Anda di halaman 1dari 10

Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam

Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64


eISSN 2809-1639
http://al-khos.org/index.php/AlKhos

Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama dalam pembelajaran


PAI di sekolah
Hanik Rosyada a,1,*
a PengawasPAI Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Indonesia.
1hanikrosyada@gmail.com
*Correspondent Author

Diterima 25 Oktober 2022; Revisi 8 November 2022; Diterbitkan 13 Desember 2022

KATAKUNCI ABSTRAK
Internalisasi nilai Penelitian ini menjelaskan bentuk internalisasi nilai-nilai moderasi
Moderasi beragama beragama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Hal ini
Pembelajaran agama
dilakukan karena untuk menghindari retaknya persatuan dan
Pendidikan Agama Islam
Pembinaan agama kesatuan bangsa. Proses internalisasi modernasi beragama ini sangat
penting ditanamkan kepada pelajar, dalam konteks ini adalah dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. Penelitian ini
mencakup metodologi lapangan kualitatif dan teknik deskriptif
analitik. Metode pengumpulan data penelitian ini meliputi wawancara,
observasi, dan dokumentasi, dan respondennya adalah pelajar sekolah.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa internalisasi nilai-nilai
moderasi keagamaan dapat dibina melalui pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, kemudian diterapkan melalui pembinaan agama, yang
dilakukan dengan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, sehingga pada akhirnya
terbentuk moderasi keagamaan siswa.
Internalizing the values of religious moderation in
PAI learning in schools
KEYWORDS This study describes the form of internalizing the values of religious
moderation in learning Islamic Religious Education. This is done because
Value internalization to avoid cracking the unity and integrity of the nation. The process of
Religious moderation internalizing religious modernization is very important to instill in
Religious learning
students, in this context it is in learning Islamic religious education in
Islamic education
Religious development schools. This research includes qualitative field methodologies and
analytical descriptive techniques. The data collection methods of this
research include interviews, observation, and documentation, and the
respondents are school students. The findings of this study indicate that
the internalization of religious moderation values can be fostered
through Islamic Religious Education learning, then applied through
religious guidance, which is carried out by planning, implementing, and
evaluating Islamic Religious Education learning, so that in the end
students' religious moderation is formed.
This is an open-access article under the CC–BY-SA license.

1. Pendahuluan
Moderat adalah sebuah kata sifat turunan dari kata moderation yang berarti tidak berlebih-
lebihan atau sedang (Rizky & Syam, 2021), dalam bahasa Indonesia kata ini kemudian diserap

55
Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64

menjadi moderasi yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai
pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman (Indonesia, 2008). Dalam KBBI juga
dijelaskan bahwa kata moderasi berasal dari Bahasa latin moderatio yang berarti kesedangan
(tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Ketika kata moderasi disandingkan dengan agama
maka menjadi moderasi beragama maka merujuk pada sikap mengurangi kekerasan atau
menghindari keekstreman dalam praktek kehidupan beragama. Moderasi beragama harus
dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang sempurna dimana
setiap masyarakat apapun agamanya, sukunya, rasnya, etnisnya, budayanya, maupun pilihan
politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain serta saling belajar melatih
kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan diantara mereka. Moderasi Beragama
sangat erat terkait dengan menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap ‘tenggang
rasa‘ sebuah warisan leluhur yang mengajarakan kita untuk saling memahami satu sama lain
yang tidak sama dengan kita. Menurut Gus Dur Islam Moderat adalah sebuah pemahaman yang
mengedepankan demokrasi, menjamin kemurnian ideologi nasional (Pancasila) dan kesatuan
konstitusi Karakteristiknya adalah mengacu pada nilai-nilai kebudayaan dan agama yang
mendukung pembangunan (Sa’diyah & Nurhayati, 2019). Menurut Cak Nur: Islam moderat
adalah menjunjung tinggi nilai-nilai inklusivisme dan pluralism (Nurkhoiron, 2020), Lukman
Hakim Saifudin, Kemenag RI, 2019: Moderasi Beragama adalah cara pandang kita dalam
beragama, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik
ekstrem kanan (eka) maupun ekstrem kiri (eki), intinya Islam moderat adalah pandangan
Islam yang akomodatif, terbuka, toleran, teguh pendirian, mengakui keberagaman, menerima
konstitusi nasional dan anti kekerasan. Agama tidak perlu dimoderasi karena agama telah
mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan. Jadi bukan agamanya yang harus
dimoderasi melainkan cara pandang dan sikap umat dalam menjalankan syariat agama.
Mengapa harus ada moderasi beragama? (1) Mengajarkan sikap beragama yang moderat atau
seimbang; (2) Meneguhkan komitmen kebangsaan terhadap NKRI; (3) Pancasila sebagai dasar
negara Republik Indonesia; (4) Memperkuat penerimaan terhadap keragaman atau
kemajemukan; (5) Melestarikan pandangan dan tradisi keagamaan yang ramah dengan budaya
lokal.
Komitmen kebangsaan (Pancasila, Bhinneka, NKRI, dan UUD 1945), lahir murni dari hati
nurani bangsa yang paling dalam, bila kita tengok sejarah lahirnya Pancasila akan terlihat
nyata betapa jernih pola pikir para foundingfather kita dalam mendesain bangsa Indonesia.
Mereka telah berhasil menyelam lautan sejarah, menyibak berbagai gagasan, ideologi dan
kearifan lokal untuk memilih lima mutiara yang sesungguhnya adalah merupakan saripati jati
diri bangsa untuk kemudian dihadirkan sebagai fondasi negara yang akhirnya kita mengenal
dengan istilah Pancasila. Keanekaragaman yang ada di negeri ini mampu direngkuh oleh para
pendiri bangsa, keanekaragaman kepercayaan yang dianut oleh umat beragama di Indonesia
bisa dikemas dalam satu kalimat pendek yang berbunyi; “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila
pertama merupakan sila inti yangmembimbing dan menjiwai serta menyinari sila-sila yang
lain. Sila pertama adalah dasar yang memimpin cita-cita negara , cita-cita masyarakat, manusia
pribadi yang memberikan jiwa dan semangat pada penyelenggaraan segala kegiatan yang
benar, baik dan adil. Sila ini yang menjadi alasan dasar kenapa manusia hidup di muka bumi
ini. Mengapa ia harus berbuat baik atas sesama makhluk dimuka bumi ini , mengapa ia harus
menjunjung tinggi keadilan, mengapa ia tidak boleh menyakiti orang lain dan mengapa ia harus
menghormati hak-hak orang lain. Semua itu karena adanya Allah SWT. Allah YangMaha
Pencipta Pemelihara Pelindung menjadi pusara seluruh aktifitas, kekuatan yang menjadi
alasan dandasar tatanan hidup seluruh manusia. Allah mengirim dan menciptakan manusia di
muka bumi ini dengan satu tujuan yang sangat mulia yaitu mengabdi, menghamba kepadaNya.
Kepada segenap manusia Allah SWT telah menetapkan aturan-aturan hidup. Barang siapa taat
dan patuh maka ia akan sampai pada jalan kebahagiaan yang sesungguhnya, bahagia dan
nyaman di hati duniadan akherat. Sementara itu mereka yang ingkar akan mendapatkan nasib
sengsara selama-lamanya dialam baka. Allah menjadikan tak ada sesuatu yang tanpa

56 Hanik Rosyada (Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama…)


Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64

perhitungan, bahkan sebiji dzarahpun keburukan atau kebaikan pasti akan ada balasannya.
Dalam pengadilan Allah inilah segala sesuatu yang akan menerima putusan dengan seadil-
adilnya. Dan tugas dari semua hamba adalah mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Rasa berketuhanan setiap insan sesungguhnya telah melekat sedemikian dalam setiap hati
lubuk manusia, bahkan dalam masyarakat yang primitif sekalipun keyakinan terhadap Allah,
dzat yang adi kodrati telah menancap begitu kuat. Allah SWT berfirman bahwa kesadaran
manusia bertuhan sudah ada jauh sejak sebelum manusia lahir ke muka bumi ini. “Dan ingatlah
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman : Bukankah Aku ini Tuhanmu?
Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami) , kami menjadi saksi. Yang demikian itu agar
dihari kiamat kamu tidak mengatakan : ‘ Sesungguhnya kami (Bani Adam ) adalah orang-orang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, atau agar kamu tidak mengatakan : “ Sesungguhnya
orang-orangtua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah
anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah engkau akan
membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu? (Q.S. Al –A’raf 172 ).
Kesadaran tentang keberadaan Allah telah melekat sedemikian dalam jauh diawal kehidupan
manusia, sejak pertama kali manusia ada dimuka bumi ini . Sejak pertama kali ada manusia
sejak saat itu ada agama. Di setiap masa disetiap tempat digunung-gunung maupun di pantai
ditemukan jejak-jejak yang menunjukkan bahwa orang-orang tersebut atau paling tidak
meyakini adanya satu kekuatan yang Maha Dahsyat yang melingkupi mereka. Salah satu
kenyataan yang khas dalam diri manusia adalah dalam lubuk hatinya yang terdalam dia
memiliki suatu kepekaan terhadap hal-hal yang bersifat ghaib, suatu keterbukaan dan
keterarahan kepada hal-hal yang bersifat transenden mengatasi dirinya sendiri. Kenyataan
inilah yang akhirnya dapat membuat manusia terbuka pada hal-hal yang bersifat Ilahiyah,
bahkan yang membuatnya mampu mencari dan mengakui adanya tuhan serta imamnya.
Keterbukaan transenden ini menunjukkan dengan jelas bahwa manusia memiliki orientasi
yang tidak hanya terbatas pada lingkungan dunia fana ini.
Manusi secara naluriah memiliki kecenderungan khusus untuk menemukan Tuhan yang
adi kodrati dan bergerak mengarah kepadanya. Di setiap lubuk hati manusia sepertinya sudah
disiapkan satu wadah satu file khusus yang mengarahkan manusia untuk hidup beragama, dan
inilah yang menjadi keyakinan umat Islam. Islam menegaskan prinsipnya bahwa setiap
manusia adalah homo religious, agama sebagai kebutuhan hidup sesuai fitrah manusia. Islam
mengatakan bahwa manusia lahir dalam keadaan suci. Konsep ketuhanan dalam Islam disebut
tauhid- mengEsakan Allah SWT. Katakanlah: Dialah Allah yang Maha Esa. Allah tempat
bergantung. KepadaNya segala sesuatu. Diatidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak
ada sesuatupun yang setara denganNya ( Q.S.Al Ikhlas 1-4 ). Kedalaman berfikir dan kejernihan
hati berhasil menyibak variasi watak manusia sampai pada saripati watak bangsa dalam
kalimat; “ Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Kemanusiaan berasal dari manusia, yaitu
sesuatuyang terkait dengan hakikat manusia, apa dan siapa. Hakikat martabat manusia
semestinya dijadikan acuan moral dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan-kebijakan
bangsa dan bernegara Indonesia. Konsekuensinya kita memperlakukan setiap manusia dan
masyarakat sesuai dengan harkat dan martabatnya. Dalam pandangan Islam setiap individu
adalah personifikasi dari kemanusiaan, sementara itu kemanusiaan sangat dihormati dan
dijaga oleh Islam, jiwa manusia ditempatkan pada urusan yang tertinggi. Al quran sebagai
pedoman hidup umat Islam menyatakan bahwa status mulia manusia diatas makhluk lainnya;
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, kamiangkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (Q.S. Al Isra 70)
Ajaran agama Islam sangat peduli dengan keselamatan jiwa manusia, sebuah perbuatan
yang mengancam keselamatan jiwa adalah musuh utama dalam Islam. Al quran dengan tegas
mengutuk penghilangan nyawa menusia dengan alasan apapun. Termasuk perilaku bunuh diri
juga sangat dilarang dalam Islam. Tidak ada bedanya melenyapkan satu nyawa dengan

