Anda di halaman 1dari 17

KEIMANAN DAN KETAQWAAN

DALAM ISLAM

Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh : OKTANIA HENDRAYANI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN D3 TLM B

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA


TAHUN AJARAN 2020/2021
PEMBAHASAN
A.    pengertian keimanan

Keimanan diambil dari kata iman yang secara bahasa diartikan percaya. Namun,
setelah mendapat imbuhan ke-an maka kata tersebut bisa diartikan menjadi suatu nilai
religius yang dimiliki oleh setiap muslim untuk cenderung melakukan segala hal
sesuai dengan aturan yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga kehidupan yang dijalaninya teratur sedemikian
rupa. Dari definisi di atas tentunya kita bisa melihat syarat mutlak yang harus dimiliki
oleh setiap individu yang mengharapkan keimanan tersebut. Syarat itu tiada lain
adalah keadaa muslim. Setiap mu’min (orang yang memiliki keimanan bagus) pasti
seorang muslim juga, tetapi pernyataan tersebut tidak sebaliknya. Hubungan antara
dua keadaan (mu’min dan muslim) tersebut  bisa disebut Nisbat ‘Umum Khusus
Muthlaq.
Keimanan yang dimiliki oleh tiap-tiap individu manusia di alam dunia ini berbeda-
beda. Bahkan dalam suatu Hadits disebutkan bahwa keimanan seseorang itu bisa
meningkat dan berkurang.
Keimanan yang dimiliki oleh setiap individu manusia di alam dunia ini berbeda-
beda. Bahkan dalam suatu Hadits disebutkan bahwa keimanan seseorang itu bisa
meningkat dan berkurang. kita bisa menemukan bahwa keimanan adalah suatu hal
yang mutlak. Mutlak disini diartikan sebagai keadaan “ya” atau “tidak”. Dalam istilah
dunia Elektro biasa diartikan keadaan “1” atau “0”. Oleh karena itu, apabila seseorang
muslim berkurang keimanannya maka ia jatuh kafir (na’udzubillahimindzaalik) dan
untuk menjaga keimanan tersebut maka ia dianjurkan untuk tetap menjaga
keimanannya pada batas tertentu.

“Tasdikun Bil Qolbi Wa Qaulu Bil Lisan Wa Amalu Bil Arkan”


Ø  Tasdikun Bil Qolbi         (menyakini dalam  hati)
Ø  Qaulu Bil Lisan           ( diucapkan dengan lisan/perkataan)
Ø  Amalu Bil Arkan         (diwujudkan dengan perbuatan)

v  Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :


‫ة‬RR‫و التكلّم بكلم‬RR‫ وه‬،‫ان‬RR‫ وقول اللس‬،‫ وهو االعتقاد‬،‫ قول القلب‬: ‫ والقول قسمان‬.‫حقيقة اإليمان مركبة من قول وعمل‬
‫ان‬RR‫ زال اإليم‬،‫ فإذا زالت هذه األربعة‬.‫ وعمل الجوارح‬،‫ وهو نيته وإخالصه‬،‫ عمل القلب‬: ‫ والعمل قسمان‬.‫اإلسالم‬
‫ لم تنفع بقية األجزاء‬،‫ وإذا زال تصديق القلب‬،‫بكماله‬
“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan
hati, yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam
(mengikrarkan syahadat – Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati,
yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat
hal tersebut, akan hilang iman dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang
pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal yang lainnya” Ash-
Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal. 35.

Ø  Wujud iman

       Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya,
melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu
lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang
muslim yang disebut amal saleh.
Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai
dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan,
melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam
perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan
keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang
dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia
berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai
amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala
amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai
dalam pendengaran manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala
aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti
meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh
hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.

Ø  Proses Terbentunya  iman


Imam  mulai membentuk dan berproses sejak janin masih berada dalam rahim
sang ibu. Apa yang di makan ibu, sikap hidup dan psikologis serta aktivitas kedua
orang tuanya akan mempengaruhi perkembangan keimanan seorang anak. Benih iman
yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang
intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih
iman.

Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik


yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan
bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-
anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu
melakukan perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “Setiap anak,
lahir membawa fitrah. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai
iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut
tidak mungkin beriman kepada Allah.

Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka


ajaran Allah harus diperkenalkan sejak dini mungkin sesuai dengan kemampuan anak
itu dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi
mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an.

Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan,


karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang.
Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya,

Secara metodologis ada beberapa prinsip dalam penanaman iman yaitu:

1. Prinsip pembinaan berkesinambungan

Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus, dan
tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin
lama semakin mampu bersikap selektif.  yang diperlukan motivasi sejak kecil dan
berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses

motivasi agar membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi
nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang seharusnya ditolak.

