Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Kedudukan Al Qur’an,Hadist, dan Ijtihad Sebagai Sumber


Hukum Islam
Dibuat untuk : Memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
Guru Pengampu : Bapak Muh Wahono,S.Pd.I.,M.Pd

Disusun oleh : 1. Razzan Faeyza Herdian Zubir (29)


2. Salsabila Alifia Safitri Mutiarani (32)
3. Sianneta Aurora Achwan (33)
4. Tatiana Fara Putria (34)
5. Yusuf Bachtiar (35)
6. Zerlinda Putri A (36)
Kelas : X MIPA 5
SMA N 1 KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam berkembang sangat ke seluruh penjuru dunia dengan
kecepatan yang menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu kita ketahui
bahwa Dinul Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu
agama yang sekaligus menjadi pandangan atau pedoman hidup bagi umat
manusia. Dalam menentukan atau menetapkan hukum- hukum ajaran Islam
para mujtahid telah berpegang teguh kepada sumber - sumber ajaran Islam.
Banyak sumber ajaran Islam yang digunakan mulai zaman muncul pertama
kalinya Islam pada masa Rasulullah sampai pada zaman modern sekarang ini.
Sumber pokok ajaran Islam paling utama adalah Al-Qur’an yang memberi
sinar pembentukan hukum Islam sampai akhir zaman. Kegunaan Al- Qur’an
adalah panutan untuk semua muslimin dan muslimah . Dan Al-Qur’an juga
mengandung banyak sekali penyelesaian di dalam masalah kehidupan kita.
Disamping itu, terdapat Hadist/ As- Sunnah sebagai penjelas Al-
Qur’an terhadap hal – hal yang masih bersifat umum. Hadist merupakan yang
kedua setelah Al- Qur’an untuk menentukan atau menetapkan hokum –
hokum ajaran agama Islam.
Ada juga Ijtihad yang memiliki kedudukan sebagai sumber
hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Hadist. Untuk itu, perlu adanya
penjabaran tentang sumber- sumber ajaran Islam tersebut seperti Al-Qur’an ,
Hadist , dan juga Ijtihad . Hal itu berguna agar mengerti serta memahami
pengertian maupun kedudukannya dalam menentukan suatu hukum ajaran
Islam.

B. Rumusan Masalah :
a. Apa saja sumber – sumber ajaran islam ?
b. Bagaimana pengertian, kedudukan, serta fungsi dari Al-Qur’an ?
c. Bagaimana Hadist sebagai sumber hokum kedua ajaran Islam ?
d. Bagaimana Ijtihad sebagai sumber hokum Islam setelah Al-Qur’an dan
Hadist ?
BAB II
PEMBAHASAN

 Memahami kedudukan Al-Qur’an , Hadist, dan Ijtihad


sebagai sumber hukum Islam
Sumber hukum islam merupakan suatu rujukan, landasan ,
atau dasar yang utama dalam pengambilan hukum Islam. Hal tersebut
menjadi pokok ajaran Islam sehingga segala sesuatu haruslah
bersumber atau berpatokan kepadanya. Adapun yang menjadi sumber
hukum Islam yaitu, Al-Qur’an , Hadist , dan Ijtihad.

1. Al-Qur’an
Dari segi bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata qara’a –
yaqra’u – qira’atan – qur’anan yang berarti sesuatu yang dibaca atau
bacaan. Dari segi istilah , Al-Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dalam Bahasa arab yang sampai kepada
kita secara mutawattir (berturut – turut antara satu dengan yang lain) ,
ditulis dalam mushaf , dimulai dengan Surah Al-Fatihah dan diakhiri
dengan Surah An-Nas , dengan membacanya berfungsi sebagai ibadah .
Dan juga sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW serta sebagai hidayah
atau petunjuk bagi umat manusia . Allah SWT berfirman :

َ‫ت أذنن لذهقللرم أذرجللررا‬ ‫إإنن ههذذذاَ اَرلققررآْذن يذرهإديِ لإلنإتيِ إهذيِ أذرقذوقم ذويقبذششقر اَرلقمرؤإمإنيِذن اَلنللإذيذن يذرعذملقللوذن اَل ن‬
‫صللاَلإذحاَ إ‬
َ‫ذكإبيِررا‬

