Anda di halaman 1dari 13

III KEADAAN UMUM

3.1 Lokasi dan Luas Daerah


3.1.1 Lokasi Daerah
Daerah pertambangan Amais Coal secara administratif berada di
Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan, atau tepatnya
sebelah timur Pulau Laut dan disebelah barat Pulau Sulawesi. Secara astronomis
lokasi Kecamatan Binuang terletak antara 2°32’43’’ - 3°00’43’’ Lintang Selatan
dan antara 114°46’13’’ - 115°30’33’’ Bujur Timur, sedangkan untuk Amais Coal
terletak antara 3°6'33,48"-3°6'47,61" Lintang Selatan dan 115°9'14,83"-115°9'33,
52" Bujur Timur.
Berikut ini merupakan batas wilayah Kabupaten Tapin, yaitu:
1. Sebelah utara : Kecamatan Tapin Selatan
2. Sebelah selatan : Kabupaten Banjar
3. Sebelah barat : Kecamatan Tapin Tengah dan Kabupaten Banjar
4. Sebelah timur : Kecamatan Hatungun
3.1.2 Luas Daerah
Luas wilayah Kabupaten Tapin adalah sebesar 2.700,82 Km². Kecamatan
Binuang mempunyai wilayah seluas 158,36 Km², dimana terdapat dua belas desa
berikut:
Tabel 3.1 Luas Wilayah dan Persentase Desa
No. Nama Desa Luas Daerah (km2) Persentase (%)
1. Tungkap 7,691 4.86
2. A Yani Pura 1,257 0.79
3. Gunung Batu 8,012 5.06
4. Padang Sari dan Mekar Sari 17,499 11.05
5. Pualam Sari 11,225 7.09
6. Binuang 6,325 3.99
7. Pulau Pinang 29,225 18.45
8. Pulau Pinang Utara 40,545 25.60
9. Raya Belanti 8,037 13.32
10. Karangan Putih 21,097 5.08
11. Mekar Sari NA NA
Kecamatan Binuang 158,36 100
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Tapin, 2020.
Untuk luas WIUP daerah perencanaan tambang batubara Amais Coal yaitu
sebesar 28 Ha.

3.2 Kesampaian Daerah dan Sarana Perhubungan


3.2.1 Kesampaian Daerah
Amais Coal berlokasi di Kecamatan Binuang, dimana jarak antara lokasi
penambangan dari pusat Kecamatan berjarak ± 18 km dengan waktu tempuh ± 38
menit. Akses jalan menuju lokasi penambangan batubara dapat ditempuh melalui
jalur darat dengan menggunakan kendaraan maupun berjalan kaki. Untuk
mencapai lokasi penambangan umumnya menggunakan kendaraan. Berikut ini
merupakan gambar peta kesampaian daerah penambangan pada Amais Coal.

Gambar 3.1 Peta Kesampaian daerah Amais Coal


3.2.2 Sarana Perhubungan Setempat
Sarana transportasi di Kecamatan Binuang hanya menggunakan
transportasi darat untuk menghubungkan Kecamatan Binuang dan Kecamatan lain
yang ada di Kabupaten Tapin yang dapat diakses atau dilalui menggunakan
kendaraan atau jalan kaki.

3.3 Keadaan Lingkungan Daerah


3.3.1 Kependudukan
Sumber utama data kependudukan adalah sensus penduduk yang
dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali, Sensus penduduk telah dilaksanakan
sebanyak enam kali sejak Indonesia merdeka. yaitu tahun 1961 1971 1980, 1990,
2000, dan 2010. Penduduk Kecamatan Binuang berdasarkan Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil penduduk tahun 2019 sebanyak 30.883 jiwa yang terdiri atas
15.372 jiwa penduduk laki-laki dan 15.511 jiwa penduduk perempuan.
Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2018 penduduk
Kecamatan Binuang mengalami pertumbuhan sebesar 1,39%. Sementara itu
besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2019 penduduk laki-laki terhadap
penduduk perempuan sebesar 103. Kepadatan penduduk di Kecamatan Binuang
tahun 2019 mencapai 195 jiwa/km2. Kepadatan Penduduk di 11 desa/kelurahan
cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Desa A Yani
Pura dengan kepadatan sebesar 1.500 jiwa/km2 dan terendah di Desa Pulau Pinang
sebesar 41 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di Kecamatan Binuang tahun 2019
mencapai 195 jiwa/km2. Kepadatan Penduduk di 11 desa/kelurahan cukup
beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Desa A Yani Pura
dengan kepadatan sebesar 1.500 jiwa/km 2 dan terendah di Desa Pulau Pinang
sebesar 41 jiwa/km2. Berikut ini rincian jumlah penduduk berdasarkan jenis
kelamin Kecamatan Binuang di Provinsi Kalimantan Selatan.
Tabel 3.2 Rincian Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Kecamatan
Binuang di Provinsi Kalimantan Selatan.

Jenis Kelamin (ribu) Rasio Jenis


No. Kelurahan/Desa Laki-laki Perempuan Jumlah Kelamin
1. Tungkap 1.846 1.881 3.727 0.98
2. A Yani Pura 1.217 1.242 2.459 0.97
3. Gunung Batu 650 643 1.293 1.01
4. Padang Sari 304 305 609 1.00
5. Pualam Sari 1.082 1.089 2.171 1.00
6. Binuang 3.438 3.552 6.990 0.97
7. Pulau Pinang 1.127 1.112 2.239 1.01
8. Pulau Pinang Utara 1.293 1.296 2.589 1.00
9. Raya Belanti 2.093 2.149 4.242 0.97
10. Karangan Putih 1.709 1.691 3.400 1.01
11. Mekar Sari 613 551 1.164 1.11
Kecamatan Binuang 15.372 15.511 30.883 1.03
Sumber: Kantor BPS Kalimantan Selatan, Tahun, 2020.

3.3.2 Sosial Ekonomi


Kecamatan Binuang memiliki infrastruktur cukup memadai. Infrastruktur
yang terdapat pada daerah ini meliputi, sarana pendidikan, sarana kesehatan,
sarana keagamaan, sarana transportasi, komunikasi serta ketersediaan air bersih.
Komoditi yang terdapat pada daerah ini yaitu bidang pertanian, perkebunan dan
bidang pertambangan dan energi. Komoditi pertanian meliputi jagung, sawi,
kacang panjang, Lombok, tomat, dan lain-lain. Sedangkan komoditi perkebunan
meliputi karet, kelapa, kopi, lada, dan lain-lain. Sedangkan komoditi
pertambangan terdapat beberapa bahan galian c dan batubara. Masyarakat
Kecamatan Binuang sebagian besar bermata pencaharian dari bertani dan
bekebun. Selain itu masyarakat juga bekerja di beberapa industri pertambangan
yang ada di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin.

3.3.3 Tata Guna Lahan


Pola penggunaan lahan pada Kabupaten Tapin terbagi atas kawasan
terbangun dan kawasan tidak terbangun. Berikut adalah jenis penggunaan lahan
pada Kabupaten Tapin berdasarkan data RT/RW Tahun 2014-2020;
1. Tanah untuk bangunan dan halaman = 14.756 Ha
2. Tegal/Kebun = 10.667 Ha
3. Ladang/Huma = 6.255 Ha
4. Padang Rumput/Pengembalaan = 10.734 Ha
5. Rawa-rawa yang tidak ditanami = 25.774 Ha
6. Tambak = -
7. Kolam/Tebat/Empang = 121 Ha
8. Tanah kering yang sementara tidak diusahakan = 12.445 Ha
9. Hutan/Kayu-kayuan = 5.308 Ha
10. Hutan Negara = 27.689 Ha
11. Perkebunan = 35. 823 Ha
12. Lain-lain = 6.145 Ha

3.4 Iklim
Curah hujan merupakan salah satu indikator wilayah untuk mengetahui
kondisi tanah dalam suatu wilayah. Keadaan cuaca ini banyak mempengaruhi
semua kegiatan pembangunan yang berhubungan langsung dengan kegiatan yang
bersangkutan dengan wadah pembangunan itu sendiri yang berupa tanah. Tercatat
curah hujan rata-rata berkisar antara 10,00-24,17mm/hari dimana rata-rata curah
hujan terendah pada bulan September dan tertinggi pada bulan April. Kelembaban
udara dan temperatur dipengaruhi oleh ketinggian dan jarak dari permukaan air
laut. Rata-rata temperatur udara sebesar 27,10°C pada Bulan Desember sampai
dengan 28,70°C pada Bulan Februari dan Maret. Rata-rata kelembaban udara
berkisar antara 67% pada Bulan Agustus sampai dengan 85% pada Bulan Mei,
November dan Desember.

3.5 Geologi Daerah


3.5.1 Fisiografi
Fisiografi daerah Binuang dan sekitarnya, Kabupaten Tapin, Kalimantan
Selatan termasuk kedalam Cekungan Barito yang terletak di Kalimantan Selatan
bagian tenggara. Cekungan ini meliputi wilayah seluas 70.000 Kilometer persegi
dan terletak disepanjang batas tenggara lempeng mikro Sunda. Cekungan Barito
merupakan cekungan bertipe foreland dan berumur Tersier, berhadapan langsung
dengan Pegunungan Meratus (Satyana dan Silitonga, 1994). Bagian utara
Cekungan Barito dipisahkan dengan Cekungan Kutai oleh sesar Adang.
Sedangkan di bagian timur dipisahkan dengan Cekungan Asem-Asem oleh
tinggian Meratus yang memanjang dari arah baratdaya sampai timurlaut. Di
bagian selatan merupakan batas tidak tegas dengan Cekungan Jawa Timur Utara
dan di bagian barat berbatasan dengan Kompleks Schwaner yang merupakan
basement.

3.5.2 Stratigrafi
Stratigrafi regional difokuskan kepada kelompok batuan yang tersingkap
di daerah Binuang dan sekitarnya, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan menurut
para peneliti terdahulu. Adapun unit – unit stratigrafi yang tersingkap di daerah
Binuang menurut R. Heryanto, dkk. (1998) dalam Peta Geologi Lembar
Belimbing skala 1:100.000 dari tua ke muda adalah Granit (Mgr), Formasi
Pitanak (Khpi), Formasi Keramaian (Kpk), Formasi Tanjung (Tet), Formasi Berai
(Tomb), Formasi Warukin (Tmw), Formasi Dahor (Qtd). Berikut ini akan
diuraikan karakteristik ketujuh formasi tersebut:
1. Granit (Mgr)
Terdiri dari granit, hipidiomorf yang tersusun oleh mineral ortoklas, kuarsa,
sedikit plagioklas (albit), bertekstur grafik, granofirik, dan mirmekit, mineral
lainnya horenblenda, muskovit dan mineral bijih. Daerah setempat dijumpai
kepingan mineral apatit dan rekahan yang terisi zeolit. Mineral ubahan yang
dijumpai adalah klorit, serisit, dan mineral lempung. Umur diperkirakan pra-kapur
akhir.
2. Formasi Pitanak (Khpi)
Terdiri dari leleran lava dengan breksi gunung api yang berkomposisi
basaltik sampai andesitik. Lava berkomposisi basaltik sampai andesitik, setempat
porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen. Umumnya berlongsong yang
diisi oleh mineral zeolit dan kuarsa. Di beberapa tempat berstruktur bantal.
Setempat berasosiasi dengan breksi vulkanik dengan komponen batuan andesitik-
basaltik porfiri. Umur diperkirakan Kapur Akhir.
3. Formasi Keramaian (Kpk)
Terdiri dari perselingan batupasir (vulkarenit) sangat halus-kasar dengan
batulanau atau batulempung, setempat sisipan rijang. Batuan ini telah terkersikan
dan sangat kompak. Struktur sedimen yang terdapat dalam formasi ini adalah
perarian halus, konvolut, lapisan sejajar, butiran tersusun dan lapisan silang siur.
Dengan terdapatnya struktur sedimen turbidit memperlihatkan bahwa formasi ini
diendapkan di laut dalam berupa endapan kipas bawah laut sebagai endapan kipas
bagian luar. Umur diperkirakan kapur akhir.
4. Formasi Tanjung (Tet)
Terdiri atas konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung dan batubara.
Setempat dijumpai lensa batugamping warna kelabu kecoklatan mengandung
foraminifera. Umur dari Formasi tanjung di Pegunungan Meratus diambil dari
lensa-lensa batugamping warna kelabu kecoklatan mengandung foraminefera
diantaranya Nummulites javanus (Verbeck) dan Heterostegina yang menunjukan
umur Eosen. Analisa palinologi yang dilakukan di tepi timur Tinggian Meratus
menemukan adanya Florschuetzia trilobata, Meyeripollis naharkotensis dan
Palmaepollennites kutchensis yang menunjukan umur Eosen Akhir. Bagian atas
dari Formasi Tanjung dikuasai oleh batu warna kelabu kehijauan, setempat
ditemukan konkresi dari oksida besi. Heryanto dkk. (1998) menamakan satuan ini
sebagai Anggota Batulempung.
5. Formasi Berai (Tomb)
Nama Formasi Berai pertama kali diperkenalkan oleh Goldschmid (1930),
dengan lokasi tipe di G. Berai di timur kota Tanjung. Formasi ini batugamping
dengan sisipan napal dan batulempung. Formasi ini terdiri dari batugamping,
napal, dan batulempung. Berdasarkan fosil foraminifera yang terdapat
batugamping formasi in berumur Tc-Td, sedang berdasarkan foraminifera
plangton menunjukan N1-N2 (Sikumbang dan Heryanto, 1986). Formasi ini
menindih secara selaras Formasi Tanjung Anggota Lempung, tebalnya lebih
kurang 1000 m.
6. Formasi Warukin (Tmw)
Nama Formasi Warukin diambil dari Pertamina (1979). Formasi ini disusun
oleh perselingan batupasir kuarsa dan batulempung, setempat dijumpai sisipan
batubara. Berdasarkan kumpulan fosil foraminifera formasi ini berumur nisbi
Akhir Miosen Bawah - Miosen Tengah, jenjang Te5-Tf1-2 (Sikumbang dan
Heryanto. 1986). Tebal formasi diperkirakan lebih kurang 1250 meter. Formasi
ini menindih secara selaras Formasi Berai.
7. Formasi Dahor (Qtd)
Pada Kala Plio-Pleistosen Seluruh batuan tersebut diatas ditindih secara
tidak selaras oleh Formasi Dahor yang terdiri dari Konglomerat dan batupasir
kasar yang kurang kompak, serta batulempung warna putih.

Gambar 3.2 Stratigrafi Cekungan Barito

3.5.3 Struktur Geologi


Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari
Schwanner Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi oleh Tinggian
Meratus pada bagian Timur dan pada bagian Utara terpisah dengan Cekungan
Kutai oleh pelenturan berupa Sesar Adang, ke Selatan masih membuka ke Laut
Jawa, dan ke Barat dibatasi oleh Paparan Sunda. Cekungan Barito merupakan
cekungan asimetrik, memiliki cekungan depan (foredeep) pada bagian paling
Timur dan berupa platform pada bagian Barat. Cekungan Barito mulai terbentuk
pada Kapur Akhir, setelah tumbukan (collision) antara microcontinent Paternoster
dan Baratdaya Kalimantan (Metcalfe, 1996; Satyana, 1996).
Tektonik Cekungan Barito merupakan bagian dari konfigurasi tektonik
Kalimantan yang terdiri dari gaya regangan pada akhir Kapur – awal Miosen (fase
syn and post-rifting) dan gaya tekanan pada Plio – Plistosen yang menghasilkan
struktur patahan dan lipatan. Struktur yang berkembang dalam pembentukan
Cekungan Barito ada 2 jenis:
1. Tensional, sinistral shear, dengan arah relatif barat laut- tenggara (NW –
SE).
2. Transpesional, merupakan konvergen sehingga mengalami uplift, dan lalu
mengalami reaktifasi dan mengalami invert struktur yang tua, sehingga
menghasilkan wrenching, pensesaran, dan perlipatan.
Setting tektonik secara umum terjadi pada arah timur laut (NNE)
Cekungan Barito, dengan struktur yang intensif berarah sejajar barat daya – timur
laut (SSW-NNE) membentuk struktur lipatan mengelilingi pegunungan Meratus
dan dipengaruhi oleh sesar naik dengan dip yang curam. Adanya sesar wrench
utama, menunjukkan adanya indikasi drag atau sesar pada lipatan dan bekas sesar
naik. Pada bagian barat dan selatan Cekungan Barito umumnya sedikit dikontrol
oleh tektonik lempeng sehingga tidak menunjukkan bentuk deformasi struktur
(Darman dan Sidi, 2000).
Dengan demikian struktur geologi regional secara umum yang terdapat di
Cekungan Barito adalah lipatan dan patahan yang terjadi pada batuan Tersier.
Lipatan pada umumnya berarah timurlaut – barat daya. Sesar yang terdapat di
daerah ini berarah barat laut – tenggara dan timur laut – barat daya. Sesar yang
ada berupa sesar naik dan sesar geser.
Gambar 3.3 Peta Geologi Lembar Binuang

3.6 Keadaan Endapan


3.5.1 Bentuk dan Penyerapan Endapan
Formasi Tanjung di daerah penelitian tersingkap di tiga lajur yang satu
sama lain terpisahkan oleh sesar, yaitu Lajur Barat, Tengah, dan Timur. Formasi
Tanjung di Lajur Barat, tersingkap mulai dari sebelah timur Astambul Kabupaten
Banjar di selatan, menyebar ke arah timur laut sampai ke daerah Kandangan
Kabupaten Hulu Sungai Selatan di luar daerah Amais Coal. Lajur Tengah
menempati Sungai Mengkaok, mulai dari muaranya di Sungai Riam Kiwa di
bagian selatan Amais Coal, menyebar ke arah timur laut sampai dengan sebelah
timur Gunung Kupang di utara Amais Coal. Selanjutnya, Lajur Timur tersingkap
di daerah Rantaunangka bagian timur. Heryanto (2008) membagi secara
litostratigrafis Formasi Tanjung di daerah ini, dari tua ke muda menjadi bagian
bawah, tengah, atas, dan Anggota Batulempung.
Bagian bawah Formasi Tanjung terdiri atas perselingan batupasir berbutir
kasar, batupasir konglomeratan, dan konglomerat, dengan ketebalan berkisar
antara 20 – 50 cm. Kemudian diikuti oleh batupasir berbutir kasar berla pis tebal
sampai pejal. Di beberapa tempat, dalam batupasir kasar dijumpai struktur
sedimen perlapisan silang-siur dan sejajar, selain itu juga dijumpai sisipan
batulumpur warna kelabu sampai kehitaman mengandung lapisan tipis batubara.
Selanjutnya, bagian tengah didominasi oleh batulempung kelabu berselingan
dengan lapisan batubara, setempat dijumpai sisipan batupasir. Batulempung
kelabu, setempat sampai kehitaman, mengandung sisipan tipis (1 - 3 cm) batupasir
halus warna kelabu, kompak. Sisipan batupasir (100 - 300 cm), berbutir sedang –
kasar, warna kelabu terang, setempat menunjukkan struktur sedimen silang-siur.
Batubara warna hitam, mengilap (bright - bright banded), gores warna hitam,
dengan pecahan konkoidal, dan ringan. Batubara ini dijumpai sebagai sisipan
dengan ketebalan antara 50 sampai 450 cm. Di beberapa tempat dijumpai
perselingan batulanau dengan batupasir berbutir halus (1 - 3 cm), dengan struktur
sedimen perairan sejajar, serta perlapisan wavy-lenticular dan flaser.
Bagian atas Formasi Tanjung didominasi oleh perselingan tipis batulanau
dan batupasir halus yang memperlihatkan struktur sedimen wavy dan lenticular
bedding, serta juga flaser. Selain itu, dijumpai sisipan batupasir berbutir halus
berlapis tipis, tebal 2 sampai 5 cm, dengan struktur sedimen perarian sejajar.
Selanjutnya, dijumpai pula sisipan batupasir berbutir kasar dengan ketebalan
berkisar antara 1 sampai 5 m. Anggota Batulempung Formasi Tanjung terdiri atas
batulempung warna kelabu kehijauan, setempat dijumpai batulanau-batupasir
halus mengandung oksida besi dan juga gampingan, baik sebagai sisipan ataupun
sebagai lensa dengan tebal 5 sampai 10 cm. Bagian bawah Anggota Batulempung
ini tidak gampingan, tetapi makin ke atas secara berangsur berubah menjadi
gampingan.
Batubara Formasi Tanjung dijumpai di Lajur Barat, Tengah, dan Timur
dengan ketebalan 50 sampai 450 cm. Lapisan batubara di Lajur Barat kurang
berkembang baik dengan ketebalan kurang dari 1 m. Hal ini dikarenakan bagian
tengah dan bagian bawah Formasi Tanjung telah tersesarkan. Secara megaskopis,
lapisan batubara Formasi Tanjung di lajur ini berwarna hitam, mengilap (bright -
bright banded dominan bright banded), gores warna hitam, dengan pecahan
konkoidal, dan ringan. Di beberapa tempat dijumpai material resin. Lapisan
batubara di Lajur Tengah, dijumpai dengan ketebalan mulai dari sisipan tipis (10 -
30 cm) sampai dengan yang tebal (250 - 450 cm). Secara megaskopis, lapisan
batubara Formasi Tanjung di lajur ini berwarna hitam, mengilap (bright-bright
banded, dominan bright banded), gores warna hitam, dengan pecahan konkoidal,
dan ringan. Lapisan batubara di Lajur Timur dijumpai dengan ketebalan mulai
dari 100 sampai 250 cm. Secara megaskopis, lapisan batubara Formasi Tanjung di
lajur ini berwarna hitam, mengilap (bright - bright banded, dominan bright), gores
warna hitam, dengan pecahan konkoidal, dan ringan.

3.5.2 Sifat dan Kualitas Endapan


Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral
dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada
batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis
proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang
(volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan
analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada
batubara seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan.
Standar kandungan sulfur yang dizinkan untuk digunakan di industri semen
adalah sebesar 0,8 %. Sedangkan untuk batubara yang digunkan sebagai bahan
bakar di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah sebesar 0,4 % (Tekmira,
2006).

3.5.3 Sumber Daya dan Cadangan


Sumber daya mineral (mineral resource) adalah endapan mineral yang
diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumberdaya mineral dengan
keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan
pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang. Untuk
mengetahui berapa banyak sumberdaya yang ada maka digunakan program
Autocad 2007 dengan program pembantu ialah Microsoft Excel. Volume
sumberdaya diperoleh dengan menghitung batubara yang berada di lokasi yang
nantinya akan menjadi area penambangan dari Amais Coal. Sumberdaya pada
Amais Coal yaitu Inter Burden sebesar 2.332.300 m3 Over Burden sebesar
746.850 m3 dan Batubara sebesar 1.898.600 m3. Maka total keseluruhan
sumberdaya Amais Coal sebesar 4.977.750 m3.

3.5.4 Cadangan Tertambang dan Tidak Tertambang


Cadangan merupakan bagian dari sumber daya yang berdasarkan
kelayakan ekonomi dan ditinjau dari beberapa aspek, bahan tersebut dapat
ditambang. Cadangan Tertambang (Mineable Reserved) adalah sejumlah
cadangan yang secara teknis - ekonomis dapat ditambang. Beberapa faktor yang
mempengaruhi estimasi cadangan antara lain faktor geometri lereng/jenjang, mine
loose (pemuatan dan pengangkutan), faktor peledakan, pengolahan. Total
cadangan tertambang 2.221.362 m3.

Anda mungkin juga menyukai