Anda di halaman 1dari 21

Tugas Mata Kuliah Agama Islam

SUMBER AJARAN ISLAM

Dosen pengampu : Ali Asmul M.Pd

Disusun Oleh :

Tania Obelo Putri

NIM :

2020112170

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2020
BAB I

Materi Bahasan

Sumber hukum merupakan segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya
yang digunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu. Dalam ajaran
Islam terdapat sumber hukum pokok yang menjadi pedoman atau rujukan bagi umat Islam.
Sumber hukum Islam utama ada tiga, yaitu: Al Aquran Sunnah (Hadist) jtihad Baca juga: Iman
Kepada Allah SWT, Pengertian dan Sifat-Sifat Allah SWT Berikut penjelasannya: Al Quran
Dalam buku Ushul Fikih 1 (2018) karya Rusdaya Basri, kedudukan Al Quran dalam Islam
adalah sebagai sumber hukum umat Islam dari segala sumber hukum yang ada di bumi. Firman
Allah SWT dalam Al Quran Surat An-Nisa ayat 59 yang artinya.

"Hai, orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

Al Quran dan hadis merupakan dua hal pokok dalam ajaran Islam. Keduanya merupakan hal
sentral yang menjadi jantung umat Islam. Karena seluruh bangunan doktrin dan sumber
keilmuan Islam terinspirasi dari dua hal pokok tersebut. Kedudukan Al Quran sebagai sumber
utama dan pertama bagi penetapan hukum, maka bila seseorang ingin menemukan hukum untuk
suatu kejadian. Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Perilaku Terpuji? Tindakan pertama
mencari jawab penyelesaiannya dari Al Quran. Al-quran adalah sumber hukum pertama umat
islam yang berisi tentang akidah, ibadah, peringatan, kisah-kisah yang dijadikan acuan dan
pedoman hidup bagi umat Nabi Muhammad SAW. Sunnah (hadis) Sunnah (hadis) merupakan
sumber ajaran Islam kedua setelah Al Quran. Sunnah juga menempati posisi yang sangat penting
dan strategis dalam kajian-kajian keislaman. Keberadaan dan kedudukannya tidak diragukan
lagi. Sunnah dari segi etimologi adalah perbuatan yang semula belum pernah dilakukan
kemudian diikuti oleh orang yang lebih baik perbuatan terpuji maupun tercela. Secara
terminologi, ahli fiqih dan hadis berbeda memberikan pengertian tentang hadis. Menurut para
ahli hadis, sunnah sama dengan hadis yaitu suatu yang dinisbahkan oleh Rasullullah SAW baik
perkataan, perbuatan maupun sikap belaiu tentang suatu peristiwa.
Para ahli fiqh makna sunnah mengandung pengertian suatu perbuatan yang jika dikerjakan
mendapat pahala, tetapi jika ditinggalkan tidak mendapat dosa. Dalam pengertian ini sunnah
merupakan salah satu dari ahkam al takhlifi yang lima, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh,
mubah. Sunnah menurut istilah ahli ushul figh adalah ucapan nabi dan perbuatannya dan
takrirnya. Jadi sunnah artinya cara yang dibiasakan atau cara yang dipuji. Sedangkan menurut
istilah agama yaitu perbuatan nabi. Perbuatan dan takririnya (yakni ucapan dan perbuatan
sahabat yang beliau diamkan dengan arti membenarkan). Seluruh umat Islam telah sepakat
bahwa hadis rasul merupakan sumber dan hukum Islam setelah Al Quran. Kesepakat umat Islam
dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam
hadis ternyata sejak Rasullullah masih hidup. Baca juga: Kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi
dalam Membangun Pemerintahan Sepeninggal beliau, masa Khulafaal Rasyidin dan masa-masa
selanjutnya tidak ada yang mengingkarinya. Banyak mereka yang tidak hanya memahami dan
mengamalkan isi kandungannya, tapi juga menghafal, memelihara dan menyebarluaskan kepada
generasi selanjutnya. Ijtihad Menurut bahasa ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam
mencurahkan pikiran. Sedangkan menurut istilah ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan
pikiran secara sungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum. Ijtihat dapat dilakukan ketika
suatu masalah yang hukumnya tidak ada di dalam Al Quran dan hadis. Sehingga bisa
menggunakan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran, namun tetap mengacu berdasarkan Al
Quran dan hadist. Ijtihad merupakan sumber hukum Islam setelah Al Quran dan hadist. Ketika
melakukan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al Quran dan hadist. Baca juga: Sejarah
Perang Badar Bentuk ijtihad itu ada ada tiga macam, yakni: Ijma Ijma adalah kesepakatan dan
ketetapan hati untuk melaksanakan sesuatu. Ijma dilakukan untuk merumuskan suatu hukum
yang tidak disebutkan secara khusus dalam Al Quran dan hadis. Qiyas Qiyas adalah
mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan hukumnya dengan masalah
lama yang pernah karena ada alasan yang sama. Maslahah Mursalah Maslahah mursalah
merupakan cara dalam menetapkan hukum. Di mana berdasarkan pertimbangan kegunaan dan
manfaatnya.
Sumber Ajaran Islam: Al-Quran, Hadits, Ijtihad

Sumber Ajaran Islam itu ada tiga, yakni Al-Quran, Hadits (As-Sunnah), dan Ijtihad. Ajaran yang
tidak bersumber dari ketiganya bukan ajaran Islam.

Sumber ajaran Islam pertama dan kedua (Al-Quran dan Hadits/As-Sunnah) langsung dari Allah
SWT dan Nabi Muhammad Saw.

Sedangkan yang ketiga (ijtihad) merupakan hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama
mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.

A. Sumber Ajaran Islam: Al-Quran

Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. 75:17-18:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengum-pulkannya dan ‘membacanya’. Jika Kami


telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”.

Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat),
dan budi pekerti (akhlak). Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan
terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab
sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.

“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab
yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di
dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).

“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar,
membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).

Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan para
sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar, lalu
pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf Al-Quran
yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut pula Mushaf Utsmani.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang berisikan firman-firman Allah, diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai salah satu mukjizatnya melalui perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an
yang merupakan kitab suci umat Islam yang berisikan tentang aqidah, ibadah, hukum,
peringatan, kisah-kisah dan isyarat pengembangan iptek yang dijadikan sebagai acuan dan
pedoman hidup bagi umat Nabi Muhamad SAW.

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya“. (QS. Yusuf: 2)

Dari semua ajaran dan syariat Islam ialah Kitab Suci yang disebut Al-Qur’an.

Kata Qur’an berulangkali disebutkan dalam Kitab itu sendiri (2:185; 10:37, 61; 17:106 dan
sebagainya) yang menguraikan pula kepada siapa, bilamana, dalam

1) Pada umumnya, ulama mengajarkan bahwa sumber agama Islam ada empat, yaitu

Qur’an, Sunnah, ijma’ dan kiyas. Qur’an dan Sunnah (Hadits) disebut al-adillatul-qat’iyyah

atau dalil yang mutlak benar, sedang ijma’ atau kesepakatan pendapat di antara jamaah

kaum Muslimin, dan Kiyas atau penggunaan akal disebut al-adillatul-ijtihadiyyah artinya

dalil yang diperoleh dengan jalan ijtihad. Tetapi oleh karena menurut pengakuan ulama,

ijma dan kiyas itu didasarkan atas Qur’an dan Hadits, sedangkan Hadits itu sendiri hanya

merupakan penjelasan Qur’an Suci, (hal ini akan kami terangkan nanti), maka Qur’an Suci

benar-benar merupakan asas hakiki yang di atas itu berdiri seluruh bangunan Islam, dan

merupakan satu-satunya dalil yang mutlak dan menentukan dalam setiap pembahasan

yang berhubungan dengan ajaran dan syariat Islam; dan tak salah jika dikatakan bahwa

Qur’an adalah satu-satunya sumber yang dari sumber ini diambil segala ajaran dan amalan
agama Islam.