Artinya: “Sungguh, al-Qur’ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang


paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang
mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang
besar.” (Q.S. al-Isrā/17:9)
 Adapun Fungsi Al-Qur’an menurut nama – namanya :
a. Al-huda (petunjuk). Dalam Al-Qur’an terdapat tiga kategori
tentang posisi Al-Qur’an sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk
bagi manusia secara umum. Kedua , Al-Qur’an adalah petunjuk
bagi orang-orang yang bertakwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-
orang beriman.
b. Al-Furqan (pemisah).artinya yaitu Al-Qur’an untuk membedakan
dan bahkan memisahkan antara yang hak dan batil.
c. Asy-syifa (obat). Al-Qur’an dikatakan berfungsi sebagai obat bagi
penyakit – penyakit dalam dada. Yang dimaksud penyakit dalam
dada adalah penyakit psikologis.
d. Al-Mauizhah (nasihat) . Al-Qur’an berfungsi sebagai nasihat
orang yang bertakwa.

 Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber pokok bagi ajaran Islam yang
tentunya memiliki kedudukan sangat tinggi. Sebagai sumber pokok
ajaran Islam, Al-Qur’an berisi ajaran – ajaran yang lengkap dan
sempurna yang meliputi seluruh aspek terutama dalam kehidupan
manusia , khusunya umat Islam. Agar manusia dapat mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya , maka hendaknya
manusia selalu berpegang teguh kepada pinsip dasar ajaran dan
kaidah – kaidah hukum yang bersumber dari Al-Qur’an sebagai
sumber utamanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
Al-Qur’an :
‫اذ ذوأذإطيِقعواَ اَلنرقسوذل ذوقأوإليِ اَرلذرمإر إمرنقكرم ۖ فذإ إرن تذذناَذزرعتقرم إفيِ ذشريِءء فذقريَدوهق إإذلىَ ن إ‬
‫الل‬ ‫ذياَ أذيَيذهاَ اَلنإذيذن آْذمقنواَ أذإطيِقعواَ ن‬
‫ك ذخريِرْر ذوأذرحذسقن تذأرإويرل‬‫ذواَلنرقسوإل إإرن قكرنتقرم تقرؤإمقنوذن إباَنلإ ذواَرليِذروإم اَرلإخإر ۚ هذذلإ ذ‬
Artinya : " Wahai orang-orang yang berfirman! Ta'atilah Allah dan
ta'atilah Rasul-Nya (Muhammad) , dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di
antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah kepada Allah swt. (al-Qur'an) dan Rasul-Nya
(sunnah), jika kamu berima kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya." (Q.S. an-
Nisa'/4:59)

Dalam Surah An-Nisa ayat 136 Allah SWT berfirman :


‫ب اَلنإذيِ أذرنذزذل إمرن قذربقل ۚ ذوذمللرن‬
‫ب اَلنإذيِ نذنزذل ذعلذهىَ ذرقسولإإه ذواَرلإكذتاَ إ‬‫ذياَ أذيَيذهاَ اَلنإذيذن آْذمقنواَ آْإمقنواَ إباَنلإ ذوذرقسولإإه ذواَرلإكذتاَ إ‬
َ‫ضذلرل بذإعيِردا‬‫ضنل ذ‬ ‫يذركفقرر إباَنلإ ذوذمذلئإذكتإإه ذوقكتقبإإه ذوقرقسلإإه ذواَرليِذروإم اَرلإخإر فذقذرد ذ‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang
kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-
Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.”
Dalam kedua ayat diatas , sudah jelas bahwa sebagai umat Islam kita harus
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad SAW) , Al-Qur’an ,
dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Serta pada akhir ayat Allah
mengancam kepada siapa saja yang mengingkari seruannya.

 Kandungan Hukum dalam Al-Qur’an


Para ulama mengelompokkan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an ke
dalam tiga bagian, diantaranya yaitu :
a. Akidah atau keimanan
Akidah atau keimanan adalah keyakinan yang tertancap kuat didalam
hati. Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal – hal yang gaib
yang terangkum dalam rukun iman (arkanu iman), yaitu iman
kepada Allah SWT , malaikat , kitab suci , para rasul , hari kiamat ,
dan qada/qadar Allah SWT.
b. Syariah atau Ibadah
Hukum ini mengatur tentang tata ara ibadah baik yang berhubungan
langsung dengan Al-Khaliq (Pencipta), yaitu Allah SWT yang disebut
ibadah mahdah, maupun yang berhubungan dengan sesama
makhluknya yang disebut ibadah gairu mahdah. Ilmu yang
mempelajari tata cara ibadah dinamakan ilmu fikih.
1) Hukum Ibadah
Hukum ini mengatur bagaimana seharusnya melaksanakan
ibadah yang sesuai dengan ajaran Islam. Hukum ini mengandung
perintah untuk mengerjakan shalat, haji, zakat, puasa, dan lain
sebagainya.
2) Hukum Mu'amalah
Hukum ini mengatur interaksi antara manusia dan sesamanya,
seperti hukum tentang tata cara jual-beli, hukum pidana, hukum
perdata, hukum warisan, pernikahan, politik, dan lain sebagainya.
c. Akhlak atau Budi Pekerti
Selain berisi hukum-hukum tentang akidah dan ibadah,al-Qur'an
juga berisi hukum-hukum tentang akhlak. Al-Qur'an menuntun
bagaimana seharusnya manusia berakhlak atau berperilaku, baik
berakhlak kepada Allah Swt., kepada sesama manusia, dan akhlak
terhadap makhluk Allah Swt. yang lain. Pendeknya, berakhlak adalah
tuntunan dalam hubungan antara manusia dengan manusia dan
hubungan hubungan manusia dengan alam semesta. Hukum ini
tercermin dalam konsep perbuatan manusia yang tampak, mulai dari
gerakan mulut (ucapan), tangan, dan kaki.

2. Hadist
Secara bahasa hadist berarti perkataan atau ucapan. Menurut istilah,
hadist adalah segala perbuatan,perkataan,dan ketetapan (taqrir) yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Hadist juga dinamakan sunnah.
Namun, para ulama hadist membedakan hadist dengan sunnah. Hadist
adalah ucapan atau perkataan Rasulullah SAW. Sedangkan sunnah
adalah segala yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. yang menjadi
sumber hukum Islam.
Hadist dalam arti perkataan Rasulullah SAW. terdiri atas beberapa
bagian yang saling terkait satu sama lain. Bagian – bagian hadist
tersebut antara lain sebagai berikut :
 Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang
menyampaikan hadist dari Rasulullah SAW. sampai kepada kita
sekarang.
 Matan, yaitu isi atau materi hadist yang disampaikan oleh
Rasulullah SAW.
 Rawi, adalah orang yang meriwayatkan hadist. Contoh :

‫ب ذعرن ذحرمللذزةذ ربللإن‬ ‫ذحندثذذناَ ذسإعيِقد ربقن قعفذريِءر ذقاَذل ذحندثذإنيِ اَللنريِ ق‬
‫ث ذقاَذل ذحندثذإنيِ قعقذريِرْل ذعرن اَربإن إشذهاَ ء‬
َ‫اق ذعلذريِإه ذوذسلنذم قذللاَذل بذريِنذللاَ أذنذللا‬
‫صنلىَ ن‬‫اإ ذ‬ ‫ت ذرقسوذل ن‬ ‫اإ ربإن قعذمذر أذنن اَربذن قعذمذر ذقاَذل ذسإمرع ق‬ ‫ذعربإد ن‬
‫ت‬‫ظفذللاَإريِ قثلنم أذرعطذريِل ق‬ ‫يِ يذرخللقرقج فإلليِ أذ ر‬‫ت ذحتنللىَ إإنشلليِ ذلذذرىَ اَللشر ن‬ ‫ح لذذبلءن فذذشللإررب ق‬
‫ت بإقذذد إ‬‫ذناَئإرْم أقإتيِ ق‬
َ‫ رواَه اَلبخاَرى‬.. ‫اإ ذقاَذل اَرلإعرلذم‬ ‫ب ذقاَقلواَ فذذماَ أذنورلتذهق ذياَ ذرقسوذل ن‬
‫طاَ إ‬ ‫ضإليِ قعذمذر ربذن اَرلذخ ن‬ ‫فذ ر‬
Terjemah: Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Ufair
berkata, Telah menceritakan kepadaku Al Laits berkata, Telah
menceritakan kepadaku ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari Hamzah bin
Abdullah bin Umar bahwa Ibnu Umar berkata: aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Ketika aku tidur, aku bermimpi diberi
segelas susu lalu aku meminumnya hingga aku melihat
pemandangan yang bagus keluar dari kuku-kukuku, kemudian aku
berikan sisanya kepada sahabat muliaku Umar bin Al Khathab”.
Orang-orang bertanya: “Apa ta’wilnya wahai Rasulullah Saw.?”
Beliau menjawab: “Ilmu”. (HR. Bukhari)
Yang disebut rawi/mukharrij adalah:

َ‫رواَه اَلبخاَرى‬

a. Kedudukan Hadist atau Sunnah sebagai Sumber Hukum


Islam
Sebagai sumber hukum islam, Hadist berada satu tingkat di bawah
Al-Qur’an. Artinya,jika sebuah perkara hukumnha tidak terdapat di
Al-Qur’an, yang harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadist
tersebut. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-
Hasyr/59:7 :
b. Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an
Rasulullah pembawa risalah Allah Swt. bertugas menjelaskan ajaran
yang diturunkan Allah Swt. melalui Al-Qur’an kepada umat manusia.
Oleh karena itu, hadist berfungsi untuk menjelaskan serta
menguatkan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Fungsi hadist terhadap Al-Qur’an dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
a. Menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat
umum
Contohnya adalah ayat Al-Qur’an yang memerintahkan shalat.
Perintah shalat dalam Al-Qur’an masih bersifat umum sehingga
diperjelas dengan hadist-hadist Rasulullah SAW. tentang shalat,
baik tentang tata caranya maupun jumlah bilangan rakaatnya.
Untuk menjelaskan perintah shalat tersebut misalnya keluarlah
hadist yang berbunyi, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari)
b. Memperkuat pernyataan yang ada dalam Al-Qur’an
Seperti dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menyatakan,
“Barangsiapa di antara kalian melihat bulan, maka berpuasalah!”
maka ayat tersebut diperkuat oleh sebuah hadist yang berbunyi,
“... berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena
melihatnya...” (H.R. Bukhari dan Muslim)
c. Menerangkan maksud dan tujuan ayat
Misal, dalam Q.S. At-Taubah/9:34 dikatakan. “orang-orang yang
menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya
di jalan Allah Swt., gembirakanlah mereka dengan azab yang
pedih!” ayat ini dijelaskan oleh hadist yang berbunyi, “Allah Swt.
tidak mewajibkan zakat kecuali supaya menjadi baik harta-
hartamu yang sudah dizakati.” (H.R. Baihaqi)
d. Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam Al-
Qur’an
Maksudnya adalah bahwa jika suatu masalah tidak terdapat
hukumnya di dalam Al-Qur’an, diambil dari hadist yang sesuai.
Misalnya bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang menikahi
saudara perempuan istrinya. Maka hal tersbut dijelaskan dalam
sebuah hadist Rasulullah SAW. yang artinya;
Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah SAW. bersabda: “Dilarang
seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang
perempuan dengan saudara dari ayahnya serta seorang
perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya.”
(H.R.Bukhari)

c. Macam-macam Hadist
1.)Hadist Mutawattir
Hadis mutawattir adalah hadist yang diriwayatkan oleh banyak
peerawi baik dari kalangan para sahabat maupun generasi
sesudahnya dan dipastikan di antara mereka tidak bersepakat
dusta.
2.) Hadist Masyhur
Hadist masyhur adalah hadist yang diriwayatkan oleh dua orang
sahabat atau lebih yang tidak mencapai derajat mutawattir namun
setelah tersebar dan diriwayatkan oleh sekian sekian banyak
tabi’in sehingga tidak mungkin bersepakat dusta. Contoh hadist
jenis ini adalah hadist yang artinya, “Orang islam adalah orang-
orang yang tidak mengganggu orang lain dengan lidah dan
tangannya.” (H.R. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).
3.) Hadist Ahad
Hadist ahad adalah hadist yang hanya diriwayatkan oleh satu atau
dua orang perawi sehingga tidak mencapai derajat mutawattir.
Dilihat dari segi kualitas perawi, hadist dibagi ke dalam empat
bagian berikut.
 Hadist Shahih adalah hadist yang diriwayatkan oleh
perawi yang adil, kuat hafalannya, tajam penelitiannya,
sanadnya bersambung kepada Rasulullah SAW.,tidak
tercela, dan tidak bertentangan dengan riwayat orang
yang lebih terpercaya. Hadist ini dijadikan sebagai
sumber hukum dalam beribada (hujjah)
 Hadist Hasan adalah hadist yang diriwayatkan oleh
perawi yang adil, tetapi kurang kua hafalannya, sanadnya
bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan. Sama
seperti hadist shahih, hadist ini dijadikan sebagai
landasan mengerjakan amal ibadah.
 Hadist Dha’if yaitu hadist yang tidak memenuhi
kualitas hadist shahih dan hadist hasan. Para ulama
mengatakan bahwa hadist ini tidak bisa dijadikan sebagai
hujjah, tetapi dapat dijadikan sebagai motivasi dalam
beribadah.
 Hadist Maudu’ yaitu hadist yang bukan bersumber
kepada Rasulullah SAW. atau hadist palsu. Dikatakan
hadist padahal sama sekali bukan hadist. Hadist ini jelas
tidak dapat dijadikan landasan hukum, hadis ini tertolak.

3. Ijtihad sebagai upaya memahami Al-Qur’an dan Hadist


Kata ijtihad berasal dari bahasa Arab ijtahada-yajtahidu-ijtahadan yang
berarti mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh
mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal. Secara istilah, ijtihad
adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-
sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Orang yang melakukan
ijtihad dinamakan mujtahid.
a. Syarat-syarat berijtihad
Karena ijtihad sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian para
mujtahid, dimungkinkan hasil ijtihad antara satu ulama dengan
ulama lainnya berbeda hukum yang dihasilkannya. Oleh karena itu,
tidak semua orang dapat melakukan ijtihad dan menghasilkan
hukum yang tepat. Berikut beberapa syarat untuk melakukan ijtihad.
1. Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
2. Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir,
usul fikih, dan tarikh (sejarah).
3. Memahami cara merumuskan hukum (istinbat).
4. Memiliki keluhuran akhlak mulia.

b. Kedudukan ijtihad
Ijtihad memiliki kedudukan sebagai sumber hukum islam setelah Al-
Qur’an dan Hadist. Ijtihad dilakukan jika suatu persoalan tidak
ditemukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Hadist. Namun
demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh
bertentangan dengan Al-Qur’an maupun Hadist. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW. :

Yang artinya :
“Dari Mu’az , bahwasannya Nabi Muhammad SAW. ketika
mengutusnya ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan
memutuskan suatu perkara yang dibawa orang kepadamu?” Mu’az
berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Qur’an).”
Lalu Nabi berkata, “Dan jika di dalam kitabullah engkau tidak
menemukan sesuatu mengenai soal itu?” Mu’az menjawab, “Jika
begitu saya akan memutuskan menurut Sunnah Rasulullah SAW.”
Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan
sesuatu hal itu di dalam Sunnah?” Mu’az menjawab, “Saya akan
menggunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (ijtihadu bi ra’yi)
tanpa bimbang sedikitpun.” Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci
Allah Swt. yang memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-nya
dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-nya.” (H.R.Darami)
Dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah,
Rasulullah SAW bersabda SAW bersabda sebagai berikut.

C. Bentuk-bentuk ijtihad
Ijtihad sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah
hukum terbagi ke dalam beberapa bagian, seperti berikut.
a. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam
memutuskan suatu perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa
sahabat adalah kesepakatan untuk mnghimpun wahyu ilahi yang
berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf
Al-Qur’an
b. Qiyas
Qiyas adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru
yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an atau hadist dengan yang
sudah terdapat hukumnya dalam Al-Qur’an dan Hadist karena
kesamaan sifat atau karakternya.
c. Maslahah mursalah
Maslahah mursalah artinya penetapan hukum yang
menitikberatkan pada kemanfaatan suatu perbuatan atau tujuan
hakiki-universal terhadap syari’at islam. Misalkan seseorang wajib
mengganti atau membayar kerugian atas kerugian kepada pemilik
barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah di
tetapkan.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dalam pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
sumber ajaran Islam ada tiga macam , diantaranya yaitu Al-
Qur’an , Hadist , dan Ijtihad. Al-Qur’an merupakan sumber
hukum Islam pertama yang didalamnya terkandung tentang
kehidupan yang ada di alam , perintah , akidah dan
kepercayaan , akhlak yang murni , dan sebegai petunjuk umat
Islam. Hadist merupakan sumber hukum Islam yang kedua
setelah Al-Qur’an , karena dalam Dalil Al-Qur’an megajarkan
kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah
disampaikan oleh Rasul untuk dijadikan sebagai pedoman
hidup. Selain itu , dalam Hadist juga terdapat pernyataan
bahwa berpedoman pada Hadist itu wajib ,bahkan juga
terdapat dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan
menjadikan Hadist sebagai pedoman hidup setelah Al-Qur’an
sebagai sumber yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran
Islam , karena melalui konsep Ijtihad, setiap peristiwa baru
akan didapatkan ketentuan hukumnya. Dari pemaparan
makalah kami tersebut , kita tahu bahwa sumber ajaran Islam
sangat penting sebagai pedoman hidup. Untuk itu , hendaknya
apabila kita melanggar salah satu sumber ajaran agama
tersebut , maka akan menjadikan dampak yang fatal bagi
kehidupan kita.
B. Penutupan
Demikian makalah ini kami buat , apabila ada kekurangan kami
mohon maaf. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
dibutuhkan kelompok kami.

Anda mungkin juga menyukai