Anda di halaman 1dari 19

KEADAAN UMUM LOKASI

Geografi

Kabupaten TTS merupakan salah satu dari 19 kabupaten di Provinsi NTT.


Secara geografis Kabupaten TTS terletak pada kordinat 124° 49‟0‟‟ BT – 124 °
4‟ 00” BT dan 9° 28‟ 13” LS - 10° 10‟ 26” LS. Secara administratif Kabupaten
TTS berbatasan dengan daerah lain sebagai berikut:

 Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara


 Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut Timor
 Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Kupang
 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Belu .
Luas wilayah Kabupaten TTS adalah 3947 km2 atau 8.34% dari luas wilayah
Proivinsi NTT secara keseluruhan wilayahnya adalah daratan dengan topografi
berbukit dan bergunung-gunung. Kabupaten TTS tahun 2007 terbagi menjadi 21
kecamatan. Kecamatan Molo Selatan merupakan kecamatan terluas sedangkan
Kecamatan Kota SoE merupakan kecamatan dengan luasan terkecil.

Secara umum Kabupaten TTS berada pada ketinggian di atas permukaan laut
(dpl) dari 0–500 meter dpl seluas 49.0%, ketinggian di atas 500–1000 meter dpl
seluas 48.2% dan ketinggian di atas 1000 meter dpl seluas 2.8%. Kabupaten TTS
memiliki wilayah kelerengan sedang sampai tinggi mencapai 75.99%. Jenis tanah
yang mendominasi adalah kambisol berturut-turut adalah renzina, alluvial,
mediteran, dan latosol.

Kecamatan Amanuban Barat terletak di sebelah Barat Kabupaten TTS


dengan luas 229.3 km2 (5.80% dari luas Kabupaten TTS) dan terdiri dari 14 desa .
Jarak antara kecamatan dengan ibukota kabupaten kurang lebih 8 km. Kecamatan
Amanuban Barat berbatasan di sebelah utara dengan Kecamatan Mollo Selatan
dan Kota SoE, di sebelah selatan dengan Kecamatan Amanuban Selatan dan
Kuanfatu, di sebelah timur dengan Kecamatan Amanuban Tengah, dan di sebelah
barat dengan Kecamatan Batu Putih.
60

Gambar 6 Lokasi Penelitian

Iklim dan Hidrologi

Kabupaten TTS beriklim tropis dan umumnya berubah-ubah setiap 6 bulan


secara bergantian antara musim kemarau dan penghujan. Letak geografis yang
dekat dengan Australia daripada Asia membuat Kabupaten TTS memiliki curah
hujan rendah. Curah hujan di Kabupaten TTS bervariasi antara 1000 – 2500 mm
per tahun. Sebaran volume dan intensitas hujan tidak merata yaitu di wilayah
bagian barat dan bagian utara curah hujannya relatif tinggi, kemudian wilayah
bagian tengah relatif sedang dan makin ke wilayah timur dan selatan semakin
berkurang. Musim hujan berkisar selama 4 bulan yaitu pada bulan November
sampai Februari, sedangkan bulan Maret sampai Oktober merupakan musim
panas.
61

Penduduk dan Tenaga kerja

Penduduk Kabupaten TTS sebanyak 416 876 orang yang terdiri dari 206 963
orang laki-laki (49.64%) dan 209 913 orang perempuan (50.35%). Jumlah kepala
keluarga adalah 106 595 KK dengan kepadatan penduduk 106 orang setiap km2
atau rata-rata 4 orang setiap rumahtangga (BPS Kabupaten TTS 2008). Data hasil
SAKERNAS (2007) menunjukkan penduduk yang berusia 15 tahun ke atas
berdasarkan jenis kegiatan berjumlah 256 206 orang yang terdiri atas angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja berjumlah 187 654 (67.6%) yang
terdiri atas bekerja 181 571 orang dan pengangguran 8 083 orang. Sedangkan
bukan angkatan kerja berjumlah 83 015 orang yang terdiri dari anak sekolah 18
118 orang, mengurus rumahtangga 59 250 orang dan lainnya 5647 orang.

Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten TTS hasil SUSENAS 2007


menurut pendidikan terakhir yang ditamatkan adalah: 1) tidak pernah sekolah
sebanyak 107 650 orang atau 35.58%, 2) sekolah dasar sebanyak 121 578 orang
atau 40.19%, 3) SMP umum sebanyak 36 440 orang atau 12.05%, 4) SMA dan
Kejuruan sebanyak 23.816 orang atau 7.87%, 5) Diploma I, II, III sebanyak 3 898
orang atau 1.29%, dan Diploma IV//Universitas sebanyak 3.886 orang atau 1.28%.

Kemampuan membaca dan menulis penduduk Kabupaten TTS yang


berumur 10 tahun ke atas, yaitu: 1) dapat membaca dan menulis sebanyak 139 383
orang laki-laki (90.63%) dan 121 292 orang perempuan (81.54%), 2) buta huruf
sebanyak 14 406 orang laki-laki (9.37%) dan 27 452 orang perempuan (18.46%).

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten TTS terdiri atas 40% kawasan hutan


negara dibandingkan penggunaan untuk sawah, padang pengembalaan,
tegalan/kebun dan lainnya seperti pada Tabel 9. Padang pengembalaan dengan
persentase luasan 28% merupakan areal pengembalaan bagi masyarakat yang
mengelola ternak secara tradisional dengan sistem lepas.
62

Tabel 9 Penggunaan lahan di Kabupaten TTS

Jenis penggunaan lahan Luas lahan (ha) Persentase (%)


Hutan 158 932 40.3
Sawah 4 493 1.1
Tegalan /kebun 49 263 12.5
Kolam/tambak 17 323 4.4
Pemukiman 14 920 3.8
Padang pengembalaan 114 396 28.9
Lain-lain 35 372 9.0
Jumlah 394 700 100
Sumber: DISHUT Kabupaten TTS 2009

Pertanian dan Kehutanan

Tanaman pangan pada sektor pertanian meliputi tanaman bahan makan,


sayur-sayuran, dan buah-buahan. Data luas panen dan produksi tanaman bahan
pangan berupa padi-padian, ubi-ubian, dan kacang-kacangan selama tahun 2007
dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Luas panen dan produksi tanaman pangan di Kabupaten TTS

Luas Panen Rata-rata Produksi


Jenis tanaman
(ha) produksi (kw/ha) (ton)
Padi 4 339 32.32 14 026
Jagung 68 484 23.36 159 976
Ubi Kayu 7 409 40.00 29 636
Ubi Jalar 1 029 29.87 3 074
Kacang Tanah 3 480 9.38 3 265
Kacang hijau 1 258 7.98 1 004
Kacang kedelai 997 9.80 979
Sumber: BPS Kabupaten TTS (2008)

Luas hutan di Kabupaten TTS berdasarkan pola tata guna lahan seluas 158 932.87
ha atau 40.26% dari luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 11. Produksi hasil hutan
menurut jenisnya terdiri atas:

a. Kayu-kayuan, arang dan pohon yaitu kayu rimba campuran, kayu jati, kayu
cendana, kayu merah, kayu mahoni dan kayu papi.
b. Non kayu, kulit dan daun yaitu asam, kemiri, minyak cendana, gubal cendana,
ampas cendana dan madu.
63

Tabel 11 Luas kawasan hutan menurut pola tata guna lahan di


Kabupaten TTS

Fungsi hutan Luas hutan (ha)


Hutan lindung 54 973.74
Cagar alam 15 155.19
Hutan margasatwa 5 918.00
Hutan produksi tetap 78 924.52
Hutan produksi terbatas 3 961.42
Jumlah 158 932.87

Sumber: BPS Kabupaten TTS 2008

Perkembangan dan Produksi Cendana di Kabupaten TTS

Kabupaten TTS memiliki populasi tanaman cendana terbesar berdasarkan


hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Propinsi NTT sejak
tahun 1965-1998 yaitu 44.15% dari jumlah populasi cendana di Propinsi NTT
seperti yang terlihat pada Tabel 12. Kegiatan inventarisasi cendana tidak pernah
dilaksanakan lagi pasca pengelolaan cendana diserahkan kepada daerah
kabupaten. Namun, data BPS Propinsi NTT (2003;2008) menunjukkan populasi
cendana di Provinsi NTT pada tahun 2008 sama dengan populasi cendana pada
tahun 1987 dan 1998. Kegiatan inventarisasi cendana belum pernah dilakukan
dengan alasan populasi cendana sudah tidak ada lagi dan masalah biaya (Purba R
1 Mei 2010, komunikasi pribadi).

Tabel 12 Perbandingan hasil inventarisasi cendana di Provinsi NTT dan


Kabupaten TTS sejak tahun 1965 – 1998
Tahun Propinsi NTT Kabupaten TTS
Inventarisasi Anakan Induk Jumlah Anakan Induk Jumlah
1965 -1968 375 065 131 687 506 752 268 766 23 797 292 563 (57.7 %)
1973-1976 325 106 200 575 525 681 102 194 76 701 178 895 (34.0%)
1987-1990 502 584 182 933 685 527 193 365 80 655 274 020 (40 %)
1997-1998 199 523 51 417 250 940 95 742 16 968 112 710 (44.9%)
2003* 586 108 182 898 769 006 193 365 80 655 274 020 (40 %)
2008* 399 526 102 852 501 904 95 742 16 968 112 710 (44.9%)
2010** - - - 569 857 1 426
Sumber: DISHUT Provinsi NTT (1986; 1988; 1998), * BPS Provinsi NTT
(2003;2008), ** DISHUT Kabupaten TTS (2010)
64

Data terakhir populasi cendana di Kabupaten TTS diperoleh dari hasil


inventarisasi yang dilakukan Dinas Kehutanan Kabupaten TTS bekerjasama ITTO
(International Tropical Timber Organization) dalam rangka pengembangan
cendana. Survey yang dilakukan pada 23 desa contoh memperoleh cendana
berjumlah 1 426 pohon pada berbagai tingkat. Apabila dianggap hasil survey
tersebut mencakup 50% dari potensi yang sebenarnya di masing-masing desa,
maka ekstrapolasi kasar memperkirakan populasi cendana di Kabupaten TTS
mencapai 29 700 tanaman pada berbagai tingkatan (Rohadi et al. 2010). Hasil
inventarisasi tersebut membuktikan bahwa masih terdapat tanaman cendana di
lahan masyarakat serta sumber benih cendana saat ini masih tersedia dan tersebar
merata di Kabupaten TTS.

Upaya pelestarian cendana di Kabupaten TTS sudah dilakukan sejak tahun


1924, namun belum menunjukkan hasil yang signifikan. Kegagalan budidaya
cendana selama ini disebabkan belum adanya perencanaan dan pelaksanaan
penanaman yang baik (Darmokusumo et al. 2000) dan masyarakat merasa tidak
mendapat manfaat dari keberadaan cendana yang berada di lahannya sehingga
mengurangi motivasi dalam pengembangan cendana (BanoEt 2000). Jumlah areal
penanaman cendana selama 5 tahun dari tahun 2004 sampai 2008 di berbagai
kabupaten di Propinsi NTT dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 13 Luas areal penanaman cendana di Provinsi NTT


Tahun (Ha)
Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah
Kupang - - - 15 - 15
TTS 75 - - 10 - 85
TTU - - - - - -
Belu 3 2 2 2 40 9
Alor 20 70 88 32 20 250
Flotim - - - - - 20
Sumba Barat 50 - - - - 50
Jumlah 148 72 90 59 60 429
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi NTT 2010
65

Tahun 1995 pemerintah pusat menunjuk PT Fendi Hutani Lestari untuk


melakukan kegiatan pembangunan Hutan Tanaman Industri di dua kabupaten
yaitu Kabupaten TTS dan TTU (Timor Tengah Utara). Tujuan pembangunan HTI
adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan hasil hutan.
Jenis tanaman yang dikembangkan adalah jenis komersial antara lain mahoni, jati,
ampupu, cendana, kemiri, jambu mete, dan akasia. Lokasi pembangunan HTI di
Kabupaten TTS berada di Kecamatan Pollen. Sampai tahun 2001 areal yang
berhasil ditanami seluas 5.212 ha dalam kawasan hutan produksi Laob-Tunbesi
(RTK 186). Namun pada tahun 2001 PT Fendi Hutani Lestari menghentikan
segala kegiatan baik perkantoran maupun kegiatan fisik lapangan tanpa diikuti
dengan proses dengan proses administrasi alih kelola sehingga asset terbengkalai
penangganannya hinga sekarang (DEPHUT 2010)

Produksi cendana di Kabupaten TTS pasca penerbitan Perda cendana tahun


2001 mengalami penurunan seperti terlihat pada Tabel 14. Kayu cendana yang
masuk kayu kategori gubal cendana berdasarkan penelusuran, sebagian
merupakan kayu sisa tebangan tahun sebelumnya dan kayu tebangan baru yang
berada di lahan masyarakat (Koenunu C Mei 2010, komunikasi pribadi).
Produksi minyak cendana di Kabupaten TTS diperoleh dari PT Scent Indonesia
yang berlokasi di Desa Supul Kecamatan Amanuban Barat. Perusahaan ini berdiri
mulai tahun 2003 sampai 2007 dan sekarang tidak berproduksi lagi karena
kekurangan bahan baku.

Tabel 14 Produksi cendana Kabupaten TTS


Tahun Rata-
Komoditi rata
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Kayu cendana
(kg)
Minyak cendana 200* 250* 800 955 975 50* 910
(ltr)
Gubal cendana 93.363 148.39* 81 81 88.26 78.78 20.09 33.5* 73.91
(kg)
Ampas cendana 51.6 51.6
(kg)
Sumber : BPS Kabupaten TTS 2008 dan * Dishut Kabupaten TTS 2008
66

Besarnya sumbangan iuran hasil cendana (IHC) yang diperoleh dari


perdagangan dan peredaran cendana menjadi kontribusi terhadap PAD Kabupaten
TTS. Kontribusi cendana sejak tahun 2003-2009 terhadap PAD Kabupaten TTS
dapat dilihat pada Tabel 15. Rata-rata kontribusi cendana selama tujuh tahun
sebesar 0.26% atau rata-rata Rp61 354 569.00. Sumber kontribusi terbesar
cendana tahun 2003-2007 diperoleh dari minyak cendana yang diproduksi oleh
PT Scent Indonesia.

Tabel 15 Kontribusi cendana terhadap pendapatan daerah Kabupaten TTS


Persentase Persentase
PAD cendana cendana
Kontribusi
PAD Kab. TTS Dishutbun terhadap terhadap
Tahun IHC terhadap
(Rp) Kab. TTS PAD Kab. PAD
(Rp)
(Rp) TTS (%) Dishutbun
Kab. TTS (%)
2003 16 355 454 378 85 000 000 68 410 000 0.42 80.48
2004 35 807 511 097 6 225 000 000 46 243 775 0.13 0.74
2005 37 584 660 312 250 000 000 120 295 875 0.32 48.12
2006 14 591 796 176 275 000 000 172 389 150 1.18 62.69
2007 20 294 870 712 275 000 000 12 565 000 0.06 4.57
2008 20 725 170 712 275 000 000 2 663 500 0.01 0.97
2009 17 161 219 000 475 000 000 6 914 686 0.04 1.46
Jumlah 162 520 682 382 7 860 000 000 429 481 986 0.26 5.46
Sumber: DPPKAD 2003-2009; Dishut Kabupaten TTS 2009

Pengamatan lapangan pasca penerbitan Perda cendana di Kabupaten TTS


memberikan gambaran bahwa masyarakat mengembangkan cendana secara
swadaya bukan karena adanya Perda cendana. Pengelolaan cendana yang
dilakukan masyarakat selama ini masih menggandalkan terubusan akar, menanam
langsung dengan biji dan kurangnya pemeliharaan cendana. Beberapa alasan
mengapa masyarakat masih memiliki cendana hingga saat ini, yaitu: 1) cendana
mempunyai nilai sejarah dan budaya di Pulau Timor, 2) cendana bernilai
ekonomis dan sebagai investasi jangka panjang, 3) cendana menggambarkan
status sosial di masyarakat. Pengamatan dan pencatatan cendana yang dilakukan
terhadap responden pada tiga desa diperoleh 3 198 tanaman cendana pada
berbagai tingkat dengan rincian, yaitu: Desa Tublopo berjumlah 2 489 cendana,
Desa Mnelalete 339 cendana dan Desa Pusu berjumlah 370 cendana.
67

Rencana pengelolaan cendana di tingkat Provinsi NTT mulai digalakkan


kembali oleh Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya pada tahun 2008.
Pengembangan cendana menjadi salah satu program unggulan daerah yaitu
menjadikan NTT sebagai provinsi cendana. Untuk mewujudkan program tersebut
beberapa langkah yang ditempuh, antara lain: 1) penyempurnaan kebijakan
pengelolaan dan pemanfaatan cendana, 2) perlindungan dan pelestarian
pohon/tegakan sisa cendana, dan 3) pembuatan dan dan pengembangan tanaman
cendana (JUKLAK 2010).

Sasaran kegiatan pengelolaan cendana pemerintah provinsi dalam Juklak


(2010) yaitu melakukan penanaman sebanyak 4 750 000 anakan selama 5 tahun di
7 kabupaten pada lahan seluas 3 500 ha atau masing-masing kabupaten 500 ha.
Kabupaten TTS menjadi salah daerah pengembangan cendana. Untuk mendukung
program tersebut, pemerintah Provinsi NTT telah memiliki Rencana Aksi
Strategis Pengembangan Cendana untuk periode 2009-2013 yang didukung
dengan petunjuk pelaksanaannya pada bulan Maret 2010. Selain itu, Balai
Penelitian Kehutanan Kupang telah menyusun Master Plan Pelestarian dan
Pengembangan Cendana NTT Tahun 2010-2020 sebagai acuan para pihak yang
berkepentingan untuk menentukan prioritas kegiatan pengembangan cendana
sehingga potensi dan produktifitas cendana lebih baik sepuluh tahun kedepan.

Saat ini, Kementrian Kehutanan bekerjasama dengan Dinas Kehutanan


Provinsi NTT dan dengan dukungan ITTO melakukan kajian terhadap cendana
dengan program “Peningkatan Kondisi-kondisi Pemungkin Pengelolaan Cendana
Yang Lestari di Provinsi NTT”. Upaya yang dilakukan yaitu melalui penguatan
kerangka kerja kebijakan, ekonomi insentif dan kelembagaan lokal untuk
pengelolaan cendana yang lestari. Adapun kabupaten yang menjadi sasaran dalam
program ini yaitu daerah-daerah yang pernah menjadi sentra produksi cendana
antara lain Kabupaten TTS, Sumba Timur, Flores Timur dan Alor. Kegiatan yang
sudah dilakukan yaitu studi analisa kebijakan dan ekonomi insentif untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam upaya pelestarian kayu cendana
di Provinsi NTT.
68

Deskripsi Desa Contoh

Luas dan jumlah penduduk di tiga desa tersebut dapat dilihat dalam Tabel
16. Desa yang ada di Kecamatan Amanuban Barat seluruhnya berjumlah 14 desa,
namun hanya 3 desa yang dipilih dalam penelitian yaitu: (1) Tublopo, (2)
Mnelelete dan (3) Pusu. Hal ini mengingat di desa tersebut masih terdapat tegakan
cendana yang berada di lahan masyarakat. Jarak antara ibukota kabupaten dengan
lokasi penelitian yaitu 11 km dari Desa Tublopo, 7 km dari Desa Mnelalete dan 8
km dari Desa Pusu. Sarana prasarana fisik ketiga desa dalam bentuk jalan dan
jembatan relatif baik, sehingga aksesbilitas desa dengan wilayah lainnya relatif
lancar. Dari ketiga desa, Desa Mnelalete memiliki luas dan jumlah penduduk
tertinggi.

Tabel 16 Luas dan jumlah penduduk pada tiga desa penelitian di Kecamatan
Amanuban Barat

Jumlah Jumlah Rata-rata Kepadatan


Desa Luas (Ha) penduduk keluarga perkeluarga per km2
(orang)
Tublopo 1.450 2.034 498 4 140
Mnelalete 2.140 6.288 1.261 5 294
Pusu 1.570 3.972 843 5 253
Sumber: BPS Kab. TTS 2008

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan sebagian besar penduduk adalah tamat Sekolah Dasar


seperti ditunjukkan Tabel 17 Berdasarkan tabel tersebut penduduk ketiga desa
memiliki kualitas sumberdaya manusia yang beragam. Namun, secara umum
cukup baik karena jumlah penduduk yang berpendidikan lebih banyak dari yang
tidak berpendidikan atau tidak pernah sekolah.
69

Tabel 17 Tingkat pendidikan pada tiga desa penelitian di Kecamatan Amanuban


Barat

Desa
Tingkat pendidikan Tublopo Mnelalete Pusu
Tidak pernah sekolah 100 280 602
Tidak Tamat SD 289 240 374
Tamat SD 700 589 1200
Tamat SLTP 500 280 143
Tamat SLTA 150 100 125
Diploma (1,2,3) 11 75 16
Sarjana 8 50 8
Sumber: Profil Desa 2008

Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah petani. Hal ini


menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan
menggerakkan perekonomian di tiga desa tersebut. Ketersediaan lahan merupakan
hal yang sangat penting untuk memperoleh pendapatan, karena untuk bekerja di
sektor lain akan terkendala, terutama rendahnya tingkat pendidikan dan modal
usaha.

Tabel 18 Mata pencaharian pada tiga desa penelitian di Kecamatan Amanuban


Barat
Desa
Jenis Pekerjaan Tublopo (Orang) Mnelalete (Orang) Pusu (Orang)
Petani 1122 661 978
Pedagang/Wiraswasta 9 12 7
PNS 42 130 9
Pertukangan 19 400 16
Pengrajin 6 5 50
Sumber: Profil Desa 2008
70

Deskripsi Responden Yang Memiliki dan Tidak Memiliki Cendana

Karakteristik umum

Karakteristik umum responden meliputi umur, pendidikan, jumlah


tanggungan keluarga, dan jumlah angkatan kerja keluarga. Secara umum rata-rata
umur responden suami berada dalam usia produktif yang berkisar antara 42.8
sampai 51.9 tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 19. Rata-rata pendidikan suami
lebih tinggi dibandingkan pendidikan istri pada kedua kelompok petani.
Pendidikan suami yang memiliki cendana relatif lebih tinggi yaitu berada dalam
jenjang pendidikan SLTP sedangkan pendidikan suami yang tidak memiliki
cendana rata-rata dalam jenjang pendidikan SD.

