Anda di halaman 1dari 20

Tugas Mata Kuliah Agama Islam

Keimanan dan Ketaqwaan dalam Islam

Dosen pengampu : Ali Asmul M.Pd

Disusun Oleh : Tania Obelo Putri

NIM : 2020112170

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2020
BAB I

Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain atau melakukan
interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar
dalam proses interaksi tidak mengalami hambatan atau maslah dengan manusia lain. Proses
pembentuk akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketaqwaan seseorang.
Keimanan dan ketaqwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak seseorang atau dengan kata
lain semakin baik keimana dan ketaqwaan seseorang maka semakin baik pula akhlak seseorang
hal ini karena keimanan dan ketaqwaan adalah modal yang paling utama dimiliki manusia sejak
ia lahir dan melekat pada dirinya.

Saat ini keimanan dan ketaqwaan telah dianggap anggap sebagai hal yang biasa, oleh masyarakat
umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti dari keimanan dan ketaqwaan itu, hal
ini manusia selalu menganggap remeh tentang itu dan mengartikan keimanan dan ketaqwaan
hanya sebagai arti bahasa, tidak mencari makna sebenarnya dari arti bahasa itu dan membiarkan
hal tersebut berjalan begitu saja.

Pada setiap agama, keimanan merupakan unsur pokok yang harus dimiliki oleh setiap
penganutnya. Jika kita ibaratkan dengan sebuah bangunan, keimanan adalah pondasi yang
menopang segala sesuatu yang berada diatasnya, kokoh tidaknya bangunan itu sangat tergantung
pada kuat tidaknya pondasi tersebut.. Meskipun demikian, keimanan saja tidak cukup. Keimanan
harus diwujudkan dengan amal perbuatan yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama yang kita
anut. Keimanan baru sempurna, jika diyakini oleh hati, diikrarkan oleh lisan, dan dibuktikan
dalam segala perilaku kehidupan sehari – hari.Iman adalah percaya atau yakin, keimanan berarti
kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti, atau pokok –
pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam yakni percaya allah,
percaya pada para Rasul, percaya pada malaikakt dan kitab allah, percaya pada risalah hari
bangkit , pokok agama serta rela pada ketentuan allah. Sedangkan Taqwa berasal dari kata waqa,
yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna
etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan
dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ). Keimanan dan
Ketakwaan sangat berperan dan berpengaruh penting buat manusia dalam menjalani kehidupan
hal ini dikarenakan keimanan dan ketakwaan sebenarnya telah melekat pada manusia serta
keimanan dan ketakwaan jugalah yang membentuk kerakteristik dan sifat kebaikan manusia.

Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain atau melakukan
interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar
dalam proses interaksi tidak mengalami hambatan atau maslah dengan manusia lain. Proses
pembentuk akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketaqwaan seseorang.
Keimanan dan ketaqwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak seseorang atau dengan kata
lain semakin baik keimana dan ketaqwaan seseorang maka semakin baik pula akhlak seseorang
hal ini karena keimanan dan ketaqwaan adalah modal yang paling utama dimiliki manusia sejak
ia lahir dan melekat pada dirinya.

Saat ini keimanan dan ketaqwaan telah dianggap anggap sebagai hal yang biasa, oleh masyarakat
umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti dari keimanan dan ketaqwaan itu, hal
ini manusia selalu menganggap remeh tentang itu dan mengartikan keimanan dan ketaqwaan
hanya sebagai arti bahasa, tidak mencari makna sebenarnya dari arti bahasa itu dan membiarkan
hal tersebut berjalan begitu saja.

A. Pengertian Iman

Iman menurut bahasa adalah yakin, keimanan berarti keyakinan. Dengan demikian, rukun iman
adalah dasar, inti, atau pokok – pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk
agama Islam. Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu – amanan yang berarti
percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati.
Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman,
walaupun dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan atau kepatuhan (taqwa)
kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena
adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan
dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi Islam.

Dalam surah al-Baqarah ayat 165 :

‫اب أَ َّن‬
َ ‫ َذ‬B‫ َروْ نَ ْال َع‬Bَ‫وا إِ ْذ ي‬BB‫رى الَّ ِذينَ ظَلَ ُم‬B َ Bَ‫وْ ي‬BBَ‫ًّا هَّلِل ِ ۗ َول‬BW‫اس َم ْن يَتَّ ِخ ُذ ِم ْن دُو ِن هَّللا ِ أَ ْندَادًا ي ُِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا ِ ۖ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ َش ُّد ُحًب‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
ِ ‫ْالقُ َّوةَ هَّلِل ِ َج ِميعًا َوأَ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال َع َذا‬
‫ب‬
Artinya :

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain

Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal).”

Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam
hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil
qalbi waigraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan
atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai
pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.

Definisi Iman Secara Istilah Syar’iy

1) Al-Imaam Ismaa’iil bin Muhammad At-Taimiy rahimahullah berkata :

‫اإليمان في الشرع عبارة عن جميع الطاعات الباطنة والظاهرة‬

“Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan yang mencakup makna semua ketaatan
lahir dan batin” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 1/403].

An-Nawawiy menukil perkataannya :

‫اإليمان في لسان الشرع هو التصديق بالقلب والعمل باألركان‬

“Iman dalam istilah syar’iy adalah pembenaran dengan hati dan perbuatan dengan anggota
tubuh” [Syarh Shahih Muslim, 1/146].

2) Imaam Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :

‫ وال عمل إال بنية‬،‫أجمع أهل الفقه والحديث على أن اإليمان قول وعمل‬

“Para ahli fiqh dan hadits telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan perbuatan. Dan
tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat” [At-Tamhiid, 9/238].

3) Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :


.‫الم‬BB‫ة اإلس‬BB‫و التكلّم بكلم‬BB‫ وه‬،‫ان‬BB‫ول اللس‬BB‫ وق‬،‫اد‬B‫و االعتق‬BB‫ وه‬،‫ول القلب‬BB‫ ق‬: ‫مان‬BB‫ول قس‬BB‫ والق‬.‫ل‬BB‫حقيقة اإليمان مركبة من قول وعم‬
‫ وإذا زال‬،‫ه‬BB‫ان بكمال‬BB‫ زال اإليم‬،‫ة‬BB‫ذه األربع‬BB‫إذا زالت ه‬BB‫ ف‬.‫وارح‬BB‫ل الج‬BB‫ وعم‬،‫ه‬BB‫ه وإخالص‬BB‫و نيت‬BB‫ وه‬،‫ عمل القلب‬: ‫والعمل قسمان‬
‫ لم تنفع بقية األجزاء‬،‫تصديق القلب‬

“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan hati, yaitu
i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan syahadat –
Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan
perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan
kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat
tiga hal yang lainnya” [Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal. 35].

Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an, mengandung arti positif.
Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya,
dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil.

Keimanan diambil dari kata iman yang secara bahasa diartikan percaya. Namun, setelah
mendapat imbuhan ke-an maka kata tersebut bisa diartikan menjadi suatu nilai religius yang
dimiliki oleh setiap muslim untuk cenderung melakukan segala hal sesuai dengan aturan yang
diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga
kehidupan yang dijalaninya teratur sedemikian rupa. Dari definisi di atas tentunya kita bisa
melihat syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap individu yang mengharapkan keimanan
tersebut. Syarat itu tiada lain adalah keadaa muslim. Setiap mu’min (orang yang memiliki
keimanan bagus) pasti seorang muslim juga, tetapi pernyataan tersebut tidak sebaliknya.
Hubungan antara dua keadaan (mu’min dan muslim) tersebut bisa disebut Nisbat ‘Umum
Khusus Muthlaq.

Keimanan yang dimiliki oleh tiap-tiap individu manusia di alam dunia ini berbeda-beda. Bahkan
dalam suatu Hadits disebutkan bahwa keimanan seseorang itu bisa meningkat dan berkurang.

Keimanan yang dimiliki oleh setiap individu manusia di alam dunia ini berbeda-beda. Bahkan
dalam suatu Hadits disebutkan bahwa keimanan seseorang itu bisa meningkat dan berkurang.
kita bisa menemukan bahwa keimanan adalah suatu hal yang mutlak. Mutlak disini diartikan
sebagai keadaan “ya” atau “tidak”. Dalam istilah dunia Elektro biasa diartikan keadaan “1” atau
“0”. Oleh karena itu, apabila seseorang muslim berkurang keimanannya maka ia jatuh kafir
(na’udzubillahimindzaalik) dan untuk menjaga keimanan tersebut maka ia dianjurkan untuk tetap
menjaga keimanannya pada batas tertentu.

“Tasdikun Bil Qolbi Wa Qaulu Bil Lisan Wa Amalu Bil Arkan”

Ø Tasdikun Bil Qolbi (menyakini dalam hati)

Ø Qaulu Bil Lisan ( diucapkan dengan lisan/perkataan)

Ø Amalu Bil Arkan (diwujudkan dengan perbuatan)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian iman adalah pembenaran dengan segala keyakinan
tanpa keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT dan rasulNya.

v Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :

.‫الم‬BB‫ة اإلس‬BB‫و التكلّم بكلم‬BB‫ وه‬،‫ان‬BB‫ول اللس‬BB‫ وق‬،‫اد‬B‫و االعتق‬BB‫ وه‬،‫ول القلب‬BB‫ ق‬: ‫مان‬BB‫ول قس‬BB‫ والق‬.‫ل‬BB‫حقيقة اإليمان مركبة من قول وعم‬
‫ وإذا زال‬،‫ه‬BB‫ان بكمال‬BB‫ زال اإليم‬،‫ة‬BB‫ذه األربع‬BB‫إذا زالت ه‬BB‫ ف‬.‫وارح‬BB‫ل الج‬BB‫ وعم‬،‫ه‬BB‫ه وإخالص‬BB‫و نيت‬BB‫ وه‬،‫ عمل القلب‬: ‫والعمل قسمان‬
‫ لم تنفع بقية األجزاء‬،‫تصديق القلب‬

“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan hati, yaitu
i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan syahadat –
Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan
perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan
kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat
tiga hal yang lainnya” Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal. 35.

Wujud iman

Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan
keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman
sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal
saleh.

Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu
mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu
iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri
seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya. Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok
dalam agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan
atau amal.

Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia
berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang
muslim atau amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-
apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.

Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan
hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan
melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada
ajaran Islam.

Proses Terbentunya iman

Imam mulai membentuk dan berproses sejak janin masih berada dalam rahim sang ibu. Apa
yang di makan ibu, sikap hidup dan psikologis serta aktivitas kedua orang tuanya akan
mempengaruhi perkembangan keimanan seorang anak. Benih iman yang dibawa sejak dalam
kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak
disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya
dengan benih iman.

Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja
maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua
dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku
yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku
baik, apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW
bersabda, “Setiap anak, lahir membawa fitrah. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal
dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang
tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.

Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus
diperkenalkan sejak dini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai
tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak
diperkenalkan al-Qur’an.
Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang anak harus
dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang
dilarang-Nya,

Secara metodologis ada beberapa prinsip dalam penanaman iman yaitu:

1. Prinsip pembinaan berkesinambungan

Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus, dan tidak
berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama semakin
mampu bersikap selektif. yang diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup.
Oleh karena itu penting mengarahkan proses

motivasi agar membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang
patut diterima atau yang seharusnya ditolak.

2. Prinsip internalisasi dan individuasi

Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku
tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui suatu peristiwa
internalisasi (usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap mental) dan individuasi
(menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Dalam hal ini perlu diperhatikan adalah
proses penanaman nilai tersebutbukan hasilnya semata,karena dengan pengalaman-pengalaman
yang panjang terjadi Kritalisasi nilai

3. Prinsip sosialisasi

Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah memperoleh
dimensi sosial. Keberhasilan suatu usaha baru dapat terukur jika sudah dapat diterimasecara
sosial bukan bukan tataran individual saja

4. Prinsip konsistensi dan koherensi

Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara konsisten,
yaitu secara tetap, serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang
satu dengan nilai lainnya..
5. Prinsip integrase

Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang pada problematika
kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Tingkah laku yang
dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat terbentuk terpisah-pisah dan berdiri sendiri, namun
semakin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan, makin fungsional pula hubungan
setiap bentuk tingkah lakuyang berhubungan dengan iman yang dipelajari

Tanda-tanda Orang yang Beriman

Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:

1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas
dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk
segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan berusaha memahami ayat yang tidak dia pahami
sebelumnya.

2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan
doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran:
120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:
13).

3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal:3dan al-
Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat
untuk membina kualitas imannya.

4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun: 4). Hal ini dilakukan
sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya
pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.

5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-Mukminun: 3,


5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an
menurut Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min tidak akan
berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.

7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di jalan Allah adalah
bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki
maupun dengan nyawa.

8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu
merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran
Allah dan Sunnah Rasul.

Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan


seorang muslim. Abu A’la Maududi menyebutkan tanda orang beriman sebagai berikut:

1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.

2. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.

3. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat.

4. Senantiasa jujur dan adil.

5. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi.

6. Mempunyai pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.

7. Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak
takut kepada maut.

8. Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.

9. Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi. (A. Toto Suryana AF, et.al, 1996 : 69).

Tanda-tanda orang beriman

Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:

1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas
dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk
segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan berusaha memahami ayat yang tidak dia pahami
sebelumnya.

2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan
doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran ayat
120, al-Maidah ayat 12,

3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal ayat 3 dan
al-Mu’minun ayat 2-7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera
shalat untuk membina kualitas imannya.

4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal ayat 3 dan al-Mukminun ayat 4). Hal ini
dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan
upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang
miskin.

5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-Mukminun ayat
3-5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-
Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.

6. Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun ayat 6). Seorang mu’min tidak
akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.

7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di jalan Allah adalah
bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki
maupun dengan nyawa.

8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu
merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran
Allah dan Sunnah Rasul.

HAL-HAL YANG MERUSAK IMAN

1.Syikik adalah Menyekutukan Allah, pelakunya disebut Musrik. Syirik dibagi 2 :

-syirik khaffi (ria=pamer)


-syirik jally (syirik yang nyata)

2. Riddah adalah keluar dari ajaran islam, pelakunya disebut murtad Riddah :

a. Riddah Qollbiyyah (hati) Ex : Menyakini bahwa Allah adalah benda / roh


b. 2. Riddah Qaukiyyah(ucapan) Ex : mencaci maki sesama maanusia
c. 3. Riddah fi’liyyah(perbuatan) Ex : menginjak Al-Qur’an

3. Pengertian Taqwa

Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara dan
melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap
memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan
konsisten ( istiqomah ).

Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan
menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan ini.

Karakteristik orang – orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam lima
kategori atau indicator ketaqwaan.

A. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrument
ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman.

B. Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang – orang miskin,
orang – orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang meminta – minta dana, orang –
orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba
sahaya. Indikator taqwa yang kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat manusia
yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta.

C. Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara ibadah formal.

D. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.

E. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain memiliki
semangat perjuangan.

B. Pengertian ketaqwaan
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara dan
melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap
memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan
konsisten ( istiqomah ).

Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan
menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan sehari-hari ini.

Ciri-Ciri orang–orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam lima kategori
atau indicator ketaqwaan ya itu :

Ø Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrument
ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman.

Ø Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang – orang miskin,
orang – orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang meminta – minta dana, orang –
orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba
sahaya. Indikator taqwa yang kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat manusia
yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta.

Ø Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara ibadah formal.

Ø Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.

Ø Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain memiliki
semangat perjuangan.

C. Korelasi antara Keimanan dan Ketaqwaan

Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang
bertakwa adalah orang yang beriman yaitu yang berpandangan dan bersikap hidup dengan ajaran
Allah menurut Sunnah Rasul yakni orang yang melaksanakan shalat, sebagai upaya pembinaan
iman dan menafkahkan rizkinya untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.

Iman yang benar kepada Allah dan Rasulnya akan memberikan daya rangsang atau stimulus
yang kuat untuk melakukan kebaikan kepada sesama sehingga sifat-sifat luhur dan akhlak mulia
itu pada akhirnya akan menghantarkan seseorang kepada derajat takwa. Orang yang bertakwa
adalah orang yang benar imannya dan orang yang benar-benar beriman adalah orang yang
memiliki sifat dan akhlak yang mulia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang
berakhlak mulia merupakan cirri-ciri daro orang yang bertaqwa. Keimanan pada keesaan Allah
yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis.
Tahuid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaan
Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan
kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi
logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud
Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.

Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah
manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa ilaaha illallah
(Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengartian tauhid praktis (tauhid ibadah).
Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah
selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya tempat
tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.

Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengartian beriman kepada Allah, Tuhan
Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa
mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan
seorang yang sudah bertauhid secara sampurna. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan
tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis
kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid
teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan
konsekuen.

Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan
pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah
mengesakan Tuhan dalam pengartian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran,
membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan.
Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan
kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan
meninggalkan segala larangan-Nya.

KESIMPULAN

Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang mendasar bagi manusia untuk merasakan
kebahagiaan hidup. Seseorang dikatakan beriman kepada Allah apabila memenuhi tiga unsure
akidah dalam islam. Yaitu: isi hati, ucapan, dan tingkah laku.

Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (QS: Al-Anfal 2-4) yang artinya

“bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
bergetar hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambah iman mereka (karena-Nya)
dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan
yang mnafkahkkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang
yang beriman dengan sebenarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi
Tuhan-NYA dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia. Keimanan dan ketakwaan merupakan
dua hal yang tidak dapatdipisahkan dari diri manusia. Oleh karenanya orang yang bertakwa
adalah orang yang berpandangan hidup dengan ajaran-ajaran Allah menurut sunnah rasul.

SARAN

Hendaknya umat muslim senantiasa berperilaku terpuji agar iman dalam dirinya meningkat.

Hindari sifat-sifat tercela agar iman dalam diri kita senantiasa terjaga.

Hendaknya umat muslim senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Senantiasa tawakkal dan muhasabah diri agar tidak mengalami kesesatan hidup.
BAB II

Daftar pustaka

http://amrhy.blogspot.co.id/2011/10/makalah-keimanan-dan-ketakwaan.html

http://mdwimartasadewo.blog.com/2012/11/04/makalah-keimanan-dan-ketakwaan/

Saepul Anwar. Keimanan dan Ketaqwaan manusia :Mizan Media Utama

Muchamad Syihabulhaq. Definisi Takwa kelas 3 SMP tiga serangkai

Barata, Mappasessu, Muhammad. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar

AI-Qur’an dan terjemahannya (1974) Departemen Agama RI

Ahmad Amin, Akhlak, Terj. Bachtiar Affandi, (Jakarta jembatan: 1957)

Buku real : Pendidikan agama islam di perguruan tinggi

Halaman yang dikutip dari buku real : 261,263,264.


BAB III
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai