Anda di halaman 1dari 2

BAB II

KAJIAN TEORI
A. Mukjizat Al-Qur’an segi Tasyri
1. Kemukjizatan Tasyri
Allah meletakkan dalam diri manusia banyak garizah (naluri, instinct) yang bekerja
di dalam jiwa dan mempengaruhi kecendrungan-kecendrungan hidupnya. Jika akal
sehat dapat menjaga pemiliknya dari ketergelinciran, maka arus kejiwaan yang
menyimpang akan mengalahkan kekuasaan akal, sehingga akal bagaimanapun tidak
akan sanggup menahan luapannya. Oleh karena itu maka untuk meluruskan manusia
diperlukan pendidikan khusus bagi garizah-garizah-nya, yang dapat mendidik,
mengembangkan serta membimbingnya ke arah kebaikan dan keberuntungan.
Umat manusia telah mengenal, di sepanjang masa sejarah, berbagai macam doktrin,
pandangan, sistem dan tasyri’ (perundang-undangan) yang bertujuan tercapainya
kebahagiaan individu di dalam masyarakat yang utama. Namun tidak satu pun
daripadanya yang mencapai keindahan dan kebesaran seperti yang dicapai Qur’an
dalam kemukjizatan tasyri’-nya.1
Qur’an memulai dengan pendidikan individu, karena individu merupakan batu-bata
masyarakat, dan menegakkan pendidikan individu itu di atas penyucian jiwa dan rasa
pemikulan tanggung jawab.
Qur’an menyucikan jiwa seorang Muslim dengan akidah tauhid yang
menyelamatkannya dari kekuasaan khurafat dan waham, dan memecahkan belenggu
perbudakan hawa nafsu dan syahwat, agar ia menjadi hamba Allah yang ikhlas yang
hanya tunduk kepada Tuhan, Pencipta yang Disembah. Qur’an juga menanamkan rasa
tinggi hati kepada selain Dia, sehingga tidak membutuhkan makhluk, melainkan Khalik
yang mempunyai kesempurnaan mutlak dan telah memberikan kebaikan kepada seluruh
makhluk-Nya. Dialah Khalik Yang Tunggal, Tuhan Yang Esa, Yang Pertama dan Yang
Terakhir, Mahakuasa atas segala sesuatu, Mahatahu dan Meliputi segalanya, serta tidak
ada sesuatu pun serupa dengan-Nya.
Qur’anul Karim memperkuat keesaan Allah dengan hujjah dan argumentasi pasti
yang didasarkan pada logika akal sehat, sehingga tidak dapat dibantah atau diragukan
lagi. Firman Allah SWT dalam Qur’an Surat Al Isra (surat 17), ayat 42 sebagai berikut :
1
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (terjemahan dari Mubahits fi Ulumul
Qur’an), (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), hal. 394-399

1
2

          
  
“Katakanlah: "Jikalau ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka
katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai 'Arsy”.

Apabila akidah seorang Muslim telah benar, maka ia wajib menerima segala syari’at
Qur’an baik menyangkut kewajiban maupun ibadah. Setiap ibadah yang difardukan
dimaksudkan untuk kebaikan individu, dan di samping itu ibadah pun erat kaitannya
dengan kebaikan kelompok (masyarakat).
Penunaian ibadah-ibadah fardu ini akan mendidik orang Islam untuk menyadari
tanggung jawab individual sebagaimana ditetapkan Qur’an dan untuk memikul semua
beban agama dan akhlak mulia.
Qur’an juga telah menetapkan perlindungan terhadap lima macam kebutuhan primer
bagi kehidupan manusia, jiwa, kehormatan, harta benda dan akal, dan menerapkan
padanya hukuman-hukuman yang pasti yang dalam Fikih Islam dikenal dengan jinayat
dan hudud.
Qur’an menetapkan juga hukum mengenai hubungan internasional, dalam masa
perang maupun damai, antara kaum Muslimin dengan tetangga atau dengan mereka
yang mengadakan perjanjian damai (mu’ahad). Dan apa yang ditetapkan Qur’an ini
merupakan sistem hubungan, mu’amalah, paling tinggi yang dikenal pada masa
peradaban umat manusia.
Ringkasnya, Qur’an merupakan Dustur Tasyri paripurna yang menegakkan
kehidupan manusia di atas dasar konsep yang paling utama. Dan kemukjizatan Tasyri-
nya ini bersama dengan kemukjizatan ilmiah dan kemukjizatan bahasanya akan
senantiasa eksis untuk selamanya. Dan tidak seorang pun dapat mengingkari bahwa
Qur’an telah memberikan pengaruh besar yang dapat mengubah wajah sejarah dunia.

Anda mungkin juga menyukai