MODERASI BERAGAMA
Makalah
Oleh :
Kelompok II
Alyah Fadhillah
20100122008
Wulan Istiqamah
20100122009
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas segala rahmat dan inayah-
Nya sehingga makalah ini dapat disusun sebagai mana adanya. Kelompok enam menyusun
bahan ini berdasarkan tugas yang diberikan tugas yang diberikan oleh Dosen Suaebah
S.Ag.,M.Pd yang dimana kami diberikan tugas untuk memaparkan materi tentang “Landasan
Dalam proses pembuatan makalah ini kami menyadari segala kekurangan dan
keterbatasan atas materi ini. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati kelompok dua
menerima segala bentuk perbaikan dari para pembaca kami demi meluaskan ilmu pengetahuan
kelompok dua. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa tetap mencurahkan rahmat-Nya kepada kita
semua.
Kelompok II
ii
DAFTAR ISI
Sampul ............................................................................................................................ i
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
B. Saran .......................................................................................................... 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terlihat sekali keberadaan sebuah konflik ditimbulkan oleh adanya sebuah
perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Perbedaan itu tidak dipersepsikan sebagai
sebuah kemanfaatan di dalam kehidupannya, namun dipersepsikan sebagai bentuk
penolakan terhadap perbedaan itu sendiri. Realitas tersebut menunjukan betapa
pentingnya mencarikan jalan keluar yang dapat melepaskan diri dari potensi konflik
dan ekstrimisme dengan memunculkan pemahaman keagamaan yang bernuansa damai,
toleran, inklusif, pluralis dan sejuk serta menguntungkan bagi semua pihak dengan
menempatkan konsep moderasi kehidupan beragama sebagai solusi dengan
melakukan penguatan landasan teologisnya demi mewujudkan sikap keterbukaan
sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dijalani secara produktif dan
harmonis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang diajukan rumusan
masalah antara lain :
1. Jelaskan Landasan Teologis dalam Moderasi Beragama menurut Al-Qur’an dan
Hadits?
1
C. Tujuan Pembahasan
Bersumber pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penyusunan makalah
antara lain :
1. Untuk Menjelaskan Landasan Teologis dalam Moderasi Beragama menurut Al-
Qur’an dan Hadits
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ayat pertama adalah surah Al-Baqarah ayat 143, Allah SWT berfirman :
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-
orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyianyiakan imanmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”
3
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud sebagai umat moderat ukurannya
ialah hubungan antar umat, umat Islam bisa disebut sebagai umat moderat hanya jika mampu
bermasyarakat dengan umat yang lain. Sehingga, ketika kata wasathan dipahami dalam konteks
agama, konsekuensinya adalah sebuah tuntutan kepada umat Islam untuk menjadi saksi dan
sekaligus objek yang disaksikan, agar menjadi suri tauladan bagi umat lain. Sehingga dapat
dikatakan bahwa sejauh mana komitmennya terhadap nilai-nilai keadilan dapat dilihat dari tinggi
rendahnya komitmen seseorang terhadap moderasi. Seseorang menjadi lebih adil juga dapat
ditandai dengan ia yang mampu bersikap moderat dan berimbang dalam segala hal, maksudnya
disini ialah Umat pertengahan artinya tidak ekstrim ke kanan ataupun ke kiri dia berada di tengah-
tengah karena umat Islam harus menjadi umat yang pertengahan. Sebaliknya jika tidak mampu
bersikap moderat dan berimbang dalam kehidupannya, maka kemungkinan besar ia akan sulit
untuk berperiku adil.
Ayat kedua pada surah Al-Baqarah ayat 256, Allah SWT berfirman :
Artinya : “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut
dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat
kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Kata Laa Ikro hafiddin atau tidak ada paksaan di dalam agama menunjukkan bagaimana
kita bersikap toleran terhadap yang lain tidak boleh memaksa orang lain mengintimidasi orang
lain, ini selaras dengan moderasi beragama di mana dalam moderasi beragama sikap toleran itu
menjadi sebuah indikator yang mutlak atau yang harus ada dalam moderasi beragama. paksaan
dalam agama baik itu keyakinannya baik itu amaliahnya baik itu mazhabnya itu semua bertolak
belakang dengan ajaran Al-Qur’an.
4
Seorang yang moderat dan mengamalkan ayat-ayat al-qur’an berkaitan dengan hal
tersebut, iya tidak akan bersikap ekstrim kepada yang lain ia tidak akan bersikap persekusi
ataupun penganiayaan ataupun permusuhan dan sikap-sikap destruktif lainnya, ia akan toleran.
Di antara tanda lain dari sikap ekstrim adalah bersikap kasar, keras, dan tidak berperangai
halus dalam berkomunikasi dan berdakwah. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah
memerintahkan agar berdakwah dengan hikmah dan bukan dengan kejahilan, dengan
pengajaran yang baik, bukan dengan ungkapan-ungkapan kasar; serta berdebat dengan
menggunakan cara yang paling baik.
Sesuai dengan firman Allah SWT pada surah An-Nahl ayat 125) :
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik,
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang
lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk.”
Rasulullah pun menunjukan sikapnya dengan para sahabatnya seperti firman Allah SWT
yaitu pada surah Ali-Imran ayat 159 :
Artinya : “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
5
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertawakal.”
Ini juga masih kaitannya dengan moderasi beragama Bagaimana sikap kita yang harus
lembut tidak boleh bersikap kasar dan konfrontatif kepada yang lain, Allah subhanahu wa ta'ala
berfirman Fabimaa rahmatimminallaahilin talahum maka berkat rahmat Allah engkau
Muhammad berlaku lemah lembut terhadap mereka, yang dihadapi Nabi Muhammad pada saat
itu adalah kaum kafir Quraisy. Kaum kafir Quraisy bersifat keras sekali kepada Nabi Muhammad
Saw, akan tetapi Rasulullah justru sebaliknya dalam menghadapi sifat keras dari kaum kafir
Quraisy. Beliau memiliki sikap yang lemah lembut.
Hingga sikap simpatik yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW betul-betul membuat
ketertarikan banyak pihak yang sebelumnya berada dalam Dzulumat dalam kegelapan, dari
situlah mungkin kesadaran masyarakat Arab Quraisy yang tadinya buta terhadap kebenaran
menjadi terbuka karena sikap lemah lembutnya Rasul, Bahkan bukan hanya lemah lembut tapi
juga beliau seorang pemaaf beliau orang yang tidak memiliki balas dendam yang ingin menista
orang lain, bahkan di dalam ayat tersebut memberikan pernyataan.
Seandainya Rasul bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka akan menjauh dari
sekitarmu tidak mungkin masyarakat quraisy berbondong-bondong masuk islam apabila Rasul
bersikap keras, mereka justru akan lari menjauh. Maka dari situlah moderasi beragama
meniscayakan sikap lemah lembut kita tidak konfrontatif tidak ingin selalu berada dalam posisi
bersikap kontrak dengan orang lain ataupun mengancam orang lain, menganggap orang lain
musuh dan lain-lain.
Kelemah lembutan hati kita, kelapangan hati kita, sikap pemaaf kita itu menjadi penting
dalam moderasi beragama, ketika ada orang yang berbeda bahkan mungkin dianggap sesat
sekalipun di situ kita pantang untuk melakukan persekusi, di situ kita pantang untuk melakukan
kekerasan karena itu bukan sikap yang moderat.
6
Ayat berikutnya yaitu pada surah Al-Maidah ayat 48 Allah subhanahu wa ta'ala
berfirman :
Artinya : “Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji
kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap
apa yang dahulu kamu perselisihkan.”
Dari ayat ini jelas bahwa keanekaragaman perbedaan warna kulit, bahasa, suku agama,
keyakinan, kepercayaan mazhab dan perbedaan-perbedaan lainnya itu semua adalah takdir dari
Allah subhanahu wa ta'ala Allah yang menginginkan seperti itu, karena seandainya Allah
menghendaki semua muslim, semua mukmin, semua orang soleh, semua ganteng, semua kaya,
bisa saja Allah menghendaki begitu tapi tidak Justru itu adalah sebagai ajang, bagaimana ujian
bagi kita supaya kita mampu melakukan perbuatan baik atau berlomba dalam kebaikan, di situlah
maka perbedaan agama pun harus kita toleran tidak boleh ada paksaan dalam agama karena
perbedaan itu adalah kehendak Allah takdir dari Allah di situlah kita berlomba Tunjukkan kita
sebagai umat Islam Tunjukkan sebagai umat yang terbaik Khairu Ummah kita berlomba dengan
umat yang lain.
Bahwa kita mampu berbuat banyak untuk bangsa dan negara mampu berbuat banyak
untuk kemanusiaan itulah fastabikul khairat yang kita tunjukkan dan Rasulullah SAW sudah
menunjukkan itu dan kemudian menegaskan bahwa islam itu tinggi tidak ada yang melebihi
ketinggian Islam. Karena kita sebagai umat mampu menjadi umat yang terbaik dan kita mampu
menunjukkan bahwa kita bisa menyuguhkan kebaikan-kebaikan kepada bangsa kepada umat
7
manusia. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah rahmatan lil ‘alamin sebagai rahmat
bagi yang lain artinya menebar kebaikan menebar Sesuatu yang bermanfaat bagi yang lain
Khoirunnasi anfauhum linnas sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya.
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik,
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang
lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk.”
Ayat ini menegaskan bahwa ketika kita menyeru berdakwah mengajak kepada kebaikan
harus kita lakukan dengan cara-cara yang baik juga cara-cara yang simpatik, bukan cara-cara
yang antipatik karena dengan cara baik itulah mereka akan ikut tapi sebaliknya kalau cara-cara
yang antipatik yang menyerang, yang menjelekkan, yang mengancam dengan neraka dan
seterusnya maka bagaimana mungkin mereka tertarik dengan dakwah tersebut. Ayat ini ayat yang
sangat tegas sekali kalau kita berdakwah kalau kita menyeru kepada orang lain baik internal
agama maupun eksternal agama maka seru dengan cara yang baik yaitu dengan hikmah
kebijaksanaan pengetahuan walaupun nasihat-nasihat yang baik bukan nasihat yang membuat
telinga menjadi tidak senang, yang membuat kita terganggu dengan kalimat-kalimatnya karena
sangat mengkritik ataupun sangat merendahkan, tapi kita bangun kalimat-kalimat yang optimistik
yang konstruktif itulah Mauidatul Hasanah dan Kita tidak boleh berdebat dgn suara lantang keras
dan seterusnya tanpa menghasilkan sebuah kesadaran bagi mereka yang mendengar.
Banyak isyarat al-Qur’an agar umat Islam berpegang teguh pada ajaran Islam (tegas)
dan pada saat yang bersamaan juga bisa bersikap toleran kepada agama lain. Sebagai
mana dalam Surah Al-Kafirun ayat 1-6 :
8
1 َقُ ْل ٰيٓاَيُّ َها ْال ٰكف ُِر ْون
Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir!
dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
6 ࣖ ي ِدي ِْن
َ لَكُ ْم ِد ْينُكُ ْم َو ِل
Surat ini menunjukan perbedaan ibadah umat muslim dari umat lainnya, menegaskan bahwasanya
tidak ada kompromi dalam perkara aqidah. Dalam surah ini tidak diajarkan untuk memaksa orang
lain dalam beribadah dan menyembah Tuhan.
Agama adalah pilihan dan nanatinya akan mendapatkan balasan sesuai dengan pilihan tersebut.
Seperti apa yang telah ditegaskan pada akhir ayat keharusan bersikap toleran seperti dalam
firman-Nya; “Untukmulah agamamu dan untukku lah agamaku.”
Artinya : “ Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada
9
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”
Ayat ini memberikan tuntunan kepada umat Islam untuk mengimplementasikan moderasi
dalam 3 (tiga) pesan utama, yaitu untuk bagaimana menyeimbangkan antara persiapan
ibadah menuju kebahagiaan akhirat dengan perolehan kenikmatan duniawi yang dilandasi
pada keridhaan Allah, menyeimbangkan antara kebaikan berupa nikmat yang telah
diberikan Allah dengan upaya membalas nikmat Allah dengan berbuat baik terhadap sesama
manusia dan menyeimbangkan antara penciptaan dan pemeliharaan Allah terhadap alam
semesta dengan larangan berbuat kerusakan di muka bumi.
Artinya : “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung
halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”
Ayat ini menjadi dasar untuk berbuat baik kepada pemeluk agama lain. Bentuk
perbuatan baik itu, misalnya, adalah dengan cara memperlakukan mereka secara adil,
berinteraksi dengan baik, tidak mengganggu keberadaan, dan saling tolong-menolong.
Jadi, dapat kita pahami bahwa berbuat baik dan bersikap toleran serta menjalin pergaulan
dengan pemeluk agam lain dengan cara memberlakukan mereka dengan baik, sopan, adil
dan bijaksana termasuk wujud pesan pengalam Al-Qur’an.”
10
b. Moderasi Beragama dalam Hadits
Ada beberapa hadits yang berkaitan dengan moderasi beragama, al :
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Al-Nasa’i dan Ibn Majah dalam
kedua sunannya, serta al-Hakim dalam Mustadrak-nya, dari Abdullah bin Abbas ra.
Bahwasannya Nabi bersabda; “Hindarilah sikap melampaui batas dalam agama, karena
sesungguhnya orangorang sebelum kamu telah binasa karenanya.
Yang dimaksud dengan “orang-orang sebelum kamu” pada hadis di atas dalam
bukunya seperti dijelaskan al-Qardhawi dalam bukunya al-Shahwah bahwa para pemeluk
agama terdahulu seperti Ahl al-Kitâb (Yahudi-Nasrani), khususnya kaum Nasrani. Al-
Quran pun telah menunjukan celaan terhadap sikap guluw terkait dengan sikap kaum
kristiani dalam firman-Nya pada Q.S Al-Maidah ayat 77.
Melihat kasus di atas, teringat sebuah peristiwa yang pernah terjadi antara Rasul
dan salah seorang sahabatnya Ibn Abbas as. ketika sampai di Muzdalifah dalam haji
wada’,. Waktu itu Rasulullah saw. menyuruh Ibn Abbas mengambil batu kerikil untuk
melempar jumrah di Mina. Kemudian Ibn Abbas as. mengambil batu-batu itu. Dan
mengambil batu kerikil yang kecil saja dan hindarkanlah sikap berlebihan dalam agama.
Maksud hadis ini adalah tidak sepatutnya mereka bersikap berlebihan dengan
mengatakan bahwa melempar jumrah dengan batu yang besar akan lebih sempurna dari
Imam Muslim dalam kitab shahih-nya meriwayatkan, dari Abd Allah bin Mas’ud, ia
berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda; “Binasalah kaum mutanatthi’ûn”, dan beliua
mengulanginya sampai tiga kali. Imam Nawawi berkata; “Al-Mutanatthiûn adalah orag-
orang yang sok berdalam-dalam ketika membahas (bertele-tele), hingga ucapan dan
terjatuh dalam kebinasaan, baik ukhrawi maupun duniawi. Adakah petaka lain dari
11
kebinasaan? Kiranya cukuplah hal ini sebagai peringatan seperti dijelaskan al-Qardhawi
Abu Ya’la dalam musnadnya meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw.
bersabda; “Janganlah kamu memperberat dirimu, nanti Allah memperberat atas kamu.
Suatu kaum telah memberati diri mereka sendiri sehingga Allah memperberat atas
mereka. Lihatlah sisasisa hal itu seperti dalam cara hidup para pendeta kaum Nasrani.
Hadis tersebut dijelaskan al-Qardhawi dalam bukunya Al-Shahwah.”13 Karenanya, Nabi
sangat menentang setiap perbuatan yang berlebihan dalam beragama, dan melarang
siapa pun yang bersikap berlebih-lebihan dalam peribadatan sampai keluar dari batas
kebenaran yang telah diajarkan Islam.
Atas dasar itu pula Islam tidak membenarkan hidup kerahiban yang mengharuskan
manusia menjauhkan diri dari kehidupan dunia dan segala kenikmatan yang baik-baik.
Islam mengajarkan hidup seimbang. Dengan menyebutkan beberapa teks keagamaan di
atas, bisa dikatakan bahwa Islam adalah Agama jalan tengah (al-Dîn al-Tawassuthî).
Islam adalah agama yang selalu mengajarkan konsep keseimbangan atau jalan tengah
dalam segala hal, baik dalam hal konsep, akidah, ibadah, perilaku, hubungan sesama
manusia.
Tidak semestinya dalam berdakwah berlaku keras dan kasar. Dalam hadis shahih dari
Aisyah ra. disebutkan; “Sesungguhnya Allah menyukai kelemah lembutan dalam segala
perkara”.
HR. Bukhari Dari Abû Hurayrah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Amal seseorang
tidak akan pernah menyelamatkannya”. Mereka bertanya: “Engkau juga, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab: “Begitu juga aku, kecuali jika Allah melimpahkan
rahmat-Nya. Maka perbaikilah (niatmu), tetapi jangan berlebihan (dalam beramal
sehingga menimbulkan bosan), bersegeralah di pagi dan siang hari. Bantulah itu dengan
akhir-akhir waktu malam. Berjalanlah pertengahan, berjalanlah pertengahan agar kalian
mencapai tujuan.”
HR. Ahmad, Baihaqqi dan Al-Hakim Dari Buraydah al-Aslamî berkata: “pada suatu hari,
aku keluar untuk suatu keperluan. Tiba-tiba Nabi saw. berjalan di depanku. Kemudian
beliau menarikku, dan kami pun berjalan bersama. Ketika itu, kami menemukan seorang
lelaki yang sedang shalat, dan ia banyakkan ruku’ dan sujudnya. Nabi bersabda: “Apakah
kamu melihatnya sebagai orang yang riya’?” Maka aku katakan: “Allah dan Rasul-Nya
12
yang lebih mengetahui”. Beliau melepaskan tanganku dari tangannya, kemudian beliau
menggenggam tangannya dan meluruskannya serta mengangkat keduanya seraya berkata:
“Hendaklah kamu mengikuti petunjuk dengan pertengahan (beliau mengulanginya tiga
kali) karena sesungguhnya siapa yang berlebihan dalam agama akan dikalahkannya.”
HR. Nasai dan Ibnu Majah Ibn ‘Abbâs berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Wahai
manusia, hindarilah sikap berlebihan (melampaui batas), sebab umat-umat terdahulu
binasa karena sikap melampaui batas dalam beragama.”
13
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pada beberapa ayat dan hadits yang berkenaan dengan moderasi beragama menunjukkan
bahwa Al-Quran dan Hadits merupakan sumber agama islam yang tidak mengajak umat Islam untuk
melakukan kekerasan, ekstremisme dan berlebih-lebihan dalam beragama. Al-Quran dan Hadits
menawarkan bahwa memahami dan mengamalkan agama harus melalaui jalur keseimbangan dan berada
di jalan tengah sehingga agama terkesan ramah, lembut dan kasih sayang. Bahkan keseimbangan
merupakan suatu keniscayaan termasuk pada hukum alam sebagai harmoninya kehidupan. Jika tidak
demikian dunia ini akan hancur dan binasa
2. Saran
Al-Quran dan Hadits, keduanya merupakan pedoman hidup dan sumber rujukan umat
Islam dalam memutuskan segala perkara yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Moderasi
beragama yang diberi arti sebagai beragama dengan mengambil posisi jalan tengah dan
seimbang tidak ekstrem dan berlebih-lebihan telah ditawarkan Al-Quran dan Hadis dari zaman
Rasulullah SAW.
14
DAFTAR PUSTAKA
Falah, Efa. Landasan Teologis Moderasi Beragama. Jurnal Madrasah Reform, 2021 Vol 5 3, h.
17-22 (diakses pada tanggal 11 februari 2021)
Rouf, Abdul. Penguatan Landasan Teologis. Jurnal Bimas Islam Vol 13 No. 1, 13, h. 115-120
(diakses pada tanggal 5 juli 2020)
Nurdin, Fauziah (2021). Moderasi Beragama menurut Al-Qur’an dan Hadist. JURNAL ILMIAH
AL MU’ASHIRAH, 2021 Vol 18 No. 1, h. 65 (diakses pada tanggal 1 januari 2021)
15