“Moderasi Beragama"
Disusun oleh :
M.Sidik (30500119035)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keragaman merupakan suatu fenomena yang alami karena bertemunya berbagai budaya,
saling berinteraksi antara individu dengan kelompok yang membawa budaya masing-masing,
memiliki cara hidup yang berbeda.
Indonesia adalah negara multikultural yang terdiri dari berbagai masyarakat yang
majemuk dan kebudayaan, ras, suku, etnis, golongan yang beragam. Kekayaan akan budaya
itu adalah potensi yang sangat baik bagi Indonesia apabila dimanfaatkan dengan benar.
Tetapi, hal ini juga merupakan potensi yang sangat berbahaya dan mengganggu
keharmonisan di negara Indonesia.
Salah satu contoh sikap yang dapat menganggu keharmonisan di wilayah Indonesia yang
multikultural adalah perilaku keberagaman yang ekslusif atau hanya mengakui kebenaran
secara sepihak (kelompok ekstrem). Untuk menghindari terjadi konflik akibat perilaku
tersebut maka, perlu ditumbuhkan cara agama yang moderat atau sikap beragama yang
inklusif (terbuka). Sikap ini dikenal dengan istilah moderasi beragama.
Sebagai seorang pelajar sendiri, kita perlu mengkampanyekan betapa perlu bersikap
moderat di segala segi kehidupan. Tulisan ini berisi tentang indikator-indikator tentang
moderasi beragama, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, nir-kekerasan dan akomodasi
terhadap budaya lokal. Penulis melakukan praktikum kompetensi di Madrasah As'Adiyah
No.170 yang terletak di kelurahan Layang, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Sulawesi
Selatan. Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 17 Januari 2021 dengan mendatangi kelas
di Madrasah As'Adiyah untuk memberikan pemahaman (sharing) kepada para siswa
mengenai moderasi beragama.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Adapun lawan kata moderasi adalah berlebihan, atau tatharruf dalam bahasa Arab, yang
mengandung makna extreme, radical, dan excessive dalam bahasa Inggris.
Materi pertama yang kami lebih tepatnya Firdayani Firman menyampaikan mengenai
indikator moderasi beragama kepada siswa kelas XI Madrasah As'Adiyah Kota Makassar
adalah Komitmen kebangsaan.
Komitmen kebangsaan merupakan indikator yang sa- ngat penting untuk melihat sejauh mana
cara pandang, sikap, dan praktik beragama seseorang berdampak pada kesetiaan terhadap
konsensus dasar kebangsaan, terutama terkait dengan penerimaan Pancasila sebagai ideologi
negara, sikapnya terhadap tantangan ideologi yang berlawanan dengan Pancasila, serta
nasionalisme.
Komitmen kebangsaan ini penting untuk dijadikan sebagai indikator moderasi
beragama karena, seperti sering disampaikan Menteri Agama, Lukman Hakim
Saifuddin,,dalam perspektif moderasi beragama, mengamalkan ajaran agama adalah sama
dengan menjalankan kewajiban sebagai warga negara, sebagaimana menunaikan kewajiban
sebagai warga negara adalah wujud pengamalan ajaran agama.
2. Toleransi
Materi kedua oleh Anisa Adelia Tabsyir menjelaskan kepada siswa tentang konsep
toleransi dan bagaiamana mengamalkan sikap toleransi dalam lingkungan.
Toleransi sendiri merupakan bentuk memberi ruang dan tidak mengganggu hak orang lain
untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat,
meskipun hal tersebut berbeda dengan apa yang kita yakini. Dengan demikian, toleransi
mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan lembut dalam menerima
perbedaan. Toleransi selalu disertai dengan sikap hormat, menerima orang yang berbeda
sebagai bagian dari diri kita, dan berpikir positif.
Dalam konteks moderasi beragama, toleransi beragama yang menjadi tekanan adalah
toleransi antaragama dan toleransi intraagama, baik terkait dengan toleransi sosial
maupun politik. Hal ini bukan berarti toleransi di luar persoalan agama tidak penting,
tetapi buku ini hanya fokus pada moderasi beragama, di mana toleransi beragama menjadi
intinya. Melalui relasi antaragama, kita dapat melihat sikap pada pemeluk agama lain,
kesediaan berdialog, bekerja sama, pendirian tempat ibadah, serta pengalaman
berinteraksi dengan pe meluk agama lain.
3. Nir-kekerasan (Anti Radikalisme)
Materi dilanjutkan oleh Multiara Handayani yang menyampaikan mengenai Radikalisme.
Radikalisme, atau kekerasan, dalam konteks moderasi beragama ini dipahami sebagai
suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan pada
sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ekstrem atas nama
agama, baik kekerasan verbal, fisik dan pikiran. Inti dari tindakan radikalisme adalah
sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara
kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan.
Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan tersebut dalam tempo singkat dan
secara drastis serta bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku. Radikalisme sering
dikaitkan dengan terorisme, karena kelompok radikal dapat melakukan cara apa pun agar
kei-nginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak se- paham dengan mereka.
Walaupun banyak yang mengaitkan radikalisme dengan agama tertentu, namun pada
dasarnya radikalisme tidak hanya terkait dengan agama tertentu, te-tapi bisa melekat pada
semua agama.
4. Akomodatif terhadap Kebudayan Lokal
Indikator terakhir dalam moderasi beragama dijelaskan oleh penulis (Bahrul
Ikhsan) yaitu terkait dengan poin akomodatif terhadap Kebudayaan lokal. Praktik dan
perilaku beragama yang akomo-datif terhadap budaya lokal dapat digunakan untuk
melihat sejauh mana kesediaan untuk menerima praktik amaliah keagamaan yang
mengakomodasi kebudayaan lokal dan tradisi. Orang-orang yang moderat memiliki
kecenderungan lebih ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam
perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.
Tradisi keberagamaan yang tidak kaku, antara lain, ditandai dengan kesediaan untuk
meneri-ma praktik dan perilaku beragama yang tidak semata-mata menekankan pada
kebenaran normatif, melainkan juga menerima praktik beragama yang didasarkan
pada keutamaan, tentu, sekali lagi, sejauh praktik itu tidak bertentangan dengan hal
yang prinsipil dalam ajaran agama.
BAB III
KESIMPULAN
Madrasah As'Adiyah No.170 adalah salah satu sekolah swasta islami yang terletak di
Kelurahan Layang, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar. Pemahaman moderasi yang
disampaikan penulis diharapkan dapat dicerna oleh para siswa sehingga dapat
diimplementasikan dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat yang majemuk
agar segala bentuk konflik dapat terhindarkan.
Lampiran-Lampiran (Dokumentasi)