Anda di halaman 1dari 12

MODERASI BERAGAMA SEBAGAI LANDASAN RESTORASI

PENDIDIKAN YANG MEWUJUDKAN TOLERANSI DAN


KEBERAGAMAN
Yulia, Qalbi, Arianto
Universitas Lamappapoleonro
yy958584@gmail.com, qqalbi629@gmail.com, ariantoxoxo@gmail.com
Abstract:
Moderasi beragama merupakan sebuah konsep yang sangat penting dalam
konteks mewujudkan toleransi dan keberagaman di dalam pendidikan. Moderasi
ini dapat diartikan sebagai sikap yang bijaksana dan seimbang dalam
menjalankan praktik keagamaan, tidak hanya sebatas pada satu agama saja.
Oleh karena itu, hal ini akan sangat berpengaruh pada pembentukan karakter
peserta didik yang dapat menghargai perbedaan dan menerima keberagaman di
lingkungan sekitarnya.

Moderasi beragama juga dapat menjadi dasar dalam proses restorasi


pendidikan yang diabaikan akibat konflik agama. Dalam konteks ini, moderasi
beragama akan sangat membantu dalam membangun kembali rasa solidaritas
dan kerjasama yang hilang akibat konflik.

Dalam konteks pendidikan, aplikasi moderasi beragama dapat dimulai dari


pengenalan perbedaan agama-agama di sekitar kita, serta memberikan
pemahaman yang benar tentang agama tersebut. Hal ini juga penting untuk
membentuk sikap toleransi yang kuat antar agama di lingkungan pendidikan.

Dalam penelitian ini terdapat konsep moderasi beragama dalam pendidikan


sekolah dasar yang menjelaskan bahwa pendidikan moderasi beragama di
Indonesia harus mampu mengantarkan peserta didik untuk memilikikecerdasan
kognitif terkait pengatahuan keagamaan dan burbudi luhur seperti mengambil
jalan tengah, berkeseimbangan, lurus dan tegas, toleransi, egaliter,
musyawarah, dinamis dan onovatif, dan berkeadaban.

Guru memiliki peran sentral dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,
seorang guru juga menjadi role model bagi siswanya, sehingga perlu adanya
profesionalisme seorang guru agar dapat mewujudkan pendidikan yang
berkualitas.

Peneletian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan penelitian


kepustakaan (Library research) yang dilakukan dengan pengumpulan data,
seperti membaca, mengoleksi dan mengubah bahan yang diperoleh tanpa turun
langsung ke lapangan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa moderasi beragama sangat penting
dalam pembentukan sikap toleransi dan keberagaman dalam pendidikan.
Melalui moderasi beragama, kita dapat menciptakan suasana yang harmonis
dan damai di antara peserta didik serta lingkungan sekitarnya, serta
merestorasi pendidikan yang pernah rusak akibat konflik agama.

Kata kunci: keberagaman, moderasi beragama, restorasi pendidikan, dan


toleransi.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam menciptakan peradaban
yang beradab, sejahtera, dan harmonis. Namun, dalam praktiknya, masih banyak
terjadi konflik dan perpecahan di masyarakat yang didasarkan pada perbedaan
agama, ras, dan budaya. Akibatnya, toleransi dan keberagaman seringkali
terabaikan dan tidak menjadi landasan dalam kehidupan sosial.

Moderasi beragama menjadi solusi yang tepat dalam memulihkan nilai-nilai


toleransi dan keberagaman di masyarakat. Moderasi atau wasathiyah dalam
bahasa Arab memiliki makna tengah atau seimbang. Hal ini mengandung arti
bahwa moderasi beragama mengajarkan untuk memelihara keberagaman dan
toleransi dengan menjaga keseimbangan dan tidak ekstrem dalam beragama.

Pendekatan moderasi beragama dalam pendidikan menjadi penting untuk


menjawab tuntutan zaman yang semakin kompleks. Dalam era globalisasi,
perkembangan teknologi, dan tuntutan kemajuan, pemahaman yang seimbang
dan toleransi yang berkualitas dibutuhkan untuk menciptakan hubungan sosial
yang baik dan damai.

Maka, melalui penerapan moderasi beragama di pendidikan, diharapkan dapat


muncul generasi yang memiliki pemahaman agama yang seimbang dan toleransi
yang tinggi, yang mampu menjaga perdamaian dan harmoni di masyarakat.
Dengan kata lain, pendidikan dengan landasan moderasi beragama menjadi
sebuah restorasi penting terhadap nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang
telah terkikis oleh perpecahan di masyarakat.

2. Metode Penelitian
Peneletian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan penelitian
kepustakaan (Library research) yang dilakukan dengan pengumpulan data,
seperti membaca, mengoleksi dan mengubah bahan yang diperoleh tanpa turun
langsung ke lapangan. Penelitian kepustakaan merupakan penelitian dengan
cara memperoleh data atau informasi dengan menggunkan fasilitas yang ada di
perpustakaan dengan menggunakan fasilitas yang ada di perpustakaan seperti
buku, majalah, dokumen dan catatan.

3. Hasil dan Pembahasan

1. Konsep moderasi beragama dan pendidikan sekolah dasar

Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan moderasi beragama di


Indonesia harus mampu mengantarkan peserta didik untuk memiliki kecerdasan kognitif terkait
pengetahuan keagamaan dan berbudi luhur. Pesan undang-undang tersebut menyiratkan
bahwa dalam pendidikan agama seharusnya mampu mengantarkan peserta didik untuk
memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai agama yaitu kasih sayang,
kedamaian, toleransi, dan kelembutan. Pendidikan agama tidak hanya mengandung ajaran
agar seorang hamba bermuamalah dengan baik kepada sang pencipta (Tuhan) yaitu hablu
minallah, akan tetapi lebih dari itu manusia adalah mahluk sosial yang juga harus mampu
bermuamalah dengan sesama atau hablu minannas. Keduanya, baik secara vertikal maupun
horizontal harus seimbang, karena diantara manifestasi ibadah adalah berbuat baik
antarsesama manusia dan alam semesta
Secara kedudukan, pendidikan agama di Indonesia memiliki posisi yang strategis di dalam
sistem pendidikan nasional. Hal tersebut dikarenakan pendidikan agama memiliki legalitas
formal sebagai mata pelajaran yang wajib untuk diajarkan kepada semua peserta didik di
seluruh jenjang pendidikan dari SD/MI sampai perguruan tinggi.Pendidikan agama diharapkan
mampu menjadikan peserta didik pribadi yang berbudi luhur, berperilaku santun dan ramah,
inklusif, toleran, moderat yang tidak ektrem kanan (radikal) atau ekstrem kiri (liberal)
sebagaimana pesan yang ada di dalam ajaran agama. Pendidikan moderasi beragama sudah
banyak diterapkan di berbagai lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal. Bahkan,
dalam praktik pembelajarannya, moderasi beragama telah banyak mengalami perkembangan.
Beberapa penelitian yang fokus pada implementasi dan pengembangan pendidikan moderasi
beragama di lembaga pendidikan menunjukkan hasil positif bahwa konsep moderasi
beragama mampu meningkatkan kesadaran peserta didik untuk bersikap dan berperilaku
moderat

2. Prinsip moderasi beragama

Moderasi adalah terminologi alternatif dalam diskursus keagamaan, baik di tingkat global
maupun lokal. Moderasi masih dianggap sebagai sikap keragaman paling ideal ketika di
tengah kemelut konflik keagamaan mulai memanas. Beberapa prinsip moderasi beragama
menurut konsep Islam wasathiyah, sebagai berikut.

2.1 Tawassuth (mengambil jalan tengah)

Tawassuth artinya pemahaman dan pengamalan agama yang tidak ifr’th, yakni berlebih-
lebihan dalam beragama dan tafr?th, yaitu mengurangi ajaran agama. Tawassuth adalah sikap
tengah-tengah atau sedang di antara dua sikap, yaitu tidak terlalu jauh ke kanan
(fundamentalis) dan terlalu jauh ke kiri (liberalis). Dengan sikap tawassuth ini, Islam akan
mudah diterima di segala lapisan masyarakat. Karakter tawassuth dalam Islam adalah titik
tengah di antara dua ujung dan hal itu merupakan kebaikan yang sejak semula telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Nilai tawassuth sudah menjadi prinsip dalam Islam. Penerapan
tawassuth dalam segala bidang kehidupan menjadi ekspresi keagamaan umat Islam, saksi
pengukur kebenaran bagi semua sikap dan tingkah laku manusia pada umumnya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan tawasuth. Pertama, tidak bersikap ekstrem
dalam menyebarluaskan ajaran agama. Kedua, tidak mudah mengafirkan sesama muslim
karena perbedaan pemahaman agama. Ketiga, memosisikan diri dalam kehidupan
bermasyarakat dengan senantiasa memegang teguh prinsip ukhuwah (persaudaraan) dan
tas?muh (toleransi), hidup berdampingan dengan sesama umat Islam, dan warga negara
penganut agama lain. Dalam Islam, prinsip tawassuth ini secara jelas disebut dalam Al-Quran:

Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan)
agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya
dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu
sekalian (QS al-Baqarah [2]: 143).
2.2 Taw'zun (berkeseimbangan)

Taw'zun adalah pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua
aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrowi, teguh dalam prinsip, dapat membedakan
antara inhir?f (penyimpangan) dan ikhtil'f (perbedaan).

Taw'zun juga memiliki pengertian memberi sesuatu akan haknya tanpa ada penambahan dan
pengurangan. Taw'zun merupakan kemampuan sikap seorang individu dalam usaha
menyeimbangkan kehidupannya. Taw?zun sangat penting dalam kehidupan seorang muslim.
Melalui sikap taw?zun, seorang muslim akan mampu meraih kebahagiaan jasmani dan rohani.
Konsep taw?zun ini dijelaskan dalam firman Allah Swt:

Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata
dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan (QS al-Hadid [57]: 25).

2.3 I'tid'l (lurus dan tegas)

I’tid'l maksudnya ialah menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak serta
kewajiban secara proporsional. I’tid?l merupakan bagian dari penerapan keadilan dan etika
bagi setiap muslim. Keadilan yang diperintahkan Islam diterangkan oleh Allah supaya
dilakukan secara adil, yaitu bersifat tengah-tengah dan seimbang dalam segala aspek
kehidupan, dengan menunjukkan perilaku ihsan. Adil berarti mewujudkan kesamaan dan
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hak asasi tidak boleh dikurangi karena tidak adanya
kewajiban. Tanpa keadilan, nilai-nilai agama terasa kering dan tiada bermakna, karena
keadilan menentukan hidup yang beradab.

Moderasi harus senantiasa mendorong upaya untuk mewujudkan keadilan sosial yang dalam
agama dikenal dengan al-mashlahah al-‘?mmah. Dengan berdasar pada al-mashlahah al-
‘?mmah, fondasi kebijakan publik akan membawa esensi agama di ruang publik. Setiap
pemimpin memiliki tanggung jawab untuk menerjemahkannya dalam kehidupan nyata demi
kepentingan umum.

2.4 Tas'muh (toleransi)

Tas?muh artinya toleransi. Di dalam kamus lisan al-Arab kata tas?muh diambil dari bentuk
asal kata samah, samahah yang artinya kemurahan hati, pengampunan, kemudahan, dan
perdamaian. Secara etimologi, tas?muh artinya sikap toleran dalam menerima perkara secara
ringan. Sedangkan secara terminologi, tas?muh artinya sikap toleran dalam menerima
perbedaan dengan ringan hati.

Tas'muh adalah suatu sikap pendirian seseorang yang siap sedia menerima aneka
pandangan dan prinsip yang beraneka ragam. Tas?muh (toleransi) ini erat kaitannya dengan
masalah kebebasan, kemerdekaan hak asasi manusia, dan tata kehidupan bermasyarakat,
sehingga mengizinkan berlapang dada terhadap adanya perbedaan pendapat dan keyakinan
setiap individu. Orang yang memiliki sifat tas?muh akan menghargai, membiarkan,
membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan kebiasaan, kelakuan dan
sebagainya yang berbeda dengan pendiriannya. Tas?muh berarti suka mendengar dan
menghargai pendapat orang lain. Ketika tas?muh mengandung arti kebesaran jiwa, keluasan
pikiran, dan kelapangan dada, maka ta’?shub adalah kekerdilan jiwa, kepicikan pikiran dan
kesempitan dada.

2.5 Mus'wah (Egaliter)

Mus'wah adalah persamaan dan penghargaan terhadap sesama manusia sebagai ciptaan
Allah. Semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama tanpa memandang jenis
kelamin, ras, suku, budaya, dan bangsa. Konsep mus?wah dijelaskan dalam firman Allah Swt:

Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling taqkwa diantara kamu. Sesunguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal (QS al-Hujurat [49]: 13).

QS al-Hujurat [49]: 13 menegaskan kesatuan asal-usul manusia dengan menunjukkan


kesamaan derajat kemanusiaan baik laki-laki maupun perempuan. Manusia memiliki derajat
dan martabat yang sama di hadapan Allah. Mus?wah dalam Islam memiliki prinsip yang harus
diketahui oleh setiap muslim, yaitu persamaan adalah buah keadilan dalam Islam. Setiap
orang sama, tidak ada keistimewaan antara yang satu melebihi lainnya, memelihara hak-hak
non muslim, persamaan laki-laki dan perempuan dalam kewajiban agama dan lainnya,
perbedaan antara manusia dalam masyarakat, persamaan di depan hukum, persamaan dalam
memangku jabatan publik, dan persamaan pada kesatuan asal bagi manusia.

2.6 Syur' (musyawarah)

Syur? artinya menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu. Di dalam
musyawarah terdapat upaya dialog satu sama lain. Dalam Al-Quran ada dua ayat yang
menyebutkan secara jelas mengenai musyawarah:

Maka disebabkan rahmat Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekelilingmu. Karena itu,
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya (QS Ali Imron [3]: 159).

Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan salat,
sedangkan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka, dan mereka
menafkahkan sebagian rizki yang kami berikan kepada mereka (QS Al-Syur? :38).

Musyawarah memiliki kedudukan tinggi dalam Islam. Di samping merupakan bentuk perintah
Allah, musyawarah pada hakikatnya juga dimaksudkan untuk mewujudkan sebuah tatanan
masyarakat yang demokratis. Di sisi lain, pelaksanaan musyawarah juga merupakan bentuk
penghargaan kepada tokoh dan para pemimpin masyarakat untuk berpartisipasi dalam urusan
dan kepentingan bersama.

2.7 Tathawwur wa Ibtikar (Dinamis dan Inovatif)

Tathawwur wa Ibtikar artinya terbuka bagi pengembangan dan perubahan, baik pada aspek
metode, hukum, dan hal lainnya. Dalam perkembangan zaman, perubahan dalam masyarakat
menjadi sesuatu yang niscaya, karenanya perubahan dan perkembangan tidak bisa dihindari
dan dibendung. Kajian hukum Islam secara global berkembang secara dinamis seiring
munculnya problematika dalam masyarakat. Ini mengakibatkan kemustahilan menyelesaikan
persoalan hanya dengan mengandalkan hazanah hukum yang telah ada.

Solusinya antara lain dengan menggalakkan kembali pelaksanaan ijitihad baik secara individu
maupun kolektif. Karena sampai kapanpun ijtihad sebagai bentuk respon dari dinamika hukum
yang terjadi di masyarakat akan tetap memegang peranan penting dan signifikan dalam
pembaruan dan pengembangan hukum Islam.

2.8 Tahadhdhur (berkeadaban)[15]

Tahadhdhur (berkeadaban) merupakan sifat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan etika yang
merupakan salah satu tujuan dan target dari kedatangan Islam. Dalam hadits disebutkan
bahwa Nabi Muhammad diutus ke dunia tidak lain kecuali untuk menyempurnakan akhlak
(innama buistu di utammima makarima al-Akhlaq). Dalam hadits yang lain Nabi bersabda
bahwa: “Tidak ada sesuatu kebaikan yang ditimbang lebih berat dari pada pahala akhlak yang
baik, sesungguhnya orang yang berperangai baik derajatnya menyamai derajat orang yang
ahli shalat dan zakat”.

3. moderasi beragama dalam ranah pendidikan sekolah dasar

Nilai didefinisikan oleh Antony Giddenssebagai persepsi seseorang atau kelompok


tentang apa yang cocok, diharapkan, sertabaik dan buruk. Nilai, di sisi lain adalah
penilaian seseorang tentang apa yang lebih atau kurang penting, lebih baik atau lebih buruk,
dan lebih benar atau salah.17Akibatnya, nilai merupakan suatu penggambaran terkait
segala hal yang dihargai dalam kehidupan manusia, termasuk apa yang dianggap nyata,
unggul, berharga, menarik, cocok, signifikan, dan diinginkan. Beberapa warga negara, di
sisi lain, menganggap sesuatu tanpa nilai sebagai salah, buruk, tidak layak, tidak pantas, tidak
berguna, dan tidak diinginkan.Moderasi didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia sebagai mengurangi kekerasan; hindari hal-hal yang ekstrem. Orang yang selalu
bertindak dan berperilaku rata-rata, adil, standar dan biasa.18Karena itu, moderasi ialah
sebuah kondisi terpuji dari seseorang yang menjaga tindakan-tindakannya dalam
moderasi dan menghindari dua ekstrem; ifrāṫ (berlebihan) dan
muqair(pengurangan).Moderasi beragama dengan demikian dapat didefinisikan sebagai
perilaku dan pemahaman insanuntuk dapat menerima keragaman dan
kemerdekaan dalamberagama seseorang atau sekelompok orang dengan
menghormati, mengizinkan dan memberikan hak isitimewa terhadapagamayang dianutnya.
Anak Sekolah Dasar merupakan anak yang menghadapitransformasipsikologis dan
fisik yang paling dramatis.Mereka adalah siswa yang berusia sekitar 6-12 tahun.
Padafase ini ada tiga tipe siswa SD yang dilihat berdasarkan perkembangannya; yaitu
perkembangan fisik, kognitif dan psikososial. Anak-anak di kelas atas sekolah dasar mencoba
untuk tampil lebih dewasa melalui perubahan dalam struktur fisik dan kognitif mereka. Mereka
ingin diperlakukan seperti orang dewasa. Kehidupan sosial dan afektifnya telah mengalami
perubahan besar. Di kelas menengah sekolah, setiap siswa ataupun siswi sekolah
dasarmerasa berpartisipasi di sebuah teamuntuk mengembangkan emosinaldan nilai. Dan
jikaditolak di sebuah team akan menyebabkan masalah emosional yang intens dengan
lingkungan pergaulan/pertemanannya. Mendapatpengakuan dan penerimaan dari
lingkungan pertemanannya adalah keniscayaan pada faseini. Sedangkan di kelas bawah
sekolah dasar, anak-anak lebih mempercayaidan bergantung kepadaguru. Moderasi agama di
sekolah dasar adalah hal terpenting yang dapat dilakukan, karena sekolah dasar adalah
masa di mana seseorang menerima pendidikan yang mendalam dan dapat dikaitkan
dengan iman yang kuat. Artinya, anak-anak mendiskusikan pengetahuan tentang
moderasi beragama yang mereka peroleh dalam proses pembelajaran dengan
pengetahuan yang mereka peroleh di rumah atau di lingkungan. Berdasarkan hal ini,
makasalah satu manfaat yang dapat diberikan oleh seorang guru sekolah dasar kepada
siswa dengan mengajarkan terkait moderasi beragama.Dengan pemahaman ini,
seorang anak dapat memperoleh wawasan ketika memecahkan masalah di lingkaran
teman-temannya. Siswa di madrasah terlibat dengan sesama Muslim.Sedangkan siswa
yang mendapatkan pendidikandengan berada di sekolah umummengalami perbedaan. Oleh
sebab itu, penanaman cita-cita moderasi beragama menjadi penting. Cita-cita tersebut dapat
ditanamkan pada siswa melalui proses pembelajaran di kelas atau oleh kebiasaan para
pendidik bidang keagamaan Islam. Dalam lingkungan sekolah yang bertujuanpada moderasi
beragama, perlu mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Salah satu pihak yang harus
mendukung adalah pemerintah. Pemerintah berperan penting dalam menentukan
perkembangan moderasi beragama di lembaga pendidikan. Keputusan atau
rekomendasi pemerintah akan jatuh pada guru, sehingga siswa sekolah diajarkan nilai-
nilai moderasi oleh guru, dalam hal ini peran guru sangat penting. Perumusan kebijakan
mediasi inilah yang secara tidak langsung mengarah pada moderasi dalam sebuah lembaga
pendidikan.Secara umum siswa yang masih berada pada usia sekolah dasar, biasanya
mendapat informasi tentang ilmu agama dari sekolah nonformal, namun mereka belum
mendapatkan semua ilmu agama, hanya kemampuan membaca kitab suci Al-Qur'an dan
tata caranya. Karena anak-anak pada masa itu belum memiliki pandangan hidup yang
spesifik atau kegiatan sosial yang berhubungan dengan agama, maka sangat mudah
bagi seorang guru untuk mengajarkan moderasi beragama. Makanilai-nilai agama yang
hendaknya patut dipupukpada siswa sekolah dasar antara lain:
a.Nilai iman
b.Nilai ibadah
c.Nilai akhlak

Dalam nilai akhlak, berikut konsep dasar yang harus di praktikkan,meliputi:


1). Peran agama dalam memupukjiwa anak, denganpercaya pada diri sendiri,
mempercayai orang lain, terkhususmelalui pendidikan, serta meyakinibahwa orang
bertanggung jawab terhadaptindakan dan perilakunya. Ini juga membantu motivasi dan
kegembiraannya.
2). Menumbuhkanrasa cinta dan kasih sayang kepada orang lain, termasuk anggota
keluarga.
3). Mengajarkan kepada anak-anak bahwa prinsip-prinsip moral melekat pada semua
orang dan tidak didasarkan pada aturan atau peraturan. Karena akhlak adalah ciri
pembeda antara manusia dengan hewan.
4). Ajarkan kepekaan anak. Triknya adalah membuat anak-anak merasakan kemanusiaan
mereka.
5). Menumbuhkan akhlak pada anak sebagai norma dan karakter dalam diri.l

4. Implementasi moderasi agama dalam ranah pendidikan sekolah dasar


Untuk melaksanakan atau "mengimplementasikan" berarti menyediakan sarana untuk
mencapai sesuatu (to provide means to do something); memberikan efek praktis (cause
influenceeffect on something). Dari segi implementasi, saat ini merupakan proses umum tata
kelola yang dapat ditelaah pada tingkat program tertentu. Dan implementasi dalam
moderasi beragama akan lebih berkaitan dengan bagaimana seorang pendidik
menerapkan dan memberikan materi pembelajaran moderasi. Metode-metode tersebut
akan memberikan kemudahan kepada siswa untuk menerima dan memahami materi
pembelajaran yang berkaitan dengan fasilitasi.Padaakhirnya, di akhir kegiatan
pembelajaran, tujuan pembelajaran moderasi keagamaan dapat dikuasai siswa dan
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.Internalisasi nilai-nilaiIslam moderat di sekolah
sejak dini dapat membantu memperkuat moderasi beragama di tingkat sekolah dasar.
Karena moderasi adalah sesuatu yang harus dipraktikkan sejak usia muda agar generasi
penerus bangsa siap menghadapi persoalan masa depan. Implementasi atau hal-hal
yang dapat dilakukan dalam lingkungan pendidikan dengan moderasi beragama
adalah dengan beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh sekolah, antara
lainPertama, mengembangkan budaya lokal sekolah, seperti kejujuran, saling
menghormati, sopan santun, dan lain-lain, yang merupakan kumpulan nilai, asumsi,
pemahaman, keyakinan, dan harapan yang dijunjung dan digunakan sekolah sebagai
pedoman perilaku ketika berhadapan dengan internal maupun eksternal. Pengembangan
budaya keagamaan di lingkungan sekolah, di sisi lain, mensyaratkan pembentukan ajaran
agama wasathiyah (tengah) di sekolah sebagai landasan nilai, sikap, semangat, dan
perilaku guru, tenaga kependidikan, orang tua, dan siswa; Kedua,dengan membangun
rasa saling pengertian antar siswa sejak dini yang berbeda keyakinan agama, sekolah
harus berperan aktif dalam membimbing dialog agama atau dialog antar umat beragama,
yang tentu saja tetap di bawah arahan guru. Jenis dialog antaragama ini merupakan upaya
efektif bagi siswa untuk membiasakan berdialog dengan pemeluk agama yang berbeda;
Ketiga,kurikulum dan buku teks yang digunakandi sekolah harus
diimplementasikan dalam kurikulum yang memasukkan nilai-nilai pluralisme (Bhinneka
Tunggal Ika) dan toleransi beragama. Buku-buku agama yang digunakan di sekolah
hendaknya juga menjadi buku yang dapat membangun wacana dan pemikiran siswa
menuju pemahaman keberagaman yang inklusif dan moderat. Program pendampingan
keagamaan yang dilakukan di sekolah tidak semuanya mencapai hasil yang maksimal.
Terkait program penanaman moderasi beragama di lingkungan sekolah, peneliti menarik
hal-hal berikut yang menjadi pendukung dan penghalang dalam proses merealisasikan
program ini yaitu:

a. Faktor Pendukung
1). Profesionalisme guru PAI di sekolah yang baik, seperti guru yang kompeten dalam
menangani semua masalah siswa yang terkait dengan radikalisme danmahir dalam
menanamkan moderasi beragama pada siswa dengan menggunakan metode yang baik
dan menarik.
2). Orientasi rutin ke forum-forum pokja guru seperti FKG, KKG dan MGMP, agar
koordinasinya berjalan lancar.
3). Supervisi guru PAI di sekolah adalah rutin untuk menjalin komunikasi yang baik.
4). Sosialisasi program moderasi beragama di sekolah bekerjasama dengan (FKUB) atau
Kerjasama Kementerian Agama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama.

b. Faktor Penghambat
1). Minimnya fasilitator di tingkat sekolah dasar(SD)sehingga materi ajar moderasi agama
yang seharusnya diajarkan sejak kecil tidak terlaksanakan.
2). Karena keterbatasan anggaran, pelaksanaan panduan guru PAI tidak dapat
sepenuhnya diikuti.
3). Tidak ada buku pegangan resmi dari KementerianAgamaRepublikIndonesia,
sehingga tidak ada buku pegangan dasar yang bisa digunakan siswa.
4). Jumlah guru non-Muslim masih terbatas untuk mengajar siswa menurut agamanya
secara moderat dalam beragama.
5). Kegiatan pembinaan biasanya bertepatan denganjampelajaranguru, sehingga
kegiatan pembelajaran biasanya kosong.

5. Peran guru dalam membangun modersi beragama

Guru merupakan seorang pendidik yang memiliki tanggung jawab besar terhadap proses
belajar mengajar siswa di sekolah. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, bahwa yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah. Guru memiliki peran sentral dalam upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Seorang guru juga menjadi role model bagi siswanya,
sehingga perlu adanya profesionalisme seorang guru agar dapat mewujudkan pendidikan
yang berkualitas.
Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan dasar dalam menerapkan nilai-nilai
keislaman. Hal-hal yang berkaitan dengan perilaku, ibadah, dan sosialisasi diajarkan melalui
pendidikan ini. Melalui pendidikan, seorang individu dapat memperolah pengetahuan dan
pengalaman yang beragam. Tidak hanya berhenti di situ, upaya mengaktualisasikan
pengetahuan dan pengalaman tersebut ke dalam perilakunya sehari-hari menjadi tugas
seorang guru untuk dapat mendidiknya serta mengarahkannya.
Pendidikan Agama Islam merupakan suatu bentuk usaha yang dilakukan secara sadar dan
terencana dalam menyiapkan siswa atau peserta didik untuk mengamalkan ajaran agama
Islam dengan mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak
mulia.Sebagaimana pendapat lainnya yang menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam
adalah usaha yang dilakukan untuk menyiapkan siswa atau peserta didik untuk mengimani,
meyakini, dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan sepenuh hati, yang mana hal
tersebut dilakukan melalui serangkaian kegiatan bimbingan dan pengajaran dengan tetap
memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar
umat beragama dalam masyarakat demi mewujudkan persatuan nasional. Pendapat lainnya
menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu bentuk bimbingan dan asuhan
terhadap peserta didik, dengan tujuan untuk dapat memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran agama Islam secara menyeluruh.
Guru memiliki beberapa peran yang penting dalam lingkup pendidikan nasional. Yakni meliputi
(1) conservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber dari norma kedewasaan; (2)
Innovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; (3) Transmiter (penerus) sistem nilai
yang ada kepada peserta didik; (4) Transformator (penerjemah) sistem nilai yang ada melalui
penerapan dalam diri dan prilakunya, yang kemudian diaktualisasikan dalam proses interaksi
dengan siswa; (5) Organizer (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat
dipertanggung
jawabkan, baik secara formal maupun secara informal (kepada murid, serta kepada Allah
SWT).22
Dalam upaya membangun moderasi beragama berdasarkan peran conservator, guru adalah
pihak yang memelihara nilai moderasi beragama sesuai dengan nilai-nilainya yang ada.
Toleransi beragama, nilai-nilai keadilan, seimbang, kesederhanaan, kesatuan dan
persaudaraan serta nilai moderasi agama lainnya patut untuk dipelihara di lingkungan sekolah.
Hal tersebut dapat dipupuk dengan adanya kegiatan yang dilaksanakan secara rutin, seperti
kumpul bersama, mengingatkan pentingnya moderasi agama secara langsung sebelum
memulai kelas, serta mengikat siswa melalui janji-janji siswa.
Peran kedua yakni Innovator, inovasi-inovasi dapat dilakukan untuk membangun moderasi
beragama. Satu model pembelajaran tidak dapat diterapkan di semua situasi, kondisi, dna
lingkungan. Perlu adanya penyesuaian sehingga dapat diterima oleh lingkungan yang ada.
Seperti halnya ketika terdapat kekurangan guru agama non-Islam di sekolah tertentu, maka
siswa agama non-Islam perlu untuk mendapatkan perlakuan tertentu. Sehingga toleransi
dapat ditingkatkan dan diskrimasi dapat dihilangkan. Inovasi juga dapat ditujukan untuk
penguatan karakter religius dan nasionalisme siswa. Hal tersebut dilakukan melalui
serangkaian kegiatan seperti halnya perayaan hari-hari besar dengan melibatkan seluruh
pihak. Secara ringkas bahwa inovasi-inovasi tersebut dapat dilakukan melalui serangkaian
kegiatan, perubahan tingkah laku, ataupun yang lainnya.
Peran ketiga yakni Transmiter, hal ini dirasa tidak cukup sulit untuk dilakukan. Pada dasarnya
seorang guru telah mendapatkan pendidikan agama pada saat mengenyam studi. Sehingga
internalisasi pada dirinnya menjadi lebih kuat karena taraf pemahaman yang lebih tinggi.
Dalam peran ini, seorang guru dapat bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moderasi
beragama dalam kehidupan sehari-harinya. Hal tersebut kemudian dapat dicontoh oleh
seluruh siswa yang ada di lingkungan sekolah. Selain itu, seorang guru juga dapat menjadi
seorang motivator dan pembimbing. Memotivasi dan membimbing siswa agar dapat
menerapkan nilai-nilai moderasi beragama dapat dilakukan baik ketika pembelajaran di kelas
maupun di luar kelas. Faktor komunikasi dengan semua pihak menjadi hal penting yang harus
dijaga dan ditingkatkan.
Guru sebagai Transformator berperan untuk menyampaikan nilai-nilai moderasi beragama
kepada siswa. Proses penyampaiannya dapat dilakukan secara verbal (penjelasan secara
langsung) ataupun non-verbal (melalui serangkaian tingkah lakunya). Seorang guru menjadi
figur ataupun role model dalam segala hal. Seperti halnya dalam berinteraksi dengan orang
lain, menyikapi kejadian-kejadian tertentu, serta memahami ataupun menafsirkan informasi
yang masih dipertanyaan kebenarannya. Guru dalam menjadi seorang figur sangat
mencontohkan apa yang harusnya dilakukan peserta didik untuk menjadi siswa yang paham
akan sikap moderat dan memberi contoh akan nilai-nilai moderasi beragama. Peran
transformator mampu memberikan pemahaman dan gambaran kepada siswa berkaitan
dengan urusan agama dan sosial.
Yang terakhir yakni peran guru sebagai organizer, di mana seluruh kegiatan di lingkungan
sekolah menjadi tanggungjawab seorang guru. Kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan
dieksekusi perlu untuk tetapi memperhatikan nilai-nilai moderasi beragama. Kegiatan-kegiatan
ini tidak hanya apa yang ada di ruang kelas, tetapi juga kegiatan yang dilaksanakan di luar
kelas. Seperti halnya perayaan hari besar, kerja bakti, pembinaan, ekstrakurikuler dan lain
sebagainya. Sedangkan di dalam kelas, kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan dengan
diskusi, mengacak tempat duduk siswa agar tidak terlalu memilih teman sebangku, serta
kegiatan-kegiatan lainnya. Partisipasi dari seluruh pihak sangat diperlukan untuk dapat
menyukseskan setiap kegiatan yang diselenggarakan. Pengorganisasian yang beragam yang
dilaksanakan pada dasarnya dalam rangka untuk menjalankan perannya dalam membangun
moderasi beragama. Inovasi-inovasi yang ada juga memberikan pengaruh terhadap
pengorganisasian tersebut.
Peranan seorang guru dalam membangun moderasi beraga di sekolah dapat tercermin dari
kemampuannya. Kemampuan dalam mengurai perbedaan ras, bahasa, warna kulit, dan
perbedaan lainnya. Sebagaimana yang dikatakan sebelumnya bahwa guru adalah role model
bagi siswanya. Dengan demikian seorang siswa dapat mencontoh tindakan yang dilakukan
oleh guru di sekolah. Upaya percontohan tersebut dapat menjadi suatu kebiasaan yang
kemudian dapat tertanam pada diri siswa. Kebiasaan baik tersebut yang dilakukan secara
terus menerus tersebut akan memiliki dampak yang positif terhadap perilaku sehari-hari baik di
lingkungan sekolah maupun di lingkungan sosial masyarakat secara umum. Kebiasaan-
kebiasaan yang dilakukan baik berkaitan dengan akhlak ataupun dalam hal ibadah. Sehingga
apa yang ada dalam diri siswa menjadi lengkap baik ketika berhubungan dengan sesama
manusia dan dengan Allah SWT.
Beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam rangka membangun moderasi
beragama yakni diskusi, kerja kelompok, studi banding, ataupun study tour. Melalui
serangkaian metode tersebut pemikiran ataupun sudut pandang siswa akan menjadi lebih luas.
Siswa akan dilatih untuk dapat mendengarkan dan menerima pendapat dari orang lain atas
isu-isu tertentu tanpa adanya tindakan yang melecahkan ataupun menentang dengan cara
yang tidak benar. Pemahaman akan perbedaan juga dapat ditanamkan melalui serangkaian
kegiatan tersebut. Beberapa metode yang ada juga akan memberikan ruang bagi siswa untuk
dapat menerapkan pengetahuannya mengenai moderasi beragama secara langsung di
lingkungan sekolah dan masyarakat. kegiatan-kegiatan di luar kelas juga memberikan
kesempatan bagi siswa untuk merasakan secara langsung pengalaman hidup dengan orang
yang lain yang berbedasecara kultur, budaya, kepercayaan, dan status sosial.
Serangkaian kegiatan tersebut tentunya dengan tetap menekankan pada peran guru sebagai
sebagai agen dalam membangun moderasi beragama. Oleh karena itu, kemampuan seorang
guru dalam menyalurkan, mengarahkan serta memotivasi siswa sangatlah dibutuhkan.
Menentukan kegiatan seperti apa yang akan dilaksanakan dan metode seperti apa yang
digunakan secara tepat juga menjadi hal yang sangat penting. Karena melaluinya nilai-nilai
moderasi beragama menjadi dapat terinternalisasikan kepada siswa secara merata.

4. Kesimpulan
Berdasarkan karya ilmiah tentang moderasi beragama sebagai landasan restorasi pendidikan,
dapat disimpulkan bahwa toleransi dan keberagaman sangat penting dalam membangun harmoni
sosial dan perdamaian di masyarakat. Moderasi beragama dapat menjadi landasan yang
dibutuhkan untuk menciptakan pendidikan yang inklusif dan membantu mengatasi masalah
konflik agama atau antar suku bangsa. Oleh karena itu, penting untuk mengajarkan nilai-nilai
toleransi dan keberagaman dalam pendidikan dan mempromosikan moderasi beragama sebagai
bentuk sikap positif dalam menjalin hubungan antara individu yang berasal dari berbagai latar
belakang agama atau budaya.
Moderasi Beragama merupakan landasan yang sangat penting dalam restorasi pendidikan untuk
mewujudkan toleransi dan keberagaman di sekolah dasar. Dengan moderasi beragama, siswa
dapat belajar dan memahami nilai-nilai agama yang ada, serta menjaga respek dan menghargai
perbedaan agama dan kepercayaan. Hal ini dapat mengurangi konflik dan memperkuat persatuan
antara siswa dan lingkungan sekolah. Oleh karena itu, pengajaran dan penerapan moderasi
beragama harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan dan dilakukan secara konsisten di
seluruh sekolah dasar. Dengan cara ini, siswa dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih inklusif
dan saling menghargai, serta mempersiapkan mereka untuk hidup damai dan berdampingan
dengan perbedaan yang ada di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai