100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
106 tayangan13 halaman
Istihsan adalah pengecualian hukum yang dilakukan mujtahid dari ketetapan qiyas (analogi) berdasarkan alasan tertentu. Terdapat beberapa jenis istihsan seperti yang bersandar pada nash Alquran dan Hadis, ijma', kebiasaan ('urf), dan keadaan darurat. Sebagian ulama membolehkan penggunaan istihsan sebagai dalil hukum karena didukung oleh beberapa ayat Alquran dan Hadis. Istihsan
Istihsan adalah pengecualian hukum yang dilakukan mujtahid dari ketetapan qiyas (analogi) berdasarkan alasan tertentu. Terdapat beberapa jenis istihsan seperti yang bersandar pada nash Alquran dan Hadis, ijma', kebiasaan ('urf), dan keadaan darurat. Sebagian ulama membolehkan penggunaan istihsan sebagai dalil hukum karena didukung oleh beberapa ayat Alquran dan Hadis. Istihsan
Istihsan adalah pengecualian hukum yang dilakukan mujtahid dari ketetapan qiyas (analogi) berdasarkan alasan tertentu. Terdapat beberapa jenis istihsan seperti yang bersandar pada nash Alquran dan Hadis, ijma', kebiasaan ('urf), dan keadaan darurat. Sebagian ulama membolehkan penggunaan istihsan sebagai dalil hukum karena didukung oleh beberapa ayat Alquran dan Hadis. Istihsan
terminologis, Istihsan adalah berpalingnya sang mujtahid dari tuntunan qiyas yang jelas ‘illatnya (qiyas jaliy) kepada tuntunan qiyas yang samar ‘illatnya (qiyas khafiy) berlandaskan dasar pemikiran tertentu yang rasional atau berpalingnya sang mujtahid dari tuntutan hukum kulliy (umum) kepada tuntutan hukum juz’iy (spesifik) berlandaskan dasar pikiran tertentu yang rasional. Menurut Ibn al-Arabi, Istihsan adalah meninggalkan kehendak dalil dengan cara pengecualian atau memberikan rukhsah karena berbeda hukumnya dalam beberapa hal. Dikalangan madzhab Imam Hanafi, Imam Abu al- Hasan al-Karkhi, mengemukakan definisi bahwa Istihsan ialah: “penetapan hukum dari seorang mujtahid terhadap suatu masalah yang menyimpang dari ketetapan hukum yang diterapkan pada masalah-masalah yang serupa, karena ada alasan yang lebih kuat yang menghendaki dilakukannya penyimpangan itu”.2 Abdul Karim Zaidan dalam bukunya Al-Wajiz fî Ushul Fiqh, membagi istihsan dari segi sandaran dalilnya dibagi menjadi menjadi berapa macam:16
1. Istihsan yang disandarkan kepada teks Al-Quran atau hadis
yang lebih kuat. Yaitu penyimpangan suatu ketentuan hukum berdasarkan ketetapan qiyas kepada ketentuan hukum yang berlawanan dengan yang ditetapkan berdasarkan nash al-kitab dan sunnah. Contoh: dalam masalah wasiat. Menurut ketentuan umum wasiat itu tidak boleh, karena sifat pemindahan hak milik kepada orang yang berwasiat ketika orang yang berwasiat tidak cakap lagi, yaitu setelah ia wafat. Tetapi, kaidah umum ini di dikecualikan melalui firman Allah Swt dalam Surat An-Nisa ayat 11 Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2017/05/pengertian- istihsan-dasar-hukum.html . ن ْ ي َ د ْ و َصي بهَا أ ٍ َّصي ِ ة ُيو ِ ن ب َْع ِد َو ْ ِمartinya: “setelah ٍ ِ mengeluarkan wasiat yang ia buat atau hutang”. Contoh istihsan dengan sunnah Rasulullah Saw adalah dalam kasus orang yang makan dan minum karena lupa pada waktu ia sedang berpuasa. Menurut kaidah umum (qiyas), puasa orang ini batal karena telah memasukan sesuatu kedalam tenggorokannya dan tidak menahan puasanya sampai pada waktu berbuka. Akan tetapi hukum ini dikecualikan oleh hadits Nabi Saw yang mengatakan: Siapa yang makan atau minum karena lupa ia tidak batal puasanya, karena hal itu merupakan rizki yang diturunkan Allah kepadanya.” (HR. At.Tirmidzi). 2. Istihsan yang disandarkan kepada ijma‟. Contoh, bolehnya mengambil upah dari orang yang masuk WC. Menurut kaidah umum, tidak boleh seseorang mengambil upah tersebut, karena tidak bisa diketahui dan dipastikan berapa lama si pengguna berada di dalam WC, juga tidak bisa diketahui seberapa banyak dia menggunakan air di dalam WC. tetapi berdasarkan istihsan, diperbolehkan si petugas mengambil upah dari pengguna WC tersebut, karena sudah membantu menghilangkan kesulitan orang, juga sudah menjadi kebiasaan dan tidak ada penolakan dari seorang pun sehingga menjadi ijma‟. 3. Istihsan yang disandarkan kepada adat kebiasaan (‘urf). Seperti pendapat sebagian ulama yang membolehkan wakaf dengan barang-barang yang bergerak, seperti mewakafkan buku, mobil dan barang-barang lainnya. Menurut kaidah umum, wakaf itu harus pada barang-barang yang tidak bergerak, seperti tanah, atau bangunan. Kemudian ulama membolehkan wakaf dengan barang-barang yang bergerak tadi karena sudah menjadi adat (‘urf) di lingkungan tersebut. 4. Istihsan yang disandarkan kepada urusan yang sangat darurat. Seperti, membersihkan sumur yang terkena najis, hanya dengan mengambil sebagian air dari sumur itu. Menurut qiyas, air sumur tersebut tidak bisa dibersihkan lagi, karena alat untuk membersihkan air itu sudah kena najis, dan tidak mungkin dibersihkan. Tetapi menurut istihsan, air itu bersih lagi hanya dengan mengeluarkan sebagian airnya saja. Karena mengeluarkan sebagian air itu tidak mempengaruhi kesucian sisanya. Inilah yang dinamakan dengan darurat, yang bertujuan untuk memudahkan urusan manusia. Selain itu juga dalam ayat Al-Quran sudah disebutkan bahwa agama itu bukan untuk menyusahkan manusia. Allah SWT. Berfirman (QS. 22: 78). “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”
5. Istihsan yang disandarkan kepada qiyas khafi. Seperti bolehnya
minum air sisa minum burung buas seperti elang dan gagak. Madzhab Hanafi, Maliki, dan Madzhab Hanbali berpendapat bahwa istihsan dapat dijadikan landasan dalam menetapkan hukum dengan beberapa alasan.7 Kelompok ini mengatakan bahwa: “Sesungguhnya (istihsan) itu adalah salah satu dalil hukum syara’ dan istihsan dipergunakan untuk menetapkan berbagai hukum ketika berlawanan dengan qiyas atau kaidah nash umum yang berlaku.” Untuk mendukung pandangan ini, mereka mengemukakan argumenargumen al-Qur’an, Hadits, dan Ijma, seperti berikut ini: 1. Surah az-Zumar (39): 18: Artinya: (yaitu) mereka yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. . 2. Surah az-Zumar (39): 55: Artinya: “Dan ikutilah Sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Qur’an) dari Tuhanmu.” 3. Hadits Yang artinya: “apa yang dipandang baik oleh kaum muslim maka hal itu juga baik di sisi Allah.” (H.R. Ahmad bin Hanbal). 4. Ijma’ Ijma’ yang mereka jadikan argument ialah ijma’ kebolehan akad pemakaian kamar mandi umum tanpa ada kejelasan kadar air yang digunakan dan lamanya pemakaian. Permasalahan semakin berkembang seiring berkembangnya pengetahuan dan teknologi. Umat islam menuntut adanya jawaban penyelesaian dari segi hukum islam. Sehinngga kecenderungan menggunakan istihsan akan semakin kuat dorongan dari tantangan persoalan hukum yang berkembang dan semakin komplek. Contohnya dalam permasalahan bunga deposit bank. Para ulama mengharamkan bunga deposit bank meskipun mereka juga mengetahui bahwa dana tersebut juga digunakan untuk investasi. Penolakan tersebut muncul dari pendekatan konvesional(pendekatan lama),yaitu mengqiyaskan bunga bank kepada riba yang secara mutlak diharamkan. Meskipun ulama tidak sepakat menghadapi hukum mudharabah, namun secara prinsip mereka dapat menerima. Diantara langkah dalam menghadapi masalah ini adalah upaya untuk mengqiyaskan bunga deposito bank kepada mudharabah karena sama-sama menyerahkan modal dan menerima bagian dari hasil yang diperoleh. Hal ini disebut meninggalkan qiyas jali dan selanjutnya menggunakan qiyas alternatif yang bernama istihsan Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2017/05/ pengertian-istihsan-dasar-hukum.html http://journal.uin- alauddin.ac.id/index.php/alfikr/article/view File/4797/4308 http://etheses.uin- malang.ac.id/1341/7/08220030_Bab_3.pdf https://agusahmadhanif.files.wordpress.com /2016/06/ushul-fikih.pdf