Hanik Rosyada (Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama…) 57


Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64

melenyapkan banyak nyawa, keduanya sama-sama perilaku keji, perbuatan yangmengancam


perdamaian dunia. Membunuh satu nyawa manusia sama dengan membunuh semua manusia.
Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya, dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas
kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan di muka bumi (Q.S. Al maidah 32 ). Islam hadir menghentikan perilaku yang
tidak beradab dan tidak manusiawi yang dijalankan oleh kaum jahiliyah sebelum kehadiran
Muhammad SAW. Perilaku dan akhlak manusia menjadi inti ajaran agama. Ia menjaditolok
ukur derajat manusia dihadapan sang khalik, sehingga tugas utama Rasulullah adalah
menyempurnakan akhlak manusia baik itu akhlak kepada Yang Maha Pencipta dengan
ketaatan dalam ibadah maupun perilaku kepada sesama manusia, saling menolong,
menyantuni orang miskin, membela kaum yang lemah, jujur, sabar, dapat dipercaya, saling
menyayangi, toleran dan menghormati semua orang. Bapak-bapak pelopor kemerdekaan juga
berhasil memformulasikan berbagai perbedaan yang ada baik itu suku, budaya, agama dan
adat istiadat mereka memformulasikan dalam sila dengan kalimat “Persatuan
Indonesia“ Sementara itu seluruh sistem nilai dan norma hubungan antar manusia sosial
kemasyarakatan diformulasikan dalam sila yang indah “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” dan dalam dunia hukum
keadilan sosial tersusunlah kalimat “ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “ yang
merupakan implementasi dari rasa dan keinginan kebersamaan yang mewarisi dan diwariskan
secara turun temurun dalam sejarah Indonesia, keinginan untuk mendapatkan rasa keadilan
sesuai hukum yang berlaku. Bisa dikatakan bahwa Pancasila merupakan “kimia” (chemistry)
genetika, yang membawa nenek moyang bangsa ini bersama-sama bergabung dan membentuk
sebuah peradaban madani di bumi Indonesia. Pancasila adalah perpaduan dari berbagai
macam unsur nilai-nilai universal yang terserak dibumi pertiwi Indonesia.
Lahirnya Pancasila berawal dari saat itu Jepang yang beberapa tahun sudah menjajah
Indonesia menghadapi masa sulit diambang kekalahannya dalam perang pasifik (Octaviona et
al., 2020). Setelah berhasil ditaklukkan poros Roma-Berlin oleh pasukan sekutu yang menjadi
akhir perang Eropa. Pasukan sekutu kemudian mengarahkan pasukannya lebih banyak ke Asia
termasuk Jepang. Dalam kondisi terjepit Jepang berusaha menarik simpati rakyat Indonesia
dengan mengumbar janji mau membantu proses kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan
adalah hasil perjuangan segenap rakyat Indonesia, negeri ini bukan milik golongan atau bukan
hadiah untuk komunitas tertentu tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Papua.
Perjuangan merebut kemerdekaan diperankan oleh seluruh unsur bangsa. Rasa kebangsaan
kita sudah ada sejak dulu. Demikian pula rasa kemanusiaan. Satu-satunya bangsa yang tidak
pernah menjajah bangsa lain adalah bangsa Indonesia. Indonesia sejak dulu adalah bangsa
yang berperikemanusiaan. Sejak zaman Hindu kita telah mengenal ucapan: “Tat Twam Asi”
yang artinya aku adalah dia, dia adalah aku. Dia pakai aku ikut pakai. Dia senang aku ikut
senang (Giri & Girinata, 2021). Aku sakit dia ikut sakit. Setelah itu datang agama Islam yang
mengajarkan perikemanusiaan yang lebih sempurna. Diajarkan kepada kita akan ajaran-ajaran
fardhu kifayah. Kewajiban-kewajiban yang dipikulkan kepada seluruh masyarakat misal bila
ada orang mati tidak dikubur siapa yang salah, siapa yang berdosa, siapa yang akan mendapat
siksa? Bukan sekedar kerabat family dari si mati tetapi segenap masyarakat ikut
bertanggungjawab. Demikian pula dalam agama kristen diajarkan: Cinta kepada Tuhan lebih
dari segala sesuatu dan cinta kepada sesama manusia sama dengan cinta kepada diri kita
sendiri. Jadi rasa kemanusiaan sudah mendarah daging dalam setiap insan yang ada di
Indonesia. Demikian pula rasa kedaulatan rakyat , dari dulu bangsa Indonesia telah mengenal
kedaulatan rakyat, hidup dialam kedaulatan rakyat. Demokrasi bukan barang baru bagi kita
demikian pula cita-cita keadilan social; toleransi, anti kekerasan, adaptif terhadap kebudayaan

58 Hanik Rosyada (Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama…)


Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64

lokal.

2. Nilai-nilai Pancasila dalam Pendidikan Agama Islam


Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil pemikiran para pendiri bangsa dimana
dalam merumuskannya tidak terlepas dari kondisi realitas masyarakat Indonesia yang
majemuk. Banyak sekali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mendorong kita untuk
lebih memahami agama, meningkatkan rasa moralitas, rasa kebangsaan dan kenegaraan.
Setiap sila memiliki justifikasi historisitas, rasionalitas dan aktualitas yang jika dipahami,
dihayati, dipercayai dan diamalkan secara konsisten dapat menopang pencapaian-pencapaian
agung peradaban dan budaya bangsa Indonesia yang unggul dan mencerahkan; (1) Nilai-nilai
Ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas yang bersifat vertikal-
transedental menjadi sangat penting sebagai fundamen etik kehidupan bernegara. Dalam hal
ini negara Indonesia bukanlah negara sekuler yang memisahkan urusan agama dan negara.
Menurut kandungan nilai Pancasila seyogyanya negara bisa menjadi pelindung, penjaga dan
penyemangat warganya untuk hidup beragama lebih baik . Nilai-nilai keagamaan juga
diharapkan bisa memainkan peran publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial dan
peradaban bangsa; (2) Nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan,
hukum alam dan sifat-sifat sosial manusia dianggap penting sebagai fundamen etika politik
kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan yang luas mengarah pada
persaudaraan dunia itu dikembangkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi. Saat
keluar bangsa Indonesia menggunakan segenap daya dan khazanah yang dimiliki untuk secara
aktif “ ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial “. Secara intern bangsa Indonesia mengakui dan memuliakan hak-hak dasar
warga dan penduduk negeri. Landasan etik sebagai prasyarat persaudaraan universal yang
berdasar pada keadilan dan peradaban mulia; (3) Aktualisasi nilai-nilai etis kemanusiaan
terlebih dahulu mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan kebangsaan yang lebih dekat
sebelum menjangkau pergaulan duniayang lebih jauh. Dalam internalisasi persaudaraan
kemanusiaan ini, Indonesia adalah negara persatuan kebangsaan yang mengatasi paham
golongan dan persaudaraan; (4) Nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan serta cita-cita kebangsaan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat permusyawaratan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan; (5) Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan dan cita-cita bangsa
memperoleh kepenuhan sejauh dapat mewujudkan keadilan sosial.

3. Toleransi
Moderasi adalah prosesnya, toleransi adalah hasilnya (Kurniawati & Maemonah, 2021).
Toleransi bermakna saling pengertian, saling menghormati dan menghargai perbedaan
keyakinan. Multikultural dan pluralitas serta keterbukaan yang muncul di era digital semakin
transparan. Manusia dihadapkan pada persaingan global pada berbagai bidang. Agama pada
era ini juga mengalami proses industrialisasi, yakni sebuah proses yang mereduksi agama
sedemikian rupa sehingga kehilangan nilai-nilai kasih sayang. Gaya hidup masyarakat industri
modern yang rasional dan sekuler mengasumsikan agama secara terpisah dari kegiatan
ekonomi dan industri , sosial dan politik juga dari sains dan teknologi. Agama menjadi terasing
dari kehidupan sosial. Akan tetapi sekularisasi sains dan teknologi menyebabkan timbulnya
dehumanisasi dan patologi-patologi sosial sehingga orang pada kembali melirik agama. Agama
dengan nilai-nilai spiritual yang dimiliki diharapkan memberikan sumbangan pada pemecahan
berbagai problem yang dihadapi manusia. Keterlibatan agama dalam problem-problem
kemanusiaan semakin meningkat sehingga di era digital ini bisa disebut dengan abad
kebangkitan agama. Munculnya virus covid -19 juga menyebabkan orang kembali pada agama.
Wabah ini menjadikan manusia sadar diri akan semakin tidak kuasanya manusia. Ada yang
Maha Kuasa yang menjadikan hidup kita makin dekat denganNya, karena Dia bisa memanggil
kita sewaktu-waktu. Ajaran menjaga kebersihan selalu mencuci tangan dengan sabun,
berwudhu, bersuci agar kita bersih terhindar dari hadas dan najis. Bersih diri setiap saat.

Hanik Rosyada (Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama…) 59


Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64

Agama sangat dibutuhkan oleh manusia untuk sanggup memaknai hidup dan kehidupan
manusia, bersikap terbuka dan toleran. Agama tidak saja mengajarkan doktrin-doktrin teologis
tetapi juga memberikan landasan keilmuan dan keimanan dalam memecahkan berbagai
problem kemanusiaan. Agama diharapkan memiliki karakter yang kritis, integratif dan
inovatif.
Masyarakat pluralistik secara religius sudah terbentuk dan sudah menjadi kesadaran
umum sehingga dialog antar agama sudah muncul dalam kitab suci Al quran sebagai kitab suci
agama yang terakhir diturunkan oleh Allah swt. Dalam Al quran Q.S. Al Baqarah 120
disebutkan: ‘Orang-orang Yahudi dan nasrani tidak sekali-kali akan senang kepadamu
sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah dialah
petunjuk yang sebenarnya. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong
bagimu.” Pencarian titik temu bisa dilaksanakan dengan cara pertemuan dan dialog yang
konstruktif berkesinambungan. Ada etika komunikasi yang harus kita taati. Tuntutan spiritual
keberagamaan yang sejuk dan ramah sangan dibutuhkan manusia modern yang dihempas
gelombang-gelombang besar konsumerisme dan materialisme. Menjadi tugas mulia umat
beragama untuk secara bersama menginterpretasikan ulang ajaran-ajaran agamanya agar
dapat dikomunikasikan pada wilayah agama lain sehingga mengurangi ketegangan ketegangan
antar umat beragama sehingga terbuka kesempatan untuk lebih bersifat memahami dan
toleran. Toleran tidak perlu dikhawatirkan akan menipisnya otentisitas keberagamaan agama
yang dipeluknya. Menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk keyakinan,
mengekspresikan keyakinan dan menyampaikan pendapat. Menghargai kesetaraan dan
bersedia bekerja sama. Istilah toleransi berasal dari bahasa Latin tolerare yang berarti
bertahan atau memikul, maksudnya adalah saling memikul walaupun pekerjaam itu tidak
disukai atau memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak
sependapat. Ada rasa saling menguatkan antara yang satu dengan yang lain. Dengan demikian
toleransi menunjuk pada adanya suatu kerelaan untuk menerima kenyataan adanya orang lain
yang berbeda. Menurut Webster’s New American Dictionary arti toleransi adalah liberty ta
ward the opinion of others, patient with other, memberi kebebasan (membiarkan pendapat
orang lain) dan berlaku sabar menghadapi orang lain.
Toleransi diartikan memberikan tempat kepada pendapat orang lain, dan berlaku sabar
menghadapi orang lain. Toleransi diartikan memberikan tempat kepada pendapat yang
berbeda. Pada saat yang bersamaan sikap menghargai pendapat yang berbeda itu disertai
sikap menahan diri atau sabar. Oleh karena itu diantara orang yang berbeda pendapat harus
memperlihatkan sikap yang sama yaitu saling menghargai dengan sikap yang sabar. Dalam
bahasa Arab istilah toleransi di sebut tasamuh artinya membiarkan sesuatu untuk dapat saling
mengijinkan dan saling memudahkan. Bisa juga diartikan agar diantara mereka yang berbeda
pendapat hendaknya bisa saling memberikan tempat bagi pendapatnya. Masing-masing
pendapat memperoleh hak untuk mengembangkan pendapatnya dan tidak saling menjegal
satu sama lain. Dari beberapa pendapat diatas toleransi dapat diartikan sebagai sikap
menenggang, membiarkan, membolehkan, baik berupa pendirian, kepercayaan dan kelakuan
yang dimiliki seseorang atas yang lainnya. Dengan kata lain toleransi adalah sikap lapang dada
terhadap prinsip orang lain. Toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan keyakinan,
atau kepercayaan yang dianutnya. Dalam toleransi sebaliknya juga tercermin sikap yang kuat
atau istiqomah untuk memegangi keyakinan atau pendapatnya sendiri. Isu toleransi beragama
selalu menghangat setiap saat dari tahun ke tahun seiring dengan seringnya terjadi konflik atas
nama agama. Sehingga Kementerian Agama dalam periode menjadikan moderasi beragama
sebagai mandatori program nasional. Berbagai macam perilaku kekerasan yang
mengatasnamakan agama mencuat di negeri kita, bahkan tidak sedikit yang menjadi korban,
baik secara psikis maupun fisik. Benturan antar kelompok agama mudah terjadi hanya karena
persoalan – persoalan primordial yang dipahami secara sempit. Indonesia terkenal sebagai
bangsa yang ramah, toleran dan saling menghormati. Setiap agama melarang keras tindakan

60 Hanik Rosyada (Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama…)


Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64

kekerasan atas nama apapun.


Agama tidak bisa dipersalahkan, sebab setiap agama selalu membawa ajaran-ajaran
kebaikan yang sifatnya universal. Apabila ada pemeluk agama yang melakukan kekerasan
maka itu bukan ajaran agamanya. Ketika keberagaman sebagai formulasi hubungan eksistensi
keberimanan individual dipolitisi kebenaran agama yang sifatnya mutlak secara pribadi atau
kelompok menjadi ideologi yang berujung pada kekerasan. Terorisme atas nama agama hanya
membuat kelompok umat beragama merasa ternodai. Sebagai guru PAI di sekolah kita
memiliki kewajiban untuk mengikis radikalisme. Dalam materi pembelajaran PAI bukan hanya
nilai-nilai ketakwaan dalam beragama yang kita sampaikan melainkan juga kebersamaan
dalam hidup beragama ( toleransi beragama ) dalam sebuah negara yang majemuk dengan
Pancasila sebagai ideologi negara Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa yang
menunjukkan keanekaragaman agama di Indonesia namun tetap rukun dalam hidup beragama
dengan prinsip “lakum dinukum waliyadin.” Bagimu agamamu dan bagiku agamaku, dalam
urusan peribadatan kita teguh dan kokohkan masing-masing pelaksanaan ibadah dan dalam
urusan kemanusiaan kita bertaawun, saling tolong menolong dan saling menghargai. Dalam
segi teologis Islam tegas harus diyakini pemeluknya. Tidak dibenarkan untuk memaksa non
muslim memeluk Islam. Dalam tatanan ritual semua sudah diatur dalam Al quran dan Sunah
Rasul. kebhinekaan bangsa Indonesia harus selaras dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
(berbeda-beda namun tetap satu juga). Selayaknyalah kita memberikan apresiasi kearifan
kepada para pendiri bangsa yang dengan amat sadar visioner memandang bahwa negeri
Indonesia bukan sebagai negeri yang monoagama maupun mono kultur, melainkan sebagai
negara yang ber Bhineka yang memiliki kekayaan keyakinan, budaya, kearifan lokal dan
berbagai atribut lokalitas lain. Perbedaan-perbedaan ini perlu dikelola secara arif sehingga
bisa dirajut menjadi sebuah kekayaan hidup berbangsa dan bernegara. Jika semangat dimiliki
oleh semua warga negara maka kita akan rukun damai dan bahagia sepanjang hidup di negeri
Indonesia tercinta. Toleransi menjadi bagian dari implementasi praksis Bhinneka Tunggal Ika.

4. Anti kekerasan
Pembahasan soal agama dan kekerasan dewasa ini menjadi hal yang tidak ada habisnya
untuk dibahas. Hal ini disebabkan agama yang suci seringkali menjadi motivasi kekerasan,
bukan lagi menjadi kedamaian, ketentraman serta kesejahteraan umat manusia. Motivasi
kekerasan kadangkala terinspirasi oleh orientasi magis yang irrasional terhadap simbol
keagamaan dengan realitas sosial disamping sifat agama yang misterius. Bahkan pada titik
yang radik telah terjadi disorientasi agama pada berbagai kelompok gerakan keagamaam.
Munculnya fenomena kekerasan yang menyeruak menggambarkan bahwa agama memang
sedang dihadapkan pada situasi yang menyulitkan. Disatu sisi ada yang menggunakan agama
sebagai alat kekuasaan disisi lain ada pula yang menjadikan agama sebagai alat untuk merebut
dan memperjuangkan demokratisasi. Pada situasi seperti ini kekerasan terkadang muncul
menjadi alat perdebatan yang tidak sehat. Dalam historis tradisi kenabian tidak satupun
bentuk-bentuk kekerasan yang didasari oleh perbedaan ajaran agama, bahkan pada kasus
perang terhadap umat Islam yang tidak membayar zakat pada masa khalifah Abu Bakar
Shiddiq, dasar pemikiran yang diambil oleh Khalifah Abu Bakar bukan karena mereka
dianggap kafir atau murtad tetapi karena mereka menolak membayar zakat
Tumbuh dan berkembangnya kepribadian dalam diri manusia adalah hasil pendidikan dan
tempaan lingkungan, yang menempatkan agama hanya salah satu faktor yang
mempengaruhinya. Dalam keyakinan Agama Hindu dikenal Ahimsa atau non-violence atau
hidup tanpa kekerasan baik fisik maupun non fisik. Ahimsa adalah nilai dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang damai dan sentosa. Masyarakat yang guyub dengan seminimal
mungkin ada kekerasan yang membencanai anggota masyarakat, lingkungan sosial maupun
lingkungan alam. Ahimsa bukan tujuan melainkan output, sehingga orang tidak boleh berhenti
sampai kesadaran moral melainkan berlanjut sampai lapis kesadaran berikutnya yaitu
kesadaran spiritual yang memunculkan rasa cinta kasih tanpa pamrih. Dalam suasana batin

Hanik Rosyada (Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama…) 61


Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64

dan kejiwaan yang diliputi cinta kasih seseorang tidak akan tega menyakiti orang lain apalagi
membunuh. Bila setiap orang memancarkan vibrasi cinta kasih kecil kemungkinan terjadinya
kekerasan. Dalam sejarah pemikiran Kristen Al kitab menyaksikan bahwa tindakan kekerasan
yang pertama kali dilakukan manusia adalah oleh Kain terhadap adiknya Hebel, terjadi setelah
manusi terjatuh dalam lembah dosa. Menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang
menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal dalam mengusung
perubahan yang diinginkan. Islam adalah agama samawi, agama dari langit yang diturunkan
oleh Allah melalui utusanNya nabi Muhammad SAW, datang ke Indonesia pada abad 7 M,
dibawa melalui hubungan pelayaran dan perdagangan dengan negeri-negeri di benua Asia
bagian timur dan tenggara melalui beberapa tempat pelabuhan yang terletak di pesisir selatan
Malaka dibawah pengawasan Sriwijaya. Islam bukan agama asli Indonesia, sama seperti
agama Hindu dan Budha serta agama Kristen. Agama Hindu dan Budha lebih dahulu masuk ke
Indonesia, hal itu terbukti dengan masih banyaknya peninggalan baik yang berupa ajaran
maupun artefak yang bernuansa Hindu-Budha, seperti Bhinneka Tunggal Ika, candi-candi,
pure-pure Hindu dan peninggalan lainnya.
Kedatangan Islam bukan untuk menghapus dan menghilangkan tradisi Hindu Budha
namun memberikan warna dan hidup berdampingan secara damai. Islam datang ke Indonesia
secara damai, tidak menjajah dan memaksa. Dakwah Islam ke Indonesia dilaksanakan secara
damai terutama melalui seni dan kebudayaannya. Kehadiran sosok Muhammad saw sebagai
Rasulllah dan Kitab Al quran sebagai pedoman hidup telah mengubah orientasi berpikir
masyarakat Arab yang kala itu sangat kabilah sentris menjadi berpikir Kosmopolit. Tradisi dan
energi saling berperang antar suku diubah menjadi kekuatan konvergen lalu diarahkan untuk
membangun peradaban baru yang bersifat kosmopolit, melewati batas etnis dan teritori
primordial mereka. Karena itu pusat-pusat peradaban Islam bermunculan di berbagai wilayah
di luar Makkah Madinah, tempat Al quran diturunkan. Al quran mampu mengubah mindset
mereka, pranata dan hukum ditegakkan sehingga muncul masyarakat Madinah yang Madani.
Dalam konteks Islam rahmatan lil alamiin Islam telah mengatur rata hubungan teologis, ritual,
sosial dan humanitas.

5. Adaptif terhadap kebudayaan lokal


Perkembangan budaya Islam berkaitan dengan nilai-nilai budaya Islam dan budaya yang
dikembangkan. Islam sangat menghargai keanekaragaman budaya. Ciri dan corak bangunan
masjid di Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan pesat. Masjid yang dibangun
oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila desain dan estetiknya mirip dengan bangunan joglo
yang berseni budaya Jawa. Ekspresi keberislaman yang moderat telah menginspirasi umat
Islam untuk membangun harmoni dengan budaya dan tradisi agama. Buku-buku
pembelajaran PAI yang digunakan guru dalam proses pembelajaran pada umumnya
menekankan pembahasan pada budaya-budaya mayoritas, sementara budaya minoritas
kurang mendapatkan perhatian. Ada satu kurikulum yang mestinya diperhatikan dalam
pendidikan multikultural terutama dalam pendidikan agama yakni inter-religion curriculum,
kurikulum berbasis antar agama. Kurikulum ini meliputi 3 aspek yaitu; Kognitif, daya
pengetahuan dari dimensi-dimensi parenial (setara/sama) agama-agama dan perbedaan-
perbedaannya, menjelaskan persamaan dan perbedaan dan keunikan tradisi agama untuk
saling berbagi dan bekerja sama dalam memecahkan masalah kemanusiaan dan lingkungan.
Afektif, yakni menghormati agama orang lain dan orang lain adalah orang yang selalu kita
butuhkan dalam setiap hari, berpikir positif tentang persamaan hubungan dalam perbedaan-
perbedaan keagamaan, adanya pemahaman yang saling menguntungkan diantara agama-
agama untuk mendapatkan perpektif dan horison yang baru dan kaya. Psikomotorik,
kemampuan dalam merekonstruksi dan membangun peace-building, kemampuan membuat
rekonsiliasi dan resolusi konflik, kemampuan sosial untuk menunjukkan empati dan
pemahaman yang empatis dengan orang lain. Mengembangkan sikap pluralisme pada peserta
didik di era ini sangat penting untuk dilakukan oleh pendidik. Sikap-sikap plural dapat

62 Hanik Rosyada (Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama…)


Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64

ditumbuh kembangkan dalam diri generasi muda melalui dimensi-dimensi pendidikan agama.

Tabel 1. Contoh Internalisasi Nilai-nilai Moderasi Beragama di Sekolah

Indikator moderat Sub indikator Waktu pelaksanaan Keterangan


a. Mengikuti kegiatan upacara
1 Minggu sekali Dihalaman sekolah
setiap hari Senin dan Hari
Besar Nasional.
Setiap hari Didalam kelas
b. Hormat bendera merah
putih di kelas.
Setiap hari Didalam kelas
c. Mengikuti menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya
setiap pagi dalam megawali
Cinta tanah air
kegiatan pembelajaran di
sekolah.
d. Memasang symbol
Awal tahun Dimasing-masing
kenegaraan di setiap
ruangan
ruang/kelas.
e. Memasang emblem/badge
Setiap peserta didik Didada seragam
merah putih di seragam
sekolah
sekolah/dinas.
a. Meghormati orang lain beda Setiap hari Hari Besar
agama dalam beribadah Keagamaan
b. Tidak mencari kekurangan Setiap hari Inklud dalam
atau kesalahan ibadah lain materi
c. Memotivasi orang lain dalam Setiap hari pembelajaran
beribadah sesuai dengan Saling
agamanya mengingatkan
d. Berteman dengansiapa saja Setiap hari Tidak pandang
Toleran tanpa membedakan agama bulu
e. Menanamkan rasa Setiap hari Saling memotivasi
persaudaraan tanpa
membedakan latar belakang
agma Hari Besar
f. Menghargai teman yang Insidental Keagamaan
sedang melaksanakan
ibadah sesuai dengan
agamanya
Contoh Perilaku:
a. Kekerasan Fisik:
✓ Intimidasi
✓ Isolasi
✓ Pengendalian Setiap hari
b. Agresi, memukul,
menendang.
c. Kekerasan seksual Saling
Anti Kekerasan
d. Kekerasan emosional mengingatkan
e. Kekerasan digital
Penanganan:
a. Berbicara secara terbuka
dengan anak
b. Kenali perilaku anak
c. Memuji anak atas
prestasinya

Hanik Rosyada (Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama…) 63


Al-Khos: Jurnal Pendidikan Agama Islam ISSN 2809-1639
Vol. 2, No 2. Tahun 2022, pp. 55-64

Indikator moderat Sub indikator Waktu pelaksanaan Keterangan


d. Membuat peraturan yang
tegas.
a. Penggunaan budaya Awal tahun Kolaborasi budaya
traisional sejenis tarian pembelajaran
Islami. Bentuknya: Gerak
Lagu Islami Awal tahun Sosialisasi intensif
Budaya Lokal
b. Pengenalan lagu Jawa
bernuansa Islami.
Bentuknya: lagu ilir-ilir atau
sholawat.

6. Kesimpulan
Nilai moderasi agama dalam pembelajaran agama islam adalah untuk membina peserta
didik yang memiliki pemahaman yang mendalam dan mampu mengamalkan Islam yang
moderat dan yang tidak merasa dirinya paling taqwa, sedangkan yang lain salah. Internalisasi
keutamaan moderasi dilakukan dengan memasukkannya ke dalam pembelajaran PAI, bukan
mengajarkannya sebagai mata pelajaran tersendiri. Melalui perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi yang cermat, moderasi keagamaan diinternalisasikan dalam lingkungan sekolah, agar
pelajar memiliki akhlak yang baik (akhlak al-karimah) dan memiliki pemahaman yang lengkap
terhadap proses pemaknaan keagamaananya.

Daftar Pustaka
Giri, I. P. A. A., & Girinata, I. M. (2021). Tat Twam Asi: Transformasi Individualistis Kearah
Solidaritas Sosial. Purwadita: Jurnal Agama Dan Budaya, 5(1), 93–100.
Indonesia, K. B. B. (2008). Departemen Pendidikan Nasional. In Jakarta: Pusat Bahasa.
Kurniawati, R., & Maemonah, M. (2021). Bimbingan Literasi Media dan Pengarus Utamaan
Moderasi Beragama di PPM-PIN IAIN Surakarta. QUALITY, 9(2), 311–334.
Nurkhoiron, M. (2020). Liberalisasi Sebagai Moderasi Islam Dalam Masyarakat Paska Sekuler.
MIMIKRI, 6(1), 1–16.
Octaviona, E., Zaki, A., & Putri, G. L. (2020). Memahami Nilai-Nilai Pancasila Melalui Budaya
Literasi. Jurnal El-Pustaka, 1(2).
Rizky, F. U., & Syam, N. (2021). Komunikasi Persuasif Konten Youtube Kementerian Agama
dalam Mengubah Sikap Moderasi Beragama. Jurnal Ilmu Komunikasi, 11(1), 16–33.
Sa’diyah, H., & Nurhayati, S. (2019). Pendidikan Perdamaian Perspektif Gus Dur: Kajian
Filosofis Pemikiran Pendidikan Gus Dur. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 14(2), 175–
188.

64 Hanik Rosyada (Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama…)

Anda mungkin juga menyukai