Anda di halaman 1dari 26

MODERASI BERAGAMA

DAN DIALOG ANTAR


UMAT BERAGAMA
ADA TIDAK
ORANG KRISTEN OANG KRISTEN
PERLU YANG TIDAK
MODERASI MODERAT
BERAGAMA?
APAKAH ORANG
KRISTEN TERBIASA
BERDIALOG
DENGAN UMAT
BERAGAMA LAIN?
MODERASI BERAGAMA
BAGI
Beberapa Pertanyaan Reflektif:
1. Mengapa Moderasi Beragama Penting ?
2. Paham Moderasi Beragama. Apakah Agama Perlu
Dimoderasi ?
3. Moderasi Beragama Penguatan Kerukunan
Beragama.
4. Model Moderasi Beragama
5. Agama dan Pancasila Modal Sosial Integrasi Bangsa
6. Pendidikan Agama Katolik Yang Moderat.
1. Mengapa Moderasi Beragama Penting

Selama ekstrimitas beragama ada, dan moderasi


beragama tidak hadir, maka intoleransi dan konflik
keagamaan tetap akan menjadi ‘bara dalam
sekam’, yang setiap saat bisa meledak, apalagi jika
disulut dengan sumbu politik.
Pengalaman empirik Indonesia menunjukkan bahwa
ekstrimisme dan kekerasan atas nama agama tidak
cukup diatasi dengan gerakan deradikalisasi,
melainkan juga harus sinergi dengan gerakan
moderasi beragama.
Moderasi Beragama Urgent
 Pemahaman istilah moderasi beragama penting
karena moderasi beragama sesungguhnya
merupakan esensi agama, dan pengarusutamaan
moderasi beragama menjadi keniscayaan dalam
konteks masyarakat plural dan multicultural
seperti Indonesia.
 Moderasi Beragama menjadi sangat relevan dan
urgent ditengah konflik dan gesekan sosial atas
nama agama menyuburkan radikalisme agama
tanpa kecuali di sekolah.
Bukan Memoderasi Ajaran Agama
 Moderasi beragama bukan berarti memoderasi ajaran agama,
karena agama dalam dirinya sudah mengandung prinsip
moderasi, yaitu keadilan dan keseimbangan. Bukan agama
jika ia mengajarkan perusakan di muka bumi, kezaliman, dan
angka murka, Agama tidak perlu dimoderasi lagi.
 Cara seseorang beragama harus selalu didorong ke jalan
tengah, harus senantiasa dimoderasi, karena ia bisa berubah
menjadi ekstrim, tidak adil, dan bahkan berlebih-lebihan,
merupakan penguatan dan implementasi moderasi beragama
sebagai proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran
agama secara adil dan seimbang agar terhindar dari perilaku
ekstrim. Lebih pada cara pandang, bagi setiap individu umat
beragama maupun lembaga-lembaga keagamaan yang ada di
Indonesia baik dalam berkomunikasi, bersikap dan berkarya.
Menciptakan Kerukunan
Dan untuk mengelola situasi keagamaan
yang plural di Indonesia dibutuhkan visi dan
solusi yang dapat menciptakan kerukunan
dan kedamaian dalam menjalankan
kehidupan beragama, menghargai
keragaman tafsir; serta tidak terjebak pada
ekstrimisme, intoleransi dan tindak
kekerasan ditemukan dalam kehidupan
beragama.
2. Pemahaman Moderasi Beragama
 Moderasi beragama merupakan penguatan dan
implementasi moderasi beragama sebagai
proses memahami sekaligus mengamalkan
ajaran agama secara adil dan seimbang agar
terhindar dari perilaku ekstrim.
 Kata moderasi (moderatio) disandingkan dengan
kata beragama, istilah tersebut merujuk pada
sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari
keekstriman dalam praktek beragama.
Indikator Moderasi Beragama
Maka untuk melihat apakah seseorang itu bersikap moderat
dalam hidup beragama, ada 4 indicator yang digunakan
dalam buku ini.
1) Komitmen kebangsaan,
2) Toleransi,
3) Anti-kekerasan,
4) Akomodatif terhadap kebudayaan local.
Moderasi beragama sebagai proses, dan toleransi beragama
menjadi intinya. Sebab melalui relasi antaragama, kesediaan
berdialog, bekerja sama, pendirian tempat ibadah, serta
pengalaman berinteraksi dengan pemeluk agama lain
menjadi indikator penting dalam moderasi beragama.
3. Penguatan Kerukunan Umat Beragama
 Moderasi beragama memberi penguatan terhadap
program kerukunan umat beragama yang dilakukan
melalui tiga strategi utama, yakni: 1) Sosialisasi gagasan,
pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi
beragama kepada seluruh lapisan masyarakat.
2) Pelembagaan moderasi beragama ke dalam program
dan kebijakan yang mengikat;
3) Integrasi rumusan moderasi beragama dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020 – 2024, sebagai pengarusutamaan dan
penguatan agar semangat moderasi beragama dapat
secara terstruktur dijadikan sebagai program nasional.
Moderasi Beragama
 Benarkah bahwa bersikap moderat dalam beragama
berarti menggadaikan keyakinan ajaran agama kita demi
untuk menghargai keyakinan pemeluk agama lain ?
 Moderat dalam beragama berarti percaya diri dengan
esensi ajaran agama yang dipeluknya, yang mengajarkan
prinsip adil dan berimbang.
 Karakter moderasi beragama meninscayakan adanya
keterbukaan, penerimaan, dan kerjasama dari masing-
masing kelompok agama yang berbeda. Moderasi
beragama, diharapkan dapat mengklarifikasi jika masih
ada salah paham tentang arti dan makna moderat dalam
beragama.
Krakter Utama Seseorang Moderat
 Moderasi beragama merupakan kebajikan yang
mendorong terciptanya harmoni sosial dan
keseimbangan dalam kehidupan secara personal,
keluarga dan masyarakat hingga hubungan antar
manusia yang lebih luas lintas agama.
 Sikap moderasi beragama; bersikap adil dan
berimbang, akan lebih mudah terbentuk jika
seseorang memiliki karakter utama dalam dirinya:
kebijaksanaan (wisdom), ketulusan (purity),
keberanian (courage) dan kedalaman pengetahuan
agama yang memadai (kecerdasan spiritual).
4. Model Moderasi Beragama
• Modeasi Beragama menjadi aspek yang menonjol dalam sejarah
peradaban dan tradisi semua agama di dunia. Kesamaan nilai
moderasi ini menjadi energy yang mendorong terjadinya pertemuan
bersejarah dua tokoh agama besar dunia, Paus Fransiskus dengan
Imam Besar Al Azhar, Syeikh Ahmad el-Tayyeb, pada 5 Pebruari 2019
yang lalu.
• Pertemuan dua tokoh tersebut telah menghasilkan dokumen
persaudaraan kemanusiaan (human fraternity document), yang di
antara pesan utamanya menegaskan bahwa musuh bersama kita saat
ini sesungguhnya adalah ekstrimisme akut (fanatic extremism), hasrat
saling memusnahkan (destruction), perang (war), intoleransi
(intolerance), serta rasa benci (hatefull attitudes) di antara sesama
umat manusia yang semuanya mengatasnamakan agama. Dokumen
persaudaraan kemanusiaan Paus Fransiskus dan Imam Besar Al.Azhar
merupakan model, contoh imepelementasi sikap moderasi beragama.
Model Moderasi Beragama
Film The Santri, garapan Nadhtul Ulama (NU)
dengan sutradara muda yang kontroversial Livi
Zheng, menjadi polemik dalam dunia media social.
Film The Santri walau belum produksi, dan yang
mumcul baru traliernya saja di Youtube sudah
ditontotn hampir 2 juta orang. Film ini
menggambarkan hidup para santri yang religius
namun ditanggapi pro-kontra dimana sebahagian
orang menganggap film ini terlalu moderat, liberal
dan kurang menggambarkan hidup para santri
yang religius.
Model Moderasi Beragama
• Adegan para wanita dalam film tersebut yang membawa
tumpeng ke dalam gereja bagi sebagian orang dianggap terlalu
kontroversial, liberal yang dapat membuat orang menjadi
murtad. Berbagi makanan itu sebenarnya hal yang biasa, tetapi
menurut sekelompok orang, janganlah santri masuk gereja, itu
namanya murtad. Film The Santri memberikan gambaran Islam
yang moderat dan toleran. Film The Santri yang menampilkan
sikap moderasi beragama akan membawa peradaban baru bagi
kalangan antar umat beragama di bumi nusantara agar paham
radikalisme tidak dibiarkan terus berkembang dan akan menjadi
kekuatan yang akan merorong negeri ini karena orientasinya
bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pancasila.
5.Agama & Pancasila Modal Sosial
Integrasi Bangsa
Dalam konteks penguatan integrasi nasional inilah Moderasi
Beragama dapat memberikan kontribusi yang positif dalam
revitalisasi ideologi Pancasila.Hal ini berarti bahwa agama
semestinya menjadi faktor integratif (pemersatu) dan bukan
sebaliknya.Dengan fungsi ini nilai-nilai agama dan Pancasila
menjadi modal sosial bagi harmoni dan integrasi bangsa.
Pemahaman keagamaan yang semacam ini akan menjelma
menjadi sikap keberagamaan yang moderat dan toleran
terhadap kemajemukan, bukan sikap keberagamaan yang
berwatak absolutis dan radikal.Agama perlu dikembalikan
kepada perannya sebagai panduan spiritualitas dan moral,
bukan hanya pada aspek ritual dan formal.
Agama & Pancasila
Pancasila sebagai ideology Bangsa, yang mengatur tata
hubungan antara manusia yang bhineka dalam segala bentuknya
sebagaimana diatur dalam sila ke 2 sampai ke 5 Pancasila, tidak
hanya dilihat dari segi kemanusiaan belaka, tetapi dalam
kaitannya dengan “Tuhan”. Manusia dilihat secara sakral
religius-teologis, sebagai citra Allah sehingga kehidupan spiritual
umat beragama dapat terinspirasi menghayati nilai-nilai
agamanya dalam bingkai roh Pancasila, roh kebangsaan.
Semua aktivitas bernegara terkait dengan demokrasi social dan
demokrasi ekonomi (keadilan social) dilakukan dengan sikap
bertanggungjawab di hadapan Tuhan, sehingga terbangun
sebuah keyakinan dengan mengamalkan Pancasila: makin adil
makin beradab untuk membela kebenaran dan mewujudkan
keadilan merupakan panggilan profetis semua agama.

Nilai Pancasila Sebagai Indikator
 Seluruh komponen bangsa diharapkan dapat merevitalisasi nilai-
nilai Pancasila sebagai system nilai (vihicile) yang mengikat dan
menjiwai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
mencermati, memberi asessment; apakah peraturan atau
perundang-undangan yang kini ada; seperti tata kelola sumber
daya alam, pelayanan kesehatan, kebebasan beragama,
penghormatan pada nilai-nilai adat dan kearifan local, penegakan
hukum sudah sesuai dengan nilai-nilai dan norma Pancasila.
 Apakah proses dan paradigma pembangunan sudah
memperlakukan rakyat dengan adil dan beradab. Dan tak
terkecuali, ASN dapat menjadi motor penggerak gerakan moral
Pancasila, sebagai indicator membangun keadaban publik dalam
setiap lembaga negara dan swasta, menginternalisasi nilai-nilai
Pancasila melalui lembaga pendidikan, keluarga dan masyarakat
mewujudkan negara dan bangsa yang Pancasilais.
6. Pendidikan Agama Yang Moderat
 Pertama, Pendidikan agama di sekolah jangan sampai
terperosok pada doktrin-doktrin keagaman yang bersifat
ekslusif. Kehidupan beragama yang pluralis, toleran, moderat
dan inklusif merupakan bagian tak terpisahkan dari ajaran
agama itu sendiri. Pluralitas agama, semangat toleransi dan
inklusivisme merupakan ‘hukum Tuhan’ yang tidak bisa
dinafikan dan ditutupi. Wacana pluralitas ini seharusnya
menjadi komitmen dan cita-cita mulia setiap agama.
 Pendidikan agama yang berbasis pada dialog intercultural
sangat relevan dengan kehidupan masyrakat Indonesia yang
bersemboyan “Bhineka Tunggal Ika”, beraneka ragam suku,
agama, dan kultur yang mengkristal menjadi satu nilai
universal Pancasila menjadi kohesi social antar umat
beragama.
Pendidikan Agama Yang Moderat
 Kedua, Kurikulum pendidikan agama yang lebih
inklusif akan dapat memupuk perjumpaan antar umat
beragama dalam basis humanisme transendental
sehingga membuka dialog antar umat beragama.
Suatu agama dikatakan benar dan baik bila sejauh
agama itu manusiawi, tidak menghilangkan dan
menghancurkan kemanusiaan melainkan melindungi
dan memajukannya (Hans Kung, 1990). Pendidikan
agama terbuka untuk mengajak peserta didik
mengampanyekan perdamaian, keadilan, toleransi,
dalam kerjasama kemanusiaan memeranagi
radikalisme, korupsi, kerusakan lingkungan.
Pendidikan Agama Yang Moderat
 Ketiga, pendidikan agama di sekolah harus disadari
oleh setiap pendidik sebagai sarana penanaman nilai-
nilai moral dan spiritual yang berlangsung pluriform
dengan prinsip memberi testimoni kepada peserta
didik bahwa hidup ini bernilai secara universal tanpa
batas-batas suku, agama dan budaya. Kita pantas
prihatin terhadap Guru-guru agama yang belum
mampu menghargai perbedaan, pluralitas. Pendidikan
agama harapannya dapat memberi kontribusi dalam
transformasi budaya dan nilai-nilai etis yang dapat
memberikan panduan dalam kehidupan sehari-hari di
tengah masyarakat yang pluriform.
Pendidikan Agama Yang Moderat
Keempat, pendidikan agama di sekolah hendaknya menghantar
peserta didik pada penghayatan keagamaan yang berdasar pada
ortopraksis (perbuatan yang benar) dan ortodoksia (ajaran
agama yang benar). Pendidikan agama yang mengakar dalam
konteks hidup peserta didik dengan segala masalahnya, akan
menghantar peserta didik pada penghayatan agama yang
transformatif, terarah pada nilai-nilai transenden (ilahi) dan
berakar pada nilai-nilai imanen (nilai manusiawi, budi pekerti),
serta responsif pada dialog budaya (interreligous dialog).
Proses pendidikan agama membuat siswa mampu menghargai
kearifan lokal yang ada dalam setiap komunitas, pluralitas,
membuat setiap peserta didik untuk berubah (change), serta
kritis terhadap doktrin yang radikal, peka dan peduli dengan
realitas kehidupan di tengah masyarakat.
Perjumpaan Agama & Pancasila

Pancasila dalam perjumpaan dengan


Agama-agama di Indonesia, khususnya
konsep Ketuhanan Yang Maha Esa
mengakomodasi kebutuhan pemahaman,
bukan saja dari Iman Katolik tetapi juga dari
semua iman dan kepercayaan keagamaan
yang lainnya, dengan memberikan ruang
tafsir yang khas bagi semua agama dan
kepercayaan.
Roh Pancasila
 Dan dalam Pancasila, kemahaesaan Tuhan
merupakan konsekuensi logis dari hakekat manusia
sebagai mahluk beragama. Konteks pluralitas agama
tidak bertentangan dengan kemahaesaan Tuhan. Dan
sebaliknya, justru dalam pluralitas agama terletak arti
dan makna sejati kebesaran dan kemahaesaan Tuhan
hendaknya dihayati sehingga roh Pancasila sebagai
roh kebangsaan benar-benar menjadi keutamaan
sosial yang inklusif, menginspirasi, menyatukan
semua golongan sosial, etnis, agama, bahasa dan
aspirasi hidup (W. Chang, 2009).
Pertanyaan Diskusi
1. Terinpirasi dari 2 model moderasi beragama:
dokumen persaudaraan kemanusiaan untuk
perdamaian dunia (human fraternity
document) Paus Fransiskus dan Imam Besar
Al-Azhar dan Film The Santri bagaimana
usaha mengembangkan semangat moderasi
di dalam hidup sehari-hari
2. Bagaimana usaha Inklusi Niali-nilai Pancasila
dalam Pendidikan Agama Kristen ?
• Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai