Anda di halaman 1dari 11

Norhidayah

JEID E-ISSN : 2798-4176


Journal of Educational Integration and Development
Volume 2, Nomor 3, 2022

Penerapan Moderasi Beragama dalam Konteks Pendidikan


Kewarganegaraan

Norhidayah

Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kapuas


norhidayahspd700@gmail.com

ABSTRACT
Citizenship education has an important role in the formation of the character of religious
moderation of learners through learning. Through the selection of appropriate and
appropriate learning strategies, it is hoped that the learning objectives of citizenship
education can be achieved well. One of the learning strategies that can be developed is to
apply the learning strategy of citizenship education based on religious moderation. Through
citizenship learning strategies based on local wisdom, learners are invited to dig and
understand something very close to them. The basic principle of every religious teaching is
to teach moderation in religion. Religious tolerance is also one of the teachings for mankind
taught by the apostles. Living side by side with adherents of different beliefs has been around
for a long time. With this fact, the attitude of moderation in religion is very much needed.
The value of moderation in religion affects social life. Those values become the main
foundation and legal basis in addressing pluralism in living together. Islam as a religion of
mercy lil 'alamin should promote the spirit of brotherhood in the midst of many differences.
The spirit of brotherhood that is meant here is the spirit of brotherhood between fellow
human beings, national brotherhood. Some principles that can facilitate the creation of
religious moderation. With the principle of tolerance towards various religions, tribal
cultures or cultures and others.

Keywords: Religious Moderation, Civic Education

ABSTRAK
Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dalam rangka pembentukan karakter moderasi
beragama peserta didik melalui pembelajaran. Melalui pemilihan strategi pembelajaran yang tepat
dan sesuai, harapannya tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat tercapai dengan
baik. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah dengan menerapkan strategi
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis moderasi beragama Melalui strategi
pembelajaran kewarganegaraan berbasis kearifan lokal peserta didik diajak untuk menggali dan
memahami sesuatu yang sangat dekat dengan dirinya. Pokok dasar setiap ajaran agama adalah
mengajarkan moderasi dalam beragama. Toleransi beragama juga merupakan salah satu ajaran bagi

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 187
Norhidayah

umat manusia yang diajarkan rosul. Hidup berdampingan dengan pemeluk keyakinan yang berbeda
sudah lama terjadi. Dengan fakta ini Sikap moderasi dalam beragama sangatlah dibutuhkan. Nilai
moderasi dalam beragama mempengaruhi kehidupan bermasyarakat. Nilai itu menjadi landasan
utama dan dasar hukum dalam menyikapi kemajemukan dalam menjalani kehidupan bersama. Islam
sebagai agama rahmatan lil ‘alamin sepatutnya mengedepankan semangat persaudaraan ditengah
banyaknya perbedaan. Semangat persaudaraan yang dimaksudkan disini adalah semangat
persaudaraan antar sesame manusia, persaudaraan sebangsa. Beberapa prinsip yang dapat
mempermudah terciptanya moderasi beragama yaitu sikap toleran terhadap ragam agama, budaya
suku ataupun kebudayaan dan lain-lain.

Kata kunci: Moderasi Beragama, Pembelajaran Kewarganegaraan

PENDAHULUAN
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah membawa misi pendidikan moral
bangsa, membentuk warga negara yang cerdas, demokratis, dan berakhlak mulia, yang
secara konsisten melestarikan dan mengembangkan cita-cita demokrasi dan membangun
karakter bangsa. Sedangkan visi pendidikan Kewarganegraan adalah mewujudkan proses
pendidikan yang terarah pada pengembangan kemaampuan individu, sehingga menjadi
warga Negara yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Dengan demikian akan
membentukwarga negara Indonesia yang didasarkan pada Pancasila dan karakter positip
masyarakat Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari oleh
setiap siswa dan mahasiswa di Indonesia. Tujuan pendidikan kewarganegaraan yang utama
adalah untuk membentuk civics inteliegence. Pendidikan kewarganegaraan (PKn)
merupakan mata pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan. Selain itu tujuan, Pendidikan
Kewarganegaraan adalah untuk meningkatkan mencerdaskan dalam kewarganegaraan
secara intelektual, sosial dan emosional, dan juga mencerdaskan secara spritual. Sekarang
ini kata moderasi beragama sedang digaungkan, apalagi bagi masyarakat Indonesia yang
merupakan masyarakat yang hitrogen. Keberagaman agama di negara kita sudah ada sejak
zaman dulu, justru dengan keberagaman itu menjadikan kita dapat bersatu padu
membangun negara Indonesia yang mengakui eksetensi agama masing-masing.
Keragaman masyarakat Indonesia itu, dapat dibayangkan betapa beragamnya
pendapat, pandangan, keyakinan, dan kepentingan masing-masing warga bangsa, termasuk
dalam beragama. Beruntung kita memiliki satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia,
sehingga berbagai keragaman keyakinan tersebut masih dapat dikomunikasikan, dan
karenanya antarwarga bisa saling memahami satu sama lain. Meski begitu, gesekan akibat
keliru mengelola keragaman itu tak urung kadang terjadi.

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 188
Norhidayah

Selain agama dan kepercayaan yang beragam, dalam tiap-tiap agama pun terdapat juga
keragaman penafsiran atas ajaran agama, khususnya ketika berkaitan dengan praktik dan
ritual agama. Umumnya, masing-masing penafsiran ajaran agama itu memiliki
penganutnya yang meyakini kebenaran atas tafsir yang dipraktikkannya. Pengetahuan atas
keragaman itulah yang memungkinkan seorang pemeluk agama akan bisa mengambil jalan
tengah (moderat) jika satu pilihan kebenaran tafsir yang tersedia tidak memungkinkan
dijalankan. Sikap ekstrem biasanya akan muncul manakala seorang pemeluk agama tidak
mengetahui adanya alternatif kebenaran tafsir lain yang bisa ia tempuh. Dalam konteks
inilah moderasi beragama menjadi sangat penting untuk dijadikan sebagai sebuah cara
pandang (perspektif) dalam beragama.
Era demokrasi di Indonesia yang serba terbuka, perbedaaan pandangan dan kepentingan di
antara warga negara yang sangat beragam itu dikelola sedemikian rupa, sehingga semua
aspirasi dapat tersalurkan sebagaimana mestinya. Demikian halnya dalam beragama,
konstitusi kita menjamin kemerdekaan umat beragama dalam memeluk dan menjalankan
ajaran agama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya masing-masing.
Konflik berlatar agama ini dapat menimpa berbagai kelompok atau mazhab dalam
satu agama yang sama (sektarian atau intraagama), atau terjadi pada beragam kelompok
dalam agama-agama yang berbeda (komunal atau antaragama). Biasanya, awal terjadinya
konflik berlatar agama ini disulut oleh sikap saling menyalahkan tafsir dan paham
keagamaan, merasa benar sendiri, serta tidak membuka diri pada tafsir dan pandangan
keagamaan orang lain. Untuk mengelola situasi keagamaan di Indonesia yang sangat
beragam seperti digambarkan di atas, kita membutuhkan visi dan solusi yang dapat
menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni
dengan mengedepankan moderasi beragama, menghargai keragaman tafsir, serta tidak
terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan tindak kekerasan.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan
dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
analisis isi. Analisi isi merupakan suatu studi yang menggabungkan hasil banyak studi
orisinal, sistematis, dan terencana. Metode ini dilaksanakan melalui lima tahap, yaitu (1)
Pengumpulan data; (2) Pertanyaan penelitian; (3) Hipotesis yang akan diuji; (4) Penyajian
data dan (5) Penarikan kesimpulan. Sumber data dalam artikel ini adalah jurnal dan buku.

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 189
Norhidayah

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik
(good citizen) yang ditandai dengan dimilikinya tiga kemampuan kewarganegaraan
meliputi: pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan
kewarganegaraan (civic skills), dan karakter kewarganegaraan (civic disposition). Ketiga
kemampuan kewarganegaraan ini dapat dimiliki oleh peserta didik jika pembelajaran yang
dikembangkan oleh para guru di sekolah memperhatikan berbagai hal penting yang
menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Salah satu hal penting yang perlu mendapat
perhatian dalam pembelajaran kewarganegaraan adalah strategi pembelajaran yang
dikembangkan atau diterapkan oleh para guru di kelas. Melalui pemilihan strategi
pembelajaran yang sesuai dan tepat, pembelajaran kewarganegaraan akan menjadi
pembelajaran yang menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran kewarganegaraan pun
akan dapat tercapai.
Strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dengan mengembangkan strategi
pembelajaran berbasis kearifan lokal. Menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal
melalui pembelajaran kewarganegaraan, dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada
basis nilai budaya daerahnya sendiri sebagai bagian dari upaya membangun identitas
bangsa, dan sebagai penyeleksi (filter) pengaruh budaya lain yang datang dari luar
daerahnya. Untuk dapat mengembangkan pembelajaran kewarganegaraan berbasis prinsip
moderasi beragama tentunya diperlukan seorang guru yang bukan sekedar memahami
kearifan lokal secara tekstual, melainkan dapat memanfaatkan prinsip moderasi beragama
yang ada dalam proses pembelajaran di kelas. Selain itu, kemampuan profesional seorang
guru dalam mengajar pendidikan kewarganegaraan juga diperlukan, mulai dari merancang
atau merencanakan pembelajaran sampai pada pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Visi pendidikan kewarganegaraan paradigma baru memberikan penekanan yang
lebih kuat pada nation and character, pemberdayaan warganegara (citizen empowerment),
dan memperkuat berkembangnya masyarakat kewarganegaran (civil society). Sedangkan
misi pendidikan kewarganegaraan paradigma baru adalah pembentukan warganegara yang
baik (good citizen), yang memiliki ciri-ciri: aktif 4 berpartisipasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, berbudaya politik kewarganegaraan (civil culture), dan berpikir
kritis dan kreatif (Cholisin, 2003: 1).
Pendidikan kewarganegaraan dalam bingkai moderasi beragama akan
membawa peserta didik pada pembelajaran yang kontekstual. Mereka diajak untuk terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menarik dan penuh

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 190
Norhidayah

makna. Pembelajaran kewarganegaraan tidak lagi menjadi pelajaran yang membosankan


bagi para siswa, melainkan akan menjadi sebuah proses pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan. Semangat moderasi beragama adalah untuk mencari titik temu dua kutub
ekstrem dalam beragama. Di satu sisi, ada pemeluk agama yang ekstrem meyakini mutlak
kebenaran satu tafsir teks agama, seraya menganggap sesat penafsir selainnya. Kelompok
ini biasa disebut ultra-konservatif. Di sisi lain, ada juga umat beragama yang ekstrem
mendewakan akal hingga mengabaikan kesucian agama, atau mengorbankan kepercayaan
dasar ajaran agamanya demi toleransi Tang tidak pada tempatnya kepada pemeluk agama
lain. Mereka biasa disebut ekstrem liberal. Keduanya perlu dimoderasi.
Moderasi beragama adalah proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama
secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat
mengimplementasikannya. Moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama, karena
agama dalam dirinya sudah mengandung prinsip moderasi, yaitu keadilan dan
keseimbangan. Bukan agama jika ia mengajarkan perusakan di muka bumi, kezaliman, dan
angkara murka. Agama tidak perlu dimoderasi lagi. Namun, cara seseorang beragama
harus selalu didorong ke jalan tengah, harus senantiasa dimoderasi, karena ia bisa berubah
menjadi ekstrem, tidak adil, bahkan berlebih-lebihan. Moderasi beragama cara pandang
kita dalam beragama secara moderat memahami ajaran agama Islam yang tidak ekstrem
(radikal) namun mengedepankan ajaran islam rahmatan lilalamin.
Pandangan moderasi beragama juga memberikan pemahaman agar masyarakat
benar-benar mencintai negara dan bangsanya menyepakati Pancasila sebagai dasar negara
dan NKRI harga mati dalam menjaga persatuan dan kesatuan dan memberikan
perlindungan secara ruhani. Jadi, dengan moderasi beragama ini, kita diharapkan dapat
berlaku adil dan seimbang dalam menjalankan ajaran agama masing-masing. Jangan
sampai berlaku ekstrem yang berlebihan sehingga merugikan diri sendiri dan orang lain.
Manusia sebagia makhluk dengan keterbatasan pengetahuan dalam memahami
semua esensi kebenaran Pengetahuan Tuhan yang luas dan dalam bak samudra.
Keterbatasan ini yang mengakibatkan munculnya keragaman tafsir ketika manusia
mencoba memahami teks ajaran agama. Kebenaran satu tafsir buatan manusia pun menjadi
relatif, karena kebenaran Hakiki hanya milik-Nya.
Setiap orang dapat melaksanakan ajaran agamanya secara maksimal tanpa
menggangu ajaran agama orang lain. Walaupun kewajiban umat beragama itu dalam
menafsirkan kebenaran yang berbeda-beda. Memang, dalam praktiknya, sebagai manusia
dengan pengetahuan terbatas, kita memerlukan pengetahuan dan pergaulan dengan orang

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 191
Norhidayah

lain. Upaya memberikan pemahaman Moderasi Beragama merupakan langkah strategis


dalam mengkounter isu yang pernah menyebar dalam masyarakat bahwa peserta didik di
Madrasah banyak mengarah pada pemikiran radikalisme dalam memahami ajaran agama.
Bahkan ini saatnya membentuk pemahaman moderasi beragama secara utuh dan
komprehensif berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun.
Pemahaman moderasi beragama terlihat pada pemahaman kognitif , afektif dan
psikomotorik dan implementasi pada keragaman pemahaman Mazhab dan Guru dan dapat
mengimpementasikan paham sikap kerukunan antar ummat beragama dan suku. (Harahap,
2011:78). moderasi beragama dianalisis dengan memakai teori taksonomi Bloom.
Pemahaman dengan mengaplikasikan harus diawali dengan pengetahuan (Utari, 2016:3).
Krathwohl, mengembangkan teori Bloom sebagaimana teori yang di pakai Menurut Lorin,
teori Krathwohl, adalah ingatan , pemahaman , implementasi (Krathwohl, 2002: 212-218).
Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dalam rangka pembentukan
karakter peserta didik dengan prinsip moderasi beragama melalui pembelajaran. Melalui
pemilihan strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai, harapannya tujuan pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan dapat tercapai dengan baik. Salah satu strategi pembelajaran
yang dapat dikembangkan adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan berbasis moderasi beragama Melalui strategi pembelajaran
kewarganegaraan berbasis kearifan lokal peserta didik diajak untuk menggali dan
memahami sesuatu yang sangat dekat dengan dirinya.
Islam dan pendidikan kewarganegaraan memiliki kontribusi yang signifikan dalam
mempertahankan penyebaran pemahaman keagamaan yang moderat. Kedalaman ilmu
agama yang didapat dalam pendidikan keagamaan seperti pesantren dan madrasah serta
optimalnya kiprah para ulama dan kiai yang masih menjadi rujukan perilaku keberagamaan
masyarakat, menjadikan pemahaman agama masyarakat Indonesia masih berada pada titik
yang aman.
Kementerian Agama, dalam memperkuat wawasan keagamaan yang moderat patut
disyukuri. Sensitifitas atas ancaman ekstrimisme dalam beragama dapat dilakukan
kanalisasi melalui instrumen-instrumen yang tersedia. Di tengah masyarakat, sebenarnya
agama telah dipahami secara proporsional dan sesuai dengan nilainilai dasar tujuan syariat
(maqashid al-syariah). Pendidikan kewarganegaraan dalam konteks masyarakat Indonesia,
penyebutan maqashid alsyariah tidak bisa dipisahkan dari nilai-nilai yang dibawa agama
seperti keadilan (‘adalah), keseimbangan (tawazun), moderat (tawassuth), proporsional

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 192
Norhidayah

(i’tidal), dan toleransi (tasamuh). Hal demikian itu sangat kental dalam tradisi dan budaya
bangsa Indonesia.
Peran moderasi beragama sangat penting, menteri agama tahun 2019 Lukman Hakim
Saifuddin menjelaskan ada tiga alasan utama mengapa kita perlu moderasi beragama.
Pertama salah satu esensi kehadiran agama adalah untuk menjaga martabat manusia
sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan, termasuk menjaga untuk tidak menghilangkan
nyawanya. Itu mengapa setiap agama selalu membawa misi damai dan keselamatan. Untuk
mencapai itu, agama selalu menghadirkan ajaran agama tentang keseimbangan dalam
berbagai aspek kehidupan; agama juga mengajarkan bahwa menjaga nyawa manusia harus
menjadi prioritas; menghilangkan satu nyawa sama artinya dengan menghilangkan nyawa
keseluruhan umat manusia. Orang yang ektrem tidak jarang terjebak dalam praktik
beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela keagunganNya saja seraya
mengeyampingkan aspek kemanusiaan. Orang beragama dengan cara ini rela merendahkan
sesama manusia “atas nama Tuhan ”, padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah
bagian dari inti ajaran agama. (Kementerian Agama RI, 2019:9).
Lembaga pendidikan memiliki peran strategis untuk memutus mata rantai kekerasan
atas nama agama. Pendekatan edukatif bagi selaruh peserta didik yang dapat
diimplementasikan dalam pendidikan damai yang diintegrasikan dengan kurikulum
sekolah, latihan penyelesaikan konflik secara konstruktif, mediasi dan negosiasi oleh
teman sebaya merupakam usaha bersama agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
mendamaikan. Pengetahuan keagamaan yang luas dan tidak parsial harus diajarkan
dilembaga pendidikan agar peserta didik memiliki pondasi paham keagamaan yang tidak
sempit (Edi, 2015)
Guru harus memiliki prinsip keguruan yang dapat memperlakukan peserta didik
dengan baik sehingga tercapai tujuan pendidikan. Adapun prinsip-prinsip keguruan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Seorang guru harus dapat membangkitkan peserta didik pada materi pelajaran
yang diberikan serta dapat menggunakan media dan sumber belajar yang
berveriasi.
2. Guru harus memampu membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam
berfikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuannya.
3. Guru mampu membuat urutan (sequence) dalam pemberian mata pelajaran dan
penyesuaian dengan usia dan tahapan perkembangan peserta didik.

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 193
Norhidayah

4. Guru mampu mengembangkan pelajaran yang akan diberikan dengan


pengetahuan yang dimiliki peserta didik agar peserta didik menjadi mudah dalam
memahami pelajaran yang diberikan
5. Guru mampu menjelaskan materi secara berulang-ulang dengan harapan peserta
didik lembih memahami materi yang telah diberikan
6. Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antar mata
pelajaran atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7. Guru harus tetap menjaga konsentrasi peserta didik dengan cara memberikan
kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati, meneliti, dan
menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
8. Guru harus mengembangkan peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik
dalam kelas maupun luar kelas.
9. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta didik secara individu
agar dapat melayani peserta didik sesuai perbedaan (Uno, 2007:16)
Madrasah adalah institusi pendidikan terpenting sebagai pembentuk moral dan etika
generasi penerus bangsa. Sebagaimana sekolah pada umumnya (tingkat SD, SLTP, SLTA),
Madrasah menjadi ciri khas tersendiri bagi Indonesia, karena hanya terdapat Indonesia
entitas pendidikan yang sebenarnya sama dalam hal genjang, namun kemudian
diklasifikasian menjadi sekolah umum dan sekolah agama. Kurikulum keagamaan yang
lebih komprehensif yang mungkin menjadikan pembeda antara Madrasah dan sekolah pada
umumnya.
Oleh karenanya, terkadang Madrasah dikonotasikan secara khusus dengan istilah
'sekolah agama', yakni tempat dimana peserta didik mendapatkan pendidikan hal ihwal
ataupun seluk-beluk agama serta keagamaan. Bila merujuk pada pengertian secara
etimologi, kata ‘madrasah’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti ‘sekolah’ atau
‘akademi’ yang umumnya bersumber pada agama Islam. Sedangkan dalam Ensiklopedi
Islam di Indonesia kata 'madrasah' merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab dari kata
darasa yang maksudnya 'belajar'. Madrasah berarti 'tempat untuk belajar'. Kata darasa
dengan penafsiran membaca serta belajar yang ialah pangkal kata 'madrasah' itu sendiri
berasal dari bahasa Hebrew ataupun Aramy.
Menurut K.A. Streenbrink pada awal kemunculannya madrasah sebagai lembaga
pendidikan yang lahir dari inisiatif dan sumber daya masyarakat Islam bertujuan
menyiapkan layanan pendidikan Islam bagi anak-anak muslim. Selain itu Madrasah hadir

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 194
Norhidayah

untuk merespon kebijakan kolonialisme Belanda yang gencar mendirikan sekolah umum
tanpa memasukkan mata pelajaran agama Islam.
Madrasah sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dalam semua tingkatan dari mulai
Madrasah Diniyah Takmiliyah, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, hingga
Madrasah Aliyah jelas merujuk pada suatu muara, yaitu tempat menempa pendidikan
agama peserta didik dengan mata pelajaran pendidikan agama Islam yang lebih terperinci
dan komprehensif. Berdasarkan pemaparan tersebut jelas bahwa peranan madrasah dari
semua tingkatan, tidak lain adalah untuk menempa pemahaman agama sekaligus cara
pandang beragama peserta didik. Mengingat bahwa rumpun mata pelajaran agama Islam
yang diajarkan kepada peserta didik tersebut semuanya diajarkan dalam rangka
membentuk karakter peserta didik agar beragama dengan baik dan benar sesuai tuntunan
syariat.
Menurut penulis, pada bagian rumpun mata pelajaran agama Islam inilah konsep-
konsep moderasi beragama perlu dimasukkan menjadi materi yang utama. Materi-materi
pokok tentang moderasi beragama semisal pada mata pelajaran Alquran Hadits, bisa
membahas mengenai dalil-dalil tentang persatuan, kerukunan umat beragama, cinta agama
dan tanah air, kasih sayang sesama umat manusia, dan materi-materi yang berkaitan
dengan corak pandang moderasi beragama.
Begitu pula dengan mata pelajaran PKn, harus dimasukkan materi mengenai
moderasi beragama dan tentunya materi moderasi beragama ini selalu bisa disesuaikan
dengan kondisi dan keadaan. Hal tersebut tentunya tidak bisa terwujud dan tidak bisa lepas
dari peran aktif dan nyata pemerintah khususnya melalui Kementerian Agama dalam
menyusun Kurikulum pembelajaran pada pendidikan agama Islam dalam mewujudkan
konsep moderasi beragama tersebut.

SIMPULAN
Simpulan berisikan ringkasan hasil dan pembahasan penelitian secara jelas. Dari uraian yang
telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pendidikan kewarganegaraan memiliki
peran penting dalam rangka pembentukan karakter moderasi beragama peserta didik melalui
pembelajaran. Melalui pemilihan strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai, harapannya
tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat tercapai dengan baik. Salah satu
strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah dengan menerapkan strategi
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis moderasi beragama Melalui strategi

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 195
Norhidayah

pembelajaran kewarganegaraan berbasis kearifan lokal peserta didik diajak untuk menggali
dan memahami sesuatu yang sangat dekat dengan dirinya.
Moderasi beragama merupakan isu yang cukup mencuat dan cukup hangat
dibicarakan dalam dekade ini. Menteri agama Lukman Hakim Saifuddin sangat antusias
menghadapinya karena melalui konsep moderasi beragama kegaduhan dalam masyarakat
akan dapat diatasi terutama masalah konflik antara umat beragama dan interen umat
beragama itu sendiri karena selama ini radikalisme kekerasan beragama dan terorisme selalu
disemat kepada kelompok-kelompok Islam yang notabenenya memang fakta di lapangan riil
dan nyata. Moderasi beragama yang diberi arti sebagai beragama dengan mengambil posisi
jalan tengah dan seimbang tidak ekstrem dan berlebih-lebihan telah ditawarkan Al-Quran
dan Hadis beberapa abad yang lalu. Bahkan bukan dalam moderasi beragama ketika
menghadapi masyarakat plural saja tetapi lebih jauh mendalam dan universal sampai kepada
masalah fenomena alam, masalah moral, masalah bagaimana cara menangani dunia dan
alam termasuk seni dalam hidup harus serasi dan seimbang, jikalau keseimbangan ini tidak
dipahami dan diterapkan dunia dan manusia yang hidup di dalamnya akan kacau dan
berantakan.

DAFTAR PUSTAKA

Cholisin. (2003). PPKn Paradigma Baru Dan Pengembangannya Dalam KBK. Makalah
Disampaikan pada Training of Trainer (ToT) Guru SLTP Mata Pelajaran PPKn, di
Surakarta.
Dick and Carey. (2005). Systemic Design Instruction. .Glenview: Illois harper Collins.
Pubhliser
Edi, A. (2015). Hate Speec Dalam Kaca Mata Islam. Kedaulatan Rakyat.
Gulo, W. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Harahap, Syahrin. (2011). Teologi Kerukunan. Jakarta: Prebada Media
Jauch Lawrence R. & Glueck William F.(1989). Manajemen dan Strategis. Kebijakan.
Jakarta: Erlangga.
Joni, T. Raka (1980). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: P3G.
Fajar, Malik. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan menuju Nation and Character Building,
Makalah, pada Seminar dan Lokakarya Nasional
Moedjiono. D (1993). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen. Pendidikan dan
Kebudayaan.

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 196
Norhidayah

Muslich, M. (2009) KTSP (Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstektual). Jakarta:


Bumi Aksara.
Saifuddin (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI.
Sumantri, N. (2001). Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : Rosda Karya
Suparman, (1997). Model-model Pembelajaran Interaktif. Jakarta, STIA-. LAN,
Sanjaya, Wina (2002). Pengembangan Model Pembelajaran Metode
Tim Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam (2019). Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan Islam. Jakrata:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia
Uno. (2007). Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

JEID: Journal of Educational Integration and Development


Vol. 2, No. 3, 2022 197

Anda mungkin juga menyukai