Anda di halaman 1dari 13

 Istihsan,secara etimologis mengandung arti

menganggap sesuatu itu baik. Secara


terminologis, Istihsan adalah berpalingnya
sang mujtahid dari tuntunan qiyas yang jelas
‘illatnya (qiyas jaliy) kepada tuntunan qiyas
yang samar ‘illatnya (qiyas khafiy)
berlandaskan dasar pemikiran tertentu yang
rasional atau berpalingnya sang mujtahid
dari tuntutan hukum kulliy (umum) kepada
tuntutan hukum juz’iy (spesifik)
berlandaskan dasar pikiran tertentu yang
rasional.
 Menurut Ibn al-Arabi, Istihsan adalah
meninggalkan kehendak dalil dengan cara
pengecualian atau memberikan rukhsah karena
berbeda hukumnya dalam beberapa hal.
 Dikalangan madzhab Imam Hanafi, Imam Abu al-
Hasan al-Karkhi, mengemukakan definisi bahwa
Istihsan ialah: “penetapan hukum dari seorang
mujtahid terhadap suatu masalah yang
menyimpang dari ketetapan hukum yang
diterapkan pada masalah-masalah yang serupa,
karena ada alasan yang lebih kuat yang
menghendaki dilakukannya penyimpangan itu”.2
Abdul Karim Zaidan dalam bukunya Al-Wajiz fî Ushul Fiqh, membagi
istihsan dari segi sandaran dalilnya dibagi menjadi menjadi berapa
macam:16

1. Istihsan yang disandarkan kepada teks Al-Quran atau hadis


yang lebih kuat. Yaitu penyimpangan suatu ketentuan hukum
berdasarkan ketetapan qiyas kepada ketentuan hukum yang
berlawanan dengan yang ditetapkan berdasarkan nash al-kitab
dan sunnah.
Contoh: dalam masalah wasiat. Menurut ketentuan umum
wasiat itu tidak boleh, karena sifat pemindahan hak milik
kepada orang yang berwasiat ketika orang yang berwasiat
tidak cakap lagi, yaitu setelah ia wafat. Tetapi, kaidah umum ini
di dikecualikan melalui firman Allah Swt dalam Surat An-Nisa ayat
11
Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2017/05/pengertian-
istihsan-dasar-hukum.html
. ‫ن‬ ْ
‫ي‬ َ
‫د‬ ْ
‫و‬ َ‫صي بهَا أ‬ ٍ َّ‫صي‬
ِ ‫ة ُيو‬ ِ ‫ن ب َْع ِد َو‬
ْ ‫ ِم‬artinya: “setelah
 ٍ ِ
mengeluarkan wasiat yang ia buat atau hutang”.
Contoh istihsan dengan sunnah Rasulullah Saw
adalah dalam kasus orang yang makan dan
minum karena lupa pada waktu ia sedang
berpuasa. Menurut kaidah umum (qiyas), puasa
orang ini batal karena telah memasukan sesuatu
kedalam tenggorokannya dan tidak menahan
puasanya sampai pada waktu berbuka. Akan
tetapi hukum ini dikecualikan oleh hadits Nabi
Saw yang mengatakan: Siapa yang makan atau
minum karena lupa ia tidak batal puasanya,
karena hal itu merupakan rizki yang diturunkan
Allah kepadanya.” (HR. At.Tirmidzi).
2. Istihsan yang disandarkan kepada ijma‟. Contoh,
bolehnya mengambil upah dari orang yang masuk
WC. Menurut kaidah umum, tidak boleh seseorang
mengambil upah tersebut, karena tidak bisa
diketahui dan dipastikan berapa lama si pengguna
berada di dalam WC, juga tidak bisa diketahui
seberapa banyak dia menggunakan air di dalam
WC. tetapi berdasarkan istihsan, diperbolehkan si
petugas mengambil upah dari pengguna WC
tersebut, karena sudah membantu menghilangkan
kesulitan orang, juga
sudah menjadi kebiasaan dan tidak ada penolakan
dari seorang pun sehingga menjadi ijma‟.
3. Istihsan yang disandarkan kepada adat
kebiasaan (‘urf). Seperti pendapat sebagian
ulama yang membolehkan wakaf dengan
barang-barang yang bergerak, seperti
mewakafkan buku, mobil dan barang-barang
lainnya. Menurut kaidah umum, wakaf itu
harus pada barang-barang yang tidak bergerak,
seperti tanah, atau bangunan. Kemudian ulama
membolehkan wakaf dengan barang-barang
yang bergerak tadi karena sudah menjadi adat
(‘urf) di lingkungan tersebut.
4. Istihsan yang disandarkan kepada urusan yang sangat darurat.
Seperti, membersihkan sumur yang terkena najis, hanya
dengan mengambil sebagian air dari sumur itu. Menurut
qiyas, air sumur tersebut tidak bisa dibersihkan lagi,
karena alat untuk membersihkan air itu sudah kena najis,
dan tidak mungkin dibersihkan. Tetapi menurut istihsan,
air itu bersih lagi hanya dengan mengeluarkan sebagian
airnya saja. Karena mengeluarkan sebagian air itu tidak
mempengaruhi kesucian sisanya. Inilah yang dinamakan
dengan darurat, yang bertujuan untuk memudahkan urusan
manusia. Selain itu juga dalam ayat Al-Quran sudah
disebutkan bahwa agama itu bukan untuk menyusahkan
manusia. Allah SWT. Berfirman (QS. 22: 78). “Dia sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.”

5. Istihsan yang disandarkan kepada qiyas khafi. Seperti bolehnya


minum air sisa minum burung buas seperti elang dan gagak.
Madzhab Hanafi, Maliki, dan Madzhab Hanbali
berpendapat bahwa istihsan dapat dijadikan landasan
dalam menetapkan hukum dengan beberapa alasan.7
Kelompok ini mengatakan bahwa: “Sesungguhnya
(istihsan) itu adalah salah satu dalil hukum syara’ dan
istihsan dipergunakan untuk menetapkan berbagai
hukum ketika berlawanan dengan qiyas atau kaidah
nash umum yang berlaku.”
Untuk mendukung pandangan ini, mereka
mengemukakan argumenargumen al-Qur’an, Hadits,
dan Ijma, seperti berikut ini:
1. Surah az-Zumar (39): 18: Artinya: (yaitu) mereka
yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya. . 2. Surah az-Zumar (39): 55:
 Artinya: “Dan ikutilah Sebaik-baik apa yang
telah diturunkan kepadamu (Al Qur’an) dari
Tuhanmu.”
 3. Hadits
Yang artinya: “apa yang dipandang baik
oleh kaum muslim maka hal itu juga baik di sisi
Allah.” (H.R. Ahmad bin Hanbal).
4. Ijma’ Ijma’ yang mereka jadikan argument
ialah ijma’ kebolehan akad pemakaian
kamar mandi umum tanpa ada kejelasan kadar
air yang digunakan dan lamanya pemakaian.
 Permasalahan semakin berkembang seiring
berkembangnya pengetahuan dan teknologi.
Umat islam menuntut adanya jawaban
penyelesaian dari segi hukum islam.
Sehinngga kecenderungan menggunakan
istihsan akan semakin kuat dorongan dari
tantangan persoalan hukum yang
berkembang dan semakin komplek.
Contohnya dalam permasalahan bunga deposit bank.
Para ulama mengharamkan bunga deposit bank
meskipun mereka juga mengetahui bahwa dana
tersebut juga digunakan untuk investasi. Penolakan
tersebut muncul dari pendekatan
konvesional(pendekatan lama),yaitu mengqiyaskan
bunga bank kepada riba yang secara mutlak
diharamkan. Meskipun ulama tidak sepakat menghadapi
hukum mudharabah, namun secara prinsip mereka
dapat menerima. Diantara langkah dalam menghadapi
masalah ini adalah upaya untuk mengqiyaskan bunga
deposito bank kepada mudharabah karena sama-sama
menyerahkan modal dan menerima bagian dari hasil
yang diperoleh. Hal ini disebut meninggalkan qiyas jali
dan selanjutnya menggunakan qiyas alternatif yang
bernama istihsan
 Disalin dari
: https://www.bacaanmadani.com/2017/05/
pengertian-istihsan-dasar-hukum.html
 http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/alfikr/article/view
File/4797/4308
 http://etheses.uin-
malang.ac.id/1341/7/08220030_Bab_3.pdf
 https://agusahmadhanif.files.wordpress.com
/2016/06/ushul-fikih.pdf

Anda mungkin juga menyukai