KATAKUNCI ABSTRAK
Internalisasi nilai Penelitian ini menjelaskan bentuk internalisasi nilai-nilai moderasi
Moderasi beragama beragama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Hal ini
Pembelajaran agama
dilakukan karena untuk menghindari retaknya persatuan dan
Pendidikan Agama Islam
Pembinaan agama kesatuan bangsa. Proses internalisasi modernasi beragama ini sangat
penting ditanamkan kepada pelajar, dalam konteks ini adalah dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. Penelitian ini
mencakup metodologi lapangan kualitatif dan teknik deskriptif
analitik. Metode pengumpulan data penelitian ini meliputi wawancara,
observasi, dan dokumentasi, dan respondennya adalah pelajar sekolah.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa internalisasi nilai-nilai
moderasi keagamaan dapat dibina melalui pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, kemudian diterapkan melalui pembinaan agama, yang
dilakukan dengan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, sehingga pada akhirnya
terbentuk moderasi keagamaan siswa.
Internalizing the values of religious moderation in
PAI learning in schools
KEYWORDS This study describes the form of internalizing the values of religious
moderation in learning Islamic Religious Education. This is done because
Value internalization to avoid cracking the unity and integrity of the nation. The process of
Religious moderation internalizing religious modernization is very important to instill in
Religious learning
students, in this context it is in learning Islamic religious education in
Islamic education
Religious development schools. This research includes qualitative field methodologies and
analytical descriptive techniques. The data collection methods of this
research include interviews, observation, and documentation, and the
respondents are school students. The findings of this study indicate that
the internalization of religious moderation values can be fostered
through Islamic Religious Education learning, then applied through
religious guidance, which is carried out by planning, implementing, and
evaluating Islamic Religious Education learning, so that in the end
students' religious moderation is formed.
This is an open-access article under the CC–BY-SA license.
1. Pendahuluan
Moderat adalah sebuah kata sifat turunan dari kata moderation yang berarti tidak berlebih-
lebihan atau sedang (Rizky & Syam, 2021), dalam bahasa Indonesia kata ini kemudian diserap
55
Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64
menjadi moderasi yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai
pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman (Indonesia, 2008). Dalam KBBI juga
dijelaskan bahwa kata moderasi berasal dari Bahasa latin moderatio yang berarti kesedangan
(tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Ketika kata moderasi disandingkan dengan agama
maka menjadi moderasi beragama maka merujuk pada sikap mengurangi kekerasan atau
menghindari keekstreman dalam praktek kehidupan beragama. Moderasi beragama harus
dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang sempurna dimana
setiap masyarakat apapun agamanya, sukunya, rasnya, etnisnya, budayanya, maupun pilihan
politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain serta saling belajar melatih
kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan diantara mereka. Moderasi Beragama
sangat erat terkait dengan menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap ‘tenggang
rasa‘ sebuah warisan leluhur yang mengajarakan kita untuk saling memahami satu sama lain
yang tidak sama dengan kita. Menurut Gus Dur Islam Moderat adalah sebuah pemahaman yang
mengedepankan demokrasi, menjamin kemurnian ideologi nasional (Pancasila) dan kesatuan
konstitusi Karakteristiknya adalah mengacu pada nilai-nilai kebudayaan dan agama yang
mendukung pembangunan (Sa’diyah & Nurhayati, 2019). Menurut Cak Nur: Islam moderat
adalah menjunjung tinggi nilai-nilai inklusivisme dan pluralism (Nurkhoiron, 2020), Lukman
Hakim Saifudin, Kemenag RI, 2019: Moderasi Beragama adalah cara pandang kita dalam
beragama, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik
ekstrem kanan (eka) maupun ekstrem kiri (eki), intinya Islam moderat adalah pandangan
Islam yang akomodatif, terbuka, toleran, teguh pendirian, mengakui keberagaman, menerima
konstitusi nasional dan anti kekerasan. Agama tidak perlu dimoderasi karena agama telah
mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan. Jadi bukan agamanya yang harus
dimoderasi melainkan cara pandang dan sikap umat dalam menjalankan syariat agama.
Mengapa harus ada moderasi beragama? (1) Mengajarkan sikap beragama yang moderat atau
seimbang; (2) Meneguhkan komitmen kebangsaan terhadap NKRI; (3) Pancasila sebagai dasar
negara Republik Indonesia; (4) Memperkuat penerimaan terhadap keragaman atau
kemajemukan; (5) Melestarikan pandangan dan tradisi keagamaan yang ramah dengan budaya
lokal.
Komitmen kebangsaan (Pancasila, Bhinneka, NKRI, dan UUD 1945), lahir murni dari hati
nurani bangsa yang paling dalam, bila kita tengok sejarah lahirnya Pancasila akan terlihat
nyata betapa jernih pola pikir para foundingfather kita dalam mendesain bangsa Indonesia.
Mereka telah berhasil menyelam lautan sejarah, menyibak berbagai gagasan, ideologi dan
kearifan lokal untuk memilih lima mutiara yang sesungguhnya adalah merupakan saripati jati
diri bangsa untuk kemudian dihadirkan sebagai fondasi negara yang akhirnya kita mengenal
dengan istilah Pancasila. Keanekaragaman yang ada di negeri ini mampu direngkuh oleh para
pendiri bangsa, keanekaragaman kepercayaan yang dianut oleh umat beragama di Indonesia
bisa dikemas dalam satu kalimat pendek yang berbunyi; “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila
pertama merupakan sila inti yangmembimbing dan menjiwai serta menyinari sila-sila yang
lain. Sila pertama adalah dasar yang memimpin cita-cita negara , cita-cita masyarakat, manusia
pribadi yang memberikan jiwa dan semangat pada penyelenggaraan segala kegiatan yang
benar, baik dan adil. Sila ini yang menjadi alasan dasar kenapa manusia hidup di muka bumi
ini. Mengapa ia harus berbuat baik atas sesama makhluk dimuka bumi ini , mengapa ia harus
menjunjung tinggi keadilan, mengapa ia tidak boleh menyakiti orang lain dan mengapa ia harus
menghormati hak-hak orang lain. Semua itu karena adanya Allah SWT. Allah YangMaha
Pencipta Pemelihara Pelindung menjadi pusara seluruh aktifitas, kekuatan yang menjadi
alasan dandasar tatanan hidup seluruh manusia. Allah mengirim dan menciptakan manusia di
muka bumi ini dengan satu tujuan yang sangat mulia yaitu mengabdi, menghamba kepadaNya.
Kepada segenap manusia Allah SWT telah menetapkan aturan-aturan hidup. Barang siapa taat
dan patuh maka ia akan sampai pada jalan kebahagiaan yang sesungguhnya, bahagia dan
nyaman di hati duniadan akherat. Sementara itu mereka yang ingkar akan mendapatkan nasib
sengsara selama-lamanya dialam baka. Allah menjadikan tak ada sesuatu yang tanpa
perhitungan, bahkan sebiji dzarahpun keburukan atau kebaikan pasti akan ada balasannya.
Dalam pengadilan Allah inilah segala sesuatu yang akan menerima putusan dengan seadil-
adilnya. Dan tugas dari semua hamba adalah mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Rasa berketuhanan setiap insan sesungguhnya telah melekat sedemikian dalam setiap hati
lubuk manusia, bahkan dalam masyarakat yang primitif sekalipun keyakinan terhadap Allah,
dzat yang adi kodrati telah menancap begitu kuat. Allah SWT berfirman bahwa kesadaran
manusia bertuhan sudah ada jauh sejak sebelum manusia lahir ke muka bumi ini. “Dan ingatlah
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman : Bukankah Aku ini Tuhanmu?
Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami) , kami menjadi saksi. Yang demikian itu agar
dihari kiamat kamu tidak mengatakan : ‘ Sesungguhnya kami (Bani Adam ) adalah orang-orang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, atau agar kamu tidak mengatakan : “ Sesungguhnya
orang-orangtua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah
anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah engkau akan
membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu? (Q.S. Al –A’raf 172 ).
Kesadaran tentang keberadaan Allah telah melekat sedemikian dalam jauh diawal kehidupan
manusia, sejak pertama kali manusia ada dimuka bumi ini . Sejak pertama kali ada manusia
sejak saat itu ada agama. Di setiap masa disetiap tempat digunung-gunung maupun di pantai
ditemukan jejak-jejak yang menunjukkan bahwa orang-orang tersebut atau paling tidak
meyakini adanya satu kekuatan yang Maha Dahsyat yang melingkupi mereka. Salah satu
kenyataan yang khas dalam diri manusia adalah dalam lubuk hatinya yang terdalam dia
memiliki suatu kepekaan terhadap hal-hal yang bersifat ghaib, suatu keterbukaan dan
keterarahan kepada hal-hal yang bersifat transenden mengatasi dirinya sendiri. Kenyataan
inilah yang akhirnya dapat membuat manusia terbuka pada hal-hal yang bersifat Ilahiyah,
bahkan yang membuatnya mampu mencari dan mengakui adanya tuhan serta imamnya.
Keterbukaan transenden ini menunjukkan dengan jelas bahwa manusia memiliki orientasi
yang tidak hanya terbatas pada lingkungan dunia fana ini.
Manusi secara naluriah memiliki kecenderungan khusus untuk menemukan Tuhan yang
adi kodrati dan bergerak mengarah kepadanya. Di setiap lubuk hati manusia sepertinya sudah
disiapkan satu wadah satu file khusus yang mengarahkan manusia untuk hidup beragama, dan
inilah yang menjadi keyakinan umat Islam. Islam menegaskan prinsipnya bahwa setiap
manusia adalah homo religious, agama sebagai kebutuhan hidup sesuai fitrah manusia. Islam
mengatakan bahwa manusia lahir dalam keadaan suci. Konsep ketuhanan dalam Islam disebut
tauhid- mengEsakan Allah SWT. Katakanlah: Dialah Allah yang Maha Esa. Allah tempat
bergantung. KepadaNya segala sesuatu. Diatidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak
ada sesuatupun yang setara denganNya ( Q.S.Al Ikhlas 1-4 ). Kedalaman berfikir dan kejernihan
hati berhasil menyibak variasi watak manusia sampai pada saripati watak bangsa dalam
kalimat; “ Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Kemanusiaan berasal dari manusia, yaitu
sesuatuyang terkait dengan hakikat manusia, apa dan siapa. Hakikat martabat manusia
semestinya dijadikan acuan moral dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan-kebijakan
bangsa dan bernegara Indonesia. Konsekuensinya kita memperlakukan setiap manusia dan
masyarakat sesuai dengan harkat dan martabatnya. Dalam pandangan Islam setiap individu
adalah personifikasi dari kemanusiaan, sementara itu kemanusiaan sangat dihormati dan
dijaga oleh Islam, jiwa manusia ditempatkan pada urusan yang tertinggi. Al quran sebagai
pedoman hidup umat Islam menyatakan bahwa status mulia manusia diatas makhluk lainnya;
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, kamiangkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (Q.S. Al Isra 70)
Ajaran agama Islam sangat peduli dengan keselamatan jiwa manusia, sebuah perbuatan
yang mengancam keselamatan jiwa adalah musuh utama dalam Islam. Al quran dengan tegas
mengutuk penghilangan nyawa menusia dengan alasan apapun. Termasuk perilaku bunuh diri
juga sangat dilarang dalam Islam. Tidak ada bedanya melenyapkan satu nyawa dengan
lokal.
3. Toleransi
Moderasi adalah prosesnya, toleransi adalah hasilnya (Kurniawati & Maemonah, 2021).
Toleransi bermakna saling pengertian, saling menghormati dan menghargai perbedaan
keyakinan. Multikultural dan pluralitas serta keterbukaan yang muncul di era digital semakin
transparan. Manusia dihadapkan pada persaingan global pada berbagai bidang. Agama pada
era ini juga mengalami proses industrialisasi, yakni sebuah proses yang mereduksi agama
sedemikian rupa sehingga kehilangan nilai-nilai kasih sayang. Gaya hidup masyarakat industri
modern yang rasional dan sekuler mengasumsikan agama secara terpisah dari kegiatan
ekonomi dan industri , sosial dan politik juga dari sains dan teknologi. Agama menjadi terasing
dari kehidupan sosial. Akan tetapi sekularisasi sains dan teknologi menyebabkan timbulnya
dehumanisasi dan patologi-patologi sosial sehingga orang pada kembali melirik agama. Agama
dengan nilai-nilai spiritual yang dimiliki diharapkan memberikan sumbangan pada pemecahan
berbagai problem yang dihadapi manusia. Keterlibatan agama dalam problem-problem
kemanusiaan semakin meningkat sehingga di era digital ini bisa disebut dengan abad
kebangkitan agama. Munculnya virus covid -19 juga menyebabkan orang kembali pada agama.
Wabah ini menjadikan manusia sadar diri akan semakin tidak kuasanya manusia. Ada yang
Maha Kuasa yang menjadikan hidup kita makin dekat denganNya, karena Dia bisa memanggil
kita sewaktu-waktu. Ajaran menjaga kebersihan selalu mencuci tangan dengan sabun,
berwudhu, bersuci agar kita bersih terhindar dari hadas dan najis. Bersih diri setiap saat.
Agama sangat dibutuhkan oleh manusia untuk sanggup memaknai hidup dan kehidupan
manusia, bersikap terbuka dan toleran. Agama tidak saja mengajarkan doktrin-doktrin teologis
tetapi juga memberikan landasan keilmuan dan keimanan dalam memecahkan berbagai
problem kemanusiaan. Agama diharapkan memiliki karakter yang kritis, integratif dan
inovatif.
Masyarakat pluralistik secara religius sudah terbentuk dan sudah menjadi kesadaran
umum sehingga dialog antar agama sudah muncul dalam kitab suci Al quran sebagai kitab suci
agama yang terakhir diturunkan oleh Allah swt. Dalam Al quran Q.S. Al Baqarah 120
disebutkan: ‘Orang-orang Yahudi dan nasrani tidak sekali-kali akan senang kepadamu
sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah dialah
petunjuk yang sebenarnya. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong
bagimu.” Pencarian titik temu bisa dilaksanakan dengan cara pertemuan dan dialog yang
konstruktif berkesinambungan. Ada etika komunikasi yang harus kita taati. Tuntutan spiritual
keberagamaan yang sejuk dan ramah sangan dibutuhkan manusia modern yang dihempas
gelombang-gelombang besar konsumerisme dan materialisme. Menjadi tugas mulia umat
beragama untuk secara bersama menginterpretasikan ulang ajaran-ajaran agamanya agar
dapat dikomunikasikan pada wilayah agama lain sehingga mengurangi ketegangan ketegangan
antar umat beragama sehingga terbuka kesempatan untuk lebih bersifat memahami dan
toleran. Toleran tidak perlu dikhawatirkan akan menipisnya otentisitas keberagamaan agama
yang dipeluknya. Menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk keyakinan,
mengekspresikan keyakinan dan menyampaikan pendapat. Menghargai kesetaraan dan
bersedia bekerja sama. Istilah toleransi berasal dari bahasa Latin tolerare yang berarti
bertahan atau memikul, maksudnya adalah saling memikul walaupun pekerjaam itu tidak
disukai atau memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak
sependapat. Ada rasa saling menguatkan antara yang satu dengan yang lain. Dengan demikian
toleransi menunjuk pada adanya suatu kerelaan untuk menerima kenyataan adanya orang lain
yang berbeda. Menurut Webster’s New American Dictionary arti toleransi adalah liberty ta
ward the opinion of others, patient with other, memberi kebebasan (membiarkan pendapat
orang lain) dan berlaku sabar menghadapi orang lain.
Toleransi diartikan memberikan tempat kepada pendapat orang lain, dan berlaku sabar
menghadapi orang lain. Toleransi diartikan memberikan tempat kepada pendapat yang
berbeda. Pada saat yang bersamaan sikap menghargai pendapat yang berbeda itu disertai
sikap menahan diri atau sabar. Oleh karena itu diantara orang yang berbeda pendapat harus
memperlihatkan sikap yang sama yaitu saling menghargai dengan sikap yang sabar. Dalam
bahasa Arab istilah toleransi di sebut tasamuh artinya membiarkan sesuatu untuk dapat saling
mengijinkan dan saling memudahkan. Bisa juga diartikan agar diantara mereka yang berbeda
pendapat hendaknya bisa saling memberikan tempat bagi pendapatnya. Masing-masing
pendapat memperoleh hak untuk mengembangkan pendapatnya dan tidak saling menjegal
satu sama lain. Dari beberapa pendapat diatas toleransi dapat diartikan sebagai sikap
menenggang, membiarkan, membolehkan, baik berupa pendirian, kepercayaan dan kelakuan
yang dimiliki seseorang atas yang lainnya. Dengan kata lain toleransi adalah sikap lapang dada
terhadap prinsip orang lain. Toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan keyakinan,
atau kepercayaan yang dianutnya. Dalam toleransi sebaliknya juga tercermin sikap yang kuat
atau istiqomah untuk memegangi keyakinan atau pendapatnya sendiri. Isu toleransi beragama
selalu menghangat setiap saat dari tahun ke tahun seiring dengan seringnya terjadi konflik atas
nama agama. Sehingga Kementerian Agama dalam periode menjadikan moderasi beragama
sebagai mandatori program nasional. Berbagai macam perilaku kekerasan yang
mengatasnamakan agama mencuat di negeri kita, bahkan tidak sedikit yang menjadi korban,
baik secara psikis maupun fisik. Benturan antar kelompok agama mudah terjadi hanya karena
persoalan – persoalan primordial yang dipahami secara sempit. Indonesia terkenal sebagai
bangsa yang ramah, toleran dan saling menghormati. Setiap agama melarang keras tindakan
4. Anti kekerasan
Pembahasan soal agama dan kekerasan dewasa ini menjadi hal yang tidak ada habisnya
untuk dibahas. Hal ini disebabkan agama yang suci seringkali menjadi motivasi kekerasan,
bukan lagi menjadi kedamaian, ketentraman serta kesejahteraan umat manusia. Motivasi
kekerasan kadangkala terinspirasi oleh orientasi magis yang irrasional terhadap simbol
keagamaan dengan realitas sosial disamping sifat agama yang misterius. Bahkan pada titik
yang radik telah terjadi disorientasi agama pada berbagai kelompok gerakan keagamaam.
Munculnya fenomena kekerasan yang menyeruak menggambarkan bahwa agama memang
sedang dihadapkan pada situasi yang menyulitkan. Disatu sisi ada yang menggunakan agama
sebagai alat kekuasaan disisi lain ada pula yang menjadikan agama sebagai alat untuk merebut
dan memperjuangkan demokratisasi. Pada situasi seperti ini kekerasan terkadang muncul
menjadi alat perdebatan yang tidak sehat. Dalam historis tradisi kenabian tidak satupun
bentuk-bentuk kekerasan yang didasari oleh perbedaan ajaran agama, bahkan pada kasus
perang terhadap umat Islam yang tidak membayar zakat pada masa khalifah Abu Bakar
Shiddiq, dasar pemikiran yang diambil oleh Khalifah Abu Bakar bukan karena mereka
dianggap kafir atau murtad tetapi karena mereka menolak membayar zakat
Tumbuh dan berkembangnya kepribadian dalam diri manusia adalah hasil pendidikan dan
tempaan lingkungan, yang menempatkan agama hanya salah satu faktor yang
mempengaruhinya. Dalam keyakinan Agama Hindu dikenal Ahimsa atau non-violence atau
hidup tanpa kekerasan baik fisik maupun non fisik. Ahimsa adalah nilai dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang damai dan sentosa. Masyarakat yang guyub dengan seminimal
mungkin ada kekerasan yang membencanai anggota masyarakat, lingkungan sosial maupun
lingkungan alam. Ahimsa bukan tujuan melainkan output, sehingga orang tidak boleh berhenti
sampai kesadaran moral melainkan berlanjut sampai lapis kesadaran berikutnya yaitu
kesadaran spiritual yang memunculkan rasa cinta kasih tanpa pamrih. Dalam suasana batin
dan kejiwaan yang diliputi cinta kasih seseorang tidak akan tega menyakiti orang lain apalagi
membunuh. Bila setiap orang memancarkan vibrasi cinta kasih kecil kemungkinan terjadinya
kekerasan. Dalam sejarah pemikiran Kristen Al kitab menyaksikan bahwa tindakan kekerasan
yang pertama kali dilakukan manusia adalah oleh Kain terhadap adiknya Hebel, terjadi setelah
manusi terjatuh dalam lembah dosa. Menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang
menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal dalam mengusung
perubahan yang diinginkan. Islam adalah agama samawi, agama dari langit yang diturunkan
oleh Allah melalui utusanNya nabi Muhammad SAW, datang ke Indonesia pada abad 7 M,
dibawa melalui hubungan pelayaran dan perdagangan dengan negeri-negeri di benua Asia
bagian timur dan tenggara melalui beberapa tempat pelabuhan yang terletak di pesisir selatan
Malaka dibawah pengawasan Sriwijaya. Islam bukan agama asli Indonesia, sama seperti
agama Hindu dan Budha serta agama Kristen. Agama Hindu dan Budha lebih dahulu masuk ke
Indonesia, hal itu terbukti dengan masih banyaknya peninggalan baik yang berupa ajaran
maupun artefak yang bernuansa Hindu-Budha, seperti Bhinneka Tunggal Ika, candi-candi,
pure-pure Hindu dan peninggalan lainnya.
Kedatangan Islam bukan untuk menghapus dan menghilangkan tradisi Hindu Budha
namun memberikan warna dan hidup berdampingan secara damai. Islam datang ke Indonesia
secara damai, tidak menjajah dan memaksa. Dakwah Islam ke Indonesia dilaksanakan secara
damai terutama melalui seni dan kebudayaannya. Kehadiran sosok Muhammad saw sebagai
Rasulllah dan Kitab Al quran sebagai pedoman hidup telah mengubah orientasi berpikir
masyarakat Arab yang kala itu sangat kabilah sentris menjadi berpikir Kosmopolit. Tradisi dan
energi saling berperang antar suku diubah menjadi kekuatan konvergen lalu diarahkan untuk
membangun peradaban baru yang bersifat kosmopolit, melewati batas etnis dan teritori
primordial mereka. Karena itu pusat-pusat peradaban Islam bermunculan di berbagai wilayah
di luar Makkah Madinah, tempat Al quran diturunkan. Al quran mampu mengubah mindset
mereka, pranata dan hukum ditegakkan sehingga muncul masyarakat Madinah yang Madani.
Dalam konteks Islam rahmatan lil alamiin Islam telah mengatur rata hubungan teologis, ritual,
sosial dan humanitas.
ditumbuh kembangkan dalam diri generasi muda melalui dimensi-dimensi pendidikan agama.
6. Kesimpulan
Nilai moderasi agama dalam pembelajaran agama islam adalah untuk membina peserta
didik yang memiliki pemahaman yang mendalam dan mampu mengamalkan Islam yang
moderat dan yang tidak merasa dirinya paling taqwa, sedangkan yang lain salah. Internalisasi
keutamaan moderasi dilakukan dengan memasukkannya ke dalam pembelajaran PAI, bukan
mengajarkannya sebagai mata pelajaran tersendiri. Melalui perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi yang cermat, moderasi keagamaan diinternalisasikan dalam lingkungan sekolah, agar
pelajar memiliki akhlak yang baik (akhlak al-karimah) dan memiliki pemahaman yang lengkap
terhadap proses pemaknaan keagamaananya.
Daftar Pustaka
Giri, I. P. A. A., & Girinata, I. M. (2021). Tat Twam Asi: Transformasi Individualistis Kearah
Solidaritas Sosial. Purwadita: Jurnal Agama Dan Budaya, 5(1), 93–100.
Indonesia, K. B. B. (2008). Departemen Pendidikan Nasional. In Jakarta: Pusat Bahasa.
Kurniawati, R., & Maemonah, M. (2021). Bimbingan Literasi Media dan Pengarus Utamaan
Moderasi Beragama di PPM-PIN IAIN Surakarta. QUALITY, 9(2), 311–334.
Nurkhoiron, M. (2020). Liberalisasi Sebagai Moderasi Islam Dalam Masyarakat Paska Sekuler.
MIMIKRI, 6(1), 1–16.
Octaviona, E., Zaki, A., & Putri, G. L. (2020). Memahami Nilai-Nilai Pancasila Melalui Budaya
Literasi. Jurnal El-Pustaka, 1(2).
Rizky, F. U., & Syam, N. (2021). Komunikasi Persuasif Konten Youtube Kementerian Agama
dalam Mengubah Sikap Moderasi Beragama. Jurnal Ilmu Komunikasi, 11(1), 16–33.
Sa’diyah, H., & Nurhayati, S. (2019). Pendidikan Perdamaian Perspektif Gus Dur: Kajian
Filosofis Pemikiran Pendidikan Gus Dur. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 14(2), 175–
188.