Moderasi Beragama bukan hal absurd yang tak bisa diukur. Keberhasilan Moderasi Beragama dalam kehidupan masyarakat
Indonesia dapat terlihat dari tingginya empat indikator utama berikut ini serta beberapa indikator lain yang selaras dan saling
bertautan:
1 Komitmen kebangsaan
Penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa
yang tertuang dalam konstitusi: UUD 1945 dan
regulasi di bawahnya
Toleransi
Menghormati perbedaan dan memberi ruang orang
lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan
keyakinannya, dan menyampaikan pendapat.
Menghargai kesetaraan dan sedia bekerjasama.
2
3
Anti kekerasan
Menolak tindakan seseorang atau kelompok
tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan,
baik secara fisik maupun verbal, dalam
mengusung perubahan yang diinginkan
Penerimaan terhadap tradisi
Ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya
lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak
bertentangan dengan pokok ajaran agama
4
8
Peta Jalan Moderasi Beragama
1. KOMITMEN KEBANGSAAN
Penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa
Bhineka
Pancasil
NKRI UUD 45 Tunggal
a
Ika
TANTANGAN ATAS KOMITMEN
KEBANGSAAN
Sejak kelahiran RI, terdapat kelompok yang tidak setuju dengan NKRI, Pancasila,
UUD 45 sebagai dasar, bentuk, dan konstitusi Negara, mereka menginginkan
Indonesia berdiri dalam bentuk NII/DI, negara sekuler, atau komunis.
Masa Orde Lama dan Orde Baru belum berhasil mewujudkan impian bangsa
Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.
Terjadi Reformasi 1998, Reformasi telah mengubah banyak hal tentang Indonesia.
Namun dibalik perubahan itu, demokrasi yang dipraktikkan di negeri ini masih belum
mampu menunjukkan tanda-tanda, mampu mengubah Indonesia yang jauh lebih baik.
Karena kekecewaan tersebut, sebagian kelompok, ada yang kembali menawarkan
sistem dan bentuk lain dalam bernegara, misalnya sistem khilafah digagas oleh HTI
dan simpatisan ISIS di Indonesia.
NEGARA DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
Kehadiran Negara dalam perspektif Islam bukan tujuan (ghayah), melainkan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan (washilah).
Tujuan berdirinya Negara adalah untuk mewujudkan kemashlahatan manusia
secara lahir dan batin, baik di dunia maupun akhirat.
Karena posisi Negara sebagai washilah (instrument atau sarana), maka masuk
akal, jika teks wahyu tidak menyebutkan secara tersurat dan terperinci tentang
bentuk Negara dan sistem pemerintahannya.
Teks wahyu lebih banyak berbicara soal Negara dan pemerintahan secara makro
dan universal.
PENGALAMAN INDONESIA
Para pendiri Negara kita dengan sangat cemerlang mampu menyepakati pilihan yang
pas tentang dasar Negara sesuai dengan karakter bangsa, sangat orisinil, yaitu sebuah
Negara modern yang berkarakter religious (Nasionalis religious), tidak sebagai
Negara sekuler juga tidak sebagai Negara agama.
Negara dalam platform ini, mendukung perkembangan agama, namun tidak
menyatakan satu agama sebagai agama Negara.
AKSI-AKSI TERORISME DI
INDONESIA
Bom Natal pada 25 Desember 2000, Bom Bali I pada12 Oktober 2002), Kedubes Filipina di Jakarta pada
1 Agustus 2000, Gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada 13 September 2000, Masjid Istiqlal pada 1999,
serta Plaza Atrium Senen pada 23 September 2001 (meledak premature), Hotel J.W. Marriott I pada 5
Agustus 2003, Kedutaan Australia pada 9 September 2004, Bom Bali II pada 2005, Hotel Ritz Carlton dan
J.W. Marriott II pada 2009, Masjid Polres Cirebon pada 2010, GBIS Solo pada 2011, Bom Thamrin 4 Jan
2016, Bom Polres Solo 5 Juli 2016, Bom Kampung Melayu 2017, Penyeranag Pos Jaga Polres Sumut 25
Juni 2017, Bom tiga gereja dan Polres Surabaya pada 2018, Bom Gereja Katedral pada 2021.
Sejumlah aksi bom tersebut dilakukan oleh jaringan terorisme JI/JAT/JAD/dan lainnya. Tokoh-tokohnya:
Hambali, Dulmatin, Nasir Abas, Abu Jibril, Imam Samudera, Mukhlas, Ali Imron, Azhari, Sofyan Sauri,
Abu Tholut, Slamet Kastari, Abu Dujana, Abdul Goni, Abu Rusdan, Fathurrahman Al-Ghozi, dan Umar
Patek, Farhan, badri Hartono, Abu Hanifah, Abu Roban, Dayat, Bahrun Naim, Bachrumsyah, Abu Jandal ,
Abu Walid, Santoso, dll.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sejak era reformasi, tercatat Indonesia telah
mengalami lebih dari 70 kali serangan terorisme. Pemerintah hingga saat ini telah melakukan
penangkapan dan penindakan secara hukum terhadap lebih dari 1000 pelaku terror tersebut.
MOTIV TERORISME
1. Kajian Tim Balitbang dan Diklat Kemenag (2006) yang mewawancarai sejumlah napi teroris Bom Bali
di lapas, hasil kajian menyimpulkan bahwa motivasi yang mendorong mereka melakukan aksi terorisme
adalah keyakinan agama dan balas dendam terhadap tindakan Amerika dan sekutunya atas dunia Islam.
2. Tim Fakultas Psikologi UI (2009) dipimpin Sarlito W. Wirawan riset melibatkan pelaku terorisme Bom
Bali I dan 47 mantan pelaku terorisme lainnya. Hasil riset menyimpulkan para pelaku teroris bukan orang
yang menderita gangguan kejiwaan seperti banyak diungkap peneliti Barat, namun mereka bertindak atas
sebuah keyakinan ideologi keagamaan yang diperjuangkan.
3. Tim kajian Kementrian Luar Negeri, INSEP (Indonesian Institute for Society Environment), dan Densus
88, berdasarkan data hasil riset 110 pelaku terorisme menyimpulkan motivasi tindak terorisme sebanyak
45,5 persen karena ideologi agama, 20 persen karena solidaritas komunal, 12,7 karena mob mentality, 9,1
persen karena situasional, dan 1,8 karena sparatisme.
Hasil beberapa riset itu memiliki kesimpulan yang sama, bahwa aksi terorisme dilakukan oleh para
pelakunya secara sadar karena memperjuangkan ideologi keagamaan. Meski ada sejumlah alasan lain,
namun presentasenya jauh dibawahnya.
RADIKALISME