Geografi
Secara umum Kabupaten TTS berada pada ketinggian di atas permukaan laut
(dpl) dari 0–500 meter dpl seluas 49.0%, ketinggian di atas 500–1000 meter dpl
seluas 48.2% dan ketinggian di atas 1000 meter dpl seluas 2.8%. Kabupaten TTS
memiliki wilayah kelerengan sedang sampai tinggi mencapai 75.99%. Jenis tanah
yang mendominasi adalah kambisol berturut-turut adalah renzina, alluvial,
mediteran, dan latosol.
Penduduk Kabupaten TTS sebanyak 416 876 orang yang terdiri dari 206 963
orang laki-laki (49.64%) dan 209 913 orang perempuan (50.35%). Jumlah kepala
keluarga adalah 106 595 KK dengan kepadatan penduduk 106 orang setiap km2
atau rata-rata 4 orang setiap rumahtangga (BPS Kabupaten TTS 2008). Data hasil
SAKERNAS (2007) menunjukkan penduduk yang berusia 15 tahun ke atas
berdasarkan jenis kegiatan berjumlah 256 206 orang yang terdiri atas angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja berjumlah 187 654 (67.6%) yang
terdiri atas bekerja 181 571 orang dan pengangguran 8 083 orang. Sedangkan
bukan angkatan kerja berjumlah 83 015 orang yang terdiri dari anak sekolah 18
118 orang, mengurus rumahtangga 59 250 orang dan lainnya 5647 orang.
Pendidikan
Penggunaan Lahan
Luas hutan di Kabupaten TTS berdasarkan pola tata guna lahan seluas 158 932.87
ha atau 40.26% dari luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 11. Produksi hasil hutan
menurut jenisnya terdiri atas:
a. Kayu-kayuan, arang dan pohon yaitu kayu rimba campuran, kayu jati, kayu
cendana, kayu merah, kayu mahoni dan kayu papi.
b. Non kayu, kulit dan daun yaitu asam, kemiri, minyak cendana, gubal cendana,
ampas cendana dan madu.
63
Luas dan jumlah penduduk di tiga desa tersebut dapat dilihat dalam Tabel
16. Desa yang ada di Kecamatan Amanuban Barat seluruhnya berjumlah 14 desa,
namun hanya 3 desa yang dipilih dalam penelitian yaitu: (1) Tublopo, (2)
Mnelelete dan (3) Pusu. Hal ini mengingat di desa tersebut masih terdapat tegakan
cendana yang berada di lahan masyarakat. Jarak antara ibukota kabupaten dengan
lokasi penelitian yaitu 11 km dari Desa Tublopo, 7 km dari Desa Mnelalete dan 8
km dari Desa Pusu. Sarana prasarana fisik ketiga desa dalam bentuk jalan dan
jembatan relatif baik, sehingga aksesbilitas desa dengan wilayah lainnya relatif
lancar. Dari ketiga desa, Desa Mnelalete memiliki luas dan jumlah penduduk
tertinggi.
Tabel 16 Luas dan jumlah penduduk pada tiga desa penelitian di Kecamatan
Amanuban Barat
Tingkat pendidikan
Desa
Tingkat pendidikan Tublopo Mnelalete Pusu
Tidak pernah sekolah 100 280 602
Tidak Tamat SD 289 240 374
Tamat SD 700 589 1200
Tamat SLTP 500 280 143
Tamat SLTA 150 100 125
Diploma (1,2,3) 11 75 16
Sarjana 8 50 8
Sumber: Profil Desa 2008
Mata Pencaharian
Karakteristik umum
Rata-rata
Mem Tidak
Karakteristik responden
iliki cendana memiliki
cendana
Jumlah responden 30 30
(orang)
Umur suami (tahun) 51.9 42.8
Pendidikan suami (tahun) 8.3 6.7
Pendidikan istri (tahun) 5.3 4.4
Jumlah anggota keluarga 4.9 4.5
(orang)
Jumlah anggota produktif 2.9 2.7
(orang)
Sumber: Data Primer (Diolah)
Tabel 19 di atas memberikan gambaran rata-rata jumlah anggota keluarga
yang masih menjadi tanggungan kedua kelompok petani hampir sama yaitu 4.5
dan 4.9 orang. Sementara itu, rata-rata jumlah angkatan kerja dalam keluarga juga
menunjukkan jumlah yang relatif sama yaitu 2.7 dan 2,9 orang. Anggota keluarga
produktif diukur berdasarkan jumlah anggota keluarga yang berumur sama dengan
atau lebih dari 15 - 64 tahun.
71
Rata-rata
Memil Tidak
Karakteristik responden
iki cendana memiliki
cendana
Luas lahan (ha) 2.26 1.62
Milik pribadi /bersertifikat 27 28
(orang)
Jarak lahan (km) 0.25 0.9
Sumber: Data Primer (Diolah)
Rata-rata petani memiliki lahan yang cukup luas yaitu lebih dari 1 ha. Hal
ini memberikan gambaran bahwa dengan luasan lahan yang dimiliki, masyarakat
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Selain itu, sebagian besar masyarakat
telah memiliki sertifikat tanah yaitu 90% dari seluruh responden. Artinya
masyarakat sudah memiliki jaminan untuk menanam tanaman tahunan seperti
cendana.
Mata pencaharian
Mata pencaharian responden yang memiliki cendana dan tidak memiliki
cendana, dapat dilihat pada Tabel 21.
a. Umur Petani
Umur merupakan salah satu identitas yang dapat mempengaruhi
kemampuan kerja dan pola pikir. Umur kepala rumahtangga menunjukkan
pengalaman yang dimiliki dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan sehari-
hari. Semakin tua kepala rumahtangga, semakin baik dan banyak pengalaman
yang dimiliki sehingga alokasi waktu kerjanya semakin efesien dan efektif
untuk jenis pekerjaan yang sama. Karakteristik umur petani cendana di lokasi
penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah.0
Tabel 22 Umur petani cendana pada tiga lokasi penelitian
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan sering dijadikan indikator kualitas sumberdaya manusia.
Namun dalam masyarakat pertanian, tingkat pendidikan tertentu tidak terlalu
dipikirkan. Rumahtangga petani memperoleh pengetahuan berusaha cendana
dari pengalaman yang diturunkan dari orangtua sehingga umumnya
rumahtangga petani berpendidikan lebih rendah dari rumahtangga yang
lainnya. Kategori pendidikan rumahtangga petani dibagi atas empat, yaitu:
SD, SMP, SMA dan Diploma/perguruan tinggi. Selengkapnya data tentang
tingkat pendidikan rumahtangga petani disajikan pada Tabel 23 berikuit ini:
Tabel 23 Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan formal
Lama Jumlah responden pada tiap desa (orang)
Pendidikan
(tahun) Mnelalete Pusu Tublopo Jumlah Persentase (%)
0 1 - - 1 3.3
1-6 2 6 4 12 40.0
7-9 3 1 3 7 23.3
10 -12 4 4 2 10 33.3
> 12 - - - - -
Jumlah 10 11 9 30 100
Sumber: Data Primer (Diolah)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan
rumahtangga petani berdasarkan lama pendidikan menunjukkan lama
pendidikan 1-6 tahun atau setingkat SD memiliki persentase tertinggi yaitu
40%. Hal ini menggambarkan perlunya perhatian lebih kepada rumahtangga
petani untuk meningkatkan pengetahuan pengelolaan cendana dengan baik
kedepannya.
c. Alokasi Waktu
Alokasi waktu kerja rumahtangga digolongkan dalam kegiatan besar yaitu
mencari nafkah dan kegiatan tidak mencari nafkah. Kegiatan mencari nafkah
adalah kegiatan menghasilkan pendapatan yang berupa uang dan barang.
Kegiatan mencari nafkah oleh anggota rumahtangga dapat dilakukan pada
usaha cendana dan di luar usaha cendana. Kegiatan di luar usaha cendana
74
berupa usaha tanaman pertanian, ternak, buruh, PNS, dagang dan penyedia
jasa seperti ojek.
Kegiatan tidak mencari nafkah adalah kegiatan anggota rumahtangga
yang tidak menghasilkan pendapatan. Kegiatan ini berupa kegiatan mengurus
rumahtangga, sekolah, pribadi, sosial dan pemanfaatan waktu luang.
1. Alokasi curahan waktu kerja pada usaha cendana
Alokasi waktu kerja anggota rumahtangga pada usaha cendana adalah
jumlah hari orang kerja (HOK) yang dicurahkan untuk kegiatan usaha
cendana. Dalam penelitian ini satu HOK setara dengan 8 jam kerja.
Alokasi waktu kerja rata-rata anggota rumahtangga dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 24 Alokasi kerja rata-rata anggota rumatangga pada usaha cendana
dalam setahun
Anggota rumahtangga Curahan kerja (HOK)
Rata-rata
Suami 3.03
Istri 1.58
Anak laki-laki 1.90
Anak perempuan 0.0
Anggota keluarga laki-laki 1.00
Anggota keluarga perempuan 0.00
Jumlah 7.51
Sumber : Data primer (Diolah)
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah rata-rata waktu kerja
anggota rumahtangga pada usaha cendana adalah 7.51 HOK dari total hari
kerja yang tersedia dalam satu tahun. Rata-rata alokasi waktu yang
tertinggi adalah suami yaitu sebesar 3.03 HOK. Hal ini disebabkan karena
masyarakat di lokasi penelitian lebih banyak bertani dan kegiatan ini lebih
banyak dilakukan suami sebagai kepala keluarga. Pada saat yang
bersamaan, suami juga melakukan kegiatan pemeliharaan tanaman
cendana yang dimiliki. Sedangkan alokasi waktu kerja istri, anak laki-laki,
anak perempuan dan anggota keluarga lainnya pada usaha cendana lebih
75
kecil karena sudah dilakukan oleh suami serta jumlah tanaman cendana
yang dimilki masih relatif sedikit.
2. Alokasi waktu kerja di luar usaha cendana
Alokasi waktu kerja di luar usaha cendana adalah jumlah yang digunakan
untuk mencari nafkah dari aktivitas di luar usaha cendana, misalnya:
usahatani lain (pertanian, perkebunan, peternakan), berdagang, melakukan
penyediaan jasa ojek, menjadi guru/pembantu guru, menjadi buruh, dan
lain-lain (HOK/tahun atau jam kerja/tahun). Dalam penelitian ini satu
HOK setara dengan 8 jam kerja. Alokasi waktu kerja rata-rata anggota
rumahtangga dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 25 Alokasi kerja rata-rata anggota rumatangga di luar usaha
cendana dalam setahun
Anggota Curahan kerja (HOK) Jumlah
keluarga Usaha Buruh Dagang PNS Tukang Ojek (HOK)
Tani lain kayu/
Batu
Suami 254.0 10.4 13.3 25.4 8.3 12.5 323.9
Istri 153.1 0.0 10.0 0.0 0.0 0.0 163.1
Anak laki-laki 75.8 5.0 0.0 0.0 00 7.5 88.3
Anak perempuan 10.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 10.8
Angg laki-laki 6.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 6.9
Angg perempuan 0.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.4
Jumlah 501.0 15.4 23.3 25.4 8.3 20.0 593.4
Sumber : Data Primer (Diolah)
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa total curahan kerja anggota
rumahtangga di luar usaha cendana adalah sebesar 593.4 HOK. Sebagian
suami selain menjadi petani juga melakukan aktivitas lain yaitu menjadi
buruh, dagang, tukang kayu/batu, ojek bahkan ada yang masih berstatus
PNS. Aktivitas sebagian istri membuat kain tenun dan membuat minyak
kelapa untuk dipasarkan di rumah atau pasar terdekat. Anak laki-laki ada
yang menjadi buruh dan melakukan kegiatan jasa seperti ojek. Dari
beberapa kegiatan di luar usaha cendana tampak bahwa anggota
rumahtangga lainnya terutama istri dan anak laki-laki juga
mengalokasikan waktu kerja di luar usaha cendana dengan tujuan untuk
76