Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN LINGKUNGAN HIDUP SUMATRERA (LHS)

Fishbone Permasalahan Lingkungan Hidup di Sumatera Selatan

Dosen Pengampu : Achmad Gus Fahmi, S.Si.,M.Si.

Kelompok 3:

Dermawan Hadi Putra 122130038


Desi Kristianti Tampubolon 122130050
Faiza Az Zahra 122430047
Faiz Aditya Yasin 122130032
Richard Alvin Julianto 122130037
Syarani Aulia Salsabila 122130051

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA


2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Wilayah


Sumatera merupakan salah satu pulau yang terbentuk dari hasil pergerakan
lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Sehingga membentuk suatu
pegunungan yang memanjang dari utara sampai ke selatan Pulau Sumatera.dilihat
dari morfologi yang terdiri dari pegunungan dan perbukitan, serta aktivitas lempeng
dan iklim basah, memungkinkan terjadinya banyak bencana, seperti bencana
longsor, gempa bumi, banjir bandang, dan lain-lain (Fransiska, 2017)
Bahaya yang mengancam Sumatera Selatan berkaitan dengan kondisi
wilayah. Semakin tinggi kerentanan wilayah terhadap bencana, maka semakin besar
juga potensi bahaya dan risiko dari bencana tersebut. Dampak dari bencana
diperkuat dengan adanya catatan sejarah kejadian bencana Provinsi Sumatera
Selatan. Oleh sebab itu, diperlukan pemaparan kondisi wilayah yang berpengaruh
terhadap bencana serta bukti dari catatan sejarah kejadian bencana yang
menyebabkan munculnya potensi bencana.
Gambaran umum wilayah dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu aspek
geografis, demografis, serta Ekoregion, Hutan dan Sungai. Masing-masing aspek
tersebut memiliki pengaruh terhadap potensi bencana yang terjadi. Selain itu, akan
di tampilkan beberapa gambar untuk menunjang data-data yang ada.

1.1.2 Bentuk geografis


Sumatera Selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian 79 meter
diatas permukaan laut. Secara astronomis, Provinsi Sumatera Selatan terletak
pada 1’-4’ Lintang Selatan dan antara 102’- 106’ Bujur Timur. Sumatera
Selatan memiliki luas berupa daratan 91.592,43 km2 yang terbagi atas 17
Kabupaten/Kota , yang terdiri dari 13 kabupaten dan 4 kota. Kabupaten. Daerah
dengan luas terkecil berada di Kota Prabumulih (251,94 km2 ) dan terbesar
adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan luas 18.359,04 km2 .

Ibukota provinsi sumatera selatan adalah kota palembang. Kabupaten/kota


yang memiliki jarak terjauh dengan Kota Palembang yaitu Kabupaten Empat
Lawang dan Musi Rawas Utara dengan jarak lebih dari 300 km, sedangkan yang
terdekat dengan Kota Palembang yaitu Kabupaten Ogan Ilir dan Banyuasin
yang berjarak sekitar 40 km dari ibukota kabupaten. Berdasarkan posisi
geografisnya, bagian darat Provinsi Sumatera Selatan memiliki batas-batas:
▪ Utara berbatasan dengan Provinsi Jambi
▪ Selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung
▪ Barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu
▪ Timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung

1.1.3 Demografis
tabel data jumlah penduduk di provinsi sumatera selatan

N Kabupaten/Kota Ibu Kota Luas Jumlah Lambang Peta


o Wilayah Penduduk
(km2) (2021)
1 Banyuasin Pangkalan
Balai 11.833 843 871
2 Empat Lawang Tebing
Tinggi 2.256,44 343 839
3 Lahat Lahat
5.311,74 434 939
4 Muara Enim Muara
Enim 7.383,90 617 846

5 Musi Banyuasin Sekayu


14.266,3 627 070

6 Musi Rawas Muara


Beliti 6.350,10 398 732
7 Musi Rawas Rupit
Utara 6.008,55 190 420

8 Ogan Ilir Indralaya


2.666,09 419 401

9 Ogan Komering Kayu


Ilir Agung 18.359,1 772 742

10 Ogan Komering Batu Raja


Ulu 4.797,06 371 106

11 Ogan Komering Muara Dua


Ulu Selatan 5.493,94 416 616

12 Ogan Komering Martapura


Ulu Timur 3.370,00 653 062

13 Penukai Abab Talang Ubi


Lematang Ilir 1.840,00 197 290
14 Kota -
Lubuklingau 401,50 236 828
15 Kota Pagar Alam -
633,66 195 748
16 Kota Palembang -
369,9 1 686 073

17 Kota Prabumulih -
456,9 195 748

Kota Palembang adalah wilayah terpadat yang ada di Sumatera Selatan.


Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) mencatat,
bahwa kota Palembang memiliki wilayah seluas 364,9 km 2 dengan jumlah
penduduk sebanyak 1,72 juta jiwa pada Juni 2022. Sehingga kepadatan penduduk
di Ibu Kota provinsi sumatera selatan mencapai 4.717 jiwa per km persegi. Artinya,
setiap 1 km2 rata-rata dihuni 4.717 jiwa. Selanjutnya Wilayah dengan penduduk
terpadat berikutnya adalah Kota Lubuk Linggau, yakni mencapai 639 jiwa per km
persegi. Diikuti dengan Kota Prabumulih kepadatan penduduk 421 jiwa per km 2.

Sumber : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/06/
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Juni 2021. Terdapat 2,67 juta jiwa
(31,44%) penduduk Sumsel kelompok usia tidak produktif. ada 2,22 juta jiwa
(26,18%) kelompok usia belum produktif (0-14 tahun). Ada pula 446,57 ribu jiwa
(5,26%) penduduk kelompok usia sudah tidak produktif (65 tahun ke atas).

Dilihat dari jenis kelamin, ada 4,33 juta jiwa (50,97%) penduduk Sumsel
yang berjenis kelamin laki-laki dan 4,16 juta jiwa (49,03%) penduduk di provinsi
tersebut yang berjenis kelamin perempuan. jumlah kepala keluarga (KK) mencapai
2,6 juta.
Menurut status perkawinan, ada 3,95 juta jiwa (46,58%) penduduk Sumsel
yang berstatus belum kawin dan ada 4,2 juta jiwa (49,62) yang berstatus kawin dan
Terdapat 71,57 ribu jiwa (0,84%) penduduk yang berstatus cerai hidup serta
terdapat pula 250,96 ribu jiwa (2,96%) yang berstatus cerai mati

1.1.4 ekoregion, hutan dan sungai


Sumatera Selatan didominasi Dataran Aluvial yang merupakan ekoregion
terluas di Pulau Sumatera sekitar 17,47% dari total luas wilayah di pulau sumatera
atau sekitar 2.129.659,89 hektar dari 8.302.423,63 hektar. pesebaran ekoregion
meliputi daerah aliran sungai baik yang terletak di bagian barat maupun bagian
timur Pulau Sumatera. Material utama penyusun ekoregion ini ialah endapan
alluvium yang berlapis-lapis, terdiri dari material pasir, debu, dan lempung relatif
seimbang. Komposisi endapan alluvium bervariasi, bergantung pada kondisi
geologi saat terbentuk dari aktivitas pengendapan sediman aliran sungai, pada hasil
erosi tanah di daerah hulu atau lereng atas. Material aluvium selanjutnya akan
berkembang menjadi tanah aluvial (Suharyani, 2016)
Tabel luas penyebaran lahan kritis sumatera selatan
Kriteria lahan kritis Area kawasan hutan Area penggunaan lain
(Ha) (Ha)
Tidak kritis 442.135,60 798.421,24
Agak kritis 1.403.644,71 2.695.233,93
Potensial kritis 939.472,87 1.050.968,44
Kritis 244.472,87 343.332,65
Sangat kritis 52.331,31 38.016,01
Sumber : BPDAS HL Musi, 2018
Daerah Aliran Sungai (DAS) ialah kesatuan ekosistem dengan sungai dan
anak sungai yang melalui daerah yang berfungsi untuk menampung air hujan dan
sumber-sumber air lainnya. Kondisi DAS yang terganggu mengakibatkan masalah
seperi limpasan tinggi, banjir genangan dan banjir bandang. Terdapat 16 DAS dan
40 Sub DAS di Provinsi Sumatera Selatan yaitu:
a. DAS Musi yang terdiri dari Sub DAS Rawas, Beliti, Ogan, Musi Hilir,
Batanghari Leko, Kikim, Komering, Semangus, Musi Hulu, Lakitan dan Lematang.
DAS Musi dengan luas wilayah terluas yaitu 6.224.028,78 Ha
b. DAS Banyuasin yang terdiri dari Sub DAS Lalan, Banyuasin, dan Calik
c. DAS Benawang yang terdiri dari Sub DAS Sembilang dan Benawang
d. DAS Bulurarinding yang terdiri dari Sub DAS Jeruju, Lumpur, Lebong Hitam,
Sugihan, Batang, dan Riding.
e. DAS Mesuji yang terdiri dari Mesuji Hulu, Mesuji Hilir dan Padang Mas Hitam.
Berdasarkan SK.454/MenLHK/Setjen/PLA.2/6/ 2016 Tanggal 17 Juni 2016
tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.866/Menhut-
II/2014 Tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi
Perairan Provinsi Sumatera Selatan, maka Provinsi Sumatera Selatan memiliki
kawasan hutan 3.457.858 hektar. Kawasan ini terbagi menjadi Kawasan Suaka
Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) seluas ± 790.785 Ha, Kawasan
Hutan Lindung (HL), seluas ± 578.279, Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT),
seluas ± 213.918, Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 1.713.880 hektar
dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), seluas 160.996 hektar.

1.2 kerusakan lingkungan


Sumatera Selata sebagai bumi Sriwijaya artinya kaya akan kekayaan alam.
Kekayaan alam yang dimiliki Sumatera Selatan terdiri dari hutan dan lahan
gambut. Akibatnya lahan ini nebjadi subur dan cocok untuk ditanami berbagai
macam tumbuhan. seperti kelapa sawit, kelapa, akasia, kopi, karet dan lain
sebagainya. Hutan dan lahan gambut memiliki manfaat dan fungsi yaitu dapat
menjaga terhindar dari bencana dan pemanasan global.
Hutan juga pat diartikan sebagai kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan. (Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2013 , 2013) Hutan perlu dijaga kelestariannya mengingat
perannya yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan dalam siklus karbon
global.
Selain hutan perlunya menjaga lingkungan dengan membuang sampah pada
tempatnya juga harus dilakukan. Meningkatnya jumlah penduduk serta
perkembangan pola konsumsi yang ada pada masyarakat membuat dampak
bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang majemuk. Sampah
terus menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan
secara terpadu dari hulu ke hilir, dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian
hukum serta kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah, pemerintah
daerah, serta peran masyarakat sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Maka Pemerintah mengeluarkan UU RI No.18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah yang bertujuan untuk mengurangi masalah sampah di
Indonesia (Siregar, 2019)

1.3 sejarah kebudayan


Kebudayaan megalitik di Indonesia terrsebaran secara luas.
diantaranya kebudayaan megalitik yang tersebar di dataran tinggi Pasemah,
Provinsi Sumatera Selatan. Situs-situs megalitik yang ada di daratan tinggi
Pasemah meliputi daerah yang luasnya sekitar 80 km². Situs ini tersebar di
dataran tinggi, di puncak gunung, di lereng dan di lembah. (Indratuti, 2015)
Hasil kebudayaan Pasemah masih dapat dilihat dari bekas bentuk
monumen ataupun konsep kepercayaan ataupun pemujaan terhadap roh
nenek moyang. Bangunan megalitik sebagai sarana penunjang pemujaan
upacara memberikan gambaran kehidupan masyarakat pertanian pada masa
prasejarah dan memberikan warna terhadap kemajuan peradaban manusia
yang berbasiskan sistem bercocok tanam. Menurut Geerts (1983)
Tradisi bercocok tanam melalui pembukaan dan pengolahan lahan
pertanian secara sederhana, jenis-jenis tanaman serta cara-cara maupun
upacara tradisional yang masih dikenal di beberapa tempat di Indonesia.
Pembukaan lahan dengan pembabatan dan pembakaran hutan merupakan
suatu cara yang lazim dilakukan pada masa itu, dalam usaha memperoleh
dan mengolah tanah pertanian. Jenis tanaman seperti ubi, kacang-kacangan,
padi-padian dan sayuran kiranya merupakan jenis tanaman yang
didomestikasi pada masa bercocok tanam (Soegondho, 1990: 42).

1.4 Angka kemiskinan


tabel angka kemiskinan di suatera selatan 20013-2022

Sumber : https://sumsel.bps.go.id/backend/materi_ind/materiBrsInd-
20220715093251.pdf
Persentase Penduduk Miskin Maret 2022 sebesar 11,90 persen turun 0,89
persen poin terhadap September 2021 dan turun 0,94 persen poin terhadap Maret
2021. Jumlah Penduduk Miskin pada Maret 2022 sebesar 1.044,69 ribu orang turun
71,9 ribu orang terhadap September 2021 dan turun 69,07 ribu orang terhadap
Maret 2021. (Statistik), 2022)

1.5 Kondisi pendidikan

gambar diagram kondisi pendidikan


Sumber : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/06/hanya-526-
penduduk-sumatera-selatan-yang-berpendidikan-hingga-perguruan-tinggi

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil


(Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk sumatera selatan yang
berpendidikan hingga jenjang perguruan tinggi ada 446,63 ribu jiwa atau hanya
5,26% dari total penduduk 8,49 juta jiwa.

Sebanyak 947 jiwa (0,01%) penduduk Sumsel ialah lulusan S3, 19,46 ribu jiwa
(0,23%) berpendidikan S2, dan 292,74 ribu berpendidikan S1. sebanyak 97,03 ribu
(1,14%) penduduk di provinsi tersebut yang berpendidikan hingga D3 serta ada
36,46 ribu jiwa (0,43%) lulusan D1/D2. Penduduk Sumsel yang berpendidikan
hingga jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) terdapat sebanyak 1,54 juta
jiwa (18,19%) dan yang berpendidikan hingga jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) ada 1,12 juta jiwa (13,24%). sebanyak 2,14 juta jiwa (25,27%)
penduduk Sumsel berpendidikan hingga tamat Sekolah Dasar (SD). Kemudian, ada
sebanyak 968,71 ribu jiwa (11,41%) yang belum tamat SD. Sedangkan, penduduk
Sumsel yang tidak/belum sekolah sebanyak 2,26 juta jiwa (26,63%).
BAB II
METODE PENGUMPULAN DATA
2.1 Metode pengumpulan data
Laporan ini menggunakan teknik fishbone analysis yang berlokasi di
povinsi suamtera selatan. dimana Metode diagram ini banyak digunakan oleh
pebisnis untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah yang
kemudian membantu untuk menemukan solusi yang tepat. Tentunya, hal tersebut
akan sangat berguna bagi keberlangsungan usaha kamu. Alasan terkenalnya metode
diagram fishbone adalah bukan karena digunakan untuk menemukan penyebab
masalah yang sudah ada, melainkan dalam fase perancangan atau perencanaan
untuk mencegah kemungkinan terjadinya masalah kelak
2.2 Teknik pengumpulan data
Untuk pengumpulan data, teknik yang digunakan adalah menganalisis
faktor penyebab dari permasalahan banjir yang terjadi ke dalam tabel analisis yang
didapatkan setelah melakukan diskusi kelompok atau brainstorming dan kemudian
direpresentasikan kedalam diagram fishbone.

2.2.1 TABEL ANALISIS FAKTOR TERJADINYA SEBAGAI FAKTOR


TERKIKISNYA DAERAH PANTAI SUNGAI SUCI KABUPATEN
BENGKULU TENGAH
Faktor Penyebab 1 Penyebab 2
Man Kebiasaan buruk masyarakat Penebangan pohon secara liar
(m.1) membuang sampah (M.1.2)
sembarangan (M.1.1)
Method Kurangnya pemahaman Pemerintah harus memberikan
(m.2) tentang Reduce, Reuse, edukasi mengenai penerapan
Recycle atau 3R (M.2.1) sistem tebang tanam kepada
masyarakat (M.2.2)
Machine Memperbanyak fasilitas Menyediakan fasilitas
(m.3) tempat pembuangan sampah perawatan untuk tanaman
(M.3.1) (M.3.2)
Market Kurang efektifnya program Kurang antusiasnya warga
(m.4) dari pemerintah (M.4.1) dalam menerapkan program
dari pemerintah (M.4.1)
Money Ketidak-akuratnya Keterbatasan dana pemerintah
(m.5) pengolahan atau untuk menggunakan jasa
pengalokasian dana (M.5.1) pengangkutan sampah (M.5.2)
Materials Pemerinah menyediakan lahan Pemerintah menyediakan bibit
(m.6) untuk pembuangan akhir dan untuk ditanam (M.6.1)
menyediakan tempat sampah
(M.6.1)
Time Memerlukan banyak waktu Membutuhkan waktu yang
(t.1) dalam menyelesaikan lama agar tanaman kembali
permasalahan sampah (T.1.1) tumbuh (T.1.2)
Technology Menggunakan minitemposer Digunakan pupuk untuk
(t.2) untuk fermentasi sampah mempercepat proses
organik menjadi kompos pertumbuhan atau
(T.2.1) perkembangan tanaman (T.2.2)
Information Ketidak-akuratnya Belum tersampaikannya UU
(I.1) pengolahan atau penebangan liar terhadap
pengalokasian dana (I.1.1) masyarakat di khalayak umum.

2.3 Diagram Fishbone Analysis

Gambar 9. Diagram Fishbone Analysis


BAB III
PENJABARAN HASIL IDENTIFIKASI MASALAH DAN
REKOMENDASI PENYELESAIAN MASALAH
3.1 Penyebab banjir di sumatera selatan
Banjir ialah peristiwa terbenamnya daratan karena peningkatan volume air
akibat hujan deras, luapan air sungai atau pecahnya bendungan. Banjir dapat
disebabkan karena penyumbatan saluran air akibat pembuangan sampah. Banjir
juga dapat terjadi di daerah yang gersang dengan daya serap tanah terhadap air
yang buruk serta jumlah curah hujan melebihi kapasitas serapan air. Selain itu,
banjir dapat terjadi akibat kurangnya daya serap air karena pengalihan
penggunaan lahan.
Belum lama ini terjadi bencana banjir di Kabupaten Lahat, Sumatera
Selatan yang di sebabkan oleh hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu lama
selama beberapa hari sehingga sungai itam dan sungai lintang meluap. Dampak
dari banjir, beberapa Kecamatan yang ada di kabupaten Muara Enim, antara lain:
1. Kecamatan Panang Enim, Desa Lubuk Nipis terdapat 70 unit rumah yang
terendam, 12 Ha sawah terendam dan 50 M jalan setapak terendam
2). Kecamatan Semendo Darat Laut, Desa Prapau terdapat 8 unit rumah terendam,
3 unit rumah rusak.
3).Kecamatan Lawang Kidul, Desa Gang Bangka terdapat 30 unit rumah
terendam .Desa Tungkal terdapat 30 unit rumah terendam.
4). Kecamatan Muara Enim, Desa Muara Enim terdapat 10 unit rumah terndam.
5). Kecamatan Ujan Mas, Desa Tanjung Raman terdapat 120 unit rumah terendam
Rumah. Desa Kampung 8 terdapat 21 Unit Rumah terendam.
Berdasarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sumatera selatan
merupakan provinsi terbanyak yang mengalami bencana di pulau sumatera.
Penyebab banjir diantaranya disebabkan oleh sampah dan penebangan liar.
Gambar peta bencana suamtera selatan
Sumber : https://dibi.bnpb.go.id/
3.1.1 Pengolahan sampah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 yang mengatur tentang
Pengelolaan Sampah, sampah ialah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses
alam yang berbentuk padat. sampah spesifik adalah sampah yang sifat, konsentrasi,
dan atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus (Lubis, 2019), Sedangkan
menurut (Hadiwiyoto, 1983). sampah ialah bahan sisa, baik bahan-bahan yang
sudah tidak digunakan lagi (barang bekas) atau bahan yang sudah diambil bagian
utamanya yang dari segi ekonomis, sampah adalah bahan buangan yang sudah tidak
ada harganya dan dari segi lingkungan, sampah adalah bahan buangan yang tidak
berguna dan dapat menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada
kelestarian lingkungan. masalah umat manusia, ditinjau dari segi keseimbangan
lingkungan, kesehatan, kemanan dan pencemaran, apabila sampah tidak dikelola
dengan baik. Pengolahan sampah yang kurang tepat dapat menjadi faktor penyebab
banjir.
3.1.2 Penebangan liar
Hutan ialah wilayah dari siklus lingkungan hidup yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup. sebab hutan yang mengatur keseimbangan ekosistem.
Kerusakan hutan seperti yang terjadi di Indonesia, khususnya di sumatera selatan,
merupakan bencana alam. Kerusakan hutan di sumatera selatan disebabkan oleh
penebangan liar. Adanya kebutuhan industri dan peralihan fungsi hutan. Pertama,
kebutuhan industri. Kebutuhan industri akan kayu sangat tinggi, contohnya untuk
kayu bakar, kertas, tisu, serta beberapa jenis kemasan produk. Kedua, peralihan
fungsi hutan, serta adanya alih fungsilahan sebagai pemukiman turut menjadi faktor
penyebab penebangan liar.
Penebangan liar ini merupakan kegiatan dengan memanfaatkan hasil hutan
berupa kayu untuk dikelola, namun pelaksanaannya bertentangan dengan aturan
hukum yang berlaku sehingga berdampak pada pengrusakan kelestarian hutan yang
dapat merugikan kehidupan masyarakat.

3.2 Solusi permasalahan


Berdasarkan permasalahan, tindakan penanganan yang dilakukan untuk
menangani masalah banjir. Pemerintah turut ikut menyelesaikan permasalahan
seperti yang sudah di terapkan oleh kepala Rutan Kelas I Palembang mengatakan
bahwa sebanyak 15 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Rutan Kelas I
Palembang telah mendapatkan pelatihan pengolahan sampah, pelatihan yang
berlangsung di dalam Rutan tersebut. Tujuannya memberikan keterampilan
pengolahan bank sampah kepada WBP untuk bekal ketika integrasi ke masyarakat.
Menggunakan minitemporster untuk fermentsai sampah organik untuk bididaya
ulat magot dan sampah anorganik akan dijual.
Sedangkan untuk menyelesaikan permasalahan penebangan liar , di
berlakukannya tebang pilih serta penyediaan pupuk untuk membantu proses
pertumbuhan tanaman. Dapat juga menindak tegas pelakku penebangan liar dengan
Tindak pidana kehutanan diatur dengan ketentuan pidana yang merupakan tindak
pidana khusus. Terdapat dua ketentuan yang dapat di kategorikan ke dalam tindak
pidana khusus.yang pertama, subjek hukumnya harus khusus dan kedua tindakan
hukumnya harus khusus (bijzonder lijk feiten) seperti hukum pidana militer yang
hanya dapat berlaku untuk golongan militer. Dan kedua, hukum pidana yang
tindakannya dilakukan dalam bidang tertentu seperti hukum kehutanan yang hanya
untuk delik-delik kehutanan yang menyangkut pengelolaan hasil hutan kayu.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sumatera Selatan merupakan wilayah dataran rendah yang terletak pada
bagian timur (kanan pulau sumatera) yang ekosistemnya didominasi oleh hutan dan
sungai. Dataran yang mendominasi wilayah Sumatera Selatan termasuk jenis
dataran alluvium dimana bergantung pada kondisi geologi saat terbentuk dari
aktivitas pengendapan sediman aliran sungai, pada hasil erosi tanah di daerah hulu
atau lereng atas yang membuat wilayah Sumatera Selatan rawan dengan bencana
banjir.
Sumatera Selatan sudah sering terlanda banjir dari skala kecil hingga besar.
Terjadinya bencana tersebut didasari berdasasrkan beberapa penyebab yang
mengakibatkan terjadinya banjir. Apabila melihat dari sumber daya manusia
(SDM) masyarakat Sumatera Selatan yang mengacu pada data lulusan sekolah
menengah atas (SMA) memiliki persentanse yang rendah yaitu diangka 1,54 juta
jiwa (18,19%). Melihat dari latar belakang Pendidikan tersebut dapat diamati
bahwa kecilnya persentase kelulusan di wilayah tersebut berpengaruh terhadap pola
pikir dan pengetahuan manusia atau masyarakat terutama tentang alam nya sendiri.
Oleh karena itu kurang maju dan meratanya Pendidikan di Sumatera Selatan
menjadi salah satu parameter terjadinya bencana yang disebabkan kurangnya
pengetahuan warga yang tentunya akan mudah melakukan kelalaian atau kesalahan
dalam mengelola dan menjaga lingkungan alamnya contohnya membuang sampah
sembarangan dan melakukan pembukaan lahan secara sembarangan.
Wilayah sumatera selatan memiliki banyak aliran sungai yang mengalir di
sepanjang daratan di Sumatera Selatan. Melalui hukum alam seperti hujan ekstrim,
angin kencang dan lain lain tidak mampu diatur atau dikendalikan oleh manusia
oleh sebab itu salah satu faktor atau parameter kedua bahwa sering terjadinya banjir
di wilayah Sumatera Selatan diakeranakan adanya cuaca yang tidak menentu
bahkan ekstrim. Namun, dapat diamati bahwa cuaca juga berpengaruh terhadap
lingkungan sekitar diamana apabila lingkungan rusak maka cuaca dan perubahan
lingkungan dapat memberikan timbal balik. Sehingga pada paragraph kedua diatas
yaitu kelalaian manusia dalam menjaga alam berhubungan dengan timbulnya cuaca
yang yang tidak menentu (paragraph ketiga) pada wilayah tersebut.
Rendahnya kesadaran masyarakat dan kurangnya pendidikan sangat
berpengaruh terhdap bencana banjir di Sumatera Selatan karena berdasarkan
keteidaksadaran atau kelalaian tersebut contohnya pembuangan sampah
sembarangan dan pembukaan lahan menimbulkan pengaruh besar pada munculnya
bencana banjir di wilayah ini.
4.2 Saran
Berdasarkan tinjauan yang telah dilakukan kami sebagai mahasiswa yang
berasal dari tanah sumatera sangat berharap adanya perubahan dari pola piker serta
naiknya kesadaran masyarakat tentang lingkungan nya terkhusus di wilayah
Sumatera Selatan yang rawan akan bencana banjir, yang diketahui bahwa banjir
dapat merusak lingkungan sekitar bencana yang terdampak dan mampu merusak
bangunan, infrastruktur, bahkan dapat memakan korban jiwa. Oleh sebab itu kami
sebagai penulis sangat menginginkan adanya bantuan Gerakan penyuluhan dari
pemerintah untuk melakukan penyuluhan atau pengajaran kepada masyarakat dan
juga adanya peningkaan kualitas Pendidikan agar menciptakan manusia-manusia
yang mampu berpikir kritis terutama dalam menjaga alam wilayah yang ditempati.

DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). profil kejadian bencana provinsi sumatera selatan.


Fransiska, D. (2017). Studi Geomorfologi dan Analisis Bahaya Longsor di
Kabupaten Agam, SumateraBarat. tanah dan lahat, 51-57.
Hadiwiyoto. (1983). Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta.
Indratuti, d. (2015). Peradaban Masa Lalu Sumatera Selatan. palembang .
Lubis, D. (2019). Analisis Pengolahan Pengangkutan Sampah Di Kecamatan Ilir
Timur Kota Paleembang. Jurnal Teknik Sipil.
Siregar, L. P. (2019). Implementasi Kebijakan Pengolahan Sampah di Kota
Palembang.
Statistik), B. (. (2022, Maret 10 april 2023). Profil Kemiskinan Sumatera Selatan
Maret 2022.
Suharyani, D. (2016). Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ekoregion
sumatera berbasis jasa ekosistem. Pekan Baru.

Anda mungkin juga menyukai