Anda di halaman 1dari 24

DALIL SYAR’I YANG DISEPAKATI

( A L - Q U R ’A N , A S - S U N N A H , A L - I J M A ’
D A N A L - Q I YA S )
SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM

Disepakati oleh Al-Qur’an


SELURUH Ulama
(tanpa Pengecualian)
As-Sunnah

Sumber dan Dalil


Hukum Islam Al-Qur’an

Disepakati oleh As-Sunnah


Jumhur (Mayoritas)
Ulama
Al-Ijma’

Dalil-dalil yang
tidak Disepakati Al-Qiyas
BERPEGANG TEGUH KEPADA SUMBER
DAN DALIL HUKUM YANG DISEPAKATI

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah


Rasul-Nya, dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa [4]: 59)
TADABBUR SURAT AN-NISAA AYAT 59

• Perintah menaati Allah dan Rasul-Nya = Perintah mengikuti Al-


Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
• Perintah menaati Ulil Amri = Perintah mengikuti Al-Ijma’
(hukum-hukum yang telah disepakati oleh para mujtahidin,
karena mereka adalah pemimpin kaum muslim dalam hal
pembentukan hukum-hukum Islam) (Abdul Wahhab Khallaf).
• Perintah mengembalikan perselisihan antara umat Islam kepada
Allah dan Rasul-Nya = Perintah untuk melakukan Qiyas.
• Urutan Prioritas dan Hirarki pengambilan keputusan mengenai
hukum Islam dan petunjuk hidup.
AL-QUR’AN

• PENGERTIAN AL-QUR’AN
• Secara Bahasa = “Bacaan”
• Secara Istilah Ushul Fiqh = “Kalam (perkataan) Allah SWT yang
diturunkan-Nya dengan perantaraan Malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad SAW dengan Bahasa Arab serta dianggap
beribadah membacanya.”
• Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz, 114 Surat, 6.326 Ayat, 324.345
huruf (berdasarkan Al-Qur’an terjemah Departemen Agama)
• Al-Qur’an ditulis diatas lembaran mushaf, dimulai dari Surat Al-
Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Naas yang disampaikan
kepada kita secara mutawatir (berurutan), baik melalui tulisan
atau bacaan dari satu generasi ke generasi terpelihara dari
perubahan dan penggantian.
AL-QUR’AN

• Menurut turunnya, Al-Qur’an dibagi menjadi dua bagian:


1. Makkiyah: yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang turun di Mekkah,
umumnya berisi soal-soal Akidah, Kepercayaan,
Ketuhanan, hubungan manusia dengan Allah SWT
(Hablumminallah)
2. Madaniyah: yaitu ayat-ayat yang turun di Madinah. Pada
umumnya berisi soal-soal pengaturan hubungan manusia
dengan sesama manusia, hukum dan syari’at, akhlak dan
lain-lain. Hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-
tumbuhan, udara, air dan sebagainya (Hablumminannaas)
AL-QUR’AN

• Isi Pokok Al-Qur’an


1. Tauhid (Keesaan Allah SWT)
2. Ibadah (tujuan utama: mengesakan Allah SWT)
3. Janji dan Ancaman (cara komunikasi manusia)
4. Jalan untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat (tujuan
hidup)
5. Riwayat dan Cerita (sebagai contoh untuk diikuti atau
dihindari)

OTENTITAS AL-QUR’AN
Umat Islam sepakat bahwa kumpulan wahyu Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW disebut Al-Qur’an
AL-QUR’AN

• FUNGSI DAN TUJUAN TURUNNYA AL-QUR’AN


1. Sebagai petunjuk bagi umat manusia.
2. Sebagai Pembeda antara yang Haq dan yang Bathil
3. Sebagai rahmat yaitu keberuntungan yang diberikan oleh
Allah SWT
4. Sebagai pengajaran yang membimbing umat untuk mencapai
kebahagiaan dunia akhirat
5. Sebagai berita gembira bagi orang yang berbuat baik
6. Sebagai penjelasan yang menjelaskan segala sesuatu
7. Sebagai cahaya yang menerangi kehidupan manusia
8. Sebagai penjelas dari apa yang dikehendaki Allah SWT
9. Sebagai obat bagi jiwa yang sakit
AS-SUNNAH

• As-Sunnah (Hadits), menurut bahasa berarti “perilaku


seseorang tertentu, baik perilaku yang baik atau perilaku yang
buruk.”
“Barangsiapa yang melakukan perilaku (sunnah) yang baik dalam
Islam ini, maka ia akan mendapat pahalanya dan pahala orang
yang menirunya dan sedikit pun tidak dikurangi, dan barangsiapa
yang melakukan perilaku (sunnah) yang buruk dalam Islam, maka ia
akan mendapat dosanya dan dosa orang yang menirunya dan
sedikit pun tidak dikurangi.” (HR. Muslim)
• As-Sunnah menurut istilah Ushul Fiqh: Segala perilaku
Rasululah SAW yang berhubungan dengan hukum, baik itu
berupa ucapan (Qauliyah), perbuatan (Fi’liyah) maupun
pengakuan (Taqririyah).
AS-SUNNAH
• 1. Sunnah Qauliyah:
“Tidak ada wasiat (yang boleh diwasiatkan) untuk orang yang menerima
pusaka (warisan).” (HR. Ad-Daruquthny dan Jabir).
“Semua amalan itu mengikuti niat (orang yang meniatkan).” (HR. Bukhari
dan Muslim)
• 2. Sunnah Fi’liyah:
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”
(HR Bukhari dan Muslim)
“Ambillah dariku cara-cara mengerjakan haji.” (HR Muslim)
• 3. Sunnah Taqririyah:
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa sahabat Khalid bin Walid
memakan dhab (sejenis biawak) kemudian menghidangkan kepada Nabi
SAW, akan tetap Nabi SAW enggan memakannya. Lalu sahabat bertanya”
“Apakah kita diharamkan makan dhab wahai Rasulullah SAW? Kemudian
Nabi SAW menjawab: “Tidak, hanya saja binatang tersebut tidak ada di
negeriku (oleh karena itu aku tidak suka memakannya). Makanlah,
sesungguhnya itu halal.”
AS-SUNNAH

• Dalil Keabsahan Sunnah sebagai Sumber Hukum


1. Al-Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk menaati Rasulullah
SAW seperti dalam ayat 59 Surat An-Nisa
2. Al-Qur’an menjelaskan bahwa pada diri Rasulullah SAW terdapat
keteladanan: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW itu
suri teladan yang baik bagimu...” (QS. Al-Ahzaab: 21)
3. Allah SWT menilai bahwa orang yang menaati Rasul SAW adalah
sama dengan menaati Allah SWT: “Barangsiapa yang menaati Rasul
itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah SAW...” (QS. An-Nisa: 80)
4. Allah SWT mengatakan bahwa Rasul SAW adalah penafsir ayat-ayat
Al-Qur’an: “Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu
menerangkan kepada umat manusia...” (QS. An-Nahl: 44)
AS-SUNNAH

Terhadap Ayat-Ayat
Memberi perincian terhadap ayat-
Fungsi Sunnah

ayat global
Hukum

Membuat aturan tambahan yang


bersifat teknis

Menetapkan hukum yang belum


disinggung
AS-SUNNAH

• Memberi perincian terhadap ayat-ayat global


Contoh:
-. Hadits Fi’liyah (dalam bentuk perbuatan) Rasulullah SAW yang
menjelaskan cara melakukan shalat dan cara melakukan haji yang
diwajibkan dalam Al-Qur’an.
-. Hadits yang mengkhususkan ayat-ayat umum:
“Rasulullah SAW melarang memadu antara seorang wanita dengan
bibinya saudara ayah atau ibu.” (HR Bukhari Muslim)
Hadits tersebut memberikan batasan atas keumuman QS An-Nisa
ayat 24 sehingga wanita dan bibinya tidak termasuk dalam yang
dibolehkan untuk poligami. “....dan dihalalkan bagi kamu selain
yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu....”
AS-SUNNAH
• Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis, atas sesuatu
kewajiban yang disebutkan pokok-pokoknya di dalam Al-Qur’an
Contoh: masalah Li’an, Bila seorang suami menuduh istrinya berzina
tetapi tidak mampu mengajukan empat orang saksi padahal istrinya itu
tidak mengakui, maka jalan keluarnya adalah dengan jalan Li’an, yaitu
sumpah empat kali dari pihak suami bahwa tuduhannya adalah benar dan
pada kali kelima ia berkata: “La’nat (kutukan) Allah atasku jika aku
termasuk kedalam orang-orang yang berdusta”. Kemudian sang istri
melakukan hal yang sama namun isinya membantah tuduhan tersebut.
(dijelaskan dalam QS An-Nuur ayat 6-9)
Dengan dilakukannya Li’an, suami lepas dari hukuman Qazaf (80 kali dera
atas orang yang menuduh orang lain zina tanpa saksi).
Dalam ayat tersebut tidak dijelaskan apakah hubungan suami istri
antara keduanya berlanjut atau terputus. Sunnah Rasul SAW
menjelaskan hal tersebut, yaitu bahwa diantara keduanya dipisahkan
untuk selamanya. (HR Ahmad dan Abu Daud)
AS-SUNNAH

• Menetapkan hukum yang belum disinggung dalam Al-Qur’an

Contoh: Hadits riwayat An-Nasai dan Abu Hurairah bahwa


Rasulullah SAW bersabda mengenai keharaman memakan
binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang
mempunyai cakar:

“Semua jenis binatang buruan yang mempunyai taring dan


burung yang mempunyai cakar; maka hukum memakannya
adalah haram.”
AL-IJMA’

• Al-Ijma’ secara bahasa: “kebulatan tekad terhadap suatu persoalan”


atau “ kesepakatan tentang suatu masalah”.
• Menurut istilah: “kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat Islam
tentang hukum syara’ pada suatu masa setelah Rasululllah SAW
wafat.”

DALIL KEABSAHAN AL-IJMA’ SEBAGAI LANDASAN HUKUM


1. Surat An-Nisaa ayat 115: mengancam golongan yang menentang
Rasulullah SAW dan mengikuti jalan orang yang bukan mukmin
2. Hadits Rasul SAW: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan
umatku-atau beliau berkata umat Muhammad SAW- atas
kesesatan.” (HR At-Tirmidzi)
AL-IJMA’
• Ulama bersepakat atas keabsahan Al-Qur’an dan As-Sunnah dipakai sebagai landasan Ijma’.

• Contoh Ijma’ yang dilandaskan atas Al-Qur’an: Kesepakatan ulama atas keharaman
menikahi nenek dan cucu perempuan. Berdasarkan Surat An-Nisa ayat 23:

para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan kata ummahat (para ibu) dalam
ayat tersebut mencakup ibu kandung dan nenek, dan kata banat (anak-anak wanita) dalam
ayat tersebut mencakup anak perempuan dan cucu perempuan.

• Contoh Ijma’ yang dilandaskan Sunnah: kesepakatan ulama bahwa nenek menggantikan
ibu kandung bilamana ibu kandung dari si mayit sudah wafat dalam hal mendapat harta
warisan. Berdasarkna hadits nabi SAW: “dari Ibnu Umar berkata, ada seorang nenek yaitu ibu
kandung ibu dan ibu kandung bapak yang datang kepada Abu Bakar (menanyakan sesuatu),
maka Abu Bakar bertanya kepada orang-orang dan al-Mughirah bin Syu’bah lah yang bisa
memberitahu bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW memberikan bagian warisan kepada
nenek seperenam.” (HR Tirmidzi)
AL-IJMA’

Ijma’ Sarih Ijma’ Sukuti


(Tegas) (Diam)
Sebagian ulama
Kesepakatan yang menyatakan
dikemukakan secara kesepakatannya, namun
tegas dari para ulama sebagian lainnya hanya
diam tanpa komentar
AL-QIYAS

• Al-Qiyas secara bahasa: “mengukur sesuatu dengan sesuatu


yang lain untuk diketahui adanya persamaan antara
keduanya.” (analogi)
• Al-Qiyas menurut istilah: “menghubungkan (menyamakan
hukum) sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan
sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada
persamaan ‘illat antara keduanya.”
• ‘Illat = Alasan Logis
AL-QIYAS
• Dalil keabsahan Al-Qiyas sebagai Landasan Hukum
1. Surat An-Nisaa: 59. ayat yang menunjukkan
bahwa jika ada perselisihan pendapat di
antara ulama tentang hukum suatu masalah
maka jalan keluarnya dengan mengembalikan
kepada Al-Qur’an, dan Sunnah
Rasulullah SAW. Cara mengembalikannya
antara lain dengan Qiyas.

2. Hadits yang berisi dialog antara Rasulullah SAW dan Mu’az bin Jabal ketika
akan dikirim menjadi hakim di Yaman. Menjawab pertanyaan Rasulullah SAW
dengan apa ia memutuskan hukum di Yaman, Mu’az bin Jabal menceritakan
bahwa ia akan memutuskan hukum berdasarkan Al-Qur’an dan jika tidak
didapatkan di dalamnya maka ia putuskan berdasarkan Sunnah Rasulullah SAW
dan jika tidak ditemukan lagi maka ia akan memutuskan dengan hasil ijtihadnya
sendiri, “aku akan berijtihad dengan penalaranku”.
AL-QIYAS
• Rukun Al-Qiyas:
1. Ashal (pokok tempat meng-qiyas-kan sesuatu); masalah yang
telah ada hukumnya. Contoh: Khamr yang ditegaskan
keharamannya dalam QS: Al-Maaidah ayat 90
2. Adanya hukum ashal, yaitu hukum syara’ yang terdapat pada
ashal yang hendak ditetapkan pada far’u dengan jalan qiyas.
3. Adanya cabang (far’u), yaitu sesuatu yang tidak ada ketegasan
hukumnya dalam Al-Qur’an, As-Sunnah atau Ijma’. Yang
hendak ditemukan hukumnya melalui qiyas. Misalkan hukum
miras wishky
4. ‘Illat, ini adalah inti dari praktik qiyas. Karena berdasarkan illat
itulah hukum dapat dikembangkan. Illat adalah sesuatu yang
bisa mengubah keadaan. Contoh penyakit adalah illat karena
mengubah kondisi seseorang dari sehat menjadi lemah.
AL-QIYAS
• Macam-macam Qiyas
• Berdasarkan perbandingan antara ‘illat yang terdapat pada ashal
dan far’u:
1. Qiyas Awla
2. Qiyas Musawi
3. Qiyas Al-Adna

Berdasarkan jelas atau tidak jelasnya ‘illat sebagai landasan hukum


1. Qiyas Jali
2. Qiyas Khafi
AL-QIYAS

• Qiyas Awla:
‘Illat yang terdapat pada far’u lebih utama daripada ‘illat yang
terdapat pada ashal: men-qiyas-kan hukum haram memukul
kedua orang tua kepada hukum haram mengatakan “ah” yang
terdapat pada surat Al-Israa ayat 17: “...falaa taqul lahuma
uffin..” . ‘illat nya adalah sama-sama menyakiti orang tua.
• Qiyas Musawi: ‘illat yang terdapat pada far’u sama bobotnya
dengan ‘illat yang terdapat pada ashal
• Qiyas Al-Adna: ‘illat yang terdapat pada far’u lebih rendah
bobotnya dibandingkan dengan ‘illat yang terdapat pada
ashal

Anda mungkin juga menyukai