Tabel 19 Karakteristik rumahtangga petani rata-rata berdasarkan kepemilkan


cendana

Rata-rata
Mem Tidak
Karakteristik responden
iliki cendana memiliki
cendana
Jumlah responden 30 30
(orang)
Umur suami (tahun) 51.9 42.8
Pendidikan suami (tahun) 8.3 6.7
Pendidikan istri (tahun) 5.3 4.4
Jumlah anggota keluarga 4.9 4.5
(orang)
Jumlah anggota produktif 2.9 2.7
(orang)
Sumber: Data Primer (Diolah)
Tabel 19 di atas memberikan gambaran rata-rata jumlah anggota keluarga
yang masih menjadi tanggungan kedua kelompok petani hampir sama yaitu 4.5
dan 4.9 orang. Sementara itu, rata-rata jumlah angkatan kerja dalam keluarga juga
menunjukkan jumlah yang relatif sama yaitu 2.7 dan 2,9 orang. Anggota keluarga
produktif diukur berdasarkan jumlah anggota keluarga yang berumur sama dengan
atau lebih dari 15 - 64 tahun.
71

Tabel 20 Karakteristik rumahtangga petani berdasarkan luas, kepemilikan dan


jarak lahan

Rata-rata
Memil Tidak
Karakteristik responden
iki cendana memiliki
cendana
Luas lahan (ha) 2.26 1.62
Milik pribadi /bersertifikat 27 28
(orang)
Jarak lahan (km) 0.25 0.9
Sumber: Data Primer (Diolah)
Rata-rata petani memiliki lahan yang cukup luas yaitu lebih dari 1 ha. Hal
ini memberikan gambaran bahwa dengan luasan lahan yang dimiliki, masyarakat
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Selain itu, sebagian besar masyarakat
telah memiliki sertifikat tanah yaitu 90% dari seluruh responden. Artinya
masyarakat sudah memiliki jaminan untuk menanam tanaman tahunan seperti
cendana.
Mata pencaharian
Mata pencaharian responden yang memiliki cendana dan tidak memiliki
cendana, dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Karakteristik rumahtangga petani berdasarkan mata pencaharian

Memiliki Tidak memiliki


Mata pencaharian Persentase Persentase
cendana cendana (orang)
utama (%) (%)
(orang)
Petani 20 66.6 29 96.7
PNS 1 3.3 - -
Pedagang 2 6,7 - -
Buruh 2 6.7 1 3.3
Tukang kayu/batu 2 6.7 - -
Ojek 3 10.0 - -
Jumlah 30 100 30 100
Sumber: Data Primer (Diolah)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat beragamnya mata pencaharian
responden yang memiliki cendana dibandingkan responden yang tidak memiliki
cendana. Perbedaan mata pencaharian kedua kelompok responden cendana
berdampak kepada pendapatan rumahtangga. Rata-rata pendapatan responden
72

yang memiliki cendana sekitar Rp17 394 501.00/tahun, sedangkan pendapatan


responden yang tidak memiliki cendana rata-rata Rp3 962 852.00 /tahun.

Karakteristik Ekonomi Rumahtangga Petani Cendana

a. Umur Petani
Umur merupakan salah satu identitas yang dapat mempengaruhi
kemampuan kerja dan pola pikir. Umur kepala rumahtangga menunjukkan
pengalaman yang dimiliki dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan sehari-
hari. Semakin tua kepala rumahtangga, semakin baik dan banyak pengalaman
yang dimiliki sehingga alokasi waktu kerjanya semakin efesien dan efektif
untuk jenis pekerjaan yang sama. Karakteristik umur petani cendana di lokasi
penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah.0
Tabel 22 Umur petani cendana pada tiga lokasi penelitian

Jumlah responden pada tiap desa (orang)


Umur
(tahun) Mnelalete Pusu Tublopo Jumlah Persentase
20 - 30 - 1 - 1 3.3
31 – 40 1 3 2 6 20.0
41 – 50 5 1 3 9 30.0
> 50 4 6 4 14 46.7
Jumlah 10 11 9 30 100
Sumber: Data Primer (Diolah)
Tabel di atas mengambarkan bahwa umur kepala rumahtangga yang
memiliki tanaman cendana pada ketiga desa didominasi oleh kepala
rumahtangga yang berumur 30 tahun (20%), 40 tahun (30%), dan lebih dari 50
tahun (46.7%). Hal ini menunjukkan bahwa kepala rumahtangga yang masih
memiliki cendana adalah kepala rumahtangga yang masih berada pada tingkat
umur produktif. Persentase umur tertinggi yaitu 46.7% didominasi oleh kepala
rumahtangga yang berusia lebih dari 50 tahun disebabkan kepala rumahtangga
ini mengetahui sejarah tentang cendana dan berusaha menjaga budaya
masyarakat Timor yang menyakini cendana sebagai pemberian Tuhan
khususnya Pulau Timor.
73

b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan sering dijadikan indikator kualitas sumberdaya manusia.
Namun dalam masyarakat pertanian, tingkat pendidikan tertentu tidak terlalu
dipikirkan. Rumahtangga petani memperoleh pengetahuan berusaha cendana
dari pengalaman yang diturunkan dari orangtua sehingga umumnya
rumahtangga petani berpendidikan lebih rendah dari rumahtangga yang
lainnya. Kategori pendidikan rumahtangga petani dibagi atas empat, yaitu:
SD, SMP, SMA dan Diploma/perguruan tinggi. Selengkapnya data tentang
tingkat pendidikan rumahtangga petani disajikan pada Tabel 23 berikuit ini:
Tabel 23 Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan formal
Lama Jumlah responden pada tiap desa (orang)
Pendidikan
(tahun) Mnelalete Pusu Tublopo Jumlah Persentase (%)
0 1 - - 1 3.3
1-6 2 6 4 12 40.0
7-9 3 1 3 7 23.3
10 -12 4 4 2 10 33.3
> 12 - - - - -
Jumlah 10 11 9 30 100
Sumber: Data Primer (Diolah)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan
rumahtangga petani berdasarkan lama pendidikan menunjukkan lama
pendidikan 1-6 tahun atau setingkat SD memiliki persentase tertinggi yaitu
40%. Hal ini menggambarkan perlunya perhatian lebih kepada rumahtangga
petani untuk meningkatkan pengetahuan pengelolaan cendana dengan baik
kedepannya.
c. Alokasi Waktu
Alokasi waktu kerja rumahtangga digolongkan dalam kegiatan besar yaitu
mencari nafkah dan kegiatan tidak mencari nafkah. Kegiatan mencari nafkah
adalah kegiatan menghasilkan pendapatan yang berupa uang dan barang.
Kegiatan mencari nafkah oleh anggota rumahtangga dapat dilakukan pada
usaha cendana dan di luar usaha cendana. Kegiatan di luar usaha cendana
74

berupa usaha tanaman pertanian, ternak, buruh, PNS, dagang dan penyedia
jasa seperti ojek.
Kegiatan tidak mencari nafkah adalah kegiatan anggota rumahtangga
yang tidak menghasilkan pendapatan. Kegiatan ini berupa kegiatan mengurus
rumahtangga, sekolah, pribadi, sosial dan pemanfaatan waktu luang.
1. Alokasi curahan waktu kerja pada usaha cendana
Alokasi waktu kerja anggota rumahtangga pada usaha cendana adalah
jumlah hari orang kerja (HOK) yang dicurahkan untuk kegiatan usaha
cendana. Dalam penelitian ini satu HOK setara dengan 8 jam kerja.
Alokasi waktu kerja rata-rata anggota rumahtangga dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 24 Alokasi kerja rata-rata anggota rumatangga pada usaha cendana
dalam setahun
Anggota rumahtangga Curahan kerja (HOK)
Rata-rata
Suami 3.03
Istri 1.58
Anak laki-laki 1.90
Anak perempuan 0.0
Anggota keluarga laki-laki 1.00
Anggota keluarga perempuan 0.00
Jumlah 7.51
Sumber : Data primer (Diolah)
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah rata-rata waktu kerja
anggota rumahtangga pada usaha cendana adalah 7.51 HOK dari total hari
kerja yang tersedia dalam satu tahun. Rata-rata alokasi waktu yang
tertinggi adalah suami yaitu sebesar 3.03 HOK. Hal ini disebabkan karena
masyarakat di lokasi penelitian lebih banyak bertani dan kegiatan ini lebih
banyak dilakukan suami sebagai kepala keluarga. Pada saat yang
bersamaan, suami juga melakukan kegiatan pemeliharaan tanaman
cendana yang dimiliki. Sedangkan alokasi waktu kerja istri, anak laki-laki,
anak perempuan dan anggota keluarga lainnya pada usaha cendana lebih
75

kecil karena sudah dilakukan oleh suami serta jumlah tanaman cendana
yang dimilki masih relatif sedikit.
2. Alokasi waktu kerja di luar usaha cendana
Alokasi waktu kerja di luar usaha cendana adalah jumlah yang digunakan
untuk mencari nafkah dari aktivitas di luar usaha cendana, misalnya:
usahatani lain (pertanian, perkebunan, peternakan), berdagang, melakukan
penyediaan jasa ojek, menjadi guru/pembantu guru, menjadi buruh, dan
lain-lain (HOK/tahun atau jam kerja/tahun). Dalam penelitian ini satu
HOK setara dengan 8 jam kerja. Alokasi waktu kerja rata-rata anggota
rumahtangga dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 25 Alokasi kerja rata-rata anggota rumatangga di luar usaha
cendana dalam setahun
Anggota Curahan kerja (HOK) Jumlah
keluarga Usaha Buruh Dagang PNS Tukang Ojek (HOK)
Tani lain kayu/
Batu
Suami 254.0 10.4 13.3 25.4 8.3 12.5 323.9
Istri 153.1 0.0 10.0 0.0 0.0 0.0 163.1
Anak laki-laki 75.8 5.0 0.0 0.0 00 7.5 88.3
Anak perempuan 10.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 10.8
Angg laki-laki 6.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 6.9
Angg perempuan 0.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.4
Jumlah 501.0 15.4 23.3 25.4 8.3 20.0 593.4
Sumber : Data Primer (Diolah)
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa total curahan kerja anggota
rumahtangga di luar usaha cendana adalah sebesar 593.4 HOK. Sebagian
suami selain menjadi petani juga melakukan aktivitas lain yaitu menjadi
buruh, dagang, tukang kayu/batu, ojek bahkan ada yang masih berstatus
PNS. Aktivitas sebagian istri membuat kain tenun dan membuat minyak
kelapa untuk dipasarkan di rumah atau pasar terdekat. Anak laki-laki ada
yang menjadi buruh dan melakukan kegiatan jasa seperti ojek. Dari
beberapa kegiatan di luar usaha cendana tampak bahwa anggota
rumahtangga lainnya terutama istri dan anak laki-laki juga
mengalokasikan waktu kerja di luar usaha cendana dengan tujuan untuk
76

memenuhi kebutuhan rumahtangga membantu pekerjaan suami sebagai


kepala rumahtangga.
3. Kegiatan tidak mencari nafkah
Alokasi waktu untuk kegiatan tidak mencari nafkah/ non produktif
(HOK/tahun atau jam/tahun), merupakan sisa waktu yang dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan, yaitu antara lain: a) mengurus rumahtangga, b)
mengurus pendidikan, c) mengurus hubungan sosial, d) mengurus
kegiatan keperluan pribadi, dan e) waktu istirahat/santai.
d. Pendapatan rumahtangga petani
Tingkat pendapatan petani dalam penelitian diukur dengan menghitung
seluruh penerimaan dari hasil produksi kegiatan usaha cendana yang
dilakukan rumahtangga petani dikurangi dengan seluruh biaya produksi yang
dikeluarkan (seperti: biaya bibit, sarana produksi dan biaya tenaga kerja),
ditambah dengan pendapatan di luar usaha cendana. Pendapatan dari masing-
masing usaha dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 26 Rata-rata pendapatan rumahtangga cendana
Usaha
Pendapatan (Rp) Persentase (%)
rumahtangga
Usaha cendana 7 645 469 43.95
Kehutanan 394 643 2.27
Pertanian 3 107 246 17.86
Perkebunan 780 357 4.49
Peternakan 1 493 214 8.58
Buruh 164 286 0.94
Dagang 189 286 1.09
PNS + Pensiun 2 485 714 14.29
Tukang kayu/batu 392.857 2.26
Ojek 741.429 4.26
Jumlah 17.394.501 100
Sumber : Data Primer (Diolah)
77

Pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari usaha cendana pada tabel


di atas, memberikan kontribusi terbesar yaitu 43.95% kepada pendapatan
rumahtangga petani cendana. Besarnya kontribusi usaha cendana terhadap
pendapatan rumahtangga menunjukkan bahwa usaha cendana dapat
membantu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga.
e. Pengeluaran
Struktur pengeluaran rumahtangga petani terdiri atas pengeluaran untuk
konsumsi pangan, konsumsi lain dan investasi sumberdaya manusia (pengeluaran
untuk pendidikan dan kesehatan). Pengeluaran konsumsi lain meliputi
pengeluaran kebutuhan sehari-hari di luar makan, transportasi, rekreasi, adat
istiadat dan lainya). Rata-rata pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi pangan
pangan, konsumsi lain dan investasi sumberdaya manusia disajikan pada tabel di
bawah ini.

Tabel 27 Rata-rata pengeluaran rumahtangga petani cendana

Jenis pengeluaran Besarnya pengeluaran Persentase (%)


(Rp)
Konsumsi pangan 4 195 200 88.7
Konsumsi lain 363 393 7.4
Investasi sumberdaya 184 357 3.9
manusia 4 732 236 100
Jumlah
Sumber : Data Primer (Diolah)

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pengeluaran rutin rumahtangga


petani cendana terbesar adalah konsumsi pangan sebesar Rp4 195 200.00 atau
88.7% per tahun dari total pengeluaran. Hal ini memberikan gambaran bahwa
rumahtangga dalam berusaha masih untuk pemenuhan kebutuhan dasar.
Sedangkan pengeluaran untuk investasi sumberdaya manusia, yang meliputi
pengeluaran pendidkan dan kesehatan mendapat proporsi yang terkecil yaitu
3.9%.

Anda mungkin juga menyukai