2. Prinsip internalisasi dan individuasi

Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk
tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya
melalui suatu peristiwa internalisasi (usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap
mental) dan individuasi (menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya).
Dalam hal ini perlu diperhatikan adalah proses penanaman nilai tersebutbukan
hasilnya semata,karena dengan pengalaman-pengalaman yang panjang terjadi
Kritalisasi nilai

3. Prinsip sosialisasi

Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial. Keberhasilan suatu usaha baru dapat terukur jika sudah
dapat diterimasecara sosial bukan bukan tataran individual saja

4. Prinsip konsistensi dan koherensi

Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara konsisten, yaitu secara tetap, serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung
pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya..

5. Prinsip integrasi

Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang


pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh.
Tingkah laku yang dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat terbentuk terpisah-
pisah dan berdiri sendiri, namun semakin integral pendekatan seseorang terhadap
kehidupan, makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah lakuyang
berhubungan dengan iman yang dipelajari.
Definisi Iman Secara Istilah Syar’iy
1) Al-Imaam Ismaa’iil bin Muhammad At-Taimiy rahimahullah berkata :

‫اإليمان في الشرع عبارة عن جميع الطاعات الباطنة والظاهرة‬

“Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan yang mencakup makna semua
ketaatan lahir dan batin” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 1/403].

An-Nawawiy menukil perkataannya :

‫اإليمان في لسان الشرع هو التصديق بالقلب والعمل باألركان‬

“Iman dalam istilah syar’iy adalah pembenaran dengan hati dan perbuatan dengan
anggota tubuh” [Syarh Shahih Muslim, 1/146].

2) Imaam Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :

‫ وال عمل إال بنية‬،‫أجمع أهل الفقه والحديث على أن اإليمان قول وعمل‬

“Para ahli fiqh dan hadits telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan
perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat” [At-Tamhiid, 9/238].

3) Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :

‫ة‬RR‫و التكلّم بكلم‬RR‫ وه‬،‫ان‬RR‫ وقول اللس‬،‫ وهو االعتقاد‬،‫ قول القلب‬: ‫ والقول قسمان‬.‫حقيقة اإليمان مركبة من قول وعمل‬
‫ان‬RR‫ زال اإليم‬،‫ فإذا زالت هذه األربعة‬.‫ وعمل الجوارح‬،‫ وهو نيته وإخالصه‬،‫ عمل القلب‬: ‫ والعمل قسمان‬.‫اإلسالم‬
‫ لم تنفع بقية األجزاء‬،‫ وإذا زال تصديق القلب‬،‫بكماله‬

“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan
hati, yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam
(mengikrarkan syahadat – Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati,
yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat
hal tersebut, akan hilang iman dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang
pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal yang lainnya”
[Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal. 35].

Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an,
mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan
kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang
dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian iman adalah pembenaran dengan
segala keyakinan tanpa keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT
dan rasulnya.

Ø  Tanda-tanda orang beriman


Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:

1.    Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu
Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an,
maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia
akan berusaha memahami ayat yang tidak dia pahami sebelumnya.

2.    Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu


Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran
Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran ayat 120, al-Maidah ayat 12,

3.    Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya


(al-Anfal ayat 3 dan al-Mu’minun ayat 2-7). Bagaimanapun sibuknya, kalau
sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.

4.    Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal ayat 3 dan al-Mukminun


ayat 4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang
dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak
terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.

5.    Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan


(al-Mukminun ayat 3-5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah
yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.

6.    Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun ayat 6). Seorang
mu’min tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan
menepati janji.
7.    Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di
jalan Allah adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik
dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.

8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62).


Sikap seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang
yang berpandangan dengan ajaran Allah dan Sunnah Rasul.

Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi


kehidupan seorang muslim. Abu A’la Maududi menyebutkan tanda orang beriman
sebagai berikut:

1.    Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.

2.    Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.

3.    Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat.

4.    Senantiasa jujur dan adil.

5.    Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan
situasi.

6.    Mempunyai pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.

7.    Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi
resiko, bahkan tidak takut kepada maut.

8.    Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.

9.    Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi. (A. Toto Suryana AF,
et.al, 1996 : 69).

Ø  HAL-HAL YANG MERUSAK  IMAN


1.Syikik adalah  Menyekutukan Allah, pelakunya disebut Musrik.
Syirik dibagi 2 :
 -syirik khaffi (ria=pamer)
-syirik jally (syirik yang nyata)
2. Riddah adalah keluar dari ajaran islam, pelakunya disebut murtad Riddah :        
a. Riddah Qollbiyyah (hati) Ex : Menyakini bahwa Allah  adalah benda / roh

b. Riddah Qaukiyyah(ucapan) Ex : mencaci maki sesama maanusia

c. Riddah fi’liyyah(perbuatan) Ex : menginjak Al-Qur’an

B. Pengertian ketaqwaan

Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa
dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan
ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ).
Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah
Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan sehari-hari ini.
Ciri-Ciri orang–orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam
lima kategori atau indicator ketaqwaan yaitu :
Ø  Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata lain,
instrument ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah
iman.
Ø  Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang – orang
miskin, orang – orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang meminta –
minta dana, orang – orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi
kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua ini, dapat
disingkat dengan mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui
kesanggupan mengorbankan harta.
Ø  Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara ibadah
formal.
Ø  Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.
Ø   Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain
memiliki semangat perjuangan.
Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah
Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan ini.
Karakteristik orang – orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan
kedalam lima kategori atau indicator ketaqwaan.
A.    Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata lain,
instrument ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah
iman.
B.     Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang – orang
miskin, orang – orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang meminta –
minta dana, orang – orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi
kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua ini, dapat
disingkat dengan mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui
kesanggupan mengorbankan harta.
C.     Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara
ibadah formal.
D.    Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.
E.     Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain
memiliki semangat perjuangan.

C. Kolerasi antara Keimanan dan Ketaqwaan

 Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Orang yang bertakwa adalah orang yang beriman yaitu yang berpandangan dan
bersikap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul yakni orang yang
melaksanakan shalat, sebagai upaya pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya
untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.
Iman yang benar kepada Allah dan Rasulnya akan memberikan daya kebaikan yang
kuat untuk melakukan kebaikan kepada sesama sehingga  sifat-sifat luhur dan akhlak
mulia itu pada akhirnya akan menghantarkan seseorang kepada derajat takwa. Orang
yang bertakwa adalah orang yang benar imannya dan orang yang benar-benar beriman
adalah orang yang memiliki sifat dan akhlak yang mulia. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa orang yang berakhlak mulia merupakan ciri-ciri  orang yang
bertaqwa. Keimanan pada ke esaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi
menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tahuid teoritis adalah tauhid yang
membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaan Perbuatan Tuhan.
Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan,
pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis
tauhid teoritis adalah pengakuan yang  ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud
Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan
amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat
Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah)  Tauhid ibadah adalah ketaatan
hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau
yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan
hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengartian beriman
kepada Allah, Tuhan  Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan
Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan
perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sampurna.
Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid
yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-
hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan
tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan
konsekuen.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep
dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian
bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengartian yakin dan percaya kepada
Allah melalui fikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman
dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu
allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian
diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala
larangan-Nya.
KESIMPULAN
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang mendasar bagi manusia untuk
merasakan kebahagiaan hidup. Seseorang dikatakan beriman kepada Allah apabila
memenuhi tiga unsure akidah dalam islam. Yaitu: isi hati, ucapan, dan tingkah laku.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (QS: Al-Anfal 2-4) yang artinya
“bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allah bergetar hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambah iman
mereka (karena-Nya) dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-
orang yang mendirikan shalat dan yang mnafkahkkan sebagian dari rezeki yang kami
berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarnya. Mereka
akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi Tuhan-NYA dan ampunan serta
rizki (nikmat) yang mulia. Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak
dapatdipisahkan dari diri manusia. Oleh karenanya orang yang bertakwa adalah orang
yang berpandangan hidup dengan ajaran-ajaran Allah menurut sunnah rasul.
SARAN

Hendaknya umat muslim senantiasa berperilaku terpuji agar iman dalam dirinya
meningkat.
Hindari sifat-sifat tercela agar iman dalam diri kita senantiasa terjaga.
Hendaknya umat muslim senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh
Allah SWT.
Senantiasa tawakkal dan muhasabah diri agar tidak mengalami kesesatan hidup
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Saepul Anwar. Keimanan dan Ketaqwaan manusia :Mizan Media Utama


Muchamad Syihabulhaq. Definisi Takwa  kelas 3 SMP tiga serangkai

Barata, Mappasessu, Muhammad. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar

AI-Qur’an dan terjemahannya (1974) Departemen Agama RI

Ahmad Amin, Akhlak, Terj. Bachtiar Affandi, (Jakarta jembatan: 1957)

http://amrhy.blogspot.co.id/2011/10/makalah-keimanan-dan-ketakwaan.html
http://mdwimartasadewo.blog.com/2012/11/04/makalah-keimanan-dan-
ketakwaan/

Anda mungkin juga menyukai