Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membicarakan Masalah Iman dan Kufur, umat Islam telah
terjadi perselisihan dimana yang satu adalah umat yang mudah
mengkafirkan orang lain sekalipun orang itu masih bisa dianggap
muslim. Sedang yang lainnya adalah yang berpendirian bahwa kita tidak
boleh boleh menghukum kafirkan seseorang sekalipun orang tersebut
benar-benar telah kafir dan murtad dari agam islam.
Sesungguhnya penilaian bahwa seseorang itu kufur dan benar-
benat telah menyimpang dari hukum islam adalah wewenang Allah.
Terkecuali orang gersebut mengatakan dengan terang-terangan bahwa
dia tidak menunaikan perintah Allah karena ingkar pada Allah. Dalam
makalah ini, penulis berusaha untuk menerangkan secara mendetail
tentang Iman dan Kufur dari berbagai aliran serta memberikan beberapa
solusi yang tepat untuk menanggapi permasalahan ini.1

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari latar belakang diatas adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Iman?
2. Apa yang dimaksud dengan kufur?
3. Iman dan kufur Menurut beberapa aliran?

1
Dadang Hamdani, Perbandingan Antara Iman dan Kufur,
https://sagalarasa.blogspot.com/2014/01/makalah-perbandingan-antar-aliran-iman.html, diakses
pada tanggal 3 Maret 2019.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IMAN
Dalam Al-Qur’an iman itu selalu berkaitan dengan amal
perbuatan baik berupa pelaksanaan rukun-rukun Islam, akan
menyebabkan manusia hidup berbahagia di dunia dan di akhiratnya.
Iman dari segi lughat, kata iman berarti : pembenaran ( ‫ ) يـْق التَّصـْد‬inilah
makna yang dimaksud dengan kata ( ْ‫ ) من مؤ‬dalam surat Yusuf 12, 17
yanga rtinya “Dan kamu sekali-kali tidak akan membenarkan kami ( ْ‫مؤ‬
‫ ) لَّـنَا من‬walaupun kami orang-orang yang benar”. Dari ayat di atas,
makna mukmin yakni orang yang membenarkan. Adapun makna iman
dari segi istilah ialah pembenaran atau pengakuan hati dengan penuh
yakin tanpa ragu-ragu akan segala apa yang di bawa oleh Nabi
Muhammad SAW yang diketahui dengan jelas sebagai ajaran agama
yang berasal dari wahyu Allah.
Dalam sebuah hais di definisikan tentang iman :
“iman adalah meyakini dengan hati, menetapkan dengan lidah dan
melaksanakan dengan anggota”. (H.R Al-Buqari)2

B. PENGERTIAN KUFUR
Kufur adalah kebalikan daripada iman. Dari segi lughat “kufur”
artinya menutupi. Orang yang bersikap ‘kufur’ disebut kafir, yaitu orang
yang menutupi hatinya dari hidayah Allah.
Firman Allah dalam surat an-Nisa / 4 : 136

2
Ade, Iman dan Kufur, http://ade-budayaminang.blogspot.com/2011/11/iman-dan-
kufur.html, diakses pada tanggal 03 April 2019.

2
‫ب ٱلَّذِي ن ََّز َل َعلَى‬ ِ َ ‫سو ِل ِهۦ َو ۡٱل ِكت‬ َّ ‫َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓواْ َء ِامنُواْ ِب‬
ُ ‫ٱّللِ َو َر‬
َٰٓ َّ ِ‫ِي أَنزَ َل ِمن قَ ۡب ُۚ ُل َو َمن يَ ۡكفُ ۡر ب‬
‫ٱّللِ َو َملَئِ َكتِ ِهۦ‬ َٰٓ ‫ب ٱلَّذ‬ ِ َ ‫سو ِل ِهۦ َو ۡٱل ِكت‬ ُ ‫َر‬
١٣٦ ‫ض َل ا ََل بَ ِعيدًا‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫س ِل ِهۦ َو ۡٱل َي ۡو ِم ۡٱۡل َٰٓ ِخ ِر فَقَ ۡد‬
ُ ‫َو ُكت ُ ِب ِهۦ َو ُر‬
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa
yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya”.
Adapun pengertian kufur yang diambil dari Ensiklopedi Islam,
yaitu : Al-Kufr (tertutup) atau tersembunyi, mengalami perluasan makna
menjadi “ingkar” atau tidak percaya, ketidakpercayaan kepada Tuhan.
Kata kafir mengisyaratkan usaha keras untuk menolak bukti-bukti
kebenaran Tuhan, yakni sebuah kehendak untuk mengingkari Tuhan,
sengaja tidak mensyukuri kehidupan dan mengingkari wahyu.
kufur menurut bahasa adalah menutup. Bila orang yang
menyangkal dan musyrik disebut kafir karena orang itu menutupi
dirinya dari nikmat allah dan menutup jalan untuk mengenal Allah.
Orang yang berdosa besar adalah kafir karena dia selalu menutupi
dirinya dengan dosa.

C. Iman dan Kufur menurut beberapa Aliran


1. Aliran Khwarij

3
Kaum Khawarij adalah kaum pengikut Ali bin Abi Thalib yang
keluar dari barisan Ali, karena tidak setuju dengan kebijaksanaan
Ali bin Abi Thalib yang menerima tahkim / arbitrase judge between
parties to a dispute. Dari persoalan politik, kemudian kaum khawarij
memasuki juga persoalan teologi Islam. Menurut golongan Khawarij
al-Muhakkimah, Ali, Mu’awiyah, kedua pengantara Amr ibn al-
‘Ash dan Abu Musa al-‘Asy’ari adalah kafir.
Iman menurut kaum Khawarij bukan merupakan pengakuan
dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, akan tetapi amal ibadah
menjadi rukun iman saja. Menurut kaum Khawarij, orang yang tidak
melakukan shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya yang
diwajibkan oleh Islam, maka termasuk kafir. Jadi apabila sekarang
mukmin melakukan dosa besar mapun kecil, maka orang itu
termasuk kafir dan wajib diperangi serta boleh di bunuh. Harta
bendanya boleh dirampas menjadi harta ghonimah.3

2. Aliran Mur’jiah
Harun Nasution dan Abu Zahrah membedakan Murji’ah menjadi
dua kelompok utama, yaitu Murji’ah moderat (Murji’ah Sunnah)
dan Murji’ah ekstrim (Murji’ah Bid’ah).
Untuk memilah mana subsekte yang ekstrim atau moderat,
Harun Nasution menyebutkan bahwa subsekte Murji’ah yang
ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak
di dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya
menggambarkan apa yang ada di dalam kalbu. Oleh karena itu,
segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari
kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya,
bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan.
3
Avisha, “Perbandingan Aliran: Iman dan Kufur”, Akal dan Wahyu,
http://abiavisha.blogspot.com/2013/03/perbandingan-aliran-iman-dan-kufur-akal.html, diakses
pada tanggal 03 April 2019.

4
Sementara yang dimaksud Murji’ah moderat ialah mereka
yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir.
Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal di dalamnya, bergantung
pada dosa yang dilakukannya.4 Kendatipun demikian, masih terbuka
kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya sehingga
bebas dari siksa neraka.

3. Aliran Mu’tazilah
Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu’tazilah menempati posisi
tengah di antara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika meninggal
dunia sebelum bertobat, ia akan dimasukkan ke dalam neraka
selama-lamanya. Namun, siksaan yang bakal diterimanya lebih
ringan darpada siksaan orang kafir. Dalam perkembangan nya
kemudian, beberapa tokoh Mu’tazilah seperti Wasil bin Atha dan
Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang
bukan mukmin atau kafir, melainkan sebagai kategori netral dan
independen.5
Seluruh pemikir Mu’tazilah sepakat bahwa amal perbuatan
merupakan salah satu unsur terpenting dalam konsep iman, bahkan
hampir mengidentikkannya dengan iman. Ini mudah dimengerti
karena konsep mereka tentang amal sebagai bagian penting
keimanan memiliki keterkaitan langsung dengan masalah al-wa’d
wa al wa’id (janji dan ancaman) yang merupakan salah satu dari
“pancasila” Mu’tazilah.
Aspek penting lainnya dalam konsep Mu’tazilah tentang
iman adalah apa yang mereka identifikasikan sebagai ma’rifah
(pengetahuan dan akal). Ma’rifah menjadi unsur yang tak kalah
penting dari iman karena pandangan Mu’tazilah yang bercorak
4
Abdul Rozak, Rosihan Anwar, “Ilmu Kalam”, (CV : Pustaka Setia, Bandung 2009), hlm.
144
5
Abdul Rozak, Rosihan Anwar, “Ilmu Kalam”, hlm. 146

5
rasional. Ma’rifah sebagai unsur pokok yang rasional dari iman
berimplikasi pada setiap penolakan keimanan berdasarkan otoritas
orang lain (al-iman bi at-taqlid). Di sini terlihat bahwa Mu’tazilah
sangat menekankan pentingnya pemikiran logis atau penggunaan
akal bagi keimanan. Harun Nasution menjelaskan bahwa menurut
Mu’tazilah sangat menekankan pentingnya menjelaskan bahwa
menurut Mu’tazilah, segala pengetahuan dapat diperoleh dengan
perantaraan akal dan segala kewajiban dapat diketahui dengan
pemikiran yang mendalam. Dengan demikian, menurut mereka,
iman seseorang dapat dikatakan benar apabila didasarkan pada akal
bukan karena taqlid kepada orang lain.
Pandangan Mu’tazilah seperti ini, menurut Toshihiko Izutsu,
pakar teologi Islam asal Jepang, sangat sarat dengan konsekuensi
dan implikasi yang cukup fatal. Hal ini karena hanya para
mutakallim (teolog) saja yang benar-benar dapat menjadi orang
yang beriman, sedangkan masyarakat awam yang mencapai jumlah
mayoritas tidak dipandang sebagai orang yang benar-benar beriman
(mukmin).
Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan sebagai
dosa besar, aliran Mu’tazilah agaknya merumuskan secara lebih
konseptual ketimbang aliran Khawarij. Yang dimaksud dengan dosa
besar, menurut mereka adalah segala perbuatan yang ancamannya
disebutkan secara tegas dalam nash, sedangkan dosa kecil adalah
sebaliknya, yaitu segala ketidakpatuhan yang ancamannya tidak
disebutkan secara tegas dalam nash. Tampaknya kelompok ini
menjadikan ancaman sebagai kriteria dasar bagi dosa besar maupun
kecil.
Masalah fluktuasi iman, yang merupakan persoalan teologi
yang diwariskan aliran Murji’ah, disinggung pula oleh Mu’tazilah.
Aliran ini berpendapat bahwa manakala seseorang meningkatkan

6
dan melaksanakan amal kebaikannya, imannya semakin bertambah.
Setiap kali ia berbuat maksiat, imannya semakin berkurang.
Kenyataan ini dapat dipahami mengingat Mu’tazilah, seperti halnya
Khawarij, memasukkan unsur amal sebagai unsur penting dari iman
(al-amal juz’un min al-iman).

4. Aliran Asy’ariah
Menurut aliran Al-Asy’ari, iman secara esensial adalah tashdiq
bi al janan (membenarkan dengan kalbu). Sedangkan ‘mengatakan’
(qawl) dengan lisan dan melakukan berbagai kewajiban utama (amal
bi al-arkan) hanyalah merupakan cabang-cabang iman. Oleh sebab
itu, siapa pun yang membenarkan keesaan Tuhan dengan kalbunya
dan juga membenarkan utusan-utusan Nya beserta apa yang mereka
bawa darinya, iman orang semacam itu merupakan iman yang sahih
Dan keimanan seorang tidak akan hilang kecuali jika ia mengingkari
salah satu dari hal-hal tersebut.”6

5. Aliran Maturidiyah
Dalam aliran maturidiyah terbagi menjadi dua kelompok
yaitu, aliran Maturidiyah Samarkand dan maturidiyah bukhara.
Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi
al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan.
Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan
iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Al-
Maturidi tidak berhenti sampai di situ. Menurutnya, tashdiq, seperti
yang dipahami di atas, harus diperoleh dari ma’rifah.Tashdiq hasil
dari ma’rifah ini didapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar
berdasarkan wahyu. Lebih lanjut, Al-Maturidi mendasari
pandangannya pada dalil naqli surat Al-Baqarah ayat 260. Pada

6
Abdul Rozak, Rosihan Anwar,” Ilmu Kalam”, hlm. 149

7
surat Al-Baqarah tersebut dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim meminta
kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan Nabi Ibrahim
meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan
menghidupkan orang yang sudah mati. Permintaan Ibrahim tersebut,
lanjut Al-maturidi, tidaklah berarti bahwa Ibrahim belum beriman.
Akan tetapi, Ibrahim mengharapkan agar iman yang telah
dimilikinya dapat meningkat menjadi iman hasil ma’rifah. Jadi,
menurut Al-Maturidi, iman adalah tashdiq yang
berdasarkan ma’rifah. Meskipun demikian,ma’r ifah menurutnya
sama sekali bukan esensi iman, melainkan faktor penyebab
kehadiran iman.
Adapun pengertian iman menurut Maturidiyah Bukhara
adalah tashdiq bi al-qalb dan tashdiq bi al-lisan. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan
membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasulNya
beserta risalah yang dibawanya. Adapun yang dimaksud dengan
tashdiq bi al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh pokok ajaran
Islam secara verbal.7

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

7
Abdul Rozak, Rosihan Anwar,” Ilmu Kalam”, hlm. 150

8
Pengertian iman adalah meyakini dengan hati, menetapkan dengan lidah
dan melaksanakan dengan anggota. Sedangkan Pengertian kufur adalah Kufur
adalah kebalikan daripada iman. Dari segi lughat “kufur” artinya menutupi.
Orang yang bersikap ‘kufur’ disebut kafir, yaitu orang yang menutupi hatinya
dari hidayah Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Ade, “Iman dan Kufur”, http://ade-budayaminang.blogspot.com/2011/11/iman-


dan-kufur.html.

9
Avisha, “Perbandingan Aliran: Iman dan Kufur”, Akal dan Wahyu,
http://abiavisha.blogspot.com/2013/03/perbandingan-aliran-iman-dan-
kufur-akal.html

Hamdani, Dadang, “Perbandingan Antara Iman dan Kufur”,


https://sagalarasa.blogspot.com/2014/01/makalah-perbandingan-antar-
aliran-iman.html.

Rozak, Abdul, Rosihan Anwar, “Ilmu Kalam”, (CV: Pustaka Setia, Bandung
2009).

10

Anda mungkin juga menyukai