nilai
Islam universal di Madinah secara kontekstual. Maka kita dapat menerjemahkan nilai itu sesuai
dengan kenteks yang ada dalam bentuk lain.
7. Wahyu tidak hanya berhenti pada zaman nabi Muhammad saja (wahyu verbal memang telah
selesai dalam bentuk al-Qur’an), tetapi wahyu dalam bentuk temuan ahli fakir akan terus
berlanjut. Sebab temuan akal juga merupakan wahyu karena akal adalah anugerah Tuhan.
8. Karena semua temuan manusia adalah wahyu, maka umat Islam tidak membuat garis
pemisah antara Islam dan Kristen, Timur dan Barat, dan seterusnya.
9. Nilai Islami itu bisa terdapat di semua tempat, semua agama, dan semua suku
bangsa. Maka melihat Islam harus dari isinya bukan dari bentuknya.
1. Agama adalah baju dan perbedaan agama sama dengan perbedaan baju. Maka sangat
konyol orang yang bertikai karena perbedaan baju (agama). Semua agama mempunyai
tujuan pokok yang sama, yaitu penyerahan diri kepada tuhan.
2. Misi utama Islam adalah penegakan keadilan. Umat islam tidak perlu memperjuangkan
jilbab, memelihara jenggot, dan sebagainya.
3. Memperjuangkan Syari’at Islam wujud ketidak berdayaan umat Islam dalam
menyelesaikan masalah secara arasional. Mereka adalah pemalas yang tidak mau berfikir.
4. Orang yang beranggapan bahwa semua masalah dapat diselesaikan dengan syari’at adalah
orang kolot dan dogmatis.
5. Islam adalah proses yang tidak pernah berhenti, yaitu untuk kebaikan manusia. Karena
keadaan umat manusia itu berkembang, maka agama (Islam) juga harus berkembang dan
berproses demi kebaikan manusia. Kalau Islam itu diartikan sebagai paket sempurna
seperti zaman Rasulullah, maka itu adalah fosil Islam yang sudah tidak
berguna lagi.
Konsep – konsep diatas adalah merupakan buah pemikiran dari para tokoh
ternama yang sangat berpengaruh dalam penyebaran paham tersebut.
berikut ini adalah beberapa nama tokoh penggagas JIL di Indonesia, antara lain :
A Source Book (Oxford, 1998) hasil editan Charles Kurzman. Terjemahan buku Kurzman
diterbitkan oleh Paramadina Jakarta, Juni 2001. Versi Indonesia buku Binder dicetak
Pustaka Pelajar Yogyakarta, November 2001.
Sebelum itu, Paramadina menerjemahkan disertasi Greg Burton di Universitas
Monash, berjudul Gagasan Islam Liberal di Indonesia, April 1999. namun dari ketiga buku
ini tampaknya buku Kurzman yang paling serius melacak akar,membuat peta, dan
menyusun alat ukur Islam Liberal. Para aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) juga lebih
sering merujuk karya Kurzman dibanding yang lain.
Kurzman sendiri meminjam istilah itu dari “Asaf ‘Ali Asghar Fyzee, intelektual
muslim India. Fyzee orang pertama yang menggunakan istilah “Islam Liberal” dan “Islam
Protestan” untuk merujuk kecendrungan tertentu dalam Islam. Yakni Islam yang
nonortodoks, Islam yang kompatibel terhadap perubahan zaman dan Islam yang
berorientasi masa depan bukan masa silam.
Dan sekarang muncullah apa yang disebut JIL (Jaringan
Islam Liberal) yang mengusung ide-ide Nurcholis Madjid
dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan
pikirannya.
Namun kemunculan serta maraknya kelompok JIL dimasa
reformasi ini bersamaan dengan keinginan kuat umat islam
untuk menerapkan Syari’at Islam bukanlah suatu
kebetulan semata, sepertinya JIL (Jaringan Islam Liberal)
ini dibentuk untuk menghadang kelompok
“Fundamentalis” yang ingin kembali kepada ajaran islam
secara kaffah.
Yang dimaksud dengan Islam Fundamentalis yang
menjadi lawan firqah liberal adalah orang yang memiliki lima
ciri - ciri sbb :