2) Kata Qur’an adalah isim masdar (bentuk infinitif) dari akar qoroa yang makna aslinya

mengumpulkan barang-barang menjadi satu (LL). Kata ini berarti pula membaca, karena
dalam membaca, huruf dan kata-kata dihubungkan satu sama lain menjadi susunan kalimat (R).
Menurut sebagian ulama, Kitab ini dinamakan Qur’an di antara kitab suci Allah

di dunia, karena dalam Qur’an ini terhimpun sekalian hasil kitab suci yang sudah-sudah,

malahan merupakan pula kumpulan hasil segala ilmu yang diisyaratkan dalam ayat: “Satu

Kitab yang menjelaskan segala sesuatu” (12:111) (R). Qur’an berarti pula kitab yang dibaca atau
tetap dibaca; satu nama yang mengandung ramalan bahwa Qur’an adalah “kitab

yang paling luas dibaca” (Enc. Br.) di seluruh dunia. Qur’an Suci menamakan diri dengan

berbagai nama yang lain. Qur’an disebut alkitab (2:2) artinya, Tulisan yang lengkap dengan
sendirinya; al-Furqan (25:1) artinya, Yang membedakan antara yang benar dengan

yang salah dan antara kebenaran dan kepalsuan; al-Dhikra, al-Tadhkirah (15:9) artinya,

Peringatan atau sumber kemuliaan dan keagungan bagi manusia; al-Tanzil (26:192) artinya,
Wahyu yang diturunkan dari atas; Ahsanal-hadits (39:23) artinya, Firman yang amat

baik; al-Mauidhah (10:57) artinya, Teguran; al-Hukum (13:37) artinya, Hukum; al-Hikmah

(17:39) artinya, Kebijaksanaan; as-Syifa (10:57) artinya, Yang menyembuhkan; al-Huda

(72:13) artinya, Petunjuk; al-Rahman (17:82) artinya, Kemurahan; al-Khair (3:103) artinya,

Kebaikan; al-Ruh (42:52) artinya, Roh atau Daya hidup; al-Bayan (3:127) artinya, Penjelasan; al-
Nikmah (93:11) artinya, Nikmat; al-Burhan (4:175) artinya, Bukti yang terang;

al-Qayyim (18:2) artinya, Yang memelihara; al-Muhaimin (5:48) artinya, Yang menjaga;

al-Nur (97:157) artinya, Cahaya; al-Haqq (17:81) artinya, Kebenaran. Selain itu, Qur’an disebut
pula dengan berbagai nama lain; ada pula nama yang menunjukkan sifatnya, misalnya Qur’an
disebut Kariim (56:77) artinya, Yang mulia; Majid (85:21) artinya, Yang agung;

Hakim (36:2) artinya, Yang bijaksana; Mubarraq (21:50) artinya, Yang diberkahi (makna

aslinya, sesuatu yang kebaikannya tak pernah diputus); Mubin (12:1) artinya, Yang membuat
sesuatu menjadi terang; al-’Aliyyi (43:4) artinya, Yang luhur; Fashl (86:13) artinya,

Yang menentukan; ‘Azhim (39:67) artinya, Yang maha penting; Mukarram artinya Yang
dihormati; Marfu’ artinya Yang ditinggikan; Muthhaharah artinya, Yang disucikan (80:3-14);

Mutasyabih (39:23) artinya, Yang bersesuaian dengan berbagai bagian.

Qur’an mengatakan:

“Dan yang beriman kepada apa yang diwahyukan kepada Muhammad, dan ini kebenaran dari
Tuhan mereka” (47:2).

Qur’an diturunkan pada bulan Ramadlan, pada suatu malam

yang sejak saat itu mendapat julukan Lailatul-Qadar atau Malam

nan Agung.3 Qur’an mengatakan:

“Bulan Ramadlan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan AlQur’an” (2:185).

“Kami menurunkan itu pada suatu malam yang diberkahi” (44:3).

“Sesungguhnya Kami menurunkan itu pada malam yang

agung” (97:1).

Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab:

“Maka Kami membuat itu mudah bagi lisan dikau, agar mereka

mau ingat” (44:58).

“Sesungguhnya Kami membuat Qur’an dalam bahasa Arab

agar kamu mengerti” (43:3).

Qur’an diturunkan sepotong-sepotong dan setelah penggalanpenggalan itu diturunkan, segera


ditulis dan dihapalkan. Adapun

jangka waktu diturunkannya Al-Qur’an meliputi masa hidup Nabi

Suci selama duapuluh tiga tahun, yang selama itu beliau sibuk

memperbaiki dunia yang dilanda kegelapan. Qur’an mengatakan:


“Dan inilah Qur’an yang Kami buat beda, agar engkau membacakan itu kepada manusia dengan
perlahan-lahan, dan Kami menurunkan itu sepotong-sepotong” (17:106).

Qur’an bukanlah sabda Nabi yang bersabda dibawah pengaruh Roh Suci. Qur’an adalah firman
Tuhan yang dibawa oleh Roh

3) Lailatul-Qadar atau Malam nan Agung adalah salah satu dari tiga malam di bulan Ramadlan,
antara tanggal 25, 27, atau 29, yaitu pada malam hari menjelang salah satu dari

tanggal tersebut (Bu. 32:4). Pada waktu wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Suci, usia

beliau empatpuluh tahun.

Qur’an bentuk wahyu yang paling tinggi

Meskipun, Qur’an itu diturunkan sepotong-sepotong melalui malaikat Jibril, namun seluruh
wahyu Qur’an adalah kesatuan yang

bulat, yang disampaikan dengan cara yang sama. Qur’an adalah

Firman Allah yang diturunkan melalui Roh Suci, yakni malaikat Jibril. Qur’an Suci menjelaskan
kepada kita bahwa wahyu itu dikaruniakan kepada manusia dalam tiga macam. Qur’an
mengatakan:

“Dan tiada manusia yang Allah berfirman kepadanya, kecuali dengan wahyu, atau dari belakang
tirai, atau dengan mengutus seorang utusan, dan mewahyukan apa yang Dia kehendaki dengan

izin-Nya” (42:51)

Bentuk wahyu Ilahi yang lain kepada manusia

Sebagaimana telah kami terangkan di atas, para Nabi juga menerima bentuk wahyu rendah.
Misalnya dalam satu Hadits kita diberitahu bahwa sebelum risalah agung diberikan kepada Nabi
Suci, yaitu sebelum beliau menerima wahyu Qur’an yang pertama,

kerap kali beliau mendapat ru’yah yang begitu terang bagaikan

terangnya siang hari:


“Yang mula-mula datang kepada Rasulullah di antara sekalian

wahyu, ialah impian yang baik; tiada beliau melihat suatu impian,

melainkan itu nampak bagaikan fajar di waktu subuh” (Bu. 1:1)

Pengalaman Nabi Suci menerima wahyu

Pengalaman Nabi Suci menerima wahyu jenis tinggi yang pertama, ialah pada waktu beliau di
Gua Hira seorang diri. Sebelum itu,

beliau kadang-kadang melihat kasyaf (visiun), namun pada waktu

malaikat Jibril datang dengan mengemban risalah agung, beliau

merasa kehabisan tenaga:

“Ia (malaikat Jibril) memelukku dan menekan aku begitu kuat

hingga aku tak bertenaga samasekali, dan peristiwa ini diulangi

sampai tiga kali” (Bu. 1:1)

B. Sumber Ajaran Islam: Hadits/As-Sunnah

Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-istiadat" atau "kebiasaan"
(traditions). Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan penetapan/persetujuan serta
kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya Nabi Saw
terhadap perkataan dan perilaku sahabat. Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam
dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw. “Demi Tuhanmu, mereka pada
hakikatnya tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan yang
kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati” (Q.S. 4:65).

“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya
maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).

“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan
keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim
dan Daruquthni).
“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin setelahku”
(H.R. Abu Daud). Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-
Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang
ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung
bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai
pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan
salam. Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang para sahabatnya menuliskan
apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar ucapan-ucapannya tidak bercampur-baur
dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya, seluruh Hadits waktu itu hanya berada dalam ingatan
atau hapalan para sahabat. Kodifikasi Hadits dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul
Aziz (100 H/718 M), lalu disempurnakan sistematikanya pada masa Khalifah Al-Mansur (136
H/174 M). Para ulama waktu itu mulai menyusun kitab Hadits, di antaranya Imam Malik di
Madinah dengan kitabnya Al-Mutwaththa, Imam Abu Hanifah menulis Al-Fqhi, serta Imam
Syafi’i menulis Ikhtilaful Hadits, Al-Um, dan As-Sunnah. Berikutnya muncul Imam Ahmad
dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits. Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya
hingga kini adalah Imam Bukhari (194 H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam
Muslim (206 H/261 M) dengan kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan
utama umat Islam hingga kini. Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits
yang kemudian diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian
diseleksinya. Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang menuangkan koleksi
haditsnya dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi dalam Shahih Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam
Sunan Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan
Baihaqi dan Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam Sunan Daruquthni. Hadits(Sunnah)
merupakan sumber ajaran Islam yang kedua. Sunnah merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh
Rasulullah baik dari segi perkataan, perbuatan maupun ketetapan atau persetujuan Rasulullah
terhadap apa yang dilakukan oleh para sahabatnya. Menurut ulama Salaf, As-Sunnah ialah
petunjuk yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad
(keyakinan), perkataan maupun perbuatannya. As-Sunnah berfungsi untuk memperjelas,
menafsirkan isi atau kandungan dari ayat-ayat Al-Qur’an dan memperkuat pernyataan ayat-ayat
Al-Qur’an serta mengembangkan segala sesuatu yang samar-samar atau bahkan tidak ada
ketentuannya di dalam Al-Qur’an.
Macam-macam Hadits atau Sunnah

Hadits atau sunnah dilihat dari segi bentuknya, diantaranya:

• Qauliyah yakni semua perkataan Rasulullah

• Fi’liyah yakni semua perbuatan Rasulullah

• Taqririyah yakni penetapan, persetujuan dan pengakuan Rasulullah

• Hammiyah yakni sesuatu yang telah direncanakan oleh Rasulullah dan telah disampaikan
kepada para sahabatnya untuk dikerjakan namun belum sempat dikerjakan dikarenakan telah
datang ajalnya.

Hadits atau sunnah dilihat dari segi jumlah orang yang menyampaikannya, diantaranya:

• Mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak

• Masyhur yaitu diriwayatkan oleh banyak orang, namun tidak sampai (jumlahnya) kepada
derajat mutawatir

• Ahad yaitu diriwayatkan hanya oleh satu orang saja.

Hadits atau sunnah dilihat dari segi kualitasnya, diantaranya:

• Shahih yakni hadits yang benar dan sehat tanpa ada keraguan atau kecacatan.

• Hasan yakni hadits yang baik, memenuhi syarat seperti hadits shahih, letak perbedaannya
hanya dari segi kedhobitannya (kuat hafalan). Hadits shahih kedhobitannya lebih sempurna
daripada hadits hasan.

• Dhaif yakni hadits yang lemah.

• Maudhu yakni hadits yang palsu atau dibuat-buat.

Sunnah atau Hadits adalah sumber syariat Islam yang nomor dua,

dan tak sangsi lagi menduduki tempat kedua (sesudah Qur’an Suci). Kata Sunnah makna aslinya
perilaku, atau aturan, atau cara bertindak, atau tingkah-laku. Adapun kata hadits makna aslinya
ucapan yang disampaikan kepada manusia, baik dengan perantaraan pendengaran maupun
dengan perantaraan wahyu. Oleh sebab itu, makna aslinya, Sunnah berarti perbuatan Nabi Suci,

sedang Hadits berarti sabda Nabi Suci, akan tetapi hakikinya, dua-duanya berkisar di lapangan
yang sama dan dapat diterapkan terhadap perbuatan, tingkah-laku, dan ucapan Nabi Suci, karena
Hadits itu meriwayatkan dan mencatat Sunnah Nabi, tetapi sebagai tambahan, mengandung pula
unsur-unsur ramalan dan sejarah. Sunnah itu tiga macam (1) Qaul, yaitu sabda Nabi Suci yang
berhubungan dengan perkara agama; (2) Fi’l, yaitu perbuatan atau tingkah laku Nabi Suci; (3)
taqrir, yaitu berdiam diri karena setuju atas perbuatan atau tingkah laku orang lain. Marilah
sekarang kita teliti sampai di mana ajaran-ajaran Islam, asas-asasnya, dan hukum-hukumnya
dapat diambil dari sumber ini. Setiap orang yang mempelajari Qur’an, pasti tahu bahwa pada
umumnya Qur’an itu membahas asas-asas dan undang-undang secara garis besar, dan jarang
sekali Qur’an membahas itu sampai garis yang sekecil-kecilnya. Pada umumnya garis yang
sekecil-kecilnya itu diberikan oleh Nabi Suci, baik berupa contoh tentang bagaima1) Oleh karena
itu, Qur’an juga disebut Hadits (18:6; 39:23). Kata sunnah digunakan oleh Qur’an Suci dalam
arti umum, yaitu cara atau aturan. Jadi kata Sunnatul-awalin (8:38;15:13; 18:55; 35:43) berarti
cara atau percontohan orang-orang zaman dahulu, dan kata sunnah acapkali digunakan oleh
Qur’an Suci dalam arti cara Allah memperlakukan manusia, yang ini disebut pula Sunatullah.
Akan tetapi bentuk jamaknya yakni sunan satu kali digunakan oleh Qur’an dalam arti jalan yang
harus dilalui oleh manusia: “Allah berkenan menjelaskan kepada kamu dan menunjukkan kepada
kamu jalan (sunan) orang-orang sebelum kamu” (4:26) dalam kitab ‘Ujalah Nafi’ah, dan
menurut aturan ini, suatu Hadits tak boleh diterima:

1. Jika Hadits itu bertentangan dengan fakta sejarah.

2. Jika Yang meriwayatkan Hadits itu orang syi’ah, dan yang sifat Hadits itu menuduh para
sahabat Nabi, atau jika Hadits itu diriwayatkan oleh orang Khariji (asing) dan sifat Hadits itu
menuduh anggota keluarga Nabi Suci. Akan tetapi jika Hadits itu dikuatkan oleh kesaksian yang
tak memihak, maka Hadits itu dapat diterima.

3. Jika Sifat Hadits itu mewajibkan kepada semua orang untukmengetahuinya, dan Hadits itu
diriwayatkan oleh satu orang.

4. Jika Saat dan keadaan diriwayatkannya Hadits itu terbukti dibuat-buat.


5. Jika Hadits itu bertentangan dengan akal15 atau bertentangan

dengan ajaran Islam yang terang.

6. Jika Hadits itu menguraikan suatu peristiwa yang jika peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi,
tentu peristiwa itu diketahui dan diceritakan oleh orang banyak, tetapi kenyataannya peristiwa itu
tak diriwayatkan oleh seorang pun selain orang yang meriwayatkan Hadits itu.

7. Jika masalahnya atau kata-katanya raqiq (tak sehat atau takbenar), misalnya kata-katanya tak
cocok dengan idium bahasa Arab, atau masalah yang dibicarakan tak p

8. Jika Hadits itu berisi ancaman hukuman berat bagi orang yang berbuat dosa biasa, atau
menjanjikan ganjaran besar bagi orang yang berbuat baik yang tak seberapa.

9. Jika Hadits itu menerangkan pemberian ganjaran oleh Nabi dan Rasul kepada orang yang
berbuat baik.

10. Jika yang meriwayatkan Hadits itu mengaku ia membuatbuat Hadits

C. IJTIHAD

Ijtihad adalah sumber syariat Islam yang nomor tiga. Kata ijtihad berasal dari akar kata jahd yang
artinya berusaha keras atau berusaha sekuat tenaga; kata ijtihad yang secara harfiah mengandung
arti yang sama, ini secara teknis diterapkan bagi seorang ahli hukum yang dengan kemampuan
akalnya berusaha keras untuk menentukan pendapat di lapangan hukum mengenai hal yang
pelik-pelik dan meragukan (LL). Menggunakan akal atau menggunakan pertimbangan dalam
masalah agama atau undang-undang, memegang peran penting dalam agama Islam, dan Qur’an
Suci terang-terangan menghargai akal pikiran. Berulangkali Qur’an Suci berseru untuk
menggunakan akal, dan Qur’an penuh dengan anjuran sebagai berikut:

“Apakah kamu tak merenungkan”. “Ini adalah pertanda bagi orang yang mempunyai akal,” dan
sebagainya. Orang yang tak menggunakan akal pikirannya disamakan dengan binatang, dan
dikatakan pula sebagai orang yang tuli, bisu dan buta.

“Dan perumpamaan orang-orang kafir itu seperti perumpamaan

orang yang menyeru kepada sesuatu yang tak dapat mendengar


selain panggilan dan teriakan. Tuli, bisu, buta, mereka tak mengerti” (2:171).

“Mereka mempunyai hati yang tak mereka gunakan untuk

mengerti, dan mereka mempunyai mata yang tak mereka gunakan untuk melihat, dan mereka
mempunyai telinga yang tak mereka gunakan untuk mendengar. Mereka bagaikan ternak, tidak,

malahan mereka lebih sesat lagi” (7:179).

“Sesungguhnya binatang yang paling buruk menurut Allah, ialah

orang yang tuli, bisu, tak mau mengerti” (8:22)

Secara bahasa, ijtihad artinya usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama (ulama)
untuk mencapai suatu putusan (simpulan) hukum syara' (syariat Islam) mengenai kasus yang
penyelesaiannya belum tertera dalam Alquran dan Sunah. Ijtihad juga berarti pendapat atau
tafsiran (KBBI).Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu
masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pelaku atau orang
yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid. Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran
Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat
Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad Saw dan
Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman.

“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”

“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”

“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?”

“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah.”

“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah Rasulullah?”

“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (Ijtihadu bi ra’yi) tanpa
bimbang sedikit pun.”

“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan hati
Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat Nabi Muhammad Saw
menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara seorang sahabat dengan Nabi
Muhammad Saw.

“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami jadinya?”

“Kamu punya Al-Quran!”

“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa penerangan dan petunjuk tidak
menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami harus meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan
jika Anda telah pergi dari kami, Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi petunjuk kami?”

“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”

“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin timbul yang tidak dapat
timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa yang harus kami lakukan dan apa yang harus
dilakukan orang-orang sesudah kami?”

“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat setiap orang dan akal
sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan
selalu membimbing kamu ke jalan yang lurus!” Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan
hukum sebuah perkara yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah. Pada
dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-Quran, As-
Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat
Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-sama
atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan. Dalam sumber lain, Ijtihad yaitu
mengerahkan segala kemampuan berpikir secara maksimal untuk mengeluarkan hukum syar’i
dari dalil-dalil syara’ yaitu Qur’an dan hadits. Ijtihad dapat dilakukan jika ada suatu masalah
yang hukumnya tidak terdapat di dalam Al-Qur’an maupun hadits, maka dapat dilakukan ijtihad
dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu dan berdasarkan pada Al-Qur’an dan
hadits.
Macam-macam Ijtihad

•Ijma’

Yaitu kesepakatan para ulama (mujathid) dalam menetapkan suatu hukum-hukum berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Keputusan bersama yang dilakukan oleh
para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Adapun hasil dari
ijma’ adalah fatwa, yakni keputusan bersama para mujtahid yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.

•Qiyas

Yaitu menggabungkan atau menyamakan. Artinya menetapkan suatu hukum atau suatu perkara
yang baru muncul, yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam
sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.
Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.

•Istihsan

Yaitu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena adanya
suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Berbeda dengan Al-Quran,
Hadits, Ijma’ dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para jumhur ulama sebagai
sumber hukum Islam. Istihsan ini adalah salah satu cara yang digunakan hanya oleh sebagian
ulama saja.

•Maslahah Mursalah

Yakni kemaslahatan yang tidak disyari’atkan oleh syar’i dalam wujud hukum, dalam rangka
menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau
menyalahkan.

•Sududz Dzariah

Yakni tindakan dalam memutuskan sesuatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan dan kemaslahatan umat.
•Istishab

Yakni menetapkan ssuatu keadaan yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang
menunjukkan adanya perubahan keadaan itu. Atau menetapkan berdasarkan hukum yang
ditetapkan pada masa lalu secara abadi berdasarkan keadaan, hingga terdapat dalil yang
menunjukkan adanya perubahan.

•Urf

Yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan, adat atau
tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan
tertentu.

Jadi jelaslah bahwa sumber ajaran Islam telah di rumuskan oleh Rasuluallah SAW, yakni terdiri
dari tiga sumber pokok yang dijadikan acuan, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah (Hadits), dan Ijtihad.

Penjelasan di atas adalah beberapa sumber ajaran islam. Jadi dapat kita simpulkan bahwa agama
islam memiliki 3 sumber ajaran yaitu: Al-quran,Sunnah dan hadist beserta Ijtihad .
BAB II

A. DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/09/140000069/sumber-hukum-pokok-ajaran-
islam?page=all

https://umma.id/article/share/id/1002/326467

Referensi:

1. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung, 1978.

2. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Maarif Bandung, 1989

3. Zainab Al-Ghazali, Menuju Kebangkitan Baru, Gema Insani Press Jakarta, 1995

4. H. Djarnawi Hadikukusam, “Ijtihad”, dalam Amrullah Achmad dkk. (Editor),


Persepektif Ketegangan Kreatif dalam Islam, PLP2M Yogyakarta, 1985

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2016/10/3-sumber-ajaran-islam-dan-penjelasannya-
lengkap.html

Buku ISLAMOLOGI (DINUL ISLAM) MAULANA MUHAMMAD ALI


BAB III

A. LAMPIRAN
Halaman yang dikutip yaitu: 19-27, 59,95 .
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai