Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Moderasi agama merupakan sebuah jalan tengah di tengah keberagaman
beragama di Indonesia. Moderasi merupakan budaya nusantara yang berjalan
seiring, dan tidak saling menegaskan antara agama dan kearifan lokal. Tidak
saling mempertentangkan namun mencari penyelesaian dengan toleran.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan suatu pokok
masalah yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Pengertian moderasi beragama
2. Dasar-dasar atau landasan moderasi beragama
3. Ciri-ciri moderasi beragama
4. Prinsip-prinsip moderasi beragama
5. Moderasi agama menangkal radikal dan ektriminisme
6. Moderasi agama dalam kearifan lokal.

1.3 Maksud dan Tujuan


Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. untuk mengetahui pengertian moderasi agama, dasar-dasar, ciri-ciri
dan prinsip-prinsip moderasi beragama
2. untuk mengetahui apakah moderasi Beragama menangkal radikal dan
ektriminisme
3. untuk memenuhi tugas moderasi agama

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Moderasi Beragama
Kata moderasi berawal dari kata moderat dalam Bahasa Arab dikenal
dengan al-wasathiyah sebagaimana terekam dari Q.S al-Baqarah [2] : 143. Kata
al-Wasath bermakna terbaik dan paling sempurna. Dalam hadis yang juga
disebutkan bahwa sebaik-baik persoalan adalah yang berada ditengah-tengah,
dalam menyikapi sebuah perbedaan, baik perbedaan agama ataupun mazhab,
islam moderat mengedepankan sikap toleransi, saling menghargai, dengan tetap
meyakini kebenaran keyakinan masing-masing agama dan mazhab, sehingga
semua dapat menerima keputusan dengan kepala dingin, tanpa harus terlibat
dalam aksi yang anarkis. ( Darlis, 2017 ).
Dengan demikian moderasi beragama merupakan sebuah jaaln tengah
ditengah keberagaman agama di Indonesia. Moderasi merupakan budaya
nusantara yang berjalan seiring, dan tidak saling menegaskan antara agama dan
kearifan lokal. Tidak saling mempertentangkan namun mencari penyelesaian
dengan toleran. 1
2. Dasar-Dasar atau Landasan Moderasi Beragama
Moderasi beragama bukan hal absurd yang tak bisa diukur. Keberhasilan
moderasi beragama dalam kehidupan masyarakat Indonesia dapat terlihat dari
tinnginya empat dasar atau landasan utama berikut ini serta beberapa dasar lain
yang selaras dan saling bertautan:
1. Komitmen kebangsaan
Penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam
konstitusi: UUD 1945 dan regulasi dibawahnya.
2. Toleransi
Menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lainuntuk
keyakinan, mengekspresikan keyakinanya dan menyampaikan
pendapat. Menghargai kesetaraan sedia bekerja sama
3. Anti kekerasan

1
Agus Akhmadi, Moderasi Beragama dalam keragaman Indonesia Religius Moderation In
Indonesia Diversiy, Surabaya: Jurnal Diklat Keagamaan, Vol.13, No.2, Februari-Maret 2019,
h.49.

2
Menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang
menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal,
dalam mengusung perubahan yang diinginkan.
4. Penerimaan terhadap tradisi
Ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku
keagamaanya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.
3. Ciri-Ciri Moderasi Beragama
Menurut terminology Al-Qur’an, khususnya dalam surah Al-Baqarah [2]
ayat 143, umat islam merupakan ummatan wasathon, yaitu umat yang secara
istimewa dijadikan oleh Allah SWT paling baik dan paling bagus, karena
kemampuannya dalam mengimplementasikan karakter manusia yang adil
sehingga dapat menjadi saksi terhadap perbuatan orang-orang mengikuti jalan
kebenaran. Menurut insipirasi ayat Al-Quran tersebut, umat islam akan dapat
menjadi umat terbaik manakala mampu menampilkan ciri-ciri yaitu:
1. Adil
2. Dapat berperan sebagai saksi yang adil dalam membedakan perbuatan
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dan orang yang berada di
jalan yang benar.
Menurut Khaled Abou Al Fadl, keistimewaan umat islam sehingga dipilih
oleh Allah sebagai umat terbaik tersebut disebabkan karena diantaranya umat
islam adalah orang-orang yang memiliki keyakinan yang benar terhadap islamm,
mengimani dan merealisasikan rukun islam, menerima warisan tradisi islam
namun sekaligus memberikan modifikasi-modifikasi dalam aspek tertentu darinya
demi mewujudkan tujuan-tujuan moral yang utama dari keyakinan tersebut.
Dengan demikian, ciri-ciri umat islam sebagai umat terbaik menurut Khaled
Abou Al Fadl adalah :
1. Memiliki keyakinan yang benar terhadap islam
2. Mengimani dan merealisasikan rukun islam
3. Menerima warisan tradisi islam
4. Memberikan modifikasi-modifikasi dalam aspek tertentu dari tradisi
islam demi mewujudkan tujuan-tujuan moral yang utama

3
Menurut Azumardi Azra, term ummatan wasathon sebagaimana yang
disebut Al-Quran surat Al-Baqarah [2] ayat 143, yang kemudian diterjemahkan
secara Bahasa menjadi beberapa istilah seperti “islam moderat”, “islam
wasathiyyah” dan juga “moderasi dalam islam”. Istilah tersebut selanjutnya,
dijadikan sebagai terminologi bagi kajian yang membahas jalan tengah dalam
islam berdasarkan proyeksi Al-Quran yang menyangkut identitas diri dan
pandangan dunia komunitas muslim untuk menghasilkan kebajikan yang
membantu terciptanya harmonisasi social dan keseimbangan dalam kehidupan
individu, keluarga, masyarakat maupun hubungan antar manusia yang lebih luas.
Berdasarkan pendapat Azumardi azra tersebut, muslim moderat memiliki
ciri- ciri yaitu:
1. Memiliki identitas diri dan pandangan dunia yang didasarkan pada
proyeksi Al-Quran
2. Menghasilkan kebajikan dengan mengambil jalan tengah dari
pemahaman islam
3. Membantu menciptakan harmonisasi sosial dan keseimbangan dalam
kehidupan individu, keluarga, masyarakat maupun hubungan antar
manusia yang lain.2
Adapun menurut Afrizal Nur dan Mukhlis Lubis, karakter muslim moderat
dapat diidentifikasi berdasarkan 10 ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tawassuth (mengambil jalan tengah/tidak melebih-lebihkan dan
mengurangi ajaran islam). Yaitu pandangan yang mengambil jalan
pertengahan dengan tidak berlebih-lebihan dalam beragama dan tidak
mengurangi ajaran agama, jalan tengah ini dapat berarti pemahaman
yang memadukan antara teks ajaran agama dan konteks kondisi
masyarakat.
2. Tawazzun (seimbang antara tuntutan kehidupan duniawi dan ukrowi serta
tegas dalam menyatakan prinsip terhadap penyimpangan dan perbedaan).
Tawazzun merupakan pandangan keseimbangan tidak keluar dari garis
yang telah ditetapkan. Jika ditelusuri istilah tawazun berakar dari kata
mizan yang berarti timbangan. Tapi dalam pemahaman konteks

2
Azumardi Azra, Moderasi Beragama, Amerika: Resonansi Republika, 2015, h.236-237.

4
moderasi mizan bukan diartikan sebagai alat atau benda yang digunakan
untuk menimbang melainkan keadilan dalam semua aspek kehidupan
baik terkait dengan dunia ataupun terkait dengan kehidupan yang kekal
kelak di akhirat.
3. I’tidal (adil/merealisasikan hak dan kewajiban secara proporsional).
Istilah I’tidal berasal dari kata Bahasa arab yaitu adil dan berarti sama,
dalam kamus besar Bahasa Indonesia adil berarti tidak berat sebelah,
tidak sewenang-wenang. I’tidal merupalan pandangan yang
menempatkan sesuatu pada tempatnya, membagi sesuai dengan porsinya,
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban.
4. Tasammuhh (toleran dalam permasalahan yang bersifat ikhtilafi, baik
dalam keagamaan, sosial, budaya dan kemasyarakatan. Tasamammuh
jika ditinjau dari Bahasa arab berasal dari kata sambun yang berarti
memudahkan. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia
toleransi berarti : bersifat menghargai, membiarkan, membolehkan,
sesuatu berbeda ataupun berlawanan dengan pendirian sendiri. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa toleransi merupakan perilaku menghargai
pendirian orang lain menghargai bukan berarti membetulkan terlebih
bersepakat mengikuti dan membenarkannya.
5. Musawah (egaliter/tidak bersikap diskriminatif terhadap sesama).
Musawah berarti persamaan derajat, islam tidak pernah membeda-
bedakan manusia dari segi personalnya semua manusia memiliki derajat
yang sama diantara manusia lainnya tidak pandang jenis kelamin, ras,
suku, tradisi, budaya, pangkat karena semuanya telah ditentukan oleh
sang pencipta manusia tidak dapat hak untuk merubah ketetapan yang
telah ditetapkan.
6. Syura (dialog untuk menyelesaikan permasalahan). Istilah syuro berasal
dari kata syawara – yusawiru yang memiliki arti memberikan penjelasan,
menyatakan atau mengambil sesuatu. Bentuk lain dari kata syawara ialah
tasyawara yang berarti perundingan, saling berdialog bertukar ide;
sedangkan syawir memiliki pengertian mengajukan pendapat atau
bertukar pikiran. Jadi musyawarah merupakan jalan atau cara untuk

5
menyelesaikan setiap masalah dengan jalan duduk Bersama berdialog
dan berdiskuksi satu sama lain untuk mencapai mufakat dengan prinsip
kebaikan Bersama di atas segalanya.
7. Islah (reformasi/mengutamakan perbaikan dan kemajuan demi
kemaslahatan umum). Islah berakar dari kosa kata Bahasa arab yang
berarti memperbaiki atau mendamaikan. Dalam konsep moderasi, islah
memberikan kondisi yang lebih baik untuk merespon perubahan dan
kemajuan zaman atas dasar kepentinngan umum dengan berpegang pada
prinsip memelihara nilai-nilai tradisi lama yang baik dan menerapkan
nilai-nilai tradisi baru yang lebih baik demi kemaslahatan Bersama.
8. Awlawiyah (memprioritaskan hal-hal yang terpenting dari yang kurang
penting). Awlawiyah adalah bentuk jamak dari kata al-aulaa, yang berarti
penting atau prioritas. Awlawiyah juga dapat diartikan sebagai
mengutamakan kepentingan yang lebih periritas. Menurut istilah
awlawiyah, dari segi implementasi (aplikasi), dalam beberapa kasus yang
paling penting adalah memprioritaskan kasus-kasus yang perlu
diprioritaskan daripada kasus-kasus yang kurang utama lainnya
tergantung pada waktu dan durasi implemetasi.
9. Thatawwur wal ibkar (dinamis dan inovatif untuk menjawab tuntutan
kemajuan dan kemaslahatan umum). tathawur wa ibtikar merupakan sifat
dinamis dan inovatif yang memiliki pengertian bergerak dan pembaharu,
selalu membuka diri untuk bergerak aktif partisipasi untuk melakukan
pembaharuan sesuai dengan perkembangan zaman untuk kemajuan dan
kemaslahatan umat.
10. Tahaddhur (keadaban/menjunjung tinggi akhlak mulia, identitas
dan integritas sebagai umat terbaik dalam kehidupan). Keberadaban dala
konteks moderasi dalam kehidupan berbangsa menjadi penting untk
diamalkan karena semakin tinggi adab seseorang maka akan semkain
tinggi pula toleran dan penghargaannya kepada orang lain, memandang
bukan hanya dalam perspektif dirinya sendiri melainkan melihat dari
berbagai macam perspektif.3
3
Mustaqim Hasan, Prinsip Moderasi Beragama dalam Kehidupan Berbangsa, Lampung: Jurnal
Mubtadin, Vol.7, No.2, Juli-Desember 2021, h.115-121.

6
4. Prinsip-prinsip Moderasi Beragama
Prinsip-prinsip islam perspektif hukum islam
Prinsip yang sesungguhnya peletakan dasar bagi moderasi islam dalam
hokum islam. Prinsip-prinsip yang dimaksud ialah perlunya mengakui hal-hal
berikut sebagai pilar bagi pandangan moderat dalam hokum islam yakni:

a. Prinsip Qath’I Zanni


Prinsip ini adalah yang pertama dan utama yang harus dipahami dan
diamalkan oleh setiap pemikir muslim setiap kali ingin memberi respon
terhadap setiap isu keagamaan dalamislam agar tidak terjebak dalam
pemahaman yang salah. Qath’I artinya sesuatu yang pasti dan Qathi’iyydt
artinya perkara-perkara yang pasti. Sesuatu atau perkara yang pasti dalam
islam bisa berupa makna teks baik teks Al-Quran maupun teks sunnah,
hokum pasti atau dalil yang pasti dan tidak mengandung kemungkinan yang
lain. Sementara Zanni artinya sesuatu yang tidak pasti karena
memungkinkan adanya makna atau hukum lain.
Contoh penerapan teks berbasis al-maqdsid, pada masa nabi sampai
pemerintahan umar, criminal miras (minuman keras) diberi sanksi 40 kali
dera. Saat itu, kasus minuman keras relative jarang ditemukan disbanding
pada masa umar. Ketika umar menjabat sebagai khalifah, beliau
menyaksikan sebuah kecenderungan criminal miras yang lebih intens dari
masyarakat. Umar ketika itu mendilaogkan antara hukum miras dengan
substansi atau tujuan hukum miras. Beliau menemukan bahwa hukum 40
kali dera yang dikandung oleh beberapa teks tidak lagi mampu
membendung pelecehan hukum miras. Lalu umar mengajak para sahabat
untuk mninjau ulang hukum miras. Ali mengusulkan supaya ditambah
sampai 80 kali dera. Ali sadar bahwa hukum 40 tidak lagi mampu
mewujudkan tujuan hukum yaitu penjeraan perilaku miras. Kata sejarah,
semua sahabat yang dilibatkan dalam siding sepakat atas usulan ali. Atas
nama konsesus, umar menetapkan 80 kali dera sebagai hukuman bagi
pelaku miras (Muhammad Mustafa Syalabi: 1981).

7
Dengan merujuk ke penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa sebuah
teks hukum baik Al-Quran maupun al-sunnah yang memiliki status pasti
dari segi sumber (qath ‘iyyu al-tsubiit) dan dari segi makna (qath ‘iiyu al-
dalalah) masih terbuka untuk dilakukan ijtihad terhadapnya dalam 3 aspek;
ijtihad untuk mengetahui ‘Illatnya; (alasannya); ijtihad untuk mengetahui
Maqsidnya (tujuannya);
Berdasarkan prinsip qath ‘i-zanni diatas, maka wilayah zanni sangat
berpotensi bagi pengembangan moderasi islam. Namun demikian, ijtihad
tetap saja selalu mempertimbangkan hal-hal yang pasti yang tidak digugat
oleh apapun kecuali itu menyangkut penerapan yang menghadapi situasi
abnormal sebagaimana yang sudah dikemukakan sebelumnya.

b. Prinsip Maqasid Wasail


Maqasid artinya tujuan-tujuan yang dibidik oleh Allah dari semua
system hukumnya. Para penulis kontemporer sering menyebutnya sebagai
ide-ide moral. Wasdil artinya sarana-sarana atau instrument yang digunakan
oleh Allah untuk mewujudkan tujuan-tujuan atau ide moral tadi.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dikemukakan dalam
konteks Maqasid dan Wasail ialah suatu perkara dapat berfungsi ganda. Ia
bisa berfungsi sebagai Wasail dan pada saat yang sama ia juga berfungsi
sebagai Maqasid. Misalnya sholat dan wudhu. Sholat berfungsi sebagai
sarana untuk mengingat Allah sebagai sebuah tujuan tapi sholat juga
menjadi tujuan yang tidak boleh ditinggalkan kapan pun. Wudhu juga
demikian, ia sarana untuk sholat sebagai tujuan tetapi ia tetap saja
diperlukan meskipun sholat tidak dilaksanakan. Kesalahan pemikir dan
penulis kontemporer dalam bidang pemikiran islam umumnya dan bidang
pemikiran hukum islam khususnya adalah pengabaiannya terhadap teori ini,
sehingga bagi mereka hamper semua ajaran-ajaran hukum islam dalam teks-
teks suci adalah sebatas wasail-yang bisa berubah-ubah. Pada point ini
mereka tidak munngkin disebut sebagai orang moderat. (Ahmad Idris al-
Haj, 2004: 21; Abd Rauf Amin, 2013: 541).
c. Prinsip Ushul-Furii’

8
Ushul artinya hal-hal yang prinsipil sementara furu’ artinya hal-hal
yang bersifat cabang. Dalam islam dari semua aspeknya baik aqidah,
Syariah, akhlak dan lain lain ada ushul ada juga furu. Dalam aspek aqidah
misalnya, keesaan Allah merupakan hal prinsipil dan tidak boleh
diperdebatkan. Tetapi terkait apakah Allah dapat dilihat dihari kiamat atau
tidak adalah persoalan aqidah yang masuk dalam kategori furu’u. dalam
aspek Syariah (hukum islam) hal yang termasuk prinsipil adalah kewajiban
berpuasa pada bulan Ramadhan. Hukum ini tidak boleh digugat dan tidak
terbuka ijtihad untuk mempersoalkannya, namun memulai puasa dengan
metode rukyah atau cara hisab adalah bagian dari cabang yang terbuka
ijtihad untuk melihat mana yang lebih tepat untuk diterapkan. Dalam ilmu
politik hukum islam (siyasah syar’iyyah), dalam konteks ini pemerintah
punya hak untuk menetapkan metode apa yang ia akan gunakan demi
ketertiban.4
Prinsip Moderisasi Beragama menurut agama islam:
a. Keadilan ("Adalah) Kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata
ini pada mulanya berarti "sama". Persamaaan tersebut sering dikaitkan
dengan hal-hal yang bersifat imaterial. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata "adil" diartikan: (1) tidak berat sebelah/tidak memihak,
(2) berpihak kepada kebenaran, dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-
wenang. 'Persamaan" yang merupakan makna asal kata "adil" itulah yang
menjadikan pelakunya "tidak berpihak", dan pada dasarnya pula seorang
yang adil "berpihak kepada yang benar" karena baik yang benar ataupun
yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia
melakukan sesuatu yang patut" lagi "tidak sewenang-wenang." Makna
al-'adl dalam beberapa tafsir, antan lain: Menurut At-Tabari, al-'adl
adalah: Sesungguhnya Allah memerintahkan tentang hal ini dan telah
diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan adil, yaitu al-insaf. "Allah
SWT menerangkan bahwa Dia menyuruh hamba-hamba Nya berlaku
adil, yaitu bersifat tengah-tengah dan seimbang dalam semua aspek
kehidupan serta melaksanakan perintah Alquran dan berbuat
4
Abd. Rauf Muhammad Amin, Prinsip dan Fenomena Moderasi Islam dalam Tradisi Hukum
Islam, Makassar: Jurnal Al-Qalam, Vol. 20, Edisi Khusus Desember 2014, h.26-27

9
ihsan(keutamaan). Adil berarti mewujudkan kesamaan dan keseimbangan
di antara hak dan kewajiban. Hak asasi tidak boleh dikurangi disebabkan
adanya kewajiban. Islam mengedepankan keadilan bagi semua pihak.
Banyak ayat Al- Qu'an yang menunjukkan ajaran luhur ini. Tanpa
mengusung keadilan, nilai-nilai agama berasa kering tiada makna, karena
keadilan inilah ajaran agama yang langsung menyentuh hajat hidup orang
banyak. Tanpanya, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi
angan.
b. keseimbangan (Tawazun) Tawazun atau seimbang dalam segala hal,
termasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal
pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Alquran dan Hadits).
Allah swt berfirman dalam surah al-Hadid ayat 25: ‫ت‬ ِ ‫لَقَ ْد َأرْ َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بِ ْالبَيِّنَا‬
‫ْأ‬
ِ َّ‫َب َو ْال ِم``ي َزانَ لِيَقُ``و َم النَّاسُ بِ ْالقِ ْس` ِط َوَأن َز ْلنَ``ا ْال َح ِدي` َد فِي` ِه بَ` سٌ َش` ِدي ٌد َو َمتَفِ` ُع لِلن‬
‫اس‬ َ ‫َوَأن َز ْلنَا َم َعهُ ُم ْال ِكت‬
‫َزي ٌز‬
ِ ‫يع‬ ِ ‫ص ُرهُ َو ُر ُسلَهُ بِ ْال َغ ْي‬
ٌّ ‫ب ِإ َّن هَّللا َ قَ ِو‬ ُ ‫ َولِيَ ْعلَ َم هَّللا ُ َمن يَن‬Artinya: "Sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang
nyata dan telah Kami turunkan bersamamereka Al Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan
supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-
rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Kuat lagi Maha Perkasa (QS al-Hadid: 25)3 sebagainya. Prinsip moderasi
di sini diwujudkan dalam bentuk kesimbangan positifdalam semua segi
baik segi keyakinan maupun praktik, baik materi ataupunmaknawi,
keseimbangan duniwai ataupun ukhrawi, dan Islammenyeimbangkan
peranan wahyu Ilahi dengan akal manusia dan memberikanruang sendiri-
sendiri bagi wahyu dan akal. Dalam kehidupan pribadi, Islammendorong
terciptanya kesimbangan antara ruh dengan akal, antara akal dengan hati,
antara hak dengan kewajiban, dan sebagainya. Kesimbangan atau
tawazun menyiratkan sikap dan lain gerakan moderasi. Sikap tengah ini
mempunyai komitmen kepadamasalahkeadilan,kemanusiaan dan
persamaan dan bukan berarti tidak mempunyai pendapat.Kesimbangan

10
merupakan suatu bentuk pandangan ynag melakukan sesuatusecukupnya,
tidak berlebihan dan juga tidak kurang tidak ekstrim dan tidakliberal.
Keseimbangan juga merupakan sikap seimbang dalam keserasian
hubungan antara berkhidmatdemi sesama ummat terciptanya manusia
danantara manusia dengan Allah. Tawazun berasal dari kata tawaza
yatazanu tawazunan berarti seimbang Juga mempunyai arti memberi
sesuatu akan haknya, tanpa ada penambahan dan pengurangan. Dan
keseimbangan tidak tercapai tanpa kedisiplinan. Keseimbangan sebagai
sunnahkauniyyah berarti keseimbangan rantai makanan, tata surya, hujan
dan lain-lain, sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Infithar ayat 6-7:

َ َ‫ك ْال َك ِر ِيم الَّ ِذي خَ لَقَكَ فَ َس َّون‬


َ‫ك فَ َع َدلَك‬ َ ‫يَأيُّهَا اِإْل ن َسنُ َما َغ َّر‬
َ ِّ‫ك بِ َرب‬

Artinya: "Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat


durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan
kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang" (QS. Al-Infithar: 6-7)
c. Toleransi (Tasamuh) Toleransi harus dideskripsikan secara tepat, sebab
toleransi beragama yang diamal secara awur justru malah akan merusak
agama itu sendiri. Islam sebagai ajaran yang total, tentu telah mengatur
dengan sempurna batas-batas antara Muslim dan nonMuslim,
sebagaimana Islam mengatur batas antara laki- laki dan perempuan, dan
lain sebagainya. Seorang yang mengerti bahwa agama bukanlah semata
ajaran tetapi juga aturan itu (jika ia pemeluk agama tersebut), atau
menghormati aturan itu (jika ia bukan pemeluk agama tersebut). Dalam
kebahasan, tentunya bahasa Arab bahwa tasamuh adalah yang paling
umum digunakan dewasa ini untuk arti toleran. Tasamuh berakar dari
kata samhan yang memiliki arti mudah. kemudahan atau memudahkan,
Mu'jam Maqayis Al- Lughat menyebut bahwa kata tasamuh secara
harfiahberasal dari kata samhan yang memiliki arti kemudahan dan
memudahkan. Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai
kata toleran sebagai berikut: bersifat atau bersikap menenggang

11
(menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan kebiasaan, kelakuan, dsb.) yang berbeda atau
bertentangan dengan pendirian sendiri. Toleransi bukan hanya sikap
tunduk secara daif tanpa prinsip yang meniangi. Seorang Muslim
haruslah kuat dalam imannya dan mulia dengan syariatnya. Dalam Islam,
toleransi tidak dibenarkan jika diterapkan pada ranah teologis.
Peribadatan harus dilakukan dengan tata ritual dan di tempat ibadah
masing- masing. Agama adalah keyakinan, sehingga beribadah dengan
cara agama lain akan merusak esensi keyakinan tersebut. Tolerasi hanya
bisa diterapakan pada ranah sosialis, upaya- upaya membangun toleransi
melalui aspek teologis, seperti doa terasi Moderasi Beragama di
Indonesia dan ibadah bersama, adalah gagasan yang sudah muncul sejak
era jahiliah dan sejak itu pula telah ditolak oleh Alquran melalui surat Al-
Kafirun. Tegas, surat Al-kafirun ini menolak sinkretisme. Sebagai agama
yang suci akidah dan syariah. Islam tidak akan mengotorinya dengan
mencampur dengan akidah dan syariah lain. Dan ini bukan bentuk
intoleransi, sebab ranah toleransi adalah menghargai bukan
membenarkan dan mengikuti. Justru sinkretisme adalah bagian dari sikap
intoleransi pemeluk agama pada agamanya sendiri. Sebab pelaku
sinkretisme, seolah tidak lagi meyakini kebenaran agamanya sendiri.
Sedangkan agama adalah keyakinan.39 Toleransi pun merupakan sebuah
keniscayaan bagi masyarakat yang majemuk, baik dari segi agama, suku,
maupun bahasa. Toleransi baik paham maupun sikap hidup, harus
memberikan nilai positif untuk kehidupan masyarakat yang saling
menghormati dan menghargai perbedaan dan keragaman tersebut.
Menurut UNESCO bidang pendidikan PBB, toleransi adalah sikap saling
menghormati, Saling menerima, dan saling menghargai di tengah
keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan karakter manusia.

5. Kagaman Menangkal Radikal dan Ektriminisme

12
Radikalisme tidak dapat secara langsung dikatakan sama dengan tindak
terorisme. Namun radikalisme dan terorisme identik dengan tindak kekerasan dan
pemaksaan. Ahmad Syafii Maarif pernah menyatakan bahwa radikalisme
sebetulnya lebih terkait dengan cara pengungkapan keberagamaan seseorang, dan
model sikap yang tidak sejalan dengan ajaran agama maupun sosial, sedangkan
terorisme secara jelas mencakup tindakan kejahatan yang memiliki tujuan politik.
Radikalisme memiliki kaitan erat dengan problem intern keagamaan, sedangkan
terorisme merupakan fenomena global yang memerlukan tindakan global juga.
Akan tetapi radikalisme kadang kala dapat berubah menjadi terorisme, meskipun
tidak semuanya seperti itu. Namun dapat kita simpulkan bahwa radikalisme
menjadi satu tahapan menuju tindakan terorisme. Pada umumnya, para teroris
yang banyak melakukan tindakan penghancuran (destruktif) seperti meledakan
diri dengan bom bunuh diri mempunyai pemahaman yang dangkal dan radikal
terhadap berbagai hal, terutama soal keagamaan (Ahmad Fuad Fanani, 2013).
Ada tiga hal yang menjadi alasan mengapa kita memerlukan moderasi
beragama: Pertama, salah satu hakekat dari kehadiran agama adalah untuk
menjaga harkat dan martabat manusia sebagai makhluk mulia yang Tuhan
ciptakan, termasuk menjaga untuk tidak menghilangkan nyawanya.Moderasi
beragama menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Penganut aliran ekstrem tidak
jarang terjebak dalam praktik beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela
keagunganNya saja namun mengenyampingkan aspek kemanusiaan.
Alasan yang kedua, mengikuti perkembangan jaman dan ilmu pengetahuan,
agama pun mengalami perkembangan dan tersebar ke seluruh penjuru
dunia.Karya dan tulisan ulama atau pemuka agama terdahulu juga mengalami
perkembangan penafsiran terutama yang menyangkut kompleksitas kemanusiaan.
Yang ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, perlunya moderasi beragama
adalah sebagai salah satu cara atau strategi dalam mempertahankan dan
memperkokoh prinsip kebangsaan yang dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika,
dimana kita sebagai bangsa yang heterogen dengan segala kemajemukan namun
tetap berlandaskan Pancasila yang menjadi dasar negara kita yang telah terbukti

13
mempu menyatukan seluruh bangsa dari Sabang sampai Merauke dengan beragam
kelompok etnis, budaya dan agama.5

6. Moderasi Agama dalam Kearifan Lokal


Moderasi beragama pada Masyarakat Donggo bisa terawat baik dan selalu
terlihat harmonis karena diikat oleh kesamaan budaya dan berasal dari leluhur
yang sama. Dengan kata lain bahwa faktor budaya dan kearifan lokal menjadi
instrumen utama dalam merekatkan hubungan sosial di tengah keragaman
beragama pada masyarakat setempat. Beberapa contoh budaya, adat-istiadat dan
kearifan lokal masyarakat Donggo yang mendukung praktik moderasi beragama
dan sudah lama mengakar sebagaimana yang kemukakan oleh Sugiyanto
(wawancara, Padende Donggo 05/05/2019) diantaranya;
Pertama, praktek budaya Raju sebagai pintu dialog dalam merawat harmoni
di tengah keragaman dalam beragama. Kedua, adanya penamaan sebagai identitas
yang mencerminkan hasil perpaduan agama (Islam dan Kristen). Ketiga
fungsionalisasi rumah adat (Uma Leme) sebagai sarana dan mediasi dalam
memperkuat moderasi beragama. Keempat, terbukanya ruang diskursus komukatif
melalui kegiatan paresa rawi rasa. Kelima, kegiatan paresa tua sebagai basis
doktrin masyarakat multikultural. Keenam, Kasaro sebagai ekspresi bahasa sosial
dan politik dalam konsolidasi internal. Selain itu, tradisi dan budaya masyarakat
yang memperkuat perilaku moderasi beragama seperti yang dikemukakan oleh
Andreas Pasya (wawancara, Palama IIDonggo 10/05/2019) karena adanya ritus
Kabusi Rasa dan tradisi Karawi Kaboju ikut memperkuat persemaian budaya dan
harmonisasi di tengah keragaman dalam keberagamaan. Masyarakat Donggo
menjadi entitas dan identitas keberagamaan dalam kultural masyarakat yang
plural. Oleh karenanya, Kecamatan Donggo menjadi role model atas moderasi
beragama bagi masyarakat yang mendiami daerah Bima.6

BAB III
5
Edelweisia Cristiana, Implementasi Moderasi Beragama dalam Mencegah Radikalisme,
Tampung: Jurnal Prosiding Webinar Nasional IAHN-TP Palangka Raya, No.7, Tahun 2021, h.24-
26.
6
Aksa dan Nurhayati, Moderasi Beragama Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal pada Masyarakat
Donggo di Bima, Makassar: Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol.19, No.2, Juli-Desember
2020, h.345.

14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian moderasi beragama merupakan sebuah jaaln tengah
ditengah keberagaman agama di Indonesia. Moderasi merupakan budaya
nusantara yang berjalan seiring, dan tidak saling menegaskan antara agama dan
kearifan lokal. Tidak saling mempertentangkan namun mencari penyelesaian
dengan toleran. Dasar-dasar moderasi yaitu Komitmen kebangsaan,toleransi, anti
kekerasan, penerimaan terhadap tradisi. Ciri-ciri moderasi agama yaitu tasawuth,
tawazzun, I’tidal tasammuh, musawa, syura, islah, awalawiyah, thatawwur wal
ibkar, tahaddhur. Prinsip-prinsip moderasi agama yaitu Qatg In Zanni, Maqasid
Wasail, Ushud-Furi’. Radikalisme tidak dapat secara langsung dikatakan sama
dengan tindak terorisme. Namun radikalisme dan terorisme identik dengan tindak
kekerasan danpemaksaan. Ahmad Syafii Maarif pernah menyatakan bahwa
radikalisme sebetulnya lebih terkait dengan cara pengungkapan keberagamaan
seseorang, dan model sikap yang tidak sejalan dengan ajaran agama maupun
sosial, sedangkan terorisme secara jelas mencakup tindakan kejahatan yang
memiliki tujuan politik. faktor budaya dan kearifan lokal menjadi instrumen
utama dalam merekatkan hubungan sosial di tengah keragaman beragama pada
masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

15
Akhmadi, Agus Akhmadi. 2019. Moderasi Beragama dalam keragaman Indonesia
Religius Moderation In Indonesia Diversiy. Surabaya: Jurnal Diklat
Keagamaan. Vol.13. No.2. Februari-Maret.

Aksa dan Nurhayati. 2020. Moderasi Beragama Berbasis Budaya dan Kearifan
Lokal pada Masyarakat Donggo di Bima. Makassar: Jurnal Multikultural dan
Multireligius. Vol.19. No.2. Juli-Desember.

Amin, Muhammad Rauf Abd. 2014. Prinsip dan Fenomena Moderasi Islam dalam
Tradisi Hukum Islam, Makassar: Jurnal Al-Qalam. Vol. 20. Edisi Khusus
Desember.

Azra, Azumardi Azra. 2015. Moderasi Beragama. Amerika: Resonansi


Republika.

Cristiana, Edelweisia. 2021. Implementasi Moderasi Beragama dalam Mencegah


Radikalisme. Tampung: Jurnal Prosiding Webinar Nasional IAHN-TP
Palangka Raya. No.7.

Hasan, Mustaqim. 2021. Prinsip Moderasi Beragama dalam Kehidupan


Berbangsa. Lampung: Jurnal Mubtadin. Vol.7. No.2. Juli-Desember.

16

Anda mungkin juga menyukai