- Sumber Primer
- Sumber Sekunder
2. Karakteristik Islam
3. Moralitas Islam
Latar Belakang
Islam merupakan agama yang benar-benar bersumber dari Allah SWT, yang
tidak ada keraguan sedikitpun mengenai kebenaran-Nya. Islam lahir sebagai
Agama yang menyempurnakan agama-agama terdahulu yang sudah banyak
dikotori oleh campur tangan pemeluknya sendiri. Islam mempunyai sumber ajaran
utama yaitu al-Qur’an yang mutlak benarnya karena bersumber langsung dari
Allah SWT, yang kedua yaitu Hadits sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an. Di
dalam Islam juga dikenal adanya Ra’yu atau akal pikiran (ijtihad) yang digunakan
sebagai sumber pendukung untuk mendapatkan hukum bila di dalam al-Qur’an dan
Hadits tidak ditemui. Islam juga mempunyai berbagai karakteristik yang sangat
luwes dan toleran, sehingga Islam menjadi sangat menarik bagi pemeluknya.
Islam juga memiliki moralitas yang tangguh dan kuat yang di dalamnya mencakup
aspek-aspek dalam berbagai segi kehidupan. Di dalam Islam juga dikenal
pembaharuan atau modernisitas yang semuanya itu adalah untuk mencapai
kekuatan dan kemajuan Islam.
A. Sumber Ajaran Islam
1. Sumber Primer
A. Al-quran
Al-Qur’an adalah kalamullah yang berisikan firman-firman Allah,
diwahyukan kepada Nabi Muhamad SAW sebagai salah satu mukjizatnya
melalui perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an yang merupakan kitab suci
umat Islam yang berisikan tentang aqidah, ibadah, hukum, peringatan,
kisah-kisah dan isyarat pengembangan iptek yang dijadikan sebagai acuan
dan pedoman hidup bagi umat Nabi Muhamad SAW. “Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya“. (QS. Yusuf: 2)
Fungsi Al-quran
• Al-Huda ( Petunjuk)
Dalam al-qur’an terdapat tiga kategori tentang posisi alqur’an sebagai
petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Kedua,
Alqur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Ketiga,
petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman, “Bulan
Ramadhan adalah bulan diturunkannya Alqur’an yang berfungsi
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu.” (Q.S. ai-Baqarah [2]: 185)
• Al-Furqon ( Pemisah)
Dalam alqur’an dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk
membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan
yang batil, atau antara yang benar dan salah. Allah berfirman,
“Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an
yang berfungsi sebagai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang batil)...” (Q.S. al-Baqarah [2]: 185).
Al-Syifa ( Obat )
Al-Mau’izah ( Nasihat )
Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada. Kata ini beserta seluruh variasinya
menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilaksanakan atau yang tidak
disenangi. Menurut Abu Zahra, secara istilah, arti ijtihad ialah Upaya seorang ahli fiqh
dengan kemampuannya dalam mewujudkan hukum-hukum amaliyah yang diambil dari dalil-
dalil yang rinci. Sebagian lagi menggunakan metode ma’quli (berdasarkan ra’yi dan akal).
Secara harfiah ra’yi berarti pendapat dan pertimbangan. Tetapi orang-orang arab telah
mempergunakannya bagi pendapat dan keahlian yang dipertimbangkan dengan baik dalam
menangani urusan yang dihadapi.
2. Dasar-Dasar Ijtihad
Adapun yang menjadi dasar hukum ijtihad ialah al-Qur’an dan al-Sunnah. Diantara ayat al-
Qur’an yang menjadi dasar ijtihad adalah sebagai berikut :
• Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya
kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-
orang yang khianat”. (Q. S. al-Nisa : 105).
“Sesungguhnya yang pada demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q. S.
al-Rum : 21)
Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad
diantaranya hadits ‘Amr bin al-‘Ash yang
diriwayatkan oleh imam Bukhari, Muslim, dan
Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad
bersabda: ”Apabila seorang hakim menetapkan
hukum dengan berijtihad, kemudian dia benar maka ia
mendapatkan dua pahala, akan tetapi jika ia
menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka ia
mendapatkan satu pahala.” (Muslim, II, t.th: 62).
2. Hukum Ijtihad
1) bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang dimintai
fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu
akan hilang begitu saja tanpa kepastian hukumnya, atau ia sendiri
mengalami peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nas, maka hukum
ijtihad menjadi wajib ‘ain.
2) bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang dimintai
fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi, tetapi ia mengkhawatirkan
peristiwa itu lenyap dan selain dia masih ada mujtahid lainnya, maka
hukum ijtihad menjadi wajib kifayah.
3) hukum berijtihad menjadi sunat jika dilakukan atas persoalan-persoalan
yang tidak atau belum terjadi.
4) hukum ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa yang
sudah jelas hukumnya secara qathi’, baik dalam al-Qur’an maupun al-
Sunnah; atau ijtihad atas peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan secara
ijmak. (Wahbah al-Zuhaili, 1978: 498-9 dan Muhaimin, dkk., 1994: 189).
B. Karaktersitik Islam
Istilah “karakteristik ajaran Islam” terdiri dari dua kata: karakteristik dan ajaran Islam.
Karakteristik adalah sesuatu yang mempunyai karakter atau sifatnya yang khas. Islam
adalah agama yang diajarkan Nabi Muhammad saw., yang berpedoman pada kitab suci
Al-Qur’an dan diturunkan di dunia ini melalui wahyu Allah SWT. Dari pengertian dua
kata tersebut, karakteristik ajaran Islam dapat diartikan sebagai suatu ciri khas dari
ajaran yang diajarkan Nabi Muhammad yang mempelajari tentang berbagai ilmu
pengetahuan dan kehidupan manusia dalam berbagai bidang agama , muamalah, yang
di dalamnya termasuk ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan, pekerjaan,
lingkungan hidup, dan disiplin ilmu, yang kesemuanya itu berpedoman kepada Al-
Qur’an dan Hadits. Dari sini dapat dilihat bahwa Islam memiliki karakteristik yang
universal sehingga mampu menjangkau lapisan masyarakat yang berlainan dan
beragam model dan bentuknya. Dan dengan itulah Islm memberikan banyak solusi
dalam berbagai bidang kehidupan disepanjang zaman. Dan inilah yang merupakan
karakteristik dari ajaran Islam yang hakiki.
Karakteristik dari beberapa bidang
1.Bidang Agama
Islam itu agama yang Kitab Sucinya dengan tegas mengakui hak agama lain,
kecuali yang berdasarkan paganisme dan syirik. Kemudian pengakuan akan
hak agama-agama lain dengan sendirinya merupakan dasar paham
kemajemukan sosial budaya dan agama, sebagai ketetapan Tuhan yang tidak
berubah-ubah.
Hal ini diperkuat pada Qs. Al-Maidah ayat 46 : Dan kami teruskan jejak
mereka dengan mengutus ‘Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang
sebelumnya, yaitu Taurat. Dan kami menurunkan Injil kepadanya, di dalamnya
terdapat petunjuk dan cahaya, dan membenarkan kitb yang sebelumnya yaitu
Taurat, dan sebagai petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang
bertakwa.
2. Bidang Ibadah
Ibadah dapat diartikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan
mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala yang dilarang-Nya, dan
mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Ibadah ada yang bersifat khusus dan
umum. Ibadah khusus dapat diartikan sebagai apa yang telah ditetapkan Allah
akan perinci-perinciannya, tingkat dan cara-caranya tertentu. Misalnya bilangan
salat lima waktu serta tata cara mengerjakannya, ketentuan ibadah haji dan tata
cara mengerjakannya.
• Dasar-dasar dalam moralitas Islam meliputi dasar-dasar agama, dimana etika Islam
berakar pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi Muhammad, yang prinsip-prinsip
moralitas dan perilaku utamanya sangat komprehensif. Adapun prinsip-prinsip yang
mendasari perilaku (moralitas) utamanya, dapat kita pelajari dari pembicaraan Nabi
dan Ali, sebagai berikut:“ Suatu kali Ali bertanya pada Nabi tentang prinsip-prinsip
yang mendasari perilaku utamya, dan beliau menjawab: ilmu-pengetahuan adalah
modalku, akal fikiran adalah dasar agamaku, cinta adalah landasanku, hasrat adalah
kendaraanku, ingat kepada Allah adalah sahabatku, cemas adalah kawanku, sabar
adalah bajuku, pengetahuan adalah tanganku, kepuasan adalah harta rampasanku,
menolak kesenangan adalah profesiku, keyakinan adalah makananku, kebenaran adalah
saranaku, taat adalah perbekalanku, jihad adalah kebiasaanku dan kesenangan hatiku
ialah dalam mengarjakan ibadah.”
2. Tujuan Moralitas
Islam tidak mengajarkan hidup bertapa dan hidup mewah, juga tidak
memperkenalkan moralitas tanpa agama. Tujuan dari moralitas Islam ialah membuat
manusia patut menduduki jabatannya, yakni membuatnya menjadi khalifah di bumi.
Manusia yang demikian itu adalah ideal. Dalam hadits-hadits Nabi Muhammad,
perintah-perintah moral sangat komprehensip meliputi nilai-nilai individual, sosial,
fisikal, dan spiritual (ibadah) agar manusia bisa hidup bahagia di dunia ini dan di
alam baka. Adapun contoh sumber moralitas dalam aspek spiritual (ibadah) yaitu
sembahyang (shalat), adalah sumber utama moralitas, karena shalat mampu
mengatur fikiran dan badan menuju arah yang benar. Tidak ada perbuatan yang
disebut bermoral kecuali jika ia sadar dan sesuai dengan sumber moral – ketentuan-
ketentuan al-qur’an dan Hadits serta motif-motif pribadi yang mempengaruhi suatu
perbuatan – karena, “segala perbuatan dinilai menurut niat (maksud)nya” demikian
sabda Nabi.