Anda di halaman 1dari 13

PERBANDIGAN PEMIKIRAN KALAM TENTANG AKAL DAN

WAHYU

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Tauhid dan Pemikiran Kalam

Dosen Pengampu: Drs. Tamami, M.Ag.

Disusun oleh:

Kelompok 7

Husain Alifrasmadi 1231030251

Irnawati 1231030244

Krista Dira Rizky 1231030242

Muhammad Abdul Jalil 1231030231

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023 /445 H
PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah Swt
mempunyai banyak sekali kelebihan jika dibandingkan dengan mahklukmahkluk ciptaan
Allah Swt yang lainnya. Bukti otentik dari kebenaran bahwa manusia merupakan makhluk
yang paling sempurna di antara mahkluk yang lain adalah seperti yang telah digambarkan
pada Alqur’an surat At-Tin ayat ke 4 yang berbunyi sebagai berikut :

‫َلَقْد َخ َلْقَنا اِإْل ْنَس اَن ِفي َأْح َس ِن َتْقِو يٍم‬

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S.
At-Tin; 4). Suatu hal yang membuat manusia lebih baik dari mahluk yang lain yaitu manusia
mampu berpikir dengan akalnya, karena manusia dianugerahi oleh Allah dengan akal
sehingga dengan akal tersebut manusia mampu memilih, mempertimbangkan, dan
menentukan jalan pikirannya sendiri. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan
akal. Dengan akal manusia mampu memahami Alqur’an sebagai wahyu yang diturunkan
lewat Nabi Muhammad Saw, dengan akal juga manusia mampu menelaah kembali sejarah
Islam dari masa ke masa sampai dengan kondisi sekarang ini. Setelah Nabi Muhammad Saw
wafat, permasalahan yang dihadapi umat Islam semakin kompleks. Masalah-masalah yang
muncul seperti masalah keagamaan yaitu banyaknya ummat muslim kembali menyembah
berhala (murtad), politik, sosial budaya, dan kemunduran umat Islam sampai pada saat itu.
Dari permasalahan-permasalahan di atas dapat dilihat bahwasanya umat Islam mengalami
kemerosotan iman dan moral. Dan untuk menyelasaikan masalah tersebut, maka
digunakanlah cara-cara mengkaji kembali isi Alqur’an dan As-Sunnah.1

Dalam ajaran agama Islam yang diwahyukan ada dua jalan untuk memperoleh
pengetahuan, yaitu melalui akal dan wahyu. Akal adalah anugrah yang diberikan Allah Swt
yang mempunyai kemampuan untuk berpikir, memahami, merenungkan, dan memutuskan.
Akal ini jugalah yang membedakan manusia dengan mahkluk ciptaan Allah yang lainnya.
Sedangkan wahyu adalah penyampaian firman Allah Swt kepada orang yang menjadi
pilihannya untuk diteruskan kepada umat manusia sebagai pegangan dan panduan hidupnya
agar dalam perjalanan hidupnya senantiasa pada jalur yang benar. 2 Akal dan wahyu
mempunyai peran yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia. Wahyu yang

1
M. Qurish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2005), h. 34.
2
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, Cet 5, 1986), h.
1.
diturunkan Allah kepada manusia yang berakal sebagai petunjuk untuk mengarungi lika-luku
kehidupan di dunia ini. Akal tidak serta merata mampu memahami wahyu Allah, adalah
panca indera manusia yang menyertainya untuk dapat memahami wahyu yang diturunkan
Allah. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara wahyu sebagai kebenaran mutlak
karena berasal dari Tuhan dengan perjalanan hidup manusia. Menurut M. Yunan Yusuf
seberapa besar kapasitas akal yang diberikan akan menentukan corak pemikiran keagamaan
yang ditampilkan suatu tokoh atau aliran. Bagai orang yang memberikan kapasitas akal yang
yang besar, dia akan bercorak secara rasional. Sebaliknya, yang memberikan kapasitas akal
yang kecil, dia akan bercorak secara tradisional.

PEMBAHASAN
1. Akal

Kata akal berasal dari kata Arab al-‘Aql (‫)العـقـل‬, yang dalam bentuk kata benda. Al-
Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (‫ )عـقـلوه‬dalam 1 ayat, ta’qiluun (
‫ )تعـقـلون‬24 ayat, na’qil (‫ )نعـقـل‬1 ayat, ya’qiluha (‫ )يعـقـلها‬1 ayat dan ya’qiluun (‫ )يعـقـلون‬22
ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa
akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan
yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.

Pengertian akal dapat dijumpai dalam penjelasan Ibnu Taimiyah lafaz akal adalah
lafaz yang mujmal (bermakna ganda) sebab lafaz akal mencakup tentang cara berpikir
yang benar dan cara berpikir yang salah. Adupun cara berpikir yang benar adalah cara
berpikir yang mengikuti tuntunan yang telah ditetapkan dalam syari’at. Sedangkan cara
berpikir yang salah adalah jika ada pemikiran yang bertentangan dengan akal maka akal
tersebutlah yang salah yang mengikuti cara berpikir yang salah.3 Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu atau kemampuan
melihat cara-cara memahami lingkungannya.

Manusia juga merupakan puncak ciptaan-Nya sebagai Khalifah, kodratnya “Hanif”,


yaitu makhluk yang cinta kepada kesucian dan selalu cendrung kepada kebenaran,
“Dhamier” (hati nurani) Dalam Al-Qur’an Allah memberikan petunjuk mengenai akal
malalui firman-Nya.

‫۝‬٧ ‫َو َلَقْد َكَّر ْم َنا َبِنْٓي ٰا َد َم َو َح َم ْلٰن ُهْم ِفى اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر َو َر َز ْقٰن ُهْم ِّم َن الَّطِّيٰب ِت َو َفَّض ْلٰن ُهْم َع ٰل ى َك ِثْيٍر ِّمَّم ْن َخ َلْقَنا َتْفِض ْيًل‬

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.” (Q.S. Al-Israa’ ; 70)

Epistimologi Akal Menurut Tinjauan Al-Qur’an

Menurut tinjauan Al-Qur’an akal adalah Hujjah atau dengan kata lain merupakan
anugerah Allah SWT. Yang cukup hebat dengannya manusia dibedakan dari mahluk lain.
3
bnu Taimiyah, Hukum Islam dalam Timbangan Akal dan Hikmah juga yang menyigung mengenai nash
Alqur‟andengan Akal, (Beirut: Al-Maktabah Risalah, 1987), h. 18.
Akal juga merupakan alat yang dapat menyampaikan kebenaran dan sekaligus sebagai
pembukti dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, serta apa yang ditemukannya
dapat dipastikan kebenarannya, asal saja persyaratan-persyaratan fungsi kerjanya dijaga
dan tidak diabaikan.1 Dalil-dalil dari Al-Qur’an sebagai bukti dari ucapan di atas :

1. Al Qur’an mengajak manusia untuk berfikir sebagaimana disebutan di dalam surat Al


Anfal ayat 22:

‫ِإَّن َشَّر ٱلَّد َو ٓاِّب ِع نَد ٱِهَّلل ٱلُّص ُّم ٱْلُبْك ُم ٱَّلِذ يَن اَل َيْع ِقُلوَن‬

“Sesungguhnya binatang (Makhluq) yang seburuk- buruknya pada sisi Allah ialah
orang-orang yang pekak dan tuli yaitu orang-orang yang tidak mengerti.”(Q.S. Al
Anfal :22)

2. Falsafah dan penjelasan hukum-hukum berdasarkan pemikiran yang banyak terdapat


di dalam Al Qur’an menunjukkan bahwa akal itu adal;ah Hujjah, lihat surat Al-
Ankabut ayat : 45 dan surat Al Baqarah ayat 183:
‫ُاْتُل َم ٓا ُاْو ِح َي ِاَلْيَك ِم َن اْلِكٰت ِب َو َاِقِم الَّص ٰل وَۗة ِاَّن الَّص ٰل وَة َتْنٰه ى َع ِن اْلَفْح َش ۤا ِء َو اْلُم ْنَك ِۗر َو َلِذ ْك ُر ِهّٰللا َاْك َبُۗر َو ُهّٰللا َيْع َلُم َم ا‬
‫۝‬٤٥ ‫َتْص َنُعْو َن‬
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Alkitab dan dirikanlah
Sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan” ( Q.S. Al-Ankabut :45).

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُك ِتَب َع َلْيُك ُم الِّص َياُم َك َم ا ُك ِتَب َع َلى اَّلِذ ْيَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَّتُقْو َۙن‬
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah
:183)

Ruang Lingkup Kerja Akal dalam Al-Qur’an


Di bawah ini akan kita lihat bagaimana Al-Qur’an menunjukkan Objek-objek
harian yang dapat membawa manusia kepada titik terang yang pasti yaitu Iman.
Adapun objek-objek yang ditunjukkan oleh Al Qur’an itu adalah :4
1. Akal dengan segala Fenomenanya
Melalui jalan eksperimen dan observasi (Taribah wal mulahadhoh) manusia
dapat mengenal sang Pencipta atau istilah lain berpindah dari menyaksikan alam
Syuhud (Fisik atau nyata) hingga dapat membuktikan keberadaan dzat yang ghaib
yaitu Allah. Lihat dalam surat Yunus : 101.
‫۝‬١٠١ ‫ُقِل اْنُظُرْو ا َم اَذ ا ِفى الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِۗض َو َم ا ُتْغ ِنى اٰاْل ٰي ُت َو الُّنُذ ُر َع ْن َقْو ٍم اَّل ُيْؤ ِم ُنْو َن‬
“Katakanlah ! Perhatikanlah apa yang ada di langit dan yang di Bumi. Tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan
bagi orang-orang yang tidak beriman.”(Q.S. Yunus: 101)

2. Pengkajian Histori
Dengan melihat peristiwa-peristiwa yang lalu kita dapat mengambil pelajaran
berupa akibat dari orang- orang yang mendustakan Rasul-Rasul. Lihat surat Ali
Imran ayat 137:
‫۝‬١٣٧ ‫َقْد َخ َلْت ِم ْن َقْبِلُك ْم ُسَنٌۙن َفِس ْيُرْو ا ِفى اَاْلْر ِض َفاْنُظُرْو ا َكْيَف َك اَن َعاِقَبُة اْلُم َك ِّذ ِبْيَن‬
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah- sunnah Allah; 5karena itu
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-
orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (Q.S. Ali-Imran: 137)

3. Jiwa (nafsu) Manusia


Merenungkan diri sendiri adalah jalan yang cukup menjamin dapat
mengantarkan manusia mengenal pencipta-Nya dengan kata lain apabila manusia
mengenal dirinya sendiri pasti ia akan mengenal Tuhan-Nya. Lihat surat Fushilat
ayat 53:
‫۝‬٥٣ ‫َس ُنِرْيِه ْم ٰا ٰي ِتَنا ِفى اٰاْل َفاِق َوِفْٓي َاْنُفِس ِه ْم َح ّٰت ى َيَتَبَّيَن َلُهْم َاَّنُه اْلَح ُّۗق َاَو َلْم َيْك ِف ِبَر ِّبَك َاَّنٗه َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َش ِهْيٌد‬
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka

4
Nova Yanti, Akal Dalam Al-Qur’an, http://ketikqwerty.wordpress.com 2011.
5
Dimaksud dengan sunnah Allah di sini ialah hukuman- hukuman Allah yang berupa malapetaka, bencana yang
ditimpakan kepada orang-orang yang mendustakan rasul
bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya
Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Q.S. Fushilat:53)
Didalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menyimpang tentang
keberadaan akal, menurut DR. Yusuf Qardhawi bahwa “ materi aqla dalam Al-
Qur’an terulang 49 kali, dalam kata kerja ta’qilun terulang sebanyak 24 kali, dan
kata kerja ya’qilun sebanyak sebanyk 22 kali, sedang ’aqala, na’qala dan ya’qulu
masing-masing satu kali”.6 Beberapa ayat yang tematiknya dibuat berdasarkan
pemikiran materi yang terdapat dari ayat-ayat yang berhubungan dengan akal
terssebut.
1. Akal sebagai alat sarana memahami kebenaran. Ada banyak ayat Al-
Qur’an yang menegaskan kepada akal untuk memahami kebenaran mutlak
dari Allah, dalam redoksional afala ta’qilun (tidakkah kamu berpikir)
terulang sebanyak 13 kali dalam Al-Qur’an.7 Diantaranya pada Q.S. Al-
Baqarah: 44 dan Q.S. Al-Anbiya: 21.
‫۝ َاَتْأُم ُرْو َن الَّناَس ِباْلِبِّر َو َتْنَس ْو َن َاْنُفَس ُك ْم َو َاْنُتْم َتْتُلْو َن اْلِكٰت َۗب َاَفاَل َتْع ِقُلْو َن‬٤٤

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu


melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)
? maka tidakkah kamu berfikir?” (QS al-Baqarah : 44)

‫۝‬٢١ ‫َاِم اَّتَخ ُذ ْٓو ا ٰا ِلَهًة ِّم َن اَاْلْر ِض ُهْم ُيْنِش ُرْو َن‬

“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan


(orang-orang mati)?” (QS. Al- Anbiya: 21)

2. Akal digunakan untuk berfikir dan ayat-ayat kauniyah adalah objek


kajian. Di dalam al-Qur’an ada lebih dari 750 ayat yang menunjukan
kepada gejala fenomena alam, dan manusia diminta untuk dapat
memikirkannya agar dapat mengenal Tuhan lewat tanda-tanda-Nya. 12
Ketegasan al-Qur’an agar manusia memikirkan dengan akalnya akan ayat-
ayat kebesaran Allah termaktub dalam beberapa ayat diantaranya,QS, al-
Baqarah : 242, QS, Ali Imran : 118, QS, an-Nur : 61, QS, al-Hadid : 17,
QS, al-An’am : 151, QS, Yusuf : 2.

‫َك ٰذ ِلَك ُيَب ِّيُن ُهّٰللا َلُك ْم ٰا ٰي ِتٖه َلَع َّلُك ْم َت ْع ِقُلْو َن‬

6
Fery Aguswiajaya, S.Ag, Fungsi Akal menurut Al-Qur’an, 2010, http://feryaguswijaya.blogspot.com
7
Ibid.http://feryaguswijaya.blogspot.com
”Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat- Nya (hukum-hukum-Nya)
supaya kamu memahaminya.” (QS. Al-Baqarah: 242)

2. Wahyu
Adapun pengertian Wahyu secara etimologi bahwa Wahyu berasal dari bahasa
Arab ‫[ َو ْح ٌي‬waḥy] yaitu dari kata wahā-yahī-wahyan yang bermakna 'isyarat, tulisan,
surat, ilham, suara pelan. Wahyun ( ‫ )َو ْح ٌي‬adalah kata masdar. Dia menunjuk pada dua
pengertian dasar, yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, dikatakan, “Wahyu
ialah informasi secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang
tertentu tanpa diketahui orang lain. Namun, terkadang juga bermaksud al-muha, yaitu
pengertian dari isim maf’ul, maknanya yang diwahyukan. Maka jika di artikan wahyu
( ‫ )َو ْح ٌي‬adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat.

Secara terminologis pengertian wahyu sebagai berikut:

1. Muhammad ‘Abd al-‘Adzim az-Zarqani mendefinisikan wahyu sebagai pemberitahuan


Allah SWT kepada hamba-Nya yang terpilih mengenai segala sesuatu yang ia kehendaki
untuk dikemukakan-Nya, baik berupa petunjuk maupun ilmu, namun penyampaiannya
dengan cara rahasia dan tersembunyi serta tidak serta terjadi dalam manusia biasa.

2. Muhammad Abduh dalam Risalah at-Tauhid mengatakan, wahyu adalah pengetahuan


yang didapati seseorang dalam dirinya dengan suatu keyakinan bahwa pengetahuan itu
datang dari Allah, baik dengan melalui perantaraan ataupun tidak. Yang pertama melalui
suara yang terjelma dalam telinganya atau bahkan tanpa suara.

3. Hasbi alsh-Shiddieqy memberi pengertian wahyu sebagai menerima pembicaraan


secara rohani, kemudian pembicaraan itu berbentuk dan tertulis dalam hati.

Macam - macam pengertian wahyu di dalam Al - Qur'an

1.) Wahyu berarti “ isyarat yang cepat dengan tangan dan sesuatu isyarat yang dilakukan
bukan dengan tangan." Juga bermakana surat, tulisan, seperti dalam Al - Qur'an surat
Maryam ayat 11:

‫۝ َفَخ َر َج َع ٰل ى َقْو ِمٖه ِم َن اْلِم ْح َر اِب َفَاْو ٰٓح ى ِاَلْيِه ْم َاْن َس ِّبُحْو ا ُبْك َر ًة َّوَع ِش ًّيا‬١١
“ Maka Ia mewahyukan ( memberi Isyarat ) kepada mereka , hendaklah kamu bertasbih
di waktu pagi dan petang.” (Q.S. Maryam: 11)

2.) Wahyu berarti ” Memberi tahu dengan tersembunyi.” Seperti dalam Alqur'an surat Al
- An’am ayat 112 :

‫َو َك ٰذ ِلَك َجَع ْلَنا ِلُك ِّل َنِبٍّي َع ُدًّو ا َشٰي ِط ْيَن اِاْل ْنِس َو اْلِج ِّن ُيْو ِحْي َبْعُضُهْم ِاٰل ى َبْع ٍض ُزْخ ُرَف اْلَقْو ِل ُغ ُرْو ًر ۗا َو َلْو َش ۤا َء َر ُّبَك َم ا‬
‫۝‬١١٢ ‫َفَع ُلْو ُه َفَذ ْر ُهْم َو َم ا َيْفَتُرْو َن‬

“ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap - tiap Nabi itu musuh-musuhnyayaitu syaitan-
syaitan yang indah dan memperdayakan” (Q.S. Al-An’am: 112)

3.) Wahyu berarti "perintah" seperti dalam alqur'an Al-Maidah surat ayat 111 :

‫۝‬١١١ ‫َو ِاْذ َاْو َح ْيُت ِاَلى اْلَح َو اِرّٖي َن َاْن ٰا ِم ُنْو ا ِبْي َو ِبَر ُسْو ِلْۚي َقاُلْٓو ا ٰا َم َّنا َو اْش َهْد ِبَاَّنَنا ُم ْس ِلُم ْو َن‬

"Dan ingatlah tatkala Aku wahyukan ( Perintahkan ) kepada pengikut Isa, yaitu
berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada Rosul-Ku."(Q.S. Al-Maidah: 111)

4.) Wahyu berarti “ Ilham “. Seperti dalam Al - Qur'an surat Al - Qhashas ayat 7 :

‫َو َاْو َح ْيَنٓا ِآٰلى ُاِّم ُم ْو ٰٓس ى َاْن َاْر ِضِع ْيِۚه َفِاَذ ا ِخ ْفِت َع َلْيِه َفَاْلِقْيِه ِفى اْلَيِّم َو اَل َتَخ اِفْي َو اَل َتْح َز ِنْۚي ِاَّنا َر ۤا ُّد ْو ُه ِاَلْيِك َو َج اِع ُلْو ُه ِم َن‬
‫۝‬٧ ‫اْلُم ْر َس ِلْيَن‬

“Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir
atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang
mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya
Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang
rasul.” (Q.S. Al- Qhashas: 7)

Jadi, wahyu menurut istilah adalah sabda Tuhan yang mengandung ajaran,
petunjuk dan pedoman yang diperlukan umat manusia dalam perjalanan hidupnya
baik di dunia maupun akhirat yaitu yang sudah tertulis di dalam Al-Qur;an Dalam
Islam wahyu atau sabda yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, terkumpul
semuanya dalam Al-Qur’an. Menurut bahasa, wahyu mempunyai arti pemberian
isyarat, pembicaraan rahasia, dan mengerakan hati. Sedangkan menurut istilah adalah
wahyu merupakan pemberitahuan yang datangnya dari Allah kepada para nabi-Nya
yang di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan dan petunjuk kepada jalan yang
lurus dan benar.
Perbandingan Aliran Muktazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah tentang
Posisi Akal dan Wahyu

Teologi sebagai ilmu yang membahas soal ketuhanan dan kewajiban-kewajiban


manusia terhadap tuhan, memakai akal dan wahyu dalam memperoleh
pengetahuan tentang kedua hal tersebut. Akal sebagai daya berpikir yang ada
dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhan, dan wahyu
sebagai pengkhabaran dari alam metafisika turun kepada manusia dengan keterangan-
keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan. Akan
tetapi pemahaman mengeai akal bisa menjangkau apa saja, entah itu baik dan buruk
ataupun akal dapat mengetahui tuhan itu masih memiliki beberapa pendapat yang
berbeda. Pemikiran ulama kalam(alirankalam) tentang kekuatan dan fungsi akal dan
wahyu.

Akal dan wahyu ini mempunyai peranan yang sangat amat penting atas perjalanan
hidup manusia. Yang mana wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada manusia yang
sudah jelas memiliki akal dipergunakan sebagai lika-liku atas kehidupan yang ada di
dunia ini. Akal pula tidak akan mampu untuk memahami wahyu dari Allah. Oleh
karena itu, disertailah oleh panca indera yang mana tugasnya untuk memahami wahyu
yang diturunkan Allah. Jadi, ada hubunganlah antara akal dan wahyu sebagai
kebenaran yang mutlak karena berasal dari Tuhan dengan perjalanan hidup manusia.

Ilmu Kalam yaitu ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan atau yang
biasa kita maksud dengan teologi. Yang mana teologi itu sendiri sebagai salah satu
disiplinnya ilmu yang didalamnya terdapat aliran-aliran beserta paham yang ada
didalam islam yang mana tidak akan bisa lepas dari akal dan wahyu dalam
menentukan kadar kebenaran yang real atau yang haqiqi dalam permasalahan dan
keyakinan terhadap agama. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa akal inipula
sebagai daya berpikir yang ada dalam diri manusia yang mana agar berusaha keras
untuk sampai kepada Tuhan, dan wahyu inilah sebagai pengkhabaran kepada yang
turun kepada manusia sesuai ketentuan Tuhan dan kewajibannya manusia terhadap
Tuhan. Oleh karena itu, hal yang membuat manusia menjadi lebih baik daripada
makhluk yang lain yaitu karena manusia mampu berpikir dengan akalnya, karena
manusia itu dianugerahi oleh Allah sehingga dengan akal tersebut manusia mampu
memilih, mempertimbangkan, dan menentukan jalan berpikirnya sendiri.

Semua aliran yang ada dalam teologi dalam islam baik itu asy’ariyah, maturidiyah
dan mu’tazilah tentulah disana pasti selalu mempergunakan akal dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan teologi yang timbul dikalangan umat Islam.
Perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu ialah perbedaan derajat dalam
kekuatan yang diberikan kepada akal, kalau mu’tazilah berpendapat bahwa akal
mempunyai daya yang kuat, sedangkan asy’ariyah justru malah sebaliknya bahwa
akal itu mempunyai daya yang lemah. Dan bisa diketahui juga, bahwasanya semua
aliran itu selalu berpegang teguh kepada wahyu.

Masalah akal dan wahyu ini dalam pemikiran Ilmu Kalam seringkali dibicarakan
dalam konteks, yang mana diantara kedua akal dan wahyu itu sebuah sumber
pengetahuan manusia tentang ilmu ketuhanan. Aliran-aliran itu sendiri terdapat
mu’tazilah, asy’ariyah dan maturidiyah.
Aliran mu’tazilah sebagai penganut paham pemikiran kalam tradisional ini
berpendapat bahwa akal itu mempunyai suatu kemampuan mengetahui empat konsep
tersebut. Bagi kaum mu’tazilah segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantara
akal, dan kewajiban ini dapat diperoleh dengan melakukan pemikiran yang
mendalam. Dengan demikian berterima kasih kepada Allah sebelum datangnya wahyu
adalah wajib.

Begitupun wajib hukumnya mengetahui perbuatan baik dan buruk meskipun wahyu
Allah belum datang. Dengan demikian seakan-akan mu’tazilah ini ingin mengatakan
bahwa akal merupakan suatu yang harus dinikmati yang sudah diberikan oleh Allah
yang mana untuk digunakan sebagai sarana berfikir. Bahkan asy-syahrahtani menulis
dalam bukunya bahwa salah satu aliran yang ada dalam kelompok mu’tazilah yaitu
an-nazhamiyah mengatakan bahwa ketentuan (Qadar) baik dan buruk berasal dari
manusia. Menurutnya, Allah tidak kuasa untuk menciptakan keburukan dan maksiyat
karena hal itu tidak termasuk dari kehendak (qudrah) Allah.
Sementara itu aliran maturidiyah samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam
tradisional, mengatakan juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang
buruk akan mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
Tapi bahkan sebaliknya bahwa aliran asy’ariyah, yang mana aliran ini sebagai
penganut pemikiran kalam tradisional juga berpendapat bahwa akal hanya dapat untuk
mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban berterima kasih
kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan yang baik dan
menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan wahyu. Dengan demikianlah
asy’ariyah tidak terlalu mengagung-agungkan akal, meskipun asy’ari sendiri tidak
dapat menjauhkan dirinya dari pemakaian akal sebagai alat argumentasi pikiran.
Menurut beliau akal tidak mampu menentukan untuk mengetahui kewajiban-
kewajiban manusia. Untuk itulah wahyu diperlukan. Wahyu sebagai alat untuk
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan diwajibkannya segala sesuaatu terhaap
manusia, sedangkan akal sebagai alat untuk menela’ah dan mengkaji apa yang di
sampaikan Allah dalam wahyunya dan juga akal menurut asy’ariyah mampu
mengetahui perbuatan baik dan perbuatan jahat.

Sedangkan menurut salafiyah, fungsi wahyu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
fungsi akal. Yang mana tujuannya yaitu untuk mengetahui aqidah dan hukum-hukum
dalam Islam dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu, baik yang pokok
maupun yang cabang, baik aqidah itu sendiri maupun dalil-dalil pembuktiannya, tidak
lain sumbernya ialah wahyu Allah SWT yakni Al-Qur’an dan juga hadits-hadits Nabi
SAW sebagai penjelasannya. Apa yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan
dijelaskan oleh sunnah Nabi harus diterima dan tidak boleh ditolak.

Akal pikiran tidak mempunyai kekuatan untuk mentakwilkan Al-Qur’an atau


mentafsirkannya ataupun menguraikannya, kecuali dalam batas-batas yang diizinkan
oleh kata-kata (bahasa) yang dikuatkan pila oleh hadits-hadits. Kekuatan akal sesudah
itu tidak hanya membenarkan dan tunduk pada nash, serta mendekatnya kepada alam
pikiran.Jadi fungsi akal pikiran tidak lain hanya menjadi saksi pembenaran dan
penjelas dalil-dalil AlQur’an , bukan menjadi hakim yang mengadili dan menolaknya.
DAFTAR PUSTAKA

 Arya. 2023. “Wahyu”, z pada tanggal 17 November 2023


 A. Hikmawan, “Akal dan Wahyu Menurut Harun Nasution dan M. Quraish Shihab
(Studi Perbandingan),” PhD Thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009.
 Dr. Fokky Fuad Wasitaatmadja, “Filsafat Hukum Akar Reliositas Hukum - Google
Buku.”
 Fery Aguswiajaya, S.Ag, Fungsi Akal menurut Al-Qur’an, 2010,
http://feryaguswijaya.blogspot.com
 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta:
UI Press, Cet 5, 1986.

 H. Nasution, “Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan”. Penerbit


Universitas Indonesia, 1983
 Ibid http://feryaguswijaya.blogspot.com
 loAnsah, Suandri. “Pengertian Wahyu Menurut Bahasa dan Istilah”,
https://langit7.id/read/11189/1/pengertian-wahyu-menurut-bahasa-dan-istilah-
1644278522, diakses pada tanggal 17 November 2023.
 M. Qurish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 2005.
 Nova Yanti, Akal Dalam Al-Qur’an , http://ketikqwerty.wordpress.com 2011.

Anda mungkin juga menyukai