Anda di halaman 1dari 300

Pemerintahan

Depati Empat
Alam Kerinci

PENULIS :
Prof. H. Idris Djakfar, SH
Indra Idris, SE. MM. Spn
.

2006

Djakfar, I & Idris, I


Pemerintahan
Depati Empat
Alam Kerinci

Penulis :

Prof. H. Idris Djakfar, SH


Indra Idris, SE. MM. Spn

2
Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci

Cetakan I, Jakarta 2006


304 hlm, 21 cm

Pasal 72

(1) Barang siapa dengan sengaja dan tampa hak


melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) di
pidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,


memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

UU-RI No. 19 Tahun 2002

PEMERINTAHAN DEPATI EMPAT


ALAM KERINCI

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang pada


pengarang :

Prof. H. Idris Djakfar, SH


& Indra Idris, SE, MM, Spn

3
PENULIS BUKU

Prof. H. Idris Djakfar, SH

Indra Idris, SE. MM. Spn

4
Pengantar Penulis
Sudah cukup lama kami mengumpulkan
bahan untuk mewujudkan tulisan ini, baik melalui
penelitian literatur (library research) maupun
melakukan penelitian lapangan (file research).
Sungguh merupakan hal yang melelahkan karena
dihadapkan dengan berbagai kendala, terlebih lagi
kegiatan ini tidak ada yang membantu pendana-
annya. Pada sisi lain, tentunya sejarah yang pernah
terukir di Alam Kerinci perlu diketahui masyarakat
secara luas.

Dalam penelitian literatur, kami mengalami


kesulitan mendapatkan buku yang mengungkapkan
tentang sejarah daerah Kerinci. Namun kami sedikit
terbantu dengan informasi yang sangat terbatas dari
beberapa tulisan dalam bahasa Belanda dan
Inggeris. Untuk mengimbanginya maka dilakukan
penelitian lapangan hampir pada sebagian besar
daerah Kerinci Tinggi maupun Kerinci Rendah guna
memperoleh informasi langsung dari para tetua dan
pemuka adat.

Secra keseluruhan tulisan ini mengungkapkan


tentang : bukti keberadaan negara, wilayah dan
penduduk, pusat pemerintahan, bentuk negara dan
penyelenggaraan pemerin-tahan baik pemerintah
pusat maupun pemerintahan daerah otonom.

Kami sangat menyadari bahwa buku ini


penulisannya masih belum sempurna mengingat data
dan informasi yang dimiliki masih terbatas.
Walaupun demikian kami beranggapan lebih baik
menulis dengan data yang ada dengan harapan

5
nantinya akan mendapat kritik dan masukan,
sehingga buku ini dapat disempurnakan untuk
penerbitan berikutnya. Selain itu diharapkan pula
buku ini sekaligus dapat memberi motivasi kepada
para peneliti lain untuk menggali secara lebih dalam
dan mengungkapkan pula dalam bentuk tulisan.

Jakarta, 31 Mei 2006

Penulis :
Prof. H. Idris Djakfar, SH
Indra Idris, SE.MM.Spn

6
DAFTAR ISI
Daftar Isi --- i
Kata Sambutan --- v
Pengantar Penulis --- vi

BAB I.
PENDAHULUAN --- 1

BAB II.
TERBENTUKNYA
NEGARA DEPATI EMPAT --- 7

BAB III.
WILAYAH DAN PENDUDUK --- 13

3.1. Lingkup Wilayah --- 33


3.2. Wilayah Menurut Sepanjang Adat --- 42
3.3. Penduduk --- 48

BAB IV.
IBU KOTA NEGARA --- 57

BAB. V.
PEMERINTAHAN --- 69

5.1. Gambaran Umum --- 69


5.2. Struktur Pemerintahan --- 78
5.3. Dewan Negara --- 83
5.4. Pemerintah Pusat --- 92
5.5. Pemerintah Daerah Otonom --- 104

7
BAB VI.
TANAH DEPATI ATUR BUMI --- 113

6.1. Tanah Mendapo Semurup --- 119


6.2. Tanah Mendapo Kemantan --- 128
6.3. Tanah Mendapo Depati Tujuh --- 134
6.4. Tanah Mendapo Rawang Mudik --- 139
6.5. Tanah Mendapo Rawang Hilir --- 146
6.6. Tanah Mendapo Penawar --- 159
6.7. Tanah Mendapo Hiang --- 164
6.8. Tanah Mendapo Seleman --- 172

BAB VII.
TANAH DEPATI BIANG SARI 179

7.1. Tanah Biang --- 180


7.2. Ibu Kota Negara --- 187

BAB VIII.
TANAH DEPATI RENCONG TELANG --- 189

8.1. Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar --- 197


8.2. Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri --- 216
8.3. Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus --- 222

BAB IX.
TANAH DEPATI MUARA LANGKAP --- 233

9.1. Tanah Muaro di Ateh --- 237


9.2. Tanah Muaro di Bawah --- 242

8
BAB X.
DAERAH TIGO DI BARUH KERINCI RENDAH --249

10.1. Tanah Depati Setio Nyato --- 259


10.2. Tanah Depati Setio Rajo --- 271
10.3. Tanah Depati Setio Beti --- 275

BAB XI.
DAERAH KHUSUS KERINCI RENDAH --- 279

11.1. Tanah Pemuncak Merangin --- 284


11.2. Tanah Pemerab Merangin --- 286

BAB XII.
PENUTUP --- 289

DAFTAR PUSTAKA --- 297

RIWAYAT SINGKAT PENULIS --- 303

9
BAB I
Pendahuluan

K
EBERADAAN pemerintahan rakyat bumiputra
di Alam Kerinci sudah lama diketahui di
manca negara mulai dari Pemerintahan
Koying (Kera-jaan Koying), Pemerintahan Segindo
(Negara Segindo Alam Kerinci) dan terakhir
Pemerintahan Depati Empat (Negara Depati Empat
Alam Kerinci). Sebutan Kerajaan Koying (200 SM s.d
abad ke 6 M) yang ditemukan dalam beberapa
catatan sejarah negeri Cina diduga kuat berada di
Alam Kerinci. Kerajaan ini telah melakukan hubungan
dagang dengan kerajaan-kerajaan tetangga pada
masanya baik secara langsung maupun tidak
langsung. Demikian pula dengan Negara Segindo
Alam Kerinci (abad ke 7 M s.d 1295) mempunyai
hubungan dagang pula dengan banyak kerajaan
nusantara. Negara ini selalu dilirik karena wilayahnya
merupakan salah satu sumber penghasil komoditi
dagang pada saat itu. Ketika kerajaan Sriwijaya mulai

10
berjaya, wilayah negara Segindo pernah dikuasai dari
tahun 686 (Prasasti Karang Berahi) sampai dengan
tahun 1025 yaitu daerah Kerinci Rendah.
Penguasaan daerah ini tidak lain untuk
mengamankan pasokan komoditi dagang yang
dibutuhkan kerajaan Sriwijaya. Setelah kerajaan
Sriwijaya dikalahkan kerajaan Colamandala dari India
Selatan, rakyat Kerinci Rendah dapat merebut
kembali daerahnya dari kekuasaan kerajaan
Sriwijaya.

Pemerintahan Depati Empat merupakan


pemerintahan rakyat bumiputra yang terakhir di Alam
Kerinci dan diperkirakan telah ada sekitar abad ke 13
atau sekitar tahun 1286 M. Pemerintahan ini adalah
kelanjutan dari pemerintahan yang telah ada
sebelumnya. Keberadaan pemerintahan Depati
Empat yang memayungi sebuah negara mardeka dan
berdaulat, dapat dikemukakan berdasarkan bukti-
bukti sejarah sebagai berikut :

1. Dr. E. Utrecht, SH dalam bukunya Sejarah


Hukum Internasional di Bali dan Lombok
(percobaan sebuah studi hukum internasional
regional di Indonesia) penerbit Sumur Bandung
Tahun 1962, halaman 19 mengatakan bahwa
“Tjatatan jang tertua jang kami perhatikan–
mungkin ada tjatatan sematjam jang lebih tua

11
jang tidak kami ketemukan–dikemukakan pada
tahun 1881, oleh J. E de Strurler dalam tesis Het
grondgebied van Netherland ost Indie in verband
met de tractaten met Spanje, England en Portugal
ditjatat bahwa hubungan-hubungan antara
kerajaan-kerajaan dan persekutuan-persekutuan
hidup yang lain diluar pulau Djawa dan Pulau
Madura pada pihak jang satu dengan
Gubernemen pada pihak lain, adalah “van
volkenrechtelijken ard, dor tractaten beheerscht
(tegasan dari kami), dan disamping keradjaan
Atjeh, masih ada lain “onafhankelijke saten of
stammen op Sumatra……… zoals Korintji,
Kwatan, de Battalanden en andera”. Disini Kerinci
dinyatakan sebagai onafhankelijke staat atau
negara merdeka, bersama negara lain, seperti
Kuantan dan negeri Batak. Tesis J.E de Sturler
tersebut dibuat pada tahun 1881 pada masa
Negara Depati Empat Alam Kerinci masih
merdeka. Belanda baru menjajah Kerinci (baik
Kerinci Tinggi maupun Kerinci Rendah) pada
tahun 1903. Negara bumiputera diatas telah
mengadakan perjanjian antar negara dengan
Spanyol, Inggris, Portugal dan yang terakhir
dengan pemerintah Hindia Belanda.
2. Sebuah perjanjian antar negara bumiputera
pernah dilakukan di atas Bukit Setinjau Laut pada
tahun 1530. Negara yang terlibat dalam

12
perjanjian ini adalah : Negara Depati Empat
Alam Kerinci, Kerajaan Kakubang Sungai Pagu,
Kesultanan Indrapura dan Kesultanan Jambi.
Diantara isi perjanjian yang penting terkait
dengan perbatasan bagian Utara antara Negara
Depati Empat Alam Kerinci dengan bagian
Selatan Kesultanan Indrapura. Batas bagian
Utara itu menyebutkan bahwa : ”Gunung yang
memuncak Depati Empat Punya, Laut Nan
Berdabur yang di Pertuan Punya”. Di sini
dijelaskan bahwa segala daerah pergunungan
Bukit Barisan adalah daerah Negara Depati
Empat Alam Kerinci, sedangkan daerah dataran
sampai ke pantai dan daerah lautnya sampai ke
Lautan Hindia adalah daerah Kesultanan
Indrapura. Wilayah pantai yang dimaksudkan
adalah mulai dari bagian Utara daerah Lunang
sampai ke Air Haji. Sedangkan bagian Selatan
mulai dari daerah Batang Selaut sampai daerah
Ketahun sepanjang pantai lautan Hindia hingga
dan ke pergunungan Bukit Barisan di daerah
Tanah Depati Rencong Telang (Tanah Pemuncak
Tuo, Pemuncak Tengah dan Pemuncak Bungsu)
daerah ini disebut oleh orang Kerinci dengan
“daerah Ombak Berdebur Depati Rencong
Telang”, yaitu daerah perbatasan Tanah Depati
Rencong Telang, sedangkan wilayah Lunang
sampai ke Air Haji disebut mereka dengan

13
“daerah Laut Nan Berdebur” yaitu daerah
Kesultanan Indrapura.

3. Setelah Belanda menguasai Kesultanan


Indrapura, lalu timbul keinginan memperluas
kekuasaan ke Negara Depati Empat. Untuk
maksud ini, Belanda menggunakan strategi
memperluas wilayah kesultanan dengan
mengambil sedikit demi sedikit bagian daerah
negara Depati Empat Alam Kerinci yang
berbatasan langsung dengan Kesultanan Indra-
pura. Asissten Resident Painan P.J Kooreman
dan Controluer Indrapura J. van Hengel, lalu
menghasut Tuanku Regent Indrapura Sultan
Permansyah mengatur perluasan daerahnya ke
wilayah Alam Kerinci.

Sultan Permansyah yang cukup mempunyai pe-


ngaruh dimata para pemangku adat Tanah
Selapan Helai Kain atau Tanah Depati Atur Bumi
(daerah Kerinci Utara) lalu memainkan peran tipu
daya membujuk sebagian dari depati, ninik
mamak, orang tuo dan cerdik pandai untuk
membuat perjanjian batas baru. Salah satu dari
mereka yang berhasil dipengaruhi adalah
Pemangku Suko Rami wakil Sultan Indrapura di
Tanah Depati Atur Bumi. Dialah yang mengatur
strategi mempengaruhi para pemangku adat

14
untuk mau berpihak kepada Sultan Indrapura dan
pemerintah Belanda. Selanjutnya perjanjian
penentuan batas wilayah lalu dibuat pada 26
Mei 1888 bertempat di Indrapura. Perjanjian
ditanda tangani oleh 3 pihak yaitu pemerintah
Hindia Belanda, Kesultanan Indrapura dan pihak
yang mengatas namakan Depati Empat Alam
Kerinci. Pihak Belanda diwakili Asisten Residen
Painan P.J Kooreman dan Controleur Indrapura
J. Van Hengel. Pihak Kesultanan Indrapuran
diwakili oleh Sultan Permansyah, Soetan
Gandau, Patih Bandai, Indo Satie, Datoeq Radjo
Dindo Tapan, Datoeq Rajo Dindo Loenang,
Datoeq Soeko Ramie, Radjo Pelawan, Malintang
Boemie, Radjo Nan Kajo, Datoeq Sari di Bandar,
Maharadjo Desa, Soeka Dana dan Datoeq
Sanding Diradjo. Sedangkan dari pihak yang
mengatas namakan Negara Depati Empat Alam
Kerinci diwakili oleh Pemangkoe Soeko Ramie,
Padoeko Indo, Singarapie, Hadjie Moham-mad
Abidin Selapan Loerah, Datoeq Hadjie Pangeran,
Dipatie Sagala Poetih, Datoek Soetan Keradjaan,
Datoek Radja Tiang Anau, Dipatie Manggala
Tjahja Dipatie, Dipatie Moeda Tamanggung, Patih
Toea, Hadji Mohd Basir, Rio Bongsoe, Patih
Berdiri, Hadjie Akbar, Dipatie Pasak dan Dipatie
Soengai Lago Pertama. Untuk mengetahui isi
perjanjian secara lengkap dapat dibaca pada

15
surat perjanjian tersebut yang dibuat dalam 2
bahasa yaitu bahasa Melayu berjudul “Soerat
menantoekan watas-watas antara Indra-porea
dengan tanah Koerintji dan terjemahannya dalam
bahasa Belanda berjudul Geschrift regelende de
grenzen van Indrapoera mer Koerintji.

Negara Depati Empat tidak mengakui perjanjian


ini, karena telah mengambil sebagian wilayah
Negara Depati Empat Alam Kerinci, namun
pemerintah Hindia Belanda berseteguh
memegangnya. Apalagi setelah Belanda dapat
mengalahkan Negara Depati Empat dalam
Perang Kerinci yang berakhir pada bulan Agustus
tahun 1903, maka rakyat Kerinci pasrah tidak
dapat berbuat apa-apa. Setelah pemerintah
Hindia Belanda menduduki Kerinci lalu
melaksanakan penentuan batas dengan
membuat patok batas antara Indrapura dan
Kerinci.

4. Kerajaan Majapahit ketika menguasai daerah


Jambi (1294-1500) mengakui kedaulatan dan
kemerdekaan Negara Depati Empat Alam Kerinci.
Kerajaan Majapahit menjalin hubungan
perdagangan dan persahabatan dengan Negara
Depati Empat Alam Kerinci, terutama dengan
daerah Kerinci Rendah. Dalam mempererat

16
hubungan antar negara maka dalam permulaan
abad ke 15 kerajaan Majapahit telah minta untuk
menempat seorang wakil tetap (duta negara) di
Negara Depati Empat. Permintaan ini
diperkenankan, duta kerajaan Majapahit diizinkan
menempati sebidang tanah di Ujung Tanjung
Muaro Mesumai (Bangko). Sebidang tanah yang
diberikan dalam seluko adat dinyatakan “kedarat
sepengadang ayam kesungai sepengambung
jalo” yaitu sebidang tanah cukup untuk
mendirikan sebuah rumah kediaman yang layak.
Atas persetujuan itu, kerajaan Majapahit
mengang-kat pejabat bergelar Pangeran
Tumenggung Kabaruh di Bukit sebagai duta
negaranya di Alam Kerinci. Setelah dilantik
dipusat kerajaan Majapahit di Jawa Timur, lalu
yang bersangkutan dikirim ke Ujung Tanjung
Muaro Mesumai (Bangko) untuk melaksanakan
tugas sebagai duta kerajaan dan sekaligus
mewakili daerah Jambi sebagai bagian dari
kekuasaan Majapahit.

5. Pada tahun 1500 setelah kerajaan Majapahit


melepaskan kekuasaannya atas Jambi dan
Orang Kayo Hitam membentuk Kesultanan
Jambi, kesultanan inipun bersikap sama
terhadap Negara Depati Empat. Kesultanan
Jambi mengakui kedaulatan dan kemerdekaan

17
Negara Depati Empat Alam Kerinci. Atas sikap
tersebut Sultan Jambi pertama Orang Kayo
Hitam, menugaskan Pangeran Temenggung
Kabaruh di Bukit yang berada di Ujung Tanjung
Muara Mesumai berangkat ke Kerinci menemui
Depati Empat menyampaikan tanda pengakuan
dari Kesultanan Jambi berupa 4 lembar kain
sutera yang diberi nama “kain sabul luki-luki”
yang berarti kain bukti pengakuan kedaulatan dan
kemerdekaan. Empat helai kain itu, diserahkan
kepada 4 (empat) orang Depati yang memerintah
Alam Kerinci yaitu Depati Muara Langkap
Tanjung Sekian, Depati Rencong Telang, Depati
Biang Sari dan Depati Atur Bumi. Untuk Depati
Muaro Langkap Tanjung Sekian di serahkan di
dusun Tamiai. Untuk Depati Rencong Telang
diserahkan di dusun Pulau Sangkar. Untuk Depati
Biang Sari diserahkan di dusun Pengasih,
sedangkan untuk Depati Biang Sari diserahkan di
dusun Hiang,

Ketika Pangeran Tumenggung Kabaruh di Bukit


ke negeri Hiang kedatangannya telah dinanti para
pemangku adat Tanah Mendapo Nan VIII Helai
Kain atau Tanah Depati Atur Bumi di Hiang
Tinggi. Di hadapan banyak orang Pangeran
Tumenggung Kabaruh di Bukit lalu menerangkan
maksud kedatangannya ke Kerinci mewakili

18
Sultan Jambi untuk menegaskan kembali
pengakuan daerah Jambi atas kedaulatan Negara
Depati Empat Alam Kerinci. Dia telah
menyerahkan 3 helai kain sutera “kabul luki luki”
kepada Depati Muara Langkap Tanjung Sekian,
Depati Rencong Telang dan Depati Biang Sari.
Sekarang kain sutera “kabul luki luki” ke 4 akan
diserahkan kepada Depati Atur Bumi. Ketika kain
sutera “kabul luki luki” akan diserahkan maka
tujuh orang depati Tanah Mendapo Nan Delapan
Helai Kain mengajukan keinginan supaya
masing-masing depati memperoleh kain sutera
tersebut. Pangeran Tumenggung Kabaruh di
Bukit lalu menyatakan bahwa Kesultanan Jambi
hanya mengakui Depati Empat yang terhimpun
dalam satu wadah pemerintahan yaitu Negara
Depati Empat Alam Kerinci.

Setelah dilakukan perundingan maka diambil kata


sepakat untuk membagi kain sutera “kabul luki
luki” sepanjang 2,40 m dan lebar 1 m yang
diperuntukkan bagi Depati Atur Bumi atas dua
bagian. Sebagian diserahkan kepada Depati Atur
Bumi sebagai pemegang wewenang dan
kedaulatan dalam Tanah Depati Atur Bumi atau
Tanah Mendapo nan VIII Helai Kain. Bagian
inipun sekaligus diperuntukkan bagi Depati Batu
Hampar sebagai kepala mendapo Hiang.

19
Sebagian lagi dibagi menjadi 7 helai berukuran
panjang 1 m dan lebar 15 cm, lalu diberikan pada
: (1) kepala mendapo Rawang Mudik, Depati
Mudo Menggalo Beterawang Lido. (2) kepala
mendapo Rawang Hilir, Depati Cahaya Negeri.
(3) kepala mendapo Kumantan Depati Rajo Mudo
Pengeran, (4) kepala mendapo Semurup, Depati
Kepala Sembah, (5) kepala mendapo Koto Tuo,
Depati Kuning atau Depati Tujuh, (6) kepala
mendapo Penawar, Depati Penawar Rajo, dan (7)
kepala Mendapo Seleman, Depati Taroh Bumi.

Ajakan menjalin tali persahabatan yang lebih erat


dari Kesultanan Jambi disambut baik para
pemangku adat seluruh negeri dalam wilayah
Negara Depati Empat Alam Kerinci. Kain sutra
“kabul luki-luki” dari Sultan Jambi dijadikan harta
pusaka pendandan. Menurut informasi kain
tersebut sampai sekarang masih terdapat pada
tanah mendapo Rawang Mudik, tanah mendapo
Hiang dan tanah mendapo Seleman. Sedangkan
yang berada ditangan Depati Rencong Telang
dan Depati Biang Sari sudah musnah pada waktu
dusun Pulau Sangkar terbakar tahun 1927 dan
dusun Pengasih terbakar pada tahun 1957.
Sedangkan yang lainnya diduga sudah musnah
dimakan zaman akibat lama tersimpan, yaitu lebih
dari 490 tahun.

20
6. Keterangan dari Resident Sumatra’s Westkust
(Sumatera Barat) yang disampaikan oleh J.
Tideman dengan bantuan Ph. FL Sigar dalam
buku berjudul “Djambi" pada halaman 39 dan 40
mengatakan : “In Novemver 1890 werd de
Engelschman W. Houston Walker, die zisch,
niettegens taande hem zulks door het
Gouvernemet verboden was, van uit Sumatra’s
Weskust naar Boven Djmbi wilde begeven tot het
doen van mijnbouwkundige opsporingen on
Boekit Sangkar Lajang in het onafnankelijke
Soengaikoenjit, waar ook de Sultan van Jambi
geen gezag hed, vermoord. Dear hij echter geen
loes temming van den Residen had verkregen,
gaf deze moodzaak geen aanleiding tot politieke
verwikkelingen met Engeland. Terjemahan
kalimat diatas secara bebas mengatakan bahwa
pada bulan Nopember 1890 seorang Inggris W.
Housten Walker, sekalipun telah dilarang
pemerintah namun tetap melakukan perjalanan
dari Sumatera Barat menuju Jambi Hulu untuk
melakukan penyelidikan pertambangan di Bukit
Sangkar Layang. Di tepi Sungai Kunyit, sebuah
daerah yang masih merdeka dan bukan jajahan
dari Sultan Jambi dia ditemukan terbunuh. Dia
tidak menggunakan izin dari pemerintah Belanda
namun pembunuhan ini tidak menyebabkan

21
adanya gonca-ngan politik antara Inggris dan
Belanda.

Dalam tulisan diatas, jelas diterangkan bahwa


Bukit Sangkar Layang di tepi Sungai Kunyit
merupakan daerah merdeka bukan merupakan
jajahan Sultan Jambi, yaitu daerah yang terdapat
dalam Negara Depati Empat Alam Kerinci.
Daerah ini berada dalam wilayah Tanah Depati
Rencong Telang. Pernyataan Residen Sumatera
Barat sekaligus mengatakan bahwa daerah itu
bukan termasuk dalam tanah jajahan Hindia
Belanda, karena Kerinci pada masa itu belum
ditaklukan Belanda. Kerinci Rendah diserang
Belanda tahun 1901 dan Kerinci Tinggi pada
tahun 1902. Daerah Kerinci dapat dikuasai
Belanda pada tahun 1903, dan dapat diamankan
setelah tahun 1904. Keterangan Residen
Sumatera Barat (1890) yang disampaikan oleh J.
Tideman, jelas menerangkan bahwa daerah
Kerinci pada saat sebelum kedatangan
pemerintah Hindia Belanda merupakan sebuah
daerah merdeka.

7. Dalam kata pengantar (inleiding) dari buku


berjudul : "Geographisch en Ethnographisch
opstel over De Landschappen Korintji, Serampas
en Soengai Tenang" karangan E.A Klerks,

22
seorang Controleur terpandang dari pemerintah
dalam Negeri Hindia Belanda yang ditempatkan
di Muko-Muko pada alinia pertama menyebutkan
: “To de streken van den Indischen Archipel van
wier bevolking nog zeer winig bekend is,
behooren voorzeker de onafhankelijke landsc-
happen Korintji, Serampas en Soengai Tenang.
(Terjemahan secara bebas adalah : termasuk
daerah Indonesia yang penduduknya sangat
kurang dikenal, pasti daerah-daerah merdeka
Kerinci, Serampas dan Sungai Tenang). Dari
keterangan diatas jelaslah bahwa daerah Kerinci,
Serampas dan Sungai Tenang merupakan
daerah merdeka. Kekuasaan asing belum sampai
ke sana, sebagai mana halnya dengan daerah
Muko-Muko pada tahun 1895. Namun daerah
disekitarnya seperti : Jambi, Palembang, Beng-
kulu, Sumatera Barat dan Riau semuanya telah
dikuasai Belanda. Sedangkan daerah Kerinci,
Serampas dan Sungai Tenang baru 8 tahun
kemudian di duduki Belanda.

Pengarang buku tersebut, E. A Klerks sebenar-


nya belum pernah ke Kerinci, Serampas dan
Sungai Tenang. Pengetahuan mengenai ketiga
daerah di atas didapatnya dari para saudagar dan
orang-orang dari ketiga daerah tersebut yang
datang ke Muko-Muko untuk berniaga. Berdasar-

23
kan keterangan yang diperoleh lalu ditulisnya
menjadi buku. Itu sebabnya dalam buku ini
banyak terdapat kesalahan, karena para infor-
man tidak mempunyai pengetahuan yang luas
mengenai daerah Kerinci, Serampas dan Sungai
Tenang. Sungguhpun demikian yang penting
adalah seorang Controleur Belanda yang meme-
rintah pada penghujung abad ke XIX di Muko-
Muko yang juga merupakan bekas wilayah
Negara Depati Empat Alam Kerinci, menyatakan
bahwa Negara Depati Empat Alam Kerinci masih
berdiri merdeka dan berdaulat di daerah Kerinci,
Serampas dan Sungai Tenang.

Demikian berberapa bukti yang dapat diung-


kapkan tentang keberadaan sebuah pemerintahan
berdaulat Negara Depati Empat Alam Kerinci.
Walaupun kesatuan wilayah Alam Kerinci pernah
lepas ketika Kerinci Rendah ditaklukan Kerajaan
Sriwijaya pada tahun 686 sampai tahun 1025
semasa pemerintahan Negara Segindo Alam Kerinci,
namun pada masa pemerintahan Negara Depati
Empat sekitar tahun 1525 dapat disatukan kembali
setelah ditandatanganinya kesepakatan Salam Baku,
antara seluruh pemangku adat di Kerinci Rendah
dengan Depati Empat Alam Kerinci. Kesepakatan ini
telah mengembalikan daerah Kerinci Rendah dan

24
Kerinci Tinggi dalam satu payung pemerintahan
sebagaimana pada masa-masa sebelumnya.

Dari beberapa bukti dan uraian yang telah


dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa Negara
Depati Empat Alam Kerinci telah memenuhi
persyaratan sebagai sebuah negara dimana : memi-
liki wilayah yang jelas disebut Alam Kerinci (Kerinci
Tinggi dan Kerinci Rendah), memiliki rakyat sebagai
warga negara berasal dari komunitas suku bangsa
Kerinci, memiliki peme-rintahan berdaulat bernama
Negara Depati Empat dan diakui banyak kerajaan
baik dalam wilayah Indonesia maupun manca
negara.

25
BAB II
Terbentuknya
Negara Depati
Empat

L
EPASNYA Kerinci Rendah kedalam kekua-
saan kerajaan Sriwijaya sekitar pertengahan
abad ke 7 M telah memberi pengaruh
terhadap berbagai perubahan dalam kehidupan
masyarakat, baik di Kerinci Tinggi maupun Kerinci
Rendah. Negeri-negeri Segindo di Kerinci Tinggi
memperlihatkan perkembangan yang semakin baik,
sebaliknya negeri-negri Segindo di Kerinci Rendah
mengalami kemunduran akibat pergolakan yang tak
henti-hentinya. Sejak Kerinci Rendah dikuasai Kera-
jaan Sriwijaya (686 M), infrastruktur pemerintahan
Segindo diwilayah ini boleh dikatakan porak
poranda. Kerajaan Sriwijaya telah membuat
infrastruktur pemerintahan baru dengan cara

26
membagi-bagi daerah administratif secara teritorial.
Pemerintah kerajaan kemudian menunjuk pemimpin
daerah administratif yang disebut Datu. Sejak saat itu
semua aparat pemerintah sampai ke tingkat dusun
dan kampung ditunjuk oleh pejabat di atasnya atas
persetujuan penguasa kerajaan Sriwijaya. Kebe-
radaan pemerintah Segindo di daerah Kerinci Ren-
dah sudah tidak diakui lagi.

Menjelang abad ke 13 M pemerintahan


Segindo hanya ada di Kerinci Tinggi. Perkembangan
konstilasi politik nusantara setelah Kerinci Rendah
dikuasai Kerajaan Sriwijaya hingga abad ke 10 M
khususnya dalam merebut pengaruh menguasai
Selat Malaka dari kerajaan-kerajaan besar semakin
memanas. Keadaan ini membuat pemerintah
Segindo di Kerinci Tinggi memfokuskan diri pada
pembenahan urusan dalam negeri bagi kesejah-
teraan penduduk negerinya, meningkatkan persa-
tuan dan membangun perekonomian rakyat untuk
menangkal ancaman yang mungkin datang dari luar.
Langkah yang diambil telah membuat negeri-negeri
Segindo di Kerinci Tinggi berkembang dengan baik.
Perkembangan yang terjadi dapat dilihat antara lain
dari :

1. Penataan dusun-dusun semakin terpola dan


terarah, serta bertambahnya dusun-dusun baru

27
di berbagai tempat. Di bagian Utara maupun
bagian Selatan Kerinci Tinggi sudah terdapat
tidak kurang 100 dusun. Dusun dikembangkan
atas dasar pola yang disebut : "dusun yang
berparit empat berlawang dua". Dusun-dusun
itu telah dihubungkan oleh infrastruktur
tradisional jalan setapak dan jalan-jalan kecil
yang permanen, sehingga interaksi masyarakat
antar dusun dan lalulintas perdagangan
berlangsung cukup lancar, baik dalam wilayah
negeri-negeri Segindo maupun dengan negeri-
negeri pada kerajaan lain disekitar Alam Kerinci.

2. Perekonomian masyarakat memperlihatkan


kon-disi yang semakin baik dimana rakyat dapat
hidup secara wajar tidak kekurangan pangan
maupun sandang. Lahan-lahan persawahan
dan perladangan sebagai mata pencarian
pokok rakyat luasnya semakin bertambah. Dari
danau Kerinci ke arah Utara sampai ke kaki
gunung Kerinci, dan kearah Selatan di
sepanjang sungai Batang Merangin dan anak-
anak sungainya, sampai daerah Kerinci bagian
Selatan (Serampas, Sungai Tenang, Peratin
Tuo, Pemerab dan Pemenang) bahkan sampai
ke Kerinci Rendah dibawahnya telah menjadi
lahan persawahan dan perladangan rakyat.

28
3. Terbukanya akses perdagangan melalui
pelabuhan -pelabuhan pantai Barat Sumatera,
telah menga-tasi isolasi jalur perdagangan
pantai Timur yang dikuasai kerajaan Sriwijaya.
Arus perdagangan khususnya bagi rakyat
Kerinci Tinggi dan sebagian daerah Kerinci
Rendah menjadi hidup kembali. Sekarang
rakyat membina hubungan dagang dengan
negeri-negeri dan kerajaan-kerajaan di sekitar
pantai Barat. Perdagangan dengan daerah
pantai Barat menunjukkan kemajuan yang
semakin berkembang.

4. Seiring dengan perkembangan masyarakat,


tatanan budaya dalam kehidupan menunjukkan
kemajuan pula, baik secara publik maupun
individu, seperti pengaturan tentang negeri,
perkawinan, pengaturan kewarisan, kesenian,
perayaan-perayaan adat, dan ketentuan-keten-
tuan adat lainnya baik terhadap manusia
maupun terhadap lingkungan. Peran pemimpin
komunitas adat dalam dusun semakin jelas
dalam mengatur kehidupan warga dan lingku-
ngan sehari-hari.

5. Masuknya agama Islam ke Kerinci turut


memberi perubahan besar dalam kehidupan
masyarakat. Diperkirakan Islam masuk ke

29
Kerinci sekitar pertengahan abad ke 12 M
melalui pantai Barat Sumatera (Muko-Muko,
Indrapura, Ipuh, Sebelat, dll) di bawa oleh para
pedagang Arab dan Turki dan para mubalih
(juru dakwah) dari Barus. Pada masa itu, Barus
sudah dikenal sebagai sebuah kota dagang dan
perkampungan Islam di pantai Barat Sumatera.
Di sini banyak bermukim pedagang dari Arab
Selatan seperti dari Hendralmaut, Oman,
Gujarat, dan India (Tamil). Di Barus ditemukan
banyak bekas peninggalan sejarah seperti
mushola, mesjid dan makam-makam, termasuk
peninggalan keramik dari berbagai situs periode
dinasti Tang hingga Ching. Pada sebuah bukit
kecil bernama Mahligai terdapat sebuah
makam bernama Siti Tuhar Amisuri (612 H atau
1206 M). Demikian pula pada prasasti
berbahasa Tamil di Lobu Tuo (abad ke11M)
menyebutkan terdapatnya pemukiman Tamil di
Barus. Hubungan perniagaan dari orang-orang
Kerinci dengan daerah patai Barat Sumatera di
atas telah menjadikan penduduk negeri di Alam
Kerinci sekitar akhir abad ke 14 M sebagian
besar (termasuk daerah Kerinci Rendah)
diyakini sudah memeluk agama Islam.

Dalam situasi perkembangan sebagaimana


disebutkan di atas, telah memberi pengaruh dan

30
perubahan terhadap sistem nilai dalam pola
kepemimpinan masyarakat. Implikasi dari berbagai
perubahan tersebut telah melemahkan kekuasaan
para Segindo dalam mengatur negeri. Tanpa disadari
peran mengatur negeri sudah beralih kepada para
pemuka adat dusun dan perangkat dusun yang
tercipta sesuai dengan tatanan kebutuhan rakyat saat
itu. Ikatan komunitas dusun semakin menunjukkan
eksestensinya dalam mengatur warga masyarakat-
nya sendiri. Pada masa terjadinya berbagai
perubahan ini, secara perlahan-lahan dan pasti posisi
para Segindo dan perangkat pemerintahannya
semakin terjepit.

Selain itu, berkembangnya agama Islam telah


menciptakan nuansa baru dalam kehidupan rakyat.
Pada setiap dusun telah berdiri surau dan mesjid
tempat masyarakat menjalankan aktifitas keaga-
maan, seperti : sholat lima waktu, sholat Jum’at,
belajar baca Al-Quran, dll. Perubahan yang terjadi
membutuhkan pengaturan masyarakat yang memer-
lukan perangkat pendukung dalam pemerintahan
untuk dapat menerapkan ketentuan-ketentuan
bernuansa Islami. Dalam komunitas masyarakat
dusun misalnya dibutuhkan adanya kadhi (hakim
agama), imam mesjid (pemimpin ibadah), khatib (juru
dakwah), bilal (penyeru azan), garim (penjaga rumah
ibadah), dll. Lain halnya pada masa sebelumnya,

31
pemerintahan negeri hanya diatur oleh para pejabat
yang berasal dari kaum adat saja, karena
pemerintahan Segindo hanya bersendi pada adat
semata. Setelah masuknya Islam, sendi agama tidak
dapat ditinggalkan lagi dan mutlak diinginkan dalam
mengatur kehidupan masyarakat. Maka berlakulah
secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat di
Alam Kerinci yang berazaskan pada : “Adat bersendi
syarak (hukum Islam), Syarak bersendi kitabullah (Al
Qur’an), Syarak mengato, Adat Memakai.” dalam
mengatur kehidupan sehari-hari.

Merespon berbagai perubahan yang terjadi,


secara perlahan-lahan para pemuka adat, pemuka
agama, para cerdik pandai sepakat untuk melakukan
restrukturisai kepemimpinan dalam masyarakat.
Melalui proses yang cukup panjang, maka
dilakukanlah berbagai langkah menyongsong tatanan
perubahan masyarakat baru dengan maksud agar
rakyat Kerinci Tinggi tetap berada dalam satu payung
pemerintahan yang disepakati semua pihak. Suatu
hal yang penting dan mendasar adalah upaya kearah
penyempurnaan struktur organisasi pemerintahan
rakyat yang dapat diterima semua pihak. Langkah ini
ditempuh secara alami dalam kurun waktu yang
cukup lama untuk menghindari agar tidak terjadi
gejolak dan perselisihan. Melalui pendekatan
musyawarah dan kesepakatan maka dapat dihindari

32
perpecahan dalam kelompok masyarakat (pemuka
adat, pemuka agama, cerdik pandai) yang saling tarik
menarik. Berpegang pada pepatah adat : “Bulat air
dek pembuluh, Bulat kato dek mufakat, Kalau bulat
dapat digulingkan, Pipih dapat dilayangkan, Putih
berkeadaan, Merah dapat dilihat, Panjang dapat
diukur, dan Berat dapat ditimbang”, maka satu demi
satu masalah dan kekurangan dapat diatasi dan
disempurnakan.

Berbagai masukkan untuk pengembangan


kondisi pemerintahan rakyat yang lebih idial dari
pemuka adat, pemuka agama, cerdik pandai negeri
maupun dari kerajaan tetangga sekitarnya baik yang
diperoleh secara langsung maupun melalui
pengamatan dikumpulkan dan disring. Sebelum
penghujung abad ke 13 M perubahan ke arah
penyempurnaan guna pembentukan suatu tatanan
pemerintahan baru yang lebih modern pada
prinsipnya telah dianggap selesai. Namun dalam
suasana menunggu saat yang tepat untuk mengim-
plementasikannya, tiba-tiba datang ke Kerinci Tinggi
sebagian dari pasukan Ekspedisi Pamelayu (1292)
yang tidak mau kembali ke Jawa Timur. Pasukan ini
dipimpin Patih Semangat (disebutkan dalam sko
pedandan dusun Tanjung Tanah “Kitab Daluwang”
bertulisan Jawa Kuno), sedangkan sebagian pasukan
yang pulang ke Jawa Timur dipimpin Kebo Anabrang.

33
Patih Semangat lalu menetap di Tanjung Tanah dan
kemudian mereka kawin dengan orang Kerinci.
Mereka dan keturunannya menjadi “anak betino”
atau menantu dari kerabat istri (perut, kelebu dan
lurah) dan sekaligus menjadi “anak betino” dari orang
dusun, mendapo dan tanah depati yang status
kewargaannya disamakan dengan penduduk asli.
Dalam posisi sebagai warga negara baru, mereka
diminta aktif menyumbangkan pemikirannya bagi
penyempurnaan pemerintahan negeri. Kedatangan
pasukan Ekspedisi Pamalayu tahun 1292 ke Kerinci
untuk meminta perlindungan kepada Negara Segindo
mempunyai andil yang cukup besar terhadap
perubahan ketatanegaraan terutama dengan
masuknya berbagai istilah Jawa. Mereka menyum-
bangkan gelar bagi pejabat adat sesuai dengan
fungsi dan tugas yang diemban, seperti Depati
berasal dari kata Adipati, Manggung berasal dari
Temenggung, Menti dari kata Permenti, demikian
pula dengan kata Rio, Ngabi, Kaluhah, dan Ngalawe.
Termasuk Mendapo berasal dari istilah Jawa yang
diambil dari kata Pendapa (pendopo). Selain itu,
dipakai pula istilah kata yang didapat dari daerah
sekitar Kerinci seperti : Rajo, Datuk, Sutan, dll.

Untuk pemakaian gelar dikelompokkan pula


atas strata (eselon) dimana depati merupakan eselon
tertinggi dari jabatan perangkat adat, diikuti ninik

34
mamak sebagai pejabat pelaksana, dan kemudian
pembantu pelaksana disebut dengan “uleh jari
sambung tangan”. Pembaruan ini sekaligus
meninggalkan pemakaian gelar lama seperti Segindo,
Tuo, dll. Pembaharuan lainnya masuknya kaum
agama dalam pemerintahan dengan mendapat
jabatan dan gelar seperti : pegawai syarak dengan
gelar kadhi (hakim agama), imam (pemimpin sholat),
khatib (pemberi khotbah), bilal (penyeru azan) dan
garim (petugas rumah ibadah). Sama halnya denga
pemilihan pemangku adat, petugas agama di atas
juga dipilih dan diangkat melalui system gilir ganti
(sko bergilir sandang berganti). Sebagai pejabat
negeri pegawai syarak mengurus urusan yang
berhubungan dengan keagamaan dan ibadah yang
terkait dengan syariat seperti : perkawinan, zakat,
infak, dan sadokah. Sedangkan pemangku adat
mengurus urusan keduniaan menurut aturan
sepanjang adat.

Dalam perkembangan lebih lanjut, maka


akhirnya pemerintahan Segindo lalu dihapuskan dan
diganti dengan sistem dan struktur pemerintahan
baru. Selanjutnya, atas dasar geografis dusun dan
geneologis komunitas seketurunan darah maka
dibentuklah tanah depati yang terbagi atas 4 besar
tanah depati. Hampir sama dengan pemerintahan
sebelumnya, ke empat tanah depati membentuk

35
dewan pemerintahan dan memproklamirkan menjadi
Negara Depati Empat Alam Kerinci. Adapun tanah
depati yang terbentuk di Kerinci Tinggi sebagai cikal
bakal dari Negara Depati Empat Alam Kerinci adalah
: (1) Tanah Depati Atur Bumi berpusat di negeri
Hiang, (2) Tanah Depati Biang Sari berpusat di negeri
Pengasih, (3) Tanah Depati Rencong Telang
berpusat di negeri Pulau Sangkar, dan (4) Tanah
Depati Muaro Langkap Tanjung sekian berpusat di
negeri Tamiai.

Pada saat Negara Depati Empat dibentuk,


daerah Kerinci Rendah belum bergabung. Rakyat
Kerinci Rendah masih dalam upaya pembenahan dan
pemulihan negeri. Keberadaan pemerintahan baru di
Kerinci Tinggi turut mendorong proses reposisi
pembenahan kelembagaan rakyat di Kerinci Rendah.
Penataan kelembagaan rakyat yang terjadi di Kerinci
Tinggi sangat berpengaruh terhadap arah dan
kebijakan penataan kelembagaan rakyat di Kerinci
Rendah. Hal ini mengingat besarnya keinginan dari
sebagian besar rakyat Kerinci Rendah untuk kembali
dalam satu payung pemerintahan karena mereka
adalah masyarakat serumpun.

Rakyat Kerinci Rendah yang pernah dijajah


kerajaan Sriwijaya (686 s.d. 1070) dalam proses
pembenahan daerahnya memerlukan waktu yang

36
cukup lama. Tahap penyelesaiannya baru dapat
dituntaskan dipenghujung abad ke 14. Setelah itu,
pada akhir tahun 1524 para pemangku adat dari
Kerinci Rendah lalu menyampaikan kepada Depati
Empat Alam Kerinci, bahwa penyusunan
pemerintahan menurut sepanjang adat telah selesai
dilakukan. Oleh sebab itu, mereka meminta kepada
Depati Empat Alam Kerinci untuk menyatukan
kembali daerah Kerinci Rendah dengan Kerinci
Tinggi sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat
Kerinci Rendah.

Pada tahun 1525 Depati Empat Alam Kerinci


berangkat ke Kerinci Rendah untuk melihat
sejauhmana kesiapan yang telah dilakukan, serta
bagaimana sesungguhnya aspirasi dari rakyat.
Bertempat di dusun Salam Baku yang terletak ditepi
sungai Batang Mesumai (anak sungai Batang
Merangin), lalu diadakan musyawarah antara Depati
Empat Alam Kerinci dengan seluruh pemangku adat
Kerinci Rendah. Segala persoalan ketatanegaraan
terkait dengan Kerinci Rendah dikaji ulang secara
mendalam. Atas pertimbangan geografis daerah
dimana wilayah Alam Kerinci terbagi atas 2 bagian,
yaitu wilayah pergunungan Bukit Barisan dan dataran
rendah di sebelah Timur Kerinci pada pergunungan
Bukit Barisan disebut dengan Kerinci Tinggi atau
daerah Ateh, sedangkan wilayah Kerinci pada

37
dataran rendah sebelah Timur disebut dengan Kerinci
Rendah atau daerah Baruh. Ke dua wilayah di atas
sejak dulu telah dihuni masyarakat serumpun yang
berasal dari keturunan yang sama. Menimbang
bahwa penyusunan tata pemerintahan masyarakat
wilayah Kerinci Rendah dipandang telah sesuai
menurut sepanjang adat, maka keinginan rakyat
Kerinci Rendah untuk bersatu kembali sudah dapat
direalisir.

Akhirnya, musyawarah menyetujui dan


menetapkan wilayah Kerinci Rendah bergabung
kembali dengan wilayah Kerinci Tinggi. Selanjutnya
dalam wilayah Kerinci Rendah diberikan 3 daerah
berstatus tanah depati dan 2 daerah berstatus daerah
khusus. Meskipun 3 daerah tanah depati di Kerinci
Rendah kemajuannya belum setara dengan 4 daerah
tanah depati di Kerinci Tinggi, namun dengan
diberikan kesetaraan status diharapkan Kerinci
Rendah dapat segera mengejar ketertinggalannya.
Adanya pemberian status daerah khusus mengingat
ke dua daerah tersebut terletak pada sepanjang
sungai Batang Merangin yang sangat strategis.
Daerah ini merupakan lalulintas keluar masuknya
orang–orang yang datang dan pergi ke wilayah
Kerinci. Pemberian status daerah khusus
dimaksudkan agar lalu lintas perdagangan dan lalu
lintas keluar masuknya orang-orang ke daerah

38
Kerinci dapat terawasi dengan baik, sehingga
keamanan wilayah dapat terjaga dari pihak-pihak
yang bermaksud mempropokasi rakyat maupun dari
para penyusup yang ingin menghancurkan
kedaulatan negara.

Adapun tanah depati yang berada dalam


wilayah Kerinci Rendah adalah : (1) Tanah Depati
Setio Nyato dengan berpusat di negeri Tanah Renah,
(2) Tanah Depati Setio Rajo berpusat di negeri Lubuk
Gaung, (3) Tanah Depati Setio Beti berpusat di
negeri Nalo Tantan. Sedangkan 2 daerah khusus
adalah : (1) Tanah Pemuncak Merangin atau
kemudian lebih dikenal dengan Tanah Pemuncak
Pulau Rengas berpusat di negeri pulau Rengas, dan
(2) Tanah Pemerab Merangin atau kemudian lebih
dikenal dengan Tanah Pemerab Pemenang berpusat
di Pemenang. Daerah khusus yang terletak di aliran
sungai Batang Merangin ini, terbagi atas dua bagian
yang hampir sama panjang. Batasnya disebut
dengan Pulau Tujuh Sangkil Berlarik. Dari sini ke
muara sungai Batang Merangin di daerah Sungai
Nyamuk dan Batu Kucing termasuk kedalam wilayah
Tanah Pemerab Pemenang. Sedangkan dari pulau
Tujuh Sangkil Berlarik ke hulu sungai Batang
Merangin sampai batas tanah ulayat Bungo Tanjung
termasuk kedalam wilayah Pemuncak Pulau Rengas.
Pengukuhan 3 tanah depati dan 2 daerah khusus

39
dilakukan menurut sepanjang adat melalui kenduri
sko membunuh kerbau seekor dengan beras seratus
gantang.

Sebagai sebuah negara yang berdaulat,


negara Depati Empat Alam Kerinci mempunyai
bendera negara berwarna merah putih tersusun
ganda, berderet dari atas ke bawah dalam sebuah
kesatuan. Bendera dengan warna merah putih dilukis
pada sehelai kain atau beberapa lembar kain
berwarna merah putih dijahit dan disusun secara
terpadu. Bendera pada umumnya dibuat berbentuk
empat persegi panjang, selain itu terdapat pula
dalam bentuk segi tiga siku-siku. Luasnya tidak
ditentukan, hanya dibuat serasi dan indah dipandang.
Selain bendera negara, terdapat pula bendera dalam
berbagai warna seperti kuning, biru, hijau, ungu,
merah, putih atau dalam bentuk warna kombinasi
satu dengan lainnya, kecuali untuk warna merah
putih. Bendera seperti ini dinamai dengan merawa
atau karamintan yang dalam bahasa Indonesia
disebut umbul-umbul. Khusus warna merah putih
sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Kerinci
sampai saat ini. Bila dalam kenduri atau perhelatan
adat dan pesta perkawinan serta pada perjamuan
hari raya Idul Fitri dan Idul Adha sajian makanan pasti
ditampilkan dalam bentuk masakan gule merah dan
gule putih. Gule merah merupakan masakan daging

40
yang dicampur dengan nangka (cempedak) yang
rasanya pedas. Gule putih masakan daging dicampur
kentang yang rasanya tidak pedas.

Tidak hanya mempunyai bendera, negara


inipun memiliki mata uang sendiri disebut uang meh,
karena dibuat dari emas atau dapat juga disebut
dengan uang cincin karena menyerupai sebuah
cincin yang berfungsi sebagai alat tukar. Kaum
wanita pada masa itu membawa uang dengan
mengikat atau menyimpannya pada gulungan ujung
selendang (kulok). Sedangkan kaum laki-laki
membawa uang dengan memasukkan kedalam
pundi-pundi dan biasanya diikat di pinggang celana.

41
BAB III
Wilayah dan
Penduduk

3.1. Lingkup Wilayah

S
EBAGAI sebuah negara merdeka Negara
Depati Empat Alam Kerinci menempati
wilayah yang disebut dengan Alam Kerinci.
Wilayah ini sudah didiami oleh penduduk yang
berasal dari satu komunitas induk yaitu suku bangsa
Kerinci. Mereka telah tinggal dan membangun
daerahnya sejak berabad-abad lamanya, diimulai
sejak masa sebelum pemerintahan Koying, kemudian
dilanjutkan pada masa pemerintahan Segindo dan
berlanjut pada masa pemerintahan Depati Empat
sampai sekarang. Mereka mendiami daerah asal,
yaitu wilayah Kerinci Tinggi yang berada pada bagian
Barat dari tanah pergunungan Bukit Barisan dan

42
wilayah Kerinci Rendah pada dataran rendah di
sebelah Timur pergunungan Bukit Barisan dan
daerah sepanjang aliran sungai Batang Merangin dan
sungai Batang Tabir. Wilayah ini berada diantara
Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh di sebelah Utara,
dengan daerah perbukitan di sebelah Selatan
disepanjang wilayah sekitar Bukit Pengganti (321 m),
Bukit Bedang (629 m), Bukti Hulu Landas (905 m),
Bukit Legak Tinggi (439 m), Bukit Sepah (807 m) dan
Gunung Bujang (1951 m). Semua daerah di atas
berada di bagian Selatan dari gunung Masurai
(2935).

Masa pemerintahan Segindo, pada daerah


yang disebutkan di atas telah berkembang baik
dengan munculnya banyak negeri-negeri baru yang
berasal dari komunitas “talang dan koto.” Lahirlah
pada saat itu dusun-dusun yang disebut dengan
dusun purba baik di daerah Kerinci Tinggi maupun
Kerinci Rendah. Penduduk yang terus bertambah dan
menyebar telah menjadikan banyak dusun disekitar
dusun purba. Dusun-dusun ini kemudian berkembang
pula menjadi banyak dusun yang tersebar mengisi
wilayah Alam Kerinci yang sebelumnya masih
kosong. Diperkirakan sudah terdapat hampir 100
dusun pada daerah bagian Utara danau Kerinci dan
demikian pula pada daerah bagian Selatan.
Sedangkan di daerah Kerinci Rendah berkembang

43
dusun-dusun baru terutama di sepanjang sungai
Batang Merangin dan sungai-sungai disekitar daerah
Pangkalan Jambu, Batang Seringet, Batang
Mesumai, Batang Tantan, dan Batang Tabir. Selain
itu, komunikasi dan interaksi penduduk antar dusun
sudah berlangsung baik mengingat jalan-jalan
penghubung cukup banyak baik di dalam wilayah
Kerinci Tinggi maupun di dalam wilayah Kerinci
Rendah, termasuk jalan penghubung antara dusun-
dusun di wilayah Kerinci Rendah dengan dusun-
dusun di wilayah Kerinci Tinggi. Tentang hal ini telah
dijelaskan secara rinci dalam buku Seri Sejarah
Kerinci 2 bagian 3 sub bagian 2. Menjelang abad ke
14 wilayah Alam Kerinci boleh dikatakan sudah terisi
hampir merata. Seluruh penduduk yang mendiami
wilayah di atas itulah yang menjadi warga negara dari
Negara Depati Empat Alam Kerinci.

Walaupun pengertian wilayah Alam Kerinci


baik pada masa pemerintahan Koying maupun
pemerintahan Segindo masih samar-samar, namun
pada masa Negara Depati Empat telah dinyatakan
secara lebih jelas. Batas-batas itu ada yang
ditetapkan berdasarkan perjanjian dengan negara
tetangga, seperti dengan Kesultanan Indrapura,
berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah Hindia
Belanda dan dalam bentuk batas alam, seperti
dengan Kerajaan Sungai Pagu (Muara Labuh) yaitu

44
gunung Kerinci, gunung Tujuh dan danau Tujuh dan
dalam bentuk patok alam lainnya seperti bukit,
sungai, dll.

Pada bagian sebelah Barat Negara Depati


Empat berbatas dengan Kesultanan Indrapura dan
Kerajaan Menjuto yang berada di bawah pengaruh
Pemuncak III Kaum (Muko-Muko). Sedangkan di
antara sungai Batang Selaut di Utara sampai sungai
Batang Ketahun di sebelah Selatan menurut
sepanjang adat dikatakan berbatas dengan “ombak
nan berdebur“ atau Lautan Hindia. Namun semenjak
daerah pantai barat Sumatera yang terletak antara
sungai Batang Selaut dengan sungai Batang Ketahun
di kuasai Inggris dan Belanda, maka daerah tersebut
menjadi lepas. Kedatangan Inggris dan Belanda pada
mulanya hanya untuk maksud berniaga. Mereka
diizinkan masuk dengan perjanjian harus membayar
uang adat (semacam upati) kepada Depati Rencong
Telang sebagai penguasa wilayah. Namun setelah
merasa kuat perjanjian yang dibuat dengan Depati
Rencong Telang lalu diingkari.

Pada bagian wilayah sebelah Timur dari


negara ini berbatas dengan daerah otonomi
persekutuan Hukum Adat orang Batin Muaro Bungo
dan daerah Kesultanan Jambi. Sedangkan batas
wilayah bagian Utara adalah Kerajaan Kakubang

45
Sungai Pagu Rantau Alam Minangkabau, dan batas
wilayah Selatannya dengan daerah otonomi
Persekutuan Hukum Adat orang Batin di Sarolangun
yang daerahnya berbatas dengan negari Rejang.
Negeri ini disebut orang dengan Rejang Tiang IV atau
disebut juga dengan Rejang IV Petulai.

Daerah Otonomi Persekutuan Hukum Adat


orang Batin di Muaro Bungo yang terletak di Sebelah
Timur Laut dari Negara Depati Empat Alam Kerinci
terdiri atas kampung dan dusun di sepanjang sungai
Batang Jujuhan, Batang Tebo, Batang Bungo, Batang
Pelepat, Batang Senamat, dan anak-anak sungai
lainnya. Sedangkan daerah persekutuan Hukum Adat
Orang Batin di Sarolangun pada bagian paling
Selatan Alam Kerinci terdapat kampung dan dusun
disepanjang aliran Sungai Batang Limun, Batang
Asai dan Batang Tembesi sampai ke muaranya yang
berbatas langsung dengan wilayah Kesultanan Jambi
yang dihuni oleh komunitas orang Melayu Jambi.
Pada kampung dan dusun disepanjang aliran sungai
diatas dihuni oleh orang Batin yang nenek
moyangnya berasal dari orang Kerinci. Disini mereka
membangun kampung-kampung dan dusun-dusun
yang mereka namakan dengan negeri. Kumpulan
dari beberapa negeri Batin lalu membentuk
persekutuan hukum adat yang lebih tinggi disebut
dengan persekutuan hukum adat orang Batin. Cerita

46
tentang negeri Batin akan ditulis dalam buku
tersendiri.

Secara geograpis Negara Depati Empat Alam


Kerinci terbagi atas dua wilayah yaitu wilayah Kerinci
Tinggi dan wilayah Kerinci Rendah. Wilayah Kerinci
Tinggi berada pada pergunungan Bukit Barisan,
bagian Utara merupakan daerah aliran sungai (das)
Batang Merangin dan bagian Selatannya merupakan
hulu daerah aliran sungai (das) Batang Tembesi.
Pergunungan Bukit Barisan yang berada di sini
merupakan bagian tengah dari Bukit barisan yang
membentang dari Utara ke Selatan pulau Sumatera
mulai dari Aceh sampai ke Lampung. Daerah ini
merupakan kawasan tertinggi di Sumatera dengan
puncak-puncak gunung seperti : Gunung Kerinci
(3805 m), Gunung Teribun (2691 m), Gunung Ulu
Liki (2396 m), Gunung Tujuh (2805 m ), Bukit Sapu
(2280 m), Bukit Lumut (2199 m), Gunung Ulu Tebo
(2051 m), Gunung Kuduk Jawi (2067 m), Gunung
Kransang (2762 m), Gunung Teresik (2050 m),
Gunung Raya (2550 m), Gunung Bemban (2169 m),
Gunung Kuyit (2403 m), Gunung Tebat Talas (2050
m), Gunung Pandan (2168 m), Gunung Patah Tigo
(2300 m), Gunung Sengiri (2112 m), Bukir Lintang
(2160 m), Gunung Bungkuk (2130 m), Gunung
Sumbing (2507 m), Gunung Ulu Nilo (2469 m),
Gunung Masurai (2935 m), dll.

47
Pergunungan tersebut pada masa kerajaan
Koying sebagian besar merupakan gunung api yang
aktif, namun setelah melalui masa yang panjang
dengan adanya perubahan geografis, pergeseran
kulit bumi dan sebagainya kini hanya tinggal
beberapa gunung saja yang masih aktif. Di sekitar
pergunungan di atas terdapat dataran tinggi seperti
dataran tinggi Kerinci, Serampas, Sungai Tenang,
Siau dan Jangkat. Hamparan dataran tinggi
umumnya berbentuk cekungan seperti kuali besar
yang dikelilingi pergunungan. Salah satu dataran
tinggi terluas adalah dataran tinggi Kerinci yang
berada di Selatan Gunung Kerinci dan disekitar
danau Kerinci. Di daerah ini bermukim sebagian
besar penduduk yang berada di wilayah Kerinci
Tinggi. Sedangkan pada dataran tinggi dibagian
Selatan hamparannya lebih kecil bila dibandingkan
dengan yang berada di Utara. Daerah inipun dihuni
penduduk yang jumlahnya tidak terlalu banyak.
Dataran tinggi itu, antara lain berada disekitar
Gunung Masurai dan danau Depati Empat (danau
Besar). Pada celah-celah pergunungan terdapat
lembah-lembah sempit yang di aliri sungai dan anak-
anak sungai. Baik daerah Utara maupun daerah
Selatan, karena letaknya tinggi dari permukaan laut
maka mudah dilihat dari berbagai penjuru. Puncak-
puncak gunung yang menjulang terlihat jelas dari
kejauhan di sepanjang pantai Barat laut Hindia, dari

48
Muaro Bungo dan Sarolangun, dan dari daerah
Kerinci Rendah. Dari wilayah Kerinci Tinggi mengalir
banyak sungai besar maupun kecil ke pantai Barat
Pulau Sumatera dan ke patai Timur melewati dataran
rendah Jambi.

Pada bagian Timur daerah di atas, terletak


hamparan wilayah Kerinci Rendah. Pada daerah ini
tidak terdapat gunung-gunung yang tinggi, daerahnya
berpematang, berbusut besar, dan berbukit-bukit
kecil. Namun daerah ini lebih tinggi dari dataran
rendah Jambi yang berada di hilir. Banyak terdapat
sungai dan anak sungai yang mengalir dan dikiri-
kanannya terdapat dusun-dusun. Sungai yang
disekitarnya terdapat banyak dusun adalah
disepanjang das Batang Merangin das Batang
Masumai, das Batang Tabir, dan das Batang Tantan.
Sedangkan sebagian besar dari anak sungai yang
berada di sini adalah anak sungai Batang Merangin
yang kebanyakan mengalir ke sungai Batang Hari.

Daerah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah


merupakan hutan yang lebat. Tanah perswahan dan
perladangan hanya terdapat disekitar dusun dan
sepanjang jalan raya. Jumlahnya tidak banyak bila
dibandingkan dengan kawasan hutan. Sebahagian
kawasan hutan masih asli (vergin forest) dengan
curah hujan yang cukup tinggi (rain forest), sehingga

49
memberikan kesegaran pada iklim, cuaca, suhu dan
udara. Pada daerah ini banyak terdapat potensi
bahan tambang seperti emas, batu bara, minyak, air
raksa, semen, kapur, marmar, dll yang belum banyak
diolah. Hanya emas yang sejak dulu sudah
ditambang secara tradisional oleh rakyat terutama di
daerah Pangkalan Jambu (Perentak), Sungai Manau,
hulu sungai Batang Tabir, Muara Siau, Jangkat,
Serampas, Sungai Tenang, dll. Emas merupakan
hasil tambang dari Negara Depati Empat yang
banyak diekspor.

Wilayah Kerinci Tinggi sebagai mana yang


telah dikemukakan di atas, sekarang berada dalam
daerah kabupaten Kerinci serta kecamatan Muara
Siau dan kecamatan Jangkat yang kedua kecamatan
ini termasuk dalam kabupaten Merangin. Sedangkan
daerah Kerinci Rendah meliputi kecamatan sungai
Manau, kecamatan Bangko dan kecamatan Tabir,
sekarang berada dalam wilayah kabupaten Bangko.

3.2. Wilayah Menurut


Sepanjang Adat

50
P EMBAGIAN wilayah menurut sepanjang adat
dinyatakan dalam seluko adat atau pepatah adat
berbunyi : “Negara Depati Empat Alam Kerinci,
Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Pemuncak Pulau
Rengas, Permarab Pemenang”. Seluko adat tersebut
menjelaskan bahwa Negara Depati Empat terbagi
atas 2 wilayah besar yaitu wilayah dataran
pergunungan yang tinggi atau “atas” yang disebut
dengan Kerinci Tinggi dan wilayah dataran
pergunungan yang rendah atau “bawah” disebut
dengan Kerinci Rendah.

Pada daerah Kerinci Tinggi terdapat 4 daerah


otonom Tanah Depati, sedangkan pada daerah
Kerinci Rendah terdapat 3 daerah otonom Tanah
Depati dan 2 daerah khusus. Tanah Depati
merupakan daerah otonom lapisan pertama atau
bisa disamakan dengan daerah otonom tingkat I,
sedangkan daerah khusus yang disebutkan dalam
seluko adat di atas statusnya setara dengan daerah
tingkat II atau daerah otonom pada lapisan ke dua.
Daerah otonom lapisan ke dua dalam struktur
kenegaraan berada di bawah pemerintahan Tanah
Depati.

Adapun 4 daerah otonom di “ateh” atau di


daerah Kerinci Tinggi terdiri atas :

51
1. Tanah Depati Atur Bumi wilayahnya berada pada
daerah kecamatan Sitinjau Laut, kecematan
Sungai Penuh, kecamatan Air Hangat dan
kecamatan Gunung Kerinci. Tanah Depati ini
memiliki 8 daerah otonom atau daerah tingkat II
yang disebut dengan Tanah Mendapo, terdiri atas
: (1) Tanah Mendapo Semurup memiliki 28
dusun, (2) Tanah Mendapo Kemantan memiliki 12
dusun, (3) Tanah Mendapo Depati Tujuh memiliki
12 dusun, (4) Tanah Mendapo Rawang Mudik
memiliki 18 dusun, (5) Tanah Mendapo Rawang
Hlir memiliki 17 dusun, (6) Tanah Mendapo
Penawar memiliki 4 dusun, (7) Tanah Mendapo
Hiang memiliki 9 dusun, dan (8) Tanah Mendapo
Seleman memiliki 7 dusun.

2. Tanah Depati Biang Sari wilayahnya berada


dalam daerah kecamatan Gunung Raya, dan
sebahagian dari daerah kecamatan danau
Kerinci. Tanah Depati ini memiliki 3 daerah
otonom atau daerah tingkat II yang disebut
dengan Tanah Biang, terdiri atas : (1) Tanah
Biang Pengasih memiliki 5 dusun., (2) Tanah
Biang Sanggar Agung memiliki 7 dusun, (3)
Tanah Biang Ngaol memiliki 14 dusun, (4) Tanah
Biang Muaro Kibul memiliki 14 dusun, dan (5)
Tanah Biang Rantau Panjang memiliki 14 dusun.

52
3. Tanah Depati Rencong Telang wilayahnya
sekarang berada pada daerah kecamatan
Gunung Raya, sebahagian daerah kecematan
danau Kerinci, kecamatan Muaro Siau,
kecamatan Jangkat dan kecamatan Tabir. Tiga
kecamatan terakhir berada dalam wilayah
kabupaten Merangin. Tanah Depati ini memiliki 3
daerah otonom atau daerah tingkat II yang
disebut dengan Tanah Pemuncak, terdiri atas :
(1) Tanah Pemuncak Tuo memiliki 35 dusun, (2)
Tanah Pemuncak Tengah memiliki 31 dusun, dan
(3) Tanah Pemuncak Bungsu memiliki 17 dusun.
Sebenarnya tanah Depati ini wilayahnya sampai
ke daerah pantai Barat, sering disebut orang
dengan “Ombak berdebur Depati Rencong
Telang” wilayahnya termasuk mulai dari Lunang,
Sungai Manjuto, Air Muko-Muko, Air Dikit
(merupakan daerah Tanah Pemuncak Tuo); Air
Ipuh, Bantan, Air Tenang (merupakan daerah
Tanah Pemuncak Tengah); Seblat dan Ketahun
(merupakan daerah Tanah Pemuncak Bungsu).

4. Depati Muara Langkap Tanjung Sekian


wilayahnya berada pada sebahagian daerah
kecamatan Gunung Raya dan sebahagian daerah
kecematan Sungai Manau (kabupaten Merangin).
Tanah Depati ini memiliki 2 daerah otonom atau
daerah tingkat II yang disebut dengan Tanah

53
Muaro, terdiri atas : (1) Tanah Muaro Ateh
memiliki 2 dusun, dan (2) Tanah Muaro Bawah
memiliki 6 dusun.

Sedangkan 3 daerah otonom di “baruh” yang


berada di dataran rendah Kerinci atau Kerinci
Rendah adalah :

1. Tanah Depati Setio Nyato wilayahnya berada


pada sebagian daerah kecamatan Sungai Manau
(kabupaten Merangin). Tanah Depati ini membagi
daerahnya atas 4 kawasan yang dibawahnya
terdapat dusun dan kampung. Pada tanah depati
ini terdapat lebih kurang 32 dusun.

2. Tanah Depati Setio Rajo wilayahnya berada pada


sebagian daerah kecamatan Bangko (kabupaten
Merangin). Tanah Depati ini dibawahnya
langsung terdiri atas dusun dan kampung. Pada
tanah depati ini terdapat lebih kurang 10 dusun.

3. Tanah Depati Setio Beti wilayahnya juga berada


pada sebagian daerah kecamatan Bangko
(kabupaten Merangin). Tanah Depati ini
dibawahnya langsung dibagi atas dusun dan
kampung. Pada tanah depati ini terdapat lebih
kurang 6 dusun.

54
Selain ke 3 tanah depati di atas, dalam
wilayah Kerinci Rendah masih terdapat 2 daerah
khusus yaitu :

1. Tanah Pemuncak Merangin atau disebut juga


dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas berpusat
di Pulau Rengas. Penduduk yang mendiami
daerah ini berasal dari Pemuncak Tuo Pulau
Sangkar. Daerah ini tediri atas 6 buah dusun.

2. Tanah Pemerab Merangin atau disebut juga


dengan Tanah Pemerab Pemenang berpusat di
dusun Pemenang. Penduduk daerah ini berasal
dari daerah Sungai Tenang. Daerah ini terdiri atas
10 buah dusun.

Wilayah ke dua daerah khusus di atas berada


pada sepanjang aliran sungai Batang Merangin
hingga sampai kemuara yang masuk ke sungai
Batang Tembesi. Tanah Pemuncak Merangin atau
Tanah Pemuncak Pulau Rengas dan Tanah Pemerab
Merangin atau Tanah Pemerab Pemenang dalam
perkembangannya terjadi perubahan dimana masing-
masing terdiri atas 9 buah dusun. Oleh
Onderafdeeling Bangko lalu disebut dengan daerah
Batin Sembilan di Hulu, dan daerah Batin Sembilan di
Hilir.

55
Kesatuan wilayah Kerinci Tinggi dan Kerinci
Rendah tetap terjaga sampai kedatangan Belanda
pada tahun 1903. Setelah itu, Belanda lalu
memisahkan kembali daerah Kerinci Rendah dan
Kerinci Tinggi. Daerah Kerinci Rendah dijadikan
Onderafdeeling Bangko tergabung dalam Resedentie
Palembang, sedangkan daerah Kerinci Tinggi
dijadikan Landschap Korintji yang tergabung dalam
Gouverment Sumatra’s Westkust (Sumatera Barat).
Sejak kedatangan Belanda maka daerah Kerinci
mengalami beberapa kali perubahan penempatan
wilayah dan pemerintahan sesuai dengan keinginan
pemerintahan Belanda. Sungguhpun demikian
kesatuan wilayah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah
masih tetap dapat dilihat sampai sekarang bila dilihat
dari sudut pandang kesamaan dialek bahasa dan
kesamaan adat istiadat masyarakatnya.

3.3. Penduduk

W IILAYAH Alam Kerinci sudah dihuni sejak abad


pertama masehi oleh komunitas induk suku
Kerinci. Anak keturunan dari komunitas inilah yang
mendiami wilayah Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi.
Mereka merupakan warga negara dan penduduk asli
dari Negara Depati Empat. Mereka tersebar pada

56
ratusan dusun yang telah mereka buat dan mereka
kembangkan sejak zaman nenek moyang dulu. Di
sana mereka hidup dan beranak keturunan sebagai
warga negara yang terikat dengan ketentuan-
ketentuan hukum adat dan hukum syarak. Selain
penduduk asli warga negara juga bisa berasal dari
orang luar yang kawin dengan penduduk asli dan
orang luar yang menetap di wilayah negara kemudian
mengajukan keinginan untuk bergabung menjadi
warga negara. Setiap warga negara mendapat
perlindungan dari negara, mempunyai hak politis,
dapat diangkat sebagai pemangku adat, dan
mempunyai kewajiban untuk membela dan
mempertahankan kedaulatan negara. Bagi yang
bukan berstatus warga negara dan tinggal di wilayah
Alam Kerinci, mereka harus tunduk pada hukum adat
Kerinci. Tradisi dan hukum adat negeri asal tidak
boleh dibawa. Seluko adat menyatakan :

• Di mana batang terguling, di situ cendawan


tumbuh
• Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung
• Di mano tembilang dicacak, di situ tanaman
tumbuh
• Di mano periuk pecah, di situ tembikar tinggal
• Di mano ranting dipatah, di situ air disauk
• Di mano negeri ditunggu, di situ adat dipakai

57
Dalam Negara Depati Empat, status sebagai
warga negara langsung atau otomatis diperoleh
bilamana yang bersangkutan adalah penduduk asli
(khalifah dijunjung, waris dijawat). Orang luar baik
laki-laki maupun perempuan kawin dengan orang
Kerinci atau disebut dengan istilah “menumbuk
bandul” maka yang bersangkutan lebur menjadi
orang Kerinci. Seorang laki-laki dari luar kawin
dengan perempuan Kerinci, maka yang bersangkutan
akan menjadi “anak betino” dari komunitas “perut,
kelebu, lurah” keluarga si perempuan, demikian pula
sebaliknya. Jadi se- seorang yang telah kawin
dengan orang Kerinci, dia tidak dipandang lagi
sebagai orang luar, tapi sudah dianggap merupakan
bagian dari kumunitas dimana yang bersangkutan
kawin dan kedudukannya menurut hukum adat sama
dengan kerabat lainnya. Pada sebagian besar daerah
di Kerinci “anak betino” yang datang dari luar dapat
diangkat menjadi pemangku adat. Hal ini telah
berlangsung sejak zaman dulu sampai sekarang.
Kasus-kasus ini banyak ditemukan pada dusun-
dusun di Kerinci. Di sini pengertian “anak betino”
tidak sama dengan pengertian orang “sumando”
yang terdapat di Minangkabau, di mana orang
“sumando” tetap di anggap komunitas pihak istri
sebagai orang luar.

58
Orang luar dari daerah lain yang sudah lama
menetap di daerah Kerinci, telah berbaur dengan
penduduk asli, menjunjung tinggi tradisi dan hukum
adat mereka dapat dinyatakan sebagai warga
negara yang tentunya harus dikukuhkan menurut
sepanjang adat. Contohnya orang Penghulu yang
datang dari Minangkabau yang telah menetap
puluhan tahun lamanya di daerah Pangkalan Jambu
(Perentak), Seringek Hulu Tabir, dan lainnya. Daerah
seperti Pangkalan Jambu, Luhak Nan XVI
(Serampas), Sungai Tenang, Siau dan Jangkat
penduduk aslinya berasal dari Tamiai. Sedangkan
Seringek Hulu Tabir di daerah Air Liki penduduk
aslinya berasal dari Pulau Sangkar, Pengasih,
Terutung, dan Pulau Pandan. Sekarang dalam
perkembangannya, penduduk pada daerah yang
disebutkan di atas telah bercampur dan melebur satu
dengan lainnya.

Aturan adat yang mengatur warga negara di


buat akomodatif dan menguntungkan semua pihak,
sehingga masyarakat dapat hidup secara harmonis.
Solidaritas sosial diantara mereka sangat tinggi dan
mereka hidup saling tolong menolong dalam berbagai
hal, sebagaimana terkias dalam pepatah adat berikut
ini :

59
• Tudung menudung bak daun sirih, jahit menjahit
bak daun petai
• Hati gajah samo dilapah, hati tungao samo di
cecah
• Ado samo dimakan, idak samo di cari

Mata pencaharian pokok dari penduduk


adalah bertani, terutama mengerjakan sawah dan
ladang. Keberhasilan dalam menanam padi baik di
sawah maupun di ladang telah membuat Negara
Depati Empat dikenal sebagai salah satu daerah
lumbung padi di pulau Sumatera. Hasil padi yang
berlimpah disimpan dalam lumbung padi (bilik padi)
supaya tahan lama. Setiap “tumbi” (keluarga)
disamping memiliki rumah juga memiliki bilik padi
yang dibuat di depan atau di belakang halaman
rumah. Besar atau banyaknya bilik padi yang dimiliki
menjadi simbul kemakmuran.

Orang Kerinci dikenal sebagai pekerja keras


di bidang pertanian. Disamping menanam padi di
sawah dan di ladang, mereka juga menanam
tanaman seperti pinang, lada, buah-buahan dan
aneka macam sayuran. Usaha mengerjakan lahan
perladangan dan usaha bercocok tanam pada lahan
persawahan dilakukan secara bergantian. Jika
perkerjaan di swah telah rampung, maka mereka
mengerjakan ladangnya. Selain bertani mereka

60
mengerjakan pekerjaan tambahan untuk mendukung
kebutuhan hidup, seperti membuat aneka kerajinan,
beternak, mencari ikan dan berburu, mencari hasil
hutan dan tambang, serta berdagang.

Aneka produk kerajinan biasanya dikerjakan


kaum wanita seperti bertenun kain, membuat tikar,
jangki, bakul, niru, dll. Kain dibuat dari bahan kapas,
dan bahan kulit kayu bercampur bunga ilalang.
Ayaman tikar dibuat dari bahan pandan, bigau dan
sangkil, sedangkan jangki bakul, niru dibuat dari
bahan bambu dan rotan. Kerajinan tembikar dari
tanah liat seperti : periuk, belanga, kendi, selabu,
tempayan, cerek, dll berkembang pula dengan baik.
Selain itu, alat-alat keperluan sehari-hari yang terbuat
dari besi juga telah diproduksi sendiri seperti :
cangkul, tajak, parang, pisau, garpu, mata waluku,
rimbas, keris, dll. Apar (bengkel) atau dapur tempat
pandai besi sudah banyak ditemukan pada beberapa
dusun.

Kaum laki-laki juga mempergunakan


waktunya untuk mencari hasil hutan berupa damar,
getah perca, ambalau, sarang burung layang-layang,
manisan lebah (madu), kemeyan, kapur barus, rotan
dan manau. Hasil hutan itu mereka kumpulkan untuk
dijual. Pada beberapa daerah mereka menambang
dan mendulang emas, seperti di daerah Pangkalan

61
Jambu (Perentak), Tamiai, Batang Asai, Tanah
Renah, Sungai Manau, Saringek, Ulu Tabir, dll.
Rakyat menambang emas pada kaki-kaki bukit dan
mendulang di sungai-sungai. Alam Kerinci yang
potensial dan penduduknya yang rajin pada masa itu,
telah membuat mereka hidup makmur dan sejahtera.
Rakyat dengan kemampuan sendiri dapat memenuhi
kebutuhan pangan, sandang dan papan dengan
baik. Mereka melakukan interaksi perdagangan
dengan negeri-negeri luar disekitarnya untuk saling
melengkapi kebutuhan hidup sehari-hari.

Penduduk negeri Alam Kerinci menganut


agama Islam, dimana tatanan agama ini telah
memberikan kehidupan baru yang lebih baik dan
rasional dalam bermasyarakat. Kepercayaan
dinamisme dan animisme walaupun masih terdapat
pada segelintir masyarakat namun secara pelahan-
lahan mulai ditinggalkan. Adat yang mereka warisi
dari nenek moyang yang selama ini menjadi satu-
satunya pegangan dalam kehidupan, sekarang telah
mendapat pengaruh dan pembaharuan dari berbagai
aspek ajaran Islam. Walaupun tidak dapat dimungkiri
penguruh adat sangat kental dalam kehidupan
masyarakat, sebagaimana dinyatakan :

• Orang hidup dikandung adat, orang mati


dikandung tanah,

62
• Matri anak gempar serumah, mati adat gempar
sebangsa,
• Biar mati anak daripada mati adat.

Seluko adat di atas menyatakan bahwa


pengaruh adat dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat masih amat kental. Kalau adat “mati”
atau tidak berfungsi, maka negara dan masyarakat
akan kacau. Roda pemerintah tidak bisa dijalankan,
hukum tidak bisa ditegakkan, tentunya malapetaka
dan kehancuran yang akan terjadi. Peran adat
selama ini telah membawa negara dan warganya
pada ketentraman, kedamaian, keselamatan dan
kebahagiaan. Oleh karenanya, masyarakat meme-
gang teguh adat, yaitu : “Adat yang sebenar adat,
Adat yang diadatkan, Adat yang teradat , dan Adat
Istiadat”. Adat yang sebenar adat bersumber dari
Sunatullah dan Al Qur’an (tanggo batu) dilengkapi
dengan Sunnah Rasul (titian teras). Adat yang
diadatkan merupakan peraturan yang dibuat
berdasarkan kesepakatan (sekato). Adat yang teradat
merupakan kebiasaan yang diangkat menjadi adat.
Adat istiadat merupakan peraturan yang lazim ditaati
masyarakat dijadikan adat. Tegasnya Negara Depati
Empat menjadikan adat sebagai sumber hukum
positif yang berlaku dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Mengatur hubungan
warga dengan negara, mengatur hubungan warga

63
dengan sesama warga, mengatur hubungan warga
dengan warga negara lainnya dan mengatur
hubungan warga dengan lingkungannya. Semua
yang bersifat privat maupun publik tunduk pada
ketentuan hukum adat.

BAB IV
Pusat
Pemerintahan

S
EBAGAI sebuah negara sudah pasti memiliki
ibukota pusat pemerintahan. Ibukota negara
dalam bahasa Kerinci disebut tanah
“kadipan”, tempat di mana kepala negara dan
aparatnya menjalankan roda pemerintahan atau
tanah sebagai tempat menerima kehadiran petinggi
negara baik dari dalam negeri maupun negeri luar.
Pada masa Negara Segindo Alam Kerinci pusat
pemerintahan (tanah kadipan) terletak disebelah
Selatan danau Kerinci yaitu Jerangkan Tinggi di

64
dekat dusun Muak sekarang. Sesudah negara ini
berubah menjadi Negara Depati Empat Alam Kerinci
(1296), maka ibu kota negara dialihkan kira-kira 5 km
kesebelah Timur Jerangkang Tinggi ditepi danau
Kerinci dan diberi nama Sanggar Agung. Pemin-
dahan ibukota negara dari Jerangkang Tinggi ke
Sanggar Agung dimaksudkan guna mendukung
kelancaran kerja pemerintahan pusat, mengingat
tempat tersebut letaknya cukup strategis berada di
tengah-tengah negara Depati Empat Alam Kerinci.
Lokasi ini pada posisi di mana jarak dengan daerah-
daerah dalam wilayah negara baik ke sebelah Timur,
Barat, Utara dan Selatan berada dalam radius yang
hampir sama. Selain itu, daerah ini merupakan
tempat yang paling mudah dicapai melalui 2 cara
yaitu menggunakan jalan setapak (fotpath) dan
berlayar memakai biduk (perahu) di aliran sungai dan
danau. Sungai yang dapat dilayari diantaranya sungai
Batang Siulak di Utara dan Batang Merangin di
sebelah Tenggara. Sedangkan orang-orang pada
dusun-dusun disekitar danau Kerinci dapat pula
dengan mudah berlayar dengan perahu menuju
Sanggar Agung.

Pada waktu pemindahan ibu kota negara,


tempat ini masih merupakan sebuah pemukiman kecil
atau "koto". Sebelumnya hanya merupakan sebuah
"talang" yang dibuat oleh orang Pengasih untuk

65
tempat tinggal sewaktu mereka membuka ladang dan
sawah. Migrasi yang dilakukan orang Pengasih di
sekitar daerah ini, dan ke daerah Pendung Talang
Genting, Seleman dan Tebing Tinggi sudah berjalan
lama. Perpindahan mereka tidak lain bertujuan untuk
mencari tanah guna dijadikan lahan sawah dan
ladang, mengingat daerah Pengasih yang terjepit
perbukitan tidak memungkinkan lagi untuk perluasan
areal persawahan dan perladangan. Pada lokasi
baru ini, usaha bersawah dan berladang yang
mereka rintis berhasil baik sehingga daerah ini
berkembang cepat dan makmur.

Setelah Sanggar Agung menjadi ibukota


negara, maka banyak penduduk negeri disekitarnya
bermukim ke sini terutama dari Jerangkan Tinggi.
Perkembangan yang pesat, membuat Sanggar
Agung dalam waktu singkat berubah menjadi sebuah
dusun besar dan makmur. Dusun Sanggar Agung
ditata secara apik dengan larik yang teratur,
sekaligus dijadikan sebagai prototif pengembangan
dusun-dusun di Kerinci. Sebagai sebuah ibukota
negara dusun Sanggar Agung dipimpin seorang
Depati dengan gelar Depati Sanggar Agung.

Sanggar Agung dalam bahasa keseharian


sering diucapkan dengan kata Sangga Agung.
Sangga berarti penahan atau penopang agar kuat

66
dan jangan roboh, sedangkan yang ditopang adalah
sebuah negara besar atau “agung”. Jadi Sanggar
Agung bermakna sebagai tempat menopang atau
menyangga sebuah negara, atau dengan kata lain
merupakan sebuah ibukota negara yang disebut
sebagai Tanah Kadipan. Kata ini berasal dari kausa
kata bahasa Kerinci yang merupakan salah satu
cabang dari bahasa Melayu. Selama ini banyak
terjadi kesalahan dalam menafsirkan kata tersebut,
karena tidak tahu persis akan asal usulnya.

Mengenai penamaan tempat ini, telah terjadi


beberapa kali perobahan dan kesalahan. Pada masa
penjajahan Belanda, pemerintahan Belanda
mengeluarkan peraturan (G.B van Juli 1907 No. 39
St. No 295) tentang ibu kota Afdeeling Korintji dengan
nama Sanggar Agung atau masih seperti aslinya.
Peraturan yang menyebutkan penamaan di atas
dapat dibaca pada Nota bereffende de afdeeling
Korintji, Aflevering VIII dari Mededeelingen van het
Bureau voor de Bestuurzaken der Buitenbesittingen
bewerk door het Encyclopaedeich Bureau, karangan
A. PH Van Aken tahun 1915 halaman 39. Kemudian
pada waktu Belanda menetapkan ibu kota dari district
Tiga Helai Kain, nama Sanggar Agung dirobah
menjadi Sanggaran Agung, dan selanjutnya waktu
menetapkan ibu kota inderdistrict Kerinci Hilir nama
itu dirobah lagi menjadi Sandaran Agung. Perubahan

67
dari Sanggar Agung menjadi Sanggaran Agung dan
berubahan lagi menjadi Sandaran Agung telah
menimbulkan kerancuan dalam mengartikan nama
tersebut. Kerancuan terjadi disebabkan kesalahan
informasi yang diberikan para pemangku adat dusun
tersebut pada masa lalu.

Kesalahan mencolok terjadi ketika tampat ini


disebut orang dengan Sandaran Agung. Menurut
mereka kata tersebut berasal dari “sandar dan
gung”, yang berarti tempat “sandaran gong”, tafsiran
ini jelas mengada-ngada. Setelah itu, pada waktu
menetapkan ibu kota Kecamatan Kerinci Hilir nama
Sanggaran Agung dipakai kembali sampai sekarang.
Kekeliruan sebagaimana disebutkan di atas
sebaiknya dibetulkan kembali dan dikembalikan
sesuai dengan nama aslinya yaitu Sanggar Agung.
Pembetulan diperlukan agar nilai historisnya tetap
terjaga, pada sisi lain nama asli tersebut sudah
dikenal orang di negeri luar seperti oleh Kerajaan
Melayu, Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan di
belahan nusantara lainnya.

Setelah Kerajaan Majapahit (1377) menga-


lahkan Kerajaan Sriwijaya, Sanggar Agung menjadi
perbincangan banyak kalangan sebagai sebuah
ibukota negara pedalaman yang kaya akan hasil
buminya. Pada masa itu terdapat tiga buah ibu kota

68
negara pedalaman pulau Sumatera yang sering
dibicarakan, pertama Sekala Berak ibukota kerajaan
Sekala Berak pada dataran tinggi di Bukit Mesagi
dekat danau Ranau, kedua Sanggar Agung ibukota
Negara Depati Empat Alam Kerinci di tepi danau
Kerinci, dan ketiga Pagaruyung ibukota dari kerajaan
Minangkabau pada dataran tinggi sekitar Gunung
Merapi.

Sebagai ibukota negara, maka tempat ini


selalu menjadi ajang pertemuan para petinggi
negara, baik para petinggi Negara Depati Empat
Alam Kerinci, maupun petinggi kerajaan luar. Para
depati dan petinggi pemerintahan dari tanah depati
Empat Alam Kerinci datang kesini tentu saja dalam
melaksanakan tugas rutin urusan pemerintahan. Para
Depati Empat tidak berdiam menetap di ibu kota
negara Sanggar Agung, mereka berdomisili di pusat
negeri tanah depatinya masing-masing. Depati Atur
Bumi menetap di negeri Hiang, Depati Biang Sari di
negeri Pengasih, Depati Rencong Telang di negeri
Pulau Sangkar dan Depati Muara Lankap Tanjung
Sekian di negeri Tamiai. Mereka datang ke Sanggar
Agung bila ada urusan kenegaraan yang harus
diselesaikan, atau bila ada sidang Depati Empat yang
sudah dijadwalkan. Bila pekerjaan dapat dikerjakan
dalam waktu singkat, biasanya mereka tidak
bermalam di Sanggar Agung. Namun bilamana

69
banyak pekerjaan, baru mereka bermalam di
Sanggar Agung, seperti menerima tamu negara, dan
menghadiri rapat-rapat penting kenegaraan.

Biasanya Depati Atur Bumi dan Depati Biang


Sari datang ke Sanggar Agung mempergunakan
perahu (biduk). Dari dusun Hiang dan dusun
Pengasih ke Sanggar Agung dihubungkan oleh
sungai yang cukup tenang. Menggunakan perahu
merupakan pilihan yang tepat karena jaraknya cukup
dekat. Dari Hiang ke Sanggar Agung dapat mengikuti
aliran sungai tanpa mendayung. Sebaliknya dari
Pengasih ke Sanggar Agung terpaksa dilakukan
dengan mendayung perahu melawan arus di atas
sungai Batang Merangin. Selain melalui sungai dapat
pula digunakan jalan setapak yang menghubungkan
kedua daerah di atas. Sedangkan Depati Muara
Langkap Tanjung Sekian dari Tamiai dan Depati
Rencong Telang dari Pulau Sangkar selalu berjalan
kaki ke Sanggar Agung. Sungai Batang Merangin
yang melintasi daerah mereka sulit dilayari karena
beriam-riam dengan airnya yang deras dan banyak
gelombang. Antara Tamiai dengan Sanggar Agung
jaraknnya 19 km dan antara Pulau Sangkar dengan
Sanggar Agung berjarak 12 km. Walaupun sedikit
jauh, namun jalan setapak ke Sanggar Agung cukup
baik dan mudah dilalui. Biasanya rombongan kedua
depati selalu bersama-sama ke Sanggar Agung

70
apabila ada tugas kenegaraan karena Depati
Rencong Telang akan menunggu di Pulau Sangkar.

Petinggi dari negara luar datang ke Alam


Kerinci dalam rangka mempererat tali persahabatan,
membuat perjanjian antar negara dan berlibur. Raja
dan petinggi pemerintahan dari luar yang pernah ke
sini diantaranya dari Kerajaan Kakubang Sungai
Pagu, Kesultanan Indrapura dan Kesultanan Jambi
dll. Para petinggi kerajaan yang berlibur tidak lain
untuk beristirahat sekaligus ingin menikmati
keindahan pemandangan alam dan seni budaya
masyarakat. Dalam posisi Sanggar Agung yang
terletak pada sebuah dataran tanah tinggi menjorok
ke danau menjadikannya sangat strategis untuk
memandang keindahan danau Kerinci yang berada
dibawahnya. Memandang bukit barisan melingkari
dataran tinggi dan dataran rendah Kerinci
disekitarnya. Selain itu, suguhan atraksi kesenian
berupa tale atau nyanyian, serta bermacam tari-tarian
anak negeri menjadi daya tarik yang memikat pula.
Hal itu telah menyebabkan daerah Kerinci tidak
hanya dikunjungi para petinggi kerajaan tetangga
saja, tepi juga penduduk negeri-negeri yang berada
disekitarnya.

Sejak dulu dari daerah Muaro Bungo telah


ada jalan setapak dari Tanah Tumbuh ke Pungut

71
terus ke Sanggar Agung. Dari daerah Kerinci
Rendah terdapat pula dua lintasan dari Ujung
Tanjung Muaro Mesumai (Bangko) melalui Sungai
Manau, Perentak dan Tamiai; dan lintasan jalan
setapak dari Rantau Panjang melalui Air Liki dan
Terutung terus ke Sanggar Agung. Dari daerah
Sungai Tenang dan Serampas orang dapat pergi
melalui Lempur, Lolo dan Jujun terus ke Sanggar
Agung. Dari daerah Moko-Moko orang dapat ke
Sanggar Agung melalui Sungai Ipuh dan Lempur;
dari daerah Indrapura, Tapan dan Lunang dapat
melalui Tapan, Muaro Sako, Koto Limau Sering,
Sekukung terus ke Rawang dan akhirnya ke Sanggar
Agung. Demikian pula dari Muara Labuh, Simpang
Koto Baru, Sepanjang Batang Sangir ke Kayu Aro
dan kemudian meneruskan perjalanan ke Sanggar
Agung. Jalan-jalan penghubung di atas telah
memudahkan orang-orang untuk berkunjung ke
Sanggar Agung.

Disamping rumah rakyat yang ditata secara


apik, di Sanggar Agung dibangun pula sebuah
Balairung Sari tempat Depati Empat Alam Kerinci
bermusyawarah. Disebelahnya terdapat sebuah
rumah besar, semacam istana tempat Depati Empat
Alam Kerinci bermalam, sekaligus sebagai tempat
penginapan tamu negara. Berdekatan dengan kedua
bangunan tersebut berdiri sebuah mesjid besar

72
sebagai sarana tempat beribadah dan menguman-
dakan siar agama Islam. Tiga bangunan utama diatas
merupakan sebuah komplek berpekarangan luas.
Pelataran pekarangan dimanfaatkan untuk kegiatan
upacara keramaian adat dan agama. Di pinggir dusun
terdapat sebuah lapangan untuk tempat orang belajar
silat, berolahraga seperti bermain sepak raga dan
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainnya.

Sanggar Agung bisa dikatakan merupakan


sebuah dusun yang komplit sebagaimana tergambar
dalam pepatah adat: "dusun nan berparit empat,
berlawang nan berkatub duo, bermasjid nan berbalai
adat, berlarik nan bajajo, berpekarangan nan
bertepian dan berlabuh". Sanggar Agung juga disebut
sebagai Hamparan Agung, tempat berkumpul
pemangku adat seluruh Alam Kerinci. Di sini
dibicarakan masalah negeri baik urusan
ketatanegaraan maupun pembangunan negara,
seperti penetapan uang perkara (uang serah) pada
berbagai tingkatan peradilan, sehingga sama
diseluruh negeri; penentuan batas tanah depati dan
batas dengan negara lain; penentuan keadaan
darurat dan perang, seperti pernah dilakukan pada
tahun 1901 dalam perang melawan Belanda; hal-hal
terkait dengan kepentingan beberapa tanah depati
seperti gotong royong (gerbuh) serentak untuk
membersihkan, menggali dan memperdalam hulu
sungai dan muara danau dengan tujuan agar
permukaan air danau cepat turun, dan mengurangi

73
rawa-rawa agar dapat memperluas daerah lahan
persawahan dll.

Dari beberapa hal yang disebutkan di atas,


tampak betapa penting peranan Sanggar Agung
sebagai ibukota negara. Peran ini telah berlangsung
semenjak tahun 1296 sampai tahun 1910. Setelah
itu, kota Sanggar Agung lalu ditinggalkan karena
Belanda memindahkan pusat pemerintahan ke
Sungai Penuh. Pemindahan ibukota ke Sungai Penuh
berdasarkan ketetapan pemerintah Gouvernements
Besluit tanggal 3 Nopember 1909 No. 13 (St. No,
523) dengan menyatakan Sungai Penuh sebagai
Ibukota. Salah satu bunyi dari amar ketetapan adalah
: Voor den bestuurder van Koerintji was reeds bij
Goubernements Besluit van 3 November 1909 No. 13
(St. No. 523) Soengai Penoeh als standplaats aan
gewezen.

74
BAB V
Pemerintahan
5.1. Gambaran Umum

N
EGARA Depati Empat Alam Kerinci (1296)
merupakan sebuah negara berdaulat dan
merdeka. Pada waktu negara ini terbentuk
penduduk negeri Alam Kerinci telah memeluk agama
Islam. Oleh sebab itu, hukum adat dan ajaran Islam
menjadi pegangan dalam mengatur negara dan
penduduknya. Pengaruh Islam dinyatakan secara
jelas dan tegas dalam seluko adat yang berbunyi :
“Adat bersendi syarak, Syarak bersendi kitabullah
(Al-Qur’an), Syarak mengato, Adat memakai”.
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa
Negara Depati Empat Alam Kerinci terbentuk setelah
terjadinya pembaharuan dan restrukturisasi dalam
organisasi atau institusi masyarakat dari

75
pemerintahan sebelumnya yaitu pemerintahan
Segindo. Baik pemerintahan Segindo maupun
pemerintahan Depati Empat sebenarnya mempunyai
beberapa kesamaan. Negara Segindo dibentuk atas
dasar penggabungan dari seluruh negeri-negeri
Segindo yang terdapat di Alam Kerinci, sedangkan
Negara Depati Empat terbentuk atas dasar
penyatuan negeri-negeri hasil restrukturisasi dari
negeri-negeri Segindo yang dikelompokkan atas
tanah depati. Oleh sebab itu, negeri-negeri yang
tergabung dalam tanah depati merupakan struktur
kelembagaan pemerintahan rakyat yang baru hasil
penyempurnaan dari pemerintahan sebelumnya.
Proses penyatuan negeri-negeri khususnya di Kerinci
Tinggi menjadi tanah depati dilakukan atas dasar
geografis dusun dan geneologis komunitas
seketurunan darah. Penataan ini telah menjadikan
dalam satu tanah depati terdapat beberapa tanah
Segindo beserta komunitas masyarakatnya.
Berdasarkan kenyataan di atas dapat dilihat baik
Negara Segindo maupun Negara Depati Empat pada
prinsipnya merupakan negara kesatuan (unitaris).

Awalnya Negara Depati Empat Alam Kerinci


terbentuk atas kesepakatan dan penyatuan
pemerintah tanah depati di Kerinci Tinggi.
Restrukturisasi kelembagaan masyarakat di Kerinci
Tinggi telah berhasil membentuk 4 pemerintahan

76
tanah depati. Ke empat tanah depati ini kemudian
sepakat untuk bersatu membuat satu pemerintah
induk (negara) yang diberi nama Negara Depati
Empat Alam Kerinci atau negara yang mempunyai
empat tanah depati. Adapun ke empat tanah depati
yang dimaksud, adalah : (1) Tanah Depati Atur Bumi,
(2) Tanah Depati Biang Sari, (3) Tanah Depati
Rencong Telang dan (4) Tanah Depati Muara
Langkap Tanjung Sekian.

Penyatuan empat pemerintahan tanah depati


secara politis dimaksudkan agar daerah Kerinci
Tinggi tetap berada dalam satu payung
pemerintahan. Hal ini untuk menghindari supaya tidak
terjadi perselisihan diantara tanah depati yang
akhirnya biasa menyebabkan terjadinya perang
dalam merebut pengaruh. Potensi kearah itu cukup
tinggi mengingat konstilasi politik nusantara yang
tidak kondusif, karena beberapa kerajaan besar
sedang memperebutkan posisi dalam menguasai
perairan Selat Malaka. Perebutan pengaruh dari
kerajaan besar di Selat Malaka cukup berdampak
pada kerajaan-kerajaan yang berada di sepanjang
pantai Timur dan kerajaan lainnya di pedalaman
Pulau Sumatera terutama untuk maksud menguasai
sumber-sumber komoditi dagang. Oleh sebab itu,
tidak tertutup kemungkinann ketegangan yang
sedang terjadi biasa dimanfaatkan pihak-pihak yang

77
ingin mengambil keuntungan memecahkan belah
rakyat Kerinci, seperti pernah terjadi sebelumnya
pada daerah Kerinci Rendah. Penyatuan
pemerintahan tanah depati dalam satu payung
pemerintahan merupakan langkah stratiegis guna
menghindari politik adu domba dari pihak lain.

Negara Depati Empat yang dibentuk


merupakan sebuah negara yang telah menerapkan
system pemerintahan yang lebih demokratis dan
modern dari pemerintahan sebelumnya. Kekuasaan
pemerintahan tidak bersifat terpusat atau absulut,
akan tetapi dikendalikan secara bersama-sama
melalui sebuah dewan. Keputusan dewan menjadi
acuan bagi pejabat negara dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Selain itu, anggota dewan sekaligus
bertindak sebagai penyelenggara pemerintahan
negara dalam merealisasikan keputusan dewan.
Walaupun kelihatan sepertinya tugas eksekutif dan
legeslatif saling melekat, namun dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan setiap penjabat yang
memegang amanat rakyat dapat membedakan fungsi
tersebut dengan baik. Tidak mudah bagi seorang
pejabat pemerintahan melakukan tidakan semena-
mena karena mereka selalu saling mengawasi
berdasarkan ketentuan menurut hukum adat yang
berlaku.

78
Para penjabat adat yang mengemban tugas
negara dipilih dan diangkat dari bawah melalui
seleksi yang ketat. Mereka merupakan orang pilihan
yaitu dari orang yang utama dari rakyat yang sama
(primus inter parest). Keutamaan seseorang
diperoleh atas dasar perjuangan hidupnya yang
dinilai baik dan diketahui masyarakat secara luas.
Figur atau tokoh itulah yang dipromosikan untuk
menjadi pemangku adat dan pegawai syarak guna
mengurus kepentingan negara dan warga
masyarakat. Semua aparat atau pejabat mulai dari
strata pemerintahan terendah sampai ke pejabat
negara tertinggi diangkat dan dipilih oleh komunitas
masyarakat secara bottom up melalui suatu
kerapatan adat. Kedudukan mereka tidak ditentukan
atau ditunjuk oleh pejabat yang berada diatasnya
melainkan atas dasar pilihan rakyat. Cara yang
demikian telah diadatkan semenjak orang Kerinci
mulai membentuk negara dan telah dijadikan
sebagai "sko purbakala", atau warisan nenek moyang
yang selalu ditaati. Berdasarkan lapisan tingkatan
pemerintahan yang ada, maka dalam negara Depati
Empat terdapat pejabat sebagai pemangku adat dan
pegawai syarak dalam kampung dan dusun, pejabat
sebagai pemangku adat dan pegawai syarak pada
tingkat tanah mendapo, pejabat sebagai pemangku
adat dan pegawai syarak pada tingkat tanah depati,
dan terakhir pejabat sebagai pemangku adat dan

79
pegawai syarak pada tingkat pemerintahan negara
atau pemerintahan pusat.

Sejak masa silam mulai dari keberadaan


pemerintahan Koying (abad ke II SM a.d abad ke VI
M), negara Segindo Alam Kerinci (Abad ke VI M s.d
1296) dan negara Depati Empat Alam Kerinci (1296
s.d 1903), bentuk pemerintahan selalu disusun dari
bawah ke atas. Penuyusunan dilakukan bertingkat
dan berlapis mulai dari kelompok masyarakat terkecil
: talang, koto, kampung dan dusun. Pada setiap
kelompok mengangkat pimpinan masing-masing atas
dasar orang yang sama diantara mereka dengan
memilih yang utama sebagai pimpinan, yang
dilukiskan dalam pepatah adat sebagai : “gepuk
badannya, simbai ekornya dan langsing kokoknya”.
Gepuk badannya dimaksudkan : kuat, sehat fisik dan
baik keadaan ekonominya. Simbai ekornya adalah
orang yang bersih hatinya, jujur, berpengetahuan,
berwibawa dan berkemauan untuk mengurus “anak
jantan dan anak batino” atau komunitas masyarakat
dilingkungannya. Langsing kokoknya adalah
seseorang yang pandai mengemukakan pendapat
(berbicara), tahu pada ketentuan hukum dan berani
mengungkapkan di muka kerapatan dan pengadilan.

Pemilihan dan pengangkatan dengan sistem


“seko nan bagilir, sandang nan baganti” oleh “anak

80
jantan dan anak betino”, menyebabkan tidak ada
pewarisan gelar adat kepada keturunan atau anak
sendiri, seperti seorang raja mewariskan tahta
kepada putera mahkota. Jadi sistem pemerintahan
dalam masyarakat Kerinci bukanlah merupakan
sebuah pemerintahan kerajaan, tetapi sebuah bentuk
negara kerakyatan dengan memiliki ciri
ketatanegaraan sendiri yang khas. Sistem ini mereka
terima sebagai warisan “sko purbakala” dari nenek
moyang dan bukan berasal dari negeri luar. Lain
halnya dengan sistem kerajaan dan kesultanan yang
dipakai negeri tetangga, seperti Kerajaan
Minangkabau, Kerajaan Kakubang Sungai Pagu,
Kesultanan Indrapura dan Kesultanan Jambi semua
berasal dari negeri luar. Sistem kerajaan berasal dari
India yang dibawa oleh orang Hindu sekitar abad ke 1
masehi. Sistem kesultanan berasal dari Arab dibawa
oleh orang Arab Islam pada sekitar abad ke 8
masehi. Jadi sistem ketatanegaraan Negara Depati
Empat Alam Kerinci adalah sistem ketatanegaraan
yang spesifik, asli dan berkepribadian Indonesia.

Memilih orang yang utama sebagai pimpinan


dilakukan melalui sistem pemilihan “sko bagilir
sandang nan beganti” pada setiap lapisan atau
tingkatan. Pemimpin yang dipilih diantaranya bergelar
depati, ninik mamak (permenti), pemangku, rio,
ngabi, temenggung (menggung), sutan, rajo,

81
hulubalang, dll. Orang-orang yang terpilih akan
memimpin komunitasnya yang berada dalam dusun
atau tersebar pada beberapa dusun yang berdekatan
secara bersama. Cermin pemerintahan dusun secara
bersama (collogial) dalam satu dewan (college)
diperlakukan pula pada tingkat pemerintah lebih
tinggi, seperti pada pemerintahan tingkat tanah
mendapo tanah pemuncak, tanah muaro, tanah
biang, dan tingkat tanah depati, serta pada
pemerintahan negara.

Untuk mendapatkan gambaran atas sistem


pemerintahan yang telah disinggung di atas, dapat
diambil contoh pemerintah dusun-dusun di Sungai
Penuh, dimana terdiri atas 4 buah dusun, yaitu :
dusun Pondok Tinggi, dusun Gedang (Sungai
Penuh), dusun Baru dan dusun Empeh. Ke empat
dusun ini diperintah oleh dewan pemangku adat :
Depati nan Bertujuh, Permenti nan Sepuluh,
Pemangku nan Duo, Serto Ngabi Teh Sentio Bawo
Suluh Bindang dalam negeri. Contoh lain: negeri
Semerap diperintah oleh Dewan Pemangku Adat :
Depati nan Delapan, Ninik Mamak nan Sepuluh.;
dusun Tamiai diperintah oleh Dewan Pemangku adat
: Depati nan Empat Belas, Ninik Mamak nan
sembilan, Hulubalang Uleh Jari Sambung Tangan
nan Berempat; negeri Lempur atau Lekuk 50 Tumbi
diperintah oleh Dewan Pemangku adat : Depati nan

82
Sepuluh, Ninik Mamak nan Berenam, Lantak Depati
Agung, Cermin Depati Sukobarajo dan Karang Setio
Depati Anum. Untuk negeri Siulak oleh Dewan
Pemangku Adat : Depati Tigo Siulak Tanah
Sekudung, Pemangku nan Berenam dan Permenti
nan Delapan. Negeri Lolo diperintah oleh Dewan
Pemangku Adat : Depati nan Berenam, Ninik Mamak
nan Batigo. Negeri Terutung (lekuk 33 tumbi)
diperintah oleh dewan pemangku adat : Depati nan
Bertujuh, Ninik Mamak nan Bertujuh. Itulah bentuk
system pemerintahan pada tiap-tiap negeri dan
dusun pada masa Negara Depati Empat Alam
Kerinci, dimana sebuah negeri yang terdiri atas
beberapa dusun diperintah secara bersama
(collogial) oleh pemangku adat dalam suatu dewan
sebagaimana telah digambarkan di atas.

Setelah Belanda masuk ke Kerinci, system


pemerintahan adat yang demikian dianggap
pemerintah Belanda tidak efektif. Sungguhpun
demikian pemerintah Belanda pada mulanya
membiarkan tanah mendapo, tanah pemuncak, tanah
muaro dan tanah biang dalam pemerintah bersama
(meerhoofdig bestuur). Kemudian setelah itu,
Belanda lalu merubah dengan memakai satu kepala
pemerintahan (eenhoofdig berstuur), dengan
menunjuk dan mengangkat seorang kepala dusun
atau seorang kepala tanah mendapo, tanah

83
pemuncak, tanah muaro, dan tanah biang. Sebagai
contoh dewan mendapo (mendaporaad), kemudian
dirobah dengan menunjuk seseorang untuk menjadi
kepala pemerintahan tanah mendapo, yang disebut
dengan kepala mendapo (mendapo hoofd).

5.2. Struktur
Pemerintahan

W ALAUPUN Negara Depati Empat Alam Kerinci


merupakan sebuah negara yang dibentuk
menurut ketatanegaraan “adat sko purbakala”,
namun telah memiliki perangkat organisasi yang
memadai untuk penyelenggaraan sebuah
pemerintahan yang efektif pada saat itu. Fungsi
kekuasaan negara, yaitu : fungsi mengatur
(legeslatif), fungsi bertindak (executif) dan fungsi
mengadili (yuridis atau yudikatif) telah ada. Perangkat
pemerintahan telah terstruktur mulai dari pemerintah
pusat sampai ke pemerintahan desa. Sungguhpun
pada sisi lain tidak dilakukan pemisahan secara tegas
antara fungsi aparat pelaksana pemerintahan satu
dengan yang lainnya. Dewan Negara disamping
mengerjakan pekerjaan mengatur (legislatif),
mengadili pada tingkat tertinggi (yudikatif) juga
terkesan melaksanakan fungsi pemerintahan

84
(executif). Hal ini disebabkan karena tugas
pemerintahan (executif) diberikan tanggung jawabnya
kepada masing-masing depati yang duduk di dewan
negara. Sepintas kelihatan bahwa kekuasaan Dewan
Depati Empat bersifat absulut dan tumpang tindih.
Namun kekuasaan tersebut ternyata dapat dijalankan
dengan baik dan adil, karena mereka adalah figure
orang yang bijaksana dipilih secara selektif, seperti
digambarkan dalam pepatah adat :“Gepuk badannya,
Simbai ekornya dan Langsing kokoknya”.

Cerita yang ditangkap dari masyarakat


tentang perbuatan sewenang-wenang (detourna-
ment de pouvoir) atau badan/organ pemerintah
menggunakan kekuasaan bertentangan dengan
tujuan yang telah digariskan tidak banyak
terungkapkan. Perbuatan yang menyimpang dari
amanah yang diembankan sangat dicela dalam
masyarakat adat Kerinci. Konsekwensinya cukup
berat disamping harus diturunkan dari jabatan, yang
bersangkutanpun akan tersisih dari pergaulan
masyarakat. Inilah yang ditegaskan hukum adat
dalam seluko berbunyi : 'Jatuh dipemanjat, hanyut
dipelayangan, gugur pusako (gelar) yang dipakai’.
Sistem pemilihan dan pengangkatan pemangku adat
dan/atau penjabat negara atas dasar “sko nan
bagile, sandang nan baganti”, menyebabkan orang
akan memegang amanah dengan baik karena bagi

85
yang mengingkari atau berbuat sewenang-wenang
(detorunement de pouvoir) dengan kekuasaan yang
diembannya dapat diberhentikan dari jabatan oleh
“anak jantan dan anak batino” atau masyarakat
komunitas yang memilihnya. Walaupun ke 3 fungsi
kekuasaan di atas saling melekat pada
penyelenggara negara, namun di antara satu fungsi
dengan fungsi yang lain dapat terkontrol dan
dibedakan secara jelas. Berpijak pada norma-norma
yang telah digariskan, maka roda pemerintahan
dapat berjalan dengan baik.

Secara garis besar struktur pemerintahan


negara Depati Empat dapat dibagi atas 3 bagian yaitu
: (1) Dewan Negara (2) Pemerintahan Pusat, dan (3)
Pemerintahan Daerah Otonom. Dewan Negara
merupakan pucuk pimpinan negara atau pemegang
kekuasaan tertinggi dari Negara Depati Empat Alam
Kerinci. Pada tangan dewan negara arah dan
kebijaksanaan penyelenggaraan negara ditentukan.
Sedangkan pelaksanaan pemerintahan negara
diserahkan kepada pemerintah pusat. Aparat tertinggi
pemerintah pusat hanya dipegang oleh 4 depati atau
depati empat dengan tugas dan kewenangan
mengurus urusan negara dalam 4 hal pokok yaitu :
(1) urusan dalam negeri, (2) urusan luar negeri, (3)
urusan keamanan negara, dan (4) urusan keuangan
dan ekonomi negara. Suatu hal yang unit dari Negara

86
Depati Empat adalah anggota dewan negara
sekaligus menjadi aparat pelaksana pemerintah
pusat. Selain itu Dewan Negara memegang
kekuasaan legeslatif dan eksekutif secara kolektif.
Pemerintahan daerah otonom merupakan perangkat
pemerintahan negara yang ada dibawah pemerintah
pusat. Pada lapisan pertama langsung dibawah
pemerintah pusat adalah pemerintahan Tanah
Depati. Pada lapisan kedua dibawah pemerintahan
Tanah Depati disebut dengan pemerintahan Tanah
Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Muaro dan
Tanah Biang. Terakhir pada lapisan 3 disebut dengan
pemerintahan dusun. Pemerintahan dusun
merupakan ujung tombak yang bersentuhan
langsung dengan rakyat. Pada masing-masing
tingkatan di atas dilengkapi dengan aparat
penyelenggara pemerintahan dengan tugas,
kewenangan dan tanggung jawab yang telah
ditentukan dengan jelas.

Gambaran Struktur Pemerintahan Negara


Depati Empat Alam Kerinci

87
5.3. Dewan Negara

D EWAN Depati Empat Alam Kerinci merupakan


pemegang kekuasaan negara dan penentu
kebijaksanaan dan arah penyelenggaraan negara.
Dewan negara merupakan satu kesatuan yang bulat
atau “Catur Tunggal” dengan pemerintahan pusat
sebagai penyelenggara negara. Hal ini disebabkan
karena anggota dewan negara berbagi tugas dalam
mengelola dan mengurus pemerintahan. Pembagian
tugas dan kewenangan masing-masing, tercermin
dari gelar yang disandang masing-masing depati.
Pola kepemimpinan dalam mengurus negara secara
bersama berlaku pada setiap tingkatan pemerintah
mulai dari bawah ke atas (berjenjang naik) dan dari
atas ke bawah (bertanggo turun). Semua ini
merupakan ketentuan adat ketatanegaraan yang
disepakati dan dijadikan sebagai ketentuan hukum
adat dalam mengatur negara dan rakyatnya. Negara
Depati Empat dikendalikan secara bersama-sama

88
(collogial) melalui satu majelis, bukan berada
dibawah kendali seseorang.

Dewan Depati Empat beranggotakan kepala


pemerintahan dari Empat Tanah Depati yang
membentuk negara. Mereka inilah secara bersama-
sama memerintah daerah Kerinci Tinggi dan Kerinci
Rendah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dari
negara. Arah dan kebijakan negara berada di tangan
dewan yang memegang kekuasaan antara lain :

1. Menetapkan kebijakan dan peraturan negara


seperti: sumber-sumber keuangan negara,
pembelanjaan negara, penetapan mata uang,
ketentuan peradilan, dll.
2. Memberi sangsi pada daerah-daerah otonom
yang melanggar peraturan negara yang telah
menjadi kesepakatan bersama.
3. Menyetujui/menolak perjanjian dengan negara
lain, serta mengangkat duta dari dan untuk
negara lain.
4. Menyatakan keadaan darurat, perang dan
mengerahkan rakyat untuk berperang.

Peraturan dan ketentuan yang bersifat umum


dan berlaku menyeluruh dalam negara Depati Empat
Alam Kerinci harus mendapat pengesahan dan
persetujuan dari dewan negara sebelum diterapkan

89
dalam kehidupan masyarakat seperti terhadap hal-hal
yang disebutkan pada point (1). Dewan negara
memegang kewenangan dalam memutuskan
pengenaan sanksi kepada daerah otonom yang
melanggar kesepakatan hukum adat seperti dalam
masalah perbatasan, peradilan, perdagangan antar
negara dll. Menyetujui/menolak kesepakatan perjan-
jian dengan kerajaan lain, seperti dilakukan pada
perjanjian Bukit Setinjau Laut pada tahun 1530,
dimana 4 negara yang terdiri atas : Negara Depati
Empat Alam Kerinci, Kerajaan Kakabung Sungai
Pagu, Kesultanan Indrapura dan Kesultanan Jambi
membuat kesepakatan bersama. Perjanjian ini
terkenal kerena diadakan di atas Bukit Setinjau Laut
dengan menggelar perhelatan besar “membunuh
kerbau dua ekor beras seratus gantang”. Kemudian
pernah pula dilakukan perjanjian dengan pemerintah
Inggris dan Belanda. Selain itu, Dewan Depati Empat
juga telah menyetujui pengangkatan duta asing,
seperti yang dilakukan terhadap Pangeran
Temanggung Kabaruh di Bukit, yang dikirimkan dari
Kerajaan Majapahit. Duta besar kerajaan Majapahit di
terima Negara Depati Empat Alam Kerinci dan
ditempatkan di Ujung Tanjung Muara Masumai
(Bangko) atau di Kerinci Rendah. Mengerahkan
rakyat melakukan perang melawan musuh, baik yang
datang dari luar maupun yang timbul dari dalam
negeri mesti melalui persetujuan dari dewan depati

90
empat. Jika terjadi perang, rakyat harus mematuhi
ketentuan hukum adat yang dicetuskan dalam seluko
adat berbunyi :

Seletus bedil, sealun suhak,


Bilo musuh dating dari mudik,
Samo-samo menyerang ke mudik,
Bilo musuh dating dari hilie,
Samo-samo menghalau ke hilie,
Bilo musuh datang dari tengah,
Samo-samo mengepung ke tengah.

Peristiwa terakhir abad 20 yang mendapat


rekomendasi dari Dewan Negara Depati Empat
adalah pengerahan rakyat melawan Belanda yang
meyerbu masuk ke Kerinci Rendah pada tahun 1901,
dan pada tahun berikutnya (1902) dikobarkan pula
perlawanan melawan Belanda yang menyerang
Kerinci Tinggi (Renah Kerinci) dan akhirnya pada
tahun 1903 Negara Depati Empat Alam Kerinci
mengalami kekalahan. Kekalahan ini sekaligus telah
melenyapkan keberadaan Negara Depati Empat
sebagai sebuah pemerintahan rakyat bumiputra di
Alam Kerinci.

Dewan negara juga turut serta dalam urusan


peradilan atau dalam menyelesaikan perkara. Pada
prinsipnya lembaga peradilan negara hanya

91
menangani perkara besar dalam lingkup terjadinya
perselisihan antar tanah depati seperti masalah
perbatasan, tanah hak ulayat, pertikaian antar
kelompok warga, penguasan sumber barang
tambang, potensi hutan, dan potensi alam lainnya,
serta menyelesaikan perkara kasasi yang tidak dapat
diselesaikan pada tingkat peradilan tanah depati
(tingkat banding). Sebenarnya tidak banyak perkara
yang sampai kepada peradilan negara, karena telah
ditangani dan diputuskan pada peradilan tingkat
bawah. Peradilan tingkat bawah berusaha secara
optimal menyelesaikan perkara dengan baik, supaya
segala perkara dalam masyarakat dapat
memperoleh penyelesaian dengan adil dan tidak
perlu dilanjutkan ke peradilan diatasnya atau “hentak
tajuk ile/mudik ke Sanggar Agung” atau kasasi
kepada Depati Empat Alam Kerinci. Untuk itu telah
disiapkan lembaga peradilan tingkat bawah pada
setiap dusun guna mengadili berbagai bentuk
perkara. Rakyat yang berselisih atau bersengketa
dapat menyerahkan perkara mereka pada peradilan
adat tingkat dusun untuk diselesaikan. Peradilan adat
tingkat dusun dimaksud adalah :

1. Kerapatan Tengganai, yaitu kerapatan yang


anggotanya terdiri dari para tengganai,
ditambah dengan orang tua dan cerdik pandai
dalam suatu lingkup kekerabatan terbatas pada

92
sebuah dusun. Sedangkan tengganai adalah
saudara laki-laki dari ibu/bapak, nenek/kakek
dan moyang/puyang. Kerapatan ini
mengupayakan penyelesaian secara dini suatu
perselisihan atau perkara yang terjadi dalam
masyarakat.
2. Kerapatan Ninik Mamak, yaitu kerapatan yang
anggotanya para ninik mamak dalam dusun,
ditambah dengan orang tua dan cerdik pandai.
Kerapatan ini menyelesaikan perkara banding
dari suatu perselisihan yang dinilai pihak yang
berperkara belum dapat diselesaikan dengan
adil pada kerapatan tengganai.

3. Kerapatan Depati, yaitu kerapatan yang


anggotanya terdiri dari para depati yang
terdapat dalam dusun, ditambah dengan orang
tua dan cerdik pandai. Kerapatan ini menangani
perkara banding dari perselisihan/ perkara yang
ditangani atau telah diputuskan pada kerapatan
ninik mamak yang dinilai pihak-pihak yang
berperkara masih belum mendapatkan keadilan.

4. Kerapatan Pegawai, merupakan kerapatan atau


peradilan agama yang mengadili atau
menyelesaikan berbagai persoalan seperti
perceraian (talak), rujuk, perzinaan, wakaf, dll.
Kerapatan ini anggotanya terdiri atas: kadhi,

93
imam, khatib, ulama, para guru agama (uztad)
ditambah orang tua dan cerdik pandai yang
dipilih oleh kerapatan.

Keberadaan peradilan tersebut sangat mem-


bantu rakyat dalam menyelesaikan perselisihan,
efisien dan efektif karena berada ditengah-tengah
masyarakat. Bagi yang berperkara dikenakan biaya
persidangan yang disebut dengan uang penyerah.
Biaya dibebankan pada kedua belah pihak, yaitu
orang yang mendakwakan (pendakwa) dan orang
yang didakwa (terdakwa). Pembebanan uang
penyerah antara kedua belah pihak (pendakwa dan
terdakwa) besarnya sama. Uang penyerah pada
masing-masing peradilan berlaku sama diseluruh
Alam Kerinci dengan rincian sebagai berikut :

1. Pada Kerapatan Tengganai besar Uang penye-


rah setara Meh Sepitih.
2. Pada Kerapatan Ninik Mamak besar uang
penyerah sebanyak Meh Sekunji
3. Pada Kerapatan Depati besar uang penyerah
sebanyak Meh Semeh
4. Pada Kerapatan Pegawai besar uang penyerah
sebanyak Meh Limo Kupang.

Jadi lembaga peradilan yang menggelar


persidangan antara pihak-pihak yang berperkara

94
hanya terdapat dalam dusun. Pada pemerintahan
Tanah Mendapo, Tanah Biang, Tanah Pamuncak,
dan tanah Muaro dan pemerintahan Tanah Depati
tidak diadakan lembaga peradilan yang secara
langsung menggelar perkara antara pihak-pihak yang
bersengketa baik peradilan adat maupun peradilan
agama. Kerapatan yang terdapat pada pemerintahan
Tanah Mendapo, Tanah Biang, Tanah Pamuncak,
Tanah Muaro dan pemerintahan Tanah Depati tugas
pokoknya hanya mengurus soal pemerintahan.

Setelah kesekapakan Salam Baku (1525)


ditandatangani maka terjadi penambahan 3 tanah
depati dan 2 daerah khusus. Sehingga jumlah tanah
depati dalam Negara Depati Empat menjadi 7
dengan 2 daerah khusus setingkat mendapo.
Perubahan ini berarti terjadinya penabahan daerah
kekuasaan dari Negara Depati Empat. Atas
perubahan itu, maka dalam seluko adat dinyatakan
bahwa kekuasan negara mencakup daerah : “Empat
di Ateh, Tigo di Baruh, Pemuncak Pulau Rengas,
Pemerap Pemenag”. atau sering juga dikatakan :
“Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Mudik Pemuncak, Hilir
Pemerap”. Sungguhpun terdapat penambahan tanah
depati dan daerah khusus, namun tidak berpengaruh
pada perubahan nama negara. Nama negara tidak
diganti menjadi Negara Depati Tujuh Alam Kerinci,
tetapi tetap Negara Depati Empat Alam Kerinci

95
sebagaimana mana ikrar pembentukannya.
Masuknya wilayah Kerinci Rendah maka dewan
depati empat mendapat tambahan 5 (lima) anggota
baru yang berasal dari 3 kepala tanah depati dan 2
kepala daerah khusus. Namun anggota dewan yang
baru tidak mempunyai status yang sama dengan 4
anggota utama yang telah ada sebelumnya. Mereka
hanya mempunyai hak untuk mengemukakan
pendapat dalam sidang dewan, tapi tidak mempunyai
hak suara dalam pengambilan keputusan dewan.
Selain itu, dewan negara bila bersidang hanya
dipimpin secara bergilir diantara empat kepala tanah
depati yang utama, dimulai dari anggota tertua
hingga semua anggota dewan utama mendapat
giliran. Sedangkan 3 kepala tanah depati dari Kerinci
Rendah tidak mendapat hak untuk memimpin sidang
dewan. Komitmen ini merupakan bagian dari
kesepakatan yang telah disetujui dalam perjanjian
Salam Baku.

Dalam melaksanakan fungsi dewan, maka


pada setiap persidangan keputusan akan diambil
berdasarkan musyawarah dan mufakat : “bulat air
dek pembuluh, bulat kato dek mufakat, bulat boleh
digulingkan, pipih boleh dilayangkan". Dasar berfikir
dan prinsip yang dianut dalam menyelesaikan
masalah atau membuat kebijakan atau dalam
mengambil suatu keputusan dilandasi pada koridor :

96
“adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah,
syarak mengato, adat memakai”. Berpijak pada
landasan di atas, perselisihan pendapat akan dapat
di atasi. Sungguhpun terjadi perbedaan pendapat
maka akan dapat diselesaikan melalui musyawarah
dan mufakat. Musyawarah dan mufakat merupakan
cara efektif dalam mengambil keputusan menurut
sepanjang adat untuk mendapatkan jalan keluar yang
bijaksana terhadap penyelesaian suatu perma-
salahan. Cara voting tidak digunakan karena akan
ada pihak yang dikalahkan. Oleh sebab itu, selalu
diupayakan agar semua pihak sepakat dengan suatu
keputusan yang akan diambil. Berbagai keputusan
dan kebijaksanaan yang dibuat Dewan Negara akan
dijalankan oleh perangkat pemerintah negara atau
pelaksan pemerintah pusat.

5.4. Pemerintah Pusat

P EMERINTAH pusat adalah pelaksana tugas


eksekutif kenegaraan. Kekuasaan negara
dipegang langsung oleh dewan negara, sedangkan
bidang tugas penting urusan pemerintahan negara
dibagi kepada masing-masing anggota dewan negara
yaitu kepala Tanah Depati. Dalam hal ini, kelihatan

97
bahwa anggota dewan negara berfungsi ganda, yaitu
menjalankan fungsi legeslatif, eksekutif dan juga
fungsi yudikatif. Anggota dewan negara sebagai
pelaksana kebijakan negara berfungsi sebagai
perangkat pemerintahan pusat yang menjalankan
fungsi eksekutif dengan pembagian tugas masing-
masing yang telah disepakati bersama. Selain itu,
mereka juga terkait dengan fungsi yudikatif sebagai
perangkat peradilan negara. Ke tiga fungsi tersebut
walaupun tidak terpisah namun dapat dibedakan dan
akan kelihatan dalam pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan. Kelihatan bahwa pemerintahan
Negara Depati Empat merupakan pemerintahan
kolektif dimana ke empat depati bertanggung jawab
terhadap kelangsungan kehidupan bernegara secara
bersama-sama. Jadi bisa dikatakan Negara Depati
Empat sebelum masuknya daerah Kerinci Rendah
merupakan sebuah negara yang diurus, dikomandoi
dan dimotori oleh empat depati.

Depati Empat selain mengurus kepentingan


negara, mereka harus pula melaksanakan tugas
sebagai kepala pemerintahan daerah otonom Tanah
Depati. Kelihatan di sini kekuasaan mengurus
negara dan mengurus Tanah Depati saling melekat
satu sama lain. Sungguhpun demikian dalam
melaksanakan tugas pemerintahan tidaklah berarti
mereka bisa bertindak semena-mena karena diantara

98
mereka saling melakukan kontrol terhadap fungsi dan
tugas yang diemban melalui dewan negara. Secara
teoritis bentuk penyelenggaraan pemerintahan
seperti ini memang tidak ditemukan dalam literature.
Kondisi demikian mungkin dikarenakan tugas
penyelenggaraan negara pada saat itu belumlah
terlalu rumit dan komplek. Masyarakat tidak sulit
untuk di atur, mereka patuh kepada pemimpin serta
tidak banyak intrik dan kepentingan kelompok yang
terjadi. Pada sisi lain kepercayaan masyarakat
kepada pemimpin sangat tinggi karena mereka yang
terpilih adalah orang yang diyakini akan memegang
amanah, jujur, adil dan memiliki pengabdian yang
tinggi untuk kepentingan rakyat.

Kekuasaan pemerintahan pusat hanya


mengatur urusan yang bersifat umum dan
menyeluruh, sedangkan pelaksanaan pemerintahan
otonom diserahkan pada masing-masing daerah
otonom. Pada prinsipnya terlihat bahwa Negara
Depati Empat menganut azas desentralisasi. Dalam
hal ini, hanya terdapat 4 tugas pokok yang melekat
pada pemerintah pusat yaitu : (1) urusan
pemerintahan dalam negeri, (2) urusan pemerintahan
luar negri, (3) urusan pertahanan dan keamanan, dan
(4) urusan keuangan dan ekonomi negara.
Sedangkan diluar ke empat urusan pemerintahan di

99
atas penyelenggaraannya diserahkan sepenuhnya
kepada kebijakan daerah otonom masing-masing.

Walaupun pengendalian pemerintah pusat


berada di tangan dewan negara, namun tidaklah
mereka secara serentak atau bersama-sama setiap
saat menangani tugas kenegaraan tersebut. Sebagai
anggota dewan negara mereka hanya berkumpul
sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.
Sedangkan sebagai kepala tanah depati mereka
harus selalu berada ditengah-tengah masyarakat di
negeri masing-masing. Oleh sebab itu, untuk efektif
dan optimalnya pelaksanaan tugas-tugas negara
maka dipilah atau dikelompokkan urusan yang mesti
ditangani secara bersama, dan membagi urusan-
urusan yang menjadi tanggung jawab masing-masing
anggota dewan. Melalui kebijakan ini dimaksudkan
agar tugas mereka sebagai anggota dewan negara,
penyelenggara tugas pemerintahan pusat dan kepala
pemerintahan tanah depati dapat dilaksanakan
dengan baik. Selanjutnya sesuai dengan bidang
tugas kenegaraan yang menjadi tanggung jawab
setiap depati, maka dapat dijalankan dari negeri
masing-masing. Sedangkan urusan kenegaraan
yang mesti dibicarakan secara bersama terkait
dengan berbagai aspek dalam pelaksanaan
pemerintahan pusat akan dibahas dalam rapat
Dewan Negara di ibukota negara Sanggar Agung.

100
Adapun urusan negara yang disertakan atau
dilimpahkan kepada masing-masing depati, tercermin
dari gelar yang mereka sandang. Jadi Dewan Depati
Empat Alam Kerinci mengurus urusan pemerintah
negara secara bersama, dan melimpahkan urusan
pemerintah pusat menjadi tugas masing-masing
dengan lingkup tugas sebagai berikut :

1. Depati Atur Bumi memikul tugas mengurus


urusan pemerintah dalam negeri (mengatur
pemerintah daerah) atau disebut mengatur
bumi. Dalam mengatur pemerintahan dalam
negeri, Depati Atur Bumi berkewajiban menata
tanah depati terutama dalam menghadapi
kemajuan negeri-negeri yang sedang
berkembang. Salah satu tugas penting yang
pernah diemban Depati Atur Bumi adalah
menuntun penataan wilayah Kerinci Rendah
agar dapat tumbuh dan berkembang
sebagaimana negeri-negeri yang sudah mapan
di daerah Kerinci Tinggi sesuai dengan “ico
pakai” setempat dan nilai-nilai kultural yang
positif dari negeri-negeri yang pernah ada
sebelumnya. Stelsel pemerintahan dusun
negeri-negeri di Kerinci Rendah pernah dirubah
pada masa pendudukan kerajaan Sriwijaya
(686–1377). Hal ini perlu dikembalikan sesuai
menurut adat ketatanegaraan sko purbakala.

101
Pembenahan baru selesai tahun 1520 dan
pada tahun 1525 bertempat di dusun
Selembuku (Kerinci Rendah) Depati Atur Bumi
melaporkan hasilnya kepada Depati Empat
Alam Kerinci dalam musyawarah pemangku
adat di Kerinci Rendah, sekaligus menyepakati
pembentukan 3 buah tanah depati dan 2 buah
daerah khusus diwilayah Kerinci Rendah.
Persetujuan Salam Baku ini, telah menjadikan
Negara Depati Empat Alam Kerinci mempunyai
7 tanah depati dan 2 daerah khusus.

2. Depati Biang Sari diberi tugas mengurus urusan


pemerintahan dengan kerajaan tetangga atau
menangani urusan luar negeri dan memantau
gerak-gerik negeri luar terutama negara
tetangga. Situasi dan kondisi negeri luar harus
diamati secara saksama, dalam arti apakah
akan memberi dampak positif atau negatif, dan
tidak boleh sampai lengah. Membuat langkah-
langkah strategis terhadap semua
perkembangan yang terjadi, serta melaporkan
kepada Depati Empat untuk diambil tindakan,
terutama terhadap hal-hal yang dianggap
penting bagi kelangsungan kehidupan
bernegara. Selain itu, Depati Biang Sari
bertugas menyelenggarakan penerimaan tamu
negara dan membuat kesepakatan pertemuan

102
dengan negara lain. Tamu negara yang datang
secara resmi akan disambut dengan upacara
kenegaraan dan dilayani dengan baik. Setiap
tamu negara diharuskan menunjukkan tanda
bukti kenegaraan yang menyatakan mereka
memang datang dari suatu negara tertentu.
Sebagai contoh, kedatangan Raja Kerajaan
Kakubang Sungai Pagu dan Sultan Indrapura
memperlihatkan “surat lipat”, surat yang
menyatakan mereka adalah kepala negara.
Sultan Jambi memperlihatkan keris Seginjai
sebagai lambang kebesaran Kesultanan Jambi.

3. Depati Rencong Telang diberi tugas mengurus


urusan pertahanan dan keamanan wilayah dari
berbagai kemungkinan ancaman yang merusak
keutuhan negara baik dari dalam maupun luar.
Keamanan dalam nagari harus dapat terjamin
dengan baik, demikian pula ancaman dari
negeri luar harus diatasi. Persatuan dan
kesatuan negeri perlu dijaga, rakyat harus
dididik menjadi pembela negara, pemuda dan
pemudi harus melatih diri dan memiliki
kepandaian/ilmu bela diri, seperti : silat, ilmu
kuat, dan ilmu kebal. Pengalaman pahit yang
pernah dialami rakyat Kerinci pada masa
Negara Segindo adalah kekalahan dalam
perang melawan kerajaan Sriwijaya pada tahun

103
686 di Kerinci Rendah, sehingga daerah ini
dijajah kerajaan Sriwijaya (686– 377).
Kemudian dalam Perang Kerinci (1901-1903)
melawan Belanda, Negara Depati Empat
mengalami kekalahan.

4. Depati Muara Langkap Tanjung Sekian diberi


tugas mengurus urusan keuangan. Muara
Langkap berarti pendapatan negara, sedangkan
Tanjung Sekian berarti pengeluaran negara.
Urusan keuangan negara diberikan kepada
Tanah Depati ini, karena daerah tanah depati ini
kaya akan potensi bahan galian emas. Sumber
tambang emas banyak ditemukan di daerah
Tamiai dan Pangkalan Jambu. Ladang emas
daerah ini sudah dikenal semenjak zaman
purbakala, yaitu semenjak beberapa abad
sebelum Masehi. Emas dari daerah ini telah
diperdagangkan orang keluar negeri, yaitu
kenegeri Cina, India, Persia dan Arab. Jalur
perdagangan emas semasa itu menempuh jalan
pantai Barat dan Timur pulau Sumatera. Selain
itu, Depati Muara Langkap juga diberi tugas
membuat mata uang emas yang disebut
dengan uang Meh atau uang Cincin. Nilai tukar
uang telah ditentukan dalam beberapa jenis,
dimana ada yang berharga : meh sepitih, meh
sekunji, meh semeh, meh limo kupang dll.

104
Bahkan ditentukan pula adanya pajak yang
harus dipungut seketika diperlukan untuk
pembiayaan negara, yang disebut dengan
pepan. Pepan merupakan pendapatan negara
yang dapat dipergunakan untuk keperluan
pengeluaran negara.

Gambaran tugas di atas memperlihatkan bahwa


Depati Empat Alam Kerinci mengemban tanggung
jawab cukup berat. Ke empat depati duduk dalam
Dewan Negara bersama-sama memerintah negara.
Masing-masing depati merupakan pelaksana
langsung dari pemerintah pusat, selain itu masing-
masing mereka adalah kepala pemerintahan tanah
depati. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan tugas
pemerintah pusat maka Depati Empat Alam Kerinci
mengangkat 3 orang pegawai tinggi negara untuk
membantu pekerjaan. Pegawai tinggi negara diambil
dari pemangku adat dalam dusun tanah depati
seperti dari dusun Sungai Penuh (Tanah Depati Atur
Bumi), dusun Sanggar Agung (Tanah Depati Biang
Sari) dan dari dusun Lolo (Tanah Depati Rencong
Telang). Adapun pejabat pegawai tinggi pemerintah
pusat dimaksud adalah :

1. Pegawai Dalam dijabat oleh depati dari dusun


Sanggar Agung. yaitu Depati Sanggar Agung.
Dia dibantu kembang rekannya atau

105
pasangannya yaitu Depati Rio, para Menggung
(Tumenggung) dan Kabidin. Tugas penting dari
pegawai dalam adalah mengerjakan
tatalaksana administrasi pemerintah negara.
Untuk itu, pegawai dalam dipersyaratkan dapat
menulis secara baik dalam aksara Tulisan
Rencong dan Arab Melayu (Arab Gundul), serta
memahami berbagai bahasa seperti bahasa
Minangkabau, Indrapura, Jambi dan Rejang.
Tugas penting lainnya yang menjadi tanggung
jawab pegawai dalam adalah menjaga
Balairung Sari Istana, menyelenggarakan
penerimaan tamu negara dan menyimpan harta
pusaka pendandan negara. Harta pusaka
pedadan negara antara lain : (a) Mangkuk
Pengarang Setio di Bukit Sitinjau Laut, (b) Keris
Penatar Segar Jantan, (c) Keris Malelo
Pengarang Setio, (d) Keris Malelo Penikam
Batu dari Indrapura. Ke empat barang tersebut
merupakan cendra mata dari Sultan Indrapura.
Terdapat pula cendra mata dari Raja Jambi
berupa : (a) Kalikati Bergombak Emas alat
pembelah pinang, dan (b) Tanduk Kijang
Bercupang Tujuh. Sedangkan cendra mata dari
Raja Sungai Pagu berupa sebuah Tombak
Belang. Selain cendra mata di atas terdapat
pula harta pusaka pedadan negara berupa :
naskah tulisan rencong dan naskah tulisan arab

106
gundul dan lainnya. Semua harta pusaka
pedandan di atas disimpan dan diurus oleh
Kabidin.

2. Pegawai Jenang Pegawai Rajo Suluh Bindang


dalam Negeri dijabat oleh depati dari dusun
Sungai Penuh dari tanah Depati Atur Bumi.
Tugas yang diberikan kepadanya termasuk
tugas keahlian, karena mengurus urusan
protokolair, penerangan dan masalah urusan
keagamaan. Orang yang akan memangku
jabatan tersebut ditentukan dan ditunjuk oleh
Depati Nan Bertujuh, Permenti Nan Sepuluh,
Pemangku Nan Duo, Serta Ngabi Teh Setio
Bawo. Biasanya yang dipilih untuk jabatan ini
adalah depati yang memenuhi syarat untuk
tugas di atas. Dia diharapkan dapat menjem-
batani hubungan tamu negara atau tamu
penting lainnya dengan Depati Empat dan
pejabat negara lainnnya. Hubungan kejenangan
harus dilakukan secara baik dan memberi
kepuasan semua pihak. Raja-raja atau sultan-
sultan mesti dilayani menurut aturan yang telah
ditetapkan. Dapat memberi penerangan secara
baik kepada berbagai pihak tentang kondisi dan
situasi negara serta dapat memberi penjelasan
tentang sesuatu hal yang dipertanyakan,
sehingga orang tidak menjadi ragu. Diantara

107
masalah yang sering dikemukakan rakyat pada
waktu itu adalah tentang Agama Islam. Ia harus
bisa pula menyampaikan fatwa ulama mengenai
sesuatu yang memerlukan kejelasan
masyarakat. Penyuluhan dan penerangan
kepada rakyat berada ditangannya karena
fungsinya menjadi suluh bindang dalam negeri
.
3. Kelambu Rajo adalah pegawai tinggi yang
mengurus tatalaksana pertahanan dan
keamanan negara. Menjadi garda terdepan
dalam melindungi negara dari berbagai
ancaman baik dari dalam maupun dari luar.
Tugas ini dijabat oleh depati yang berasal dari
dusun Lolo dalam tanah Depati Rencong
Telang. Orangnya ditentukan oleh Depati Nan
Berenam, Ninik Mamak Nan Batigo dari dusun
Lolo (Lolo Kecil, Lolo Gedang dan Lolo Hilir).
Menurut yang terjadi, jabatan ini terus menerus
dipercayakan kepada Depati Parbo. Tugas yang
diemban merupakan tugas lanjutan dari Depati
Rencong Telang dalam masalah pertahanan
dan keamanan negara. Dalam setiap
peperangan Kelambu Rajo menjadi komandan
angkatan perang Negara Depati Empat. Ketika
perang melawan Belanda tahun 1901–1903 di
Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi, rakyat
Kerinci dipimpin oleh Kelambu Rajo yaitu

108
Panglima Perang Depati Perbo dari dusun Lolo.
Dalam perang ini Negara Depati Empat Alam
Kerinci mengalami kekalahan, sehingga Kerinci
dijajah Belanda selama 41 tahun. Depati Perbo
dapat ditangkap kemudian diasingkan ke Pulau
Ternate, Provinsi Maluku Utara. Setelah Depati
Perbo dibuang ke Ternate barulah Kerinci dapat
diamankan Belanda.

5.5. Pemerintahan
Daerah Otonom

P EMERINTAH daerah otonom dalam Negara


Depati Empat Alam Kerinci terdiri atas : (a)
Pemerintah Tanah Depati, (b) Pemerintah Tanah
Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Biang, Tanah
Muaro, dan (c) Pemerintah Tanah Dusun. Pemerintah
Tanah Depati merupakan pemerintah otonom lapisan
1 langsung dibawah pemerintah negara atau
pemerintah pusat, dimana dibawahnya terdapat
pemerintahan yang disebut dengan Tanah Mendapo,
Tanah Pemuncak, Tanah Biang, dan Tanah Muaro.
Pemerintahan otonom pada lapisan 2 di bawah tanah
depati penamaannya tidak seragam. Pada daerah
Kerinci rendah dibawah tanah depati langsung tanah
dusun. Namun tanah-tanah dusun tersebut

109
dikelompokkan atas kawasan tanah kampung.
Pemerintah tanah depati lalu mengorganisir dusun-
dusun melalui kelompok kawasan yang telah dibuat.
Pada sebagian besar tanah depati, menempatkan
pemerintahan tanah dusun pada posisi lapisan ke
dua setelah Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak,
Tanah Biang, dan Tanah Muaro atau dengan kata
lain berada pada lapisan keempat dalam struktur
pemerintahan negara. Pemerintahan dusun mem-
punyai peran sangat strategis karena merupakan
ujung tombak yang langsung berinteraksi dengan
kehidupan masyarakat sehari-hari.

Basis dari pemerintahan Negara Depati Empat


adalah tanah depati, karena kumpulan dari tanah
depati inilah yang membentuk pemerintahan negara
di Alam Kerinci. Pada awalnya Negara Depati Empat
hanya memiliki empat tanah depati yang berada di
daerah Kerinci Tinggi atau di sebut dengan daerah
empat di Ateh (di atas). Ke empat tanah depati di
Kerinci Tinggi disebut juga sebagai tanah depati yang
utama karena merupakan tanah depati yang mula-
mula dibentuk berdasarkan restrukturisasi tanah
Segindo. Setelah daerah Kerinci Rendah bergabung,
maka terjadi penambahan 3 tanah depati dan 2
daerah khusus, sehingga jumlah tanah depati
menjadi 7. Implikasi atas perubahan ini, maka dalam
seluko adat disebutkan bahwa Negara Depati Empat

110
Alam Kerinci terdiri atas daerah :" Empat di Ateh,
Tigo di Baruh, Pemuncak Pulau Rengas, Pemarab
Pemenang". Kesemuanya itu adalah daerah otonom
dibawah pemerintah pusat. Secara geografis daerah
Empat di Ateh berada di Kerinci Tinggi dan
merupakan hasil pembagian daerah yang dibuat
pada tahun 1296 sewaktu Negara Depati Empat di
proklamirkan, sedangkan daerah Tigo di Baruh
dengan 2 daerah khusus berada di Kerinci Rendah
merupakan daerah yang diintegrasi kemudian pada
tahun 1525 berdasarkan perjanjian Salam Baku.

Pembagian tanah depati yang di dasarkan atas


geografis daerah dan geneologis komunitas
kelompok masyarakat, telah menghasilkan luas
wilayah anatara satu tanah depati dengan tanah
depati yang lain berbeda nyata. Terdapat tanah
depati yang cakupan wilayahnya luas, sebaliknya
adapula tanah depati yang wilayahnya tidak terlalu
luas. Perbedaan luas wilayah diantara tanah depati
ini ini terlihat jelas pada daerah Kerinci Tinggi.
Sedangkan pada daerah Kerinci Rendah luas wilayah
diantara tanah depati boleh dikatakan tidak berbeda
jauh.
Pembagian daerah otonom Negara Depati
Empat Alam Kerinci atas 9 daerah administratif
diatas, pada masa Kesultanan Jambi disebut dengan
“Pucuk Jambi Sembilan Lurah”. Lurah dimaksudkan

111
sebagai daerah administrasi pemerintahan. Dari
sudut geografis ke sembilan daerah di atas berada di
wilayah hulu Kesultanan Jambi pada daerah dataran
Tinggi Kerinci di pergunungan Bukit Barisan. Posisi
geografis tersebut menjadikannya disebut dengan
daerah “pucuk” atau daerah yang berada di atas
(ateh) atau daerah yang letaknya tinggi. Itulah yang
menyebabkannya disebut sebagai “pucuk Jambi”.
Jadi yang dimaksud dengan “Pucuk Jambi Sembilan
Lurah” adalah Negara Depati Empat Alam Kerinci.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya


bahwa pada daerah Kerinci Tinggi atau daerah di
Ateh terdapat 4 (empat) Tanah Depati, sedangkan
pada daerah Kerinci Rendah atau daerah di Baruh
terdapat 3 (tiga) Tanah Depati dan 2 (dua) daerah
khusus. Adapun Empat Tanah Depati yang berada di
Kerinci Tinggi atau pada daerah di Ateh adalah :

1. Tanah Depati Atur Bumi berpusat di negeri


Hiang.
2. Tanah Depati Biang Sari berpusat di negeri
Pengasih.
3. Tanah Depati Rencong Telang berpusat di
negeri Pulau Sangkar.
4. Tanah Depati Muara Langkap Tanjung Sekian
berpusat di negeri Tamiai.

112
Tiga Tanah Depati yang berada di Kerinci Rendah
atau pada daerah di Baruh terdiri atas :

1. Tanah Depati Setio Nyato berpusat di negeri


Tanah Renah.
2. Tanah Depati Setio Rajo berpusat di negeri
Lubuk Gaung.
3. Tanah Depati Setio Beti berpusat di Negeri Nalo
Tantan.

Sedangkan, 2 (dua) daerah khusus yang berada di


Kerinci Rendah atau pada daerah di Baruh adalah :

1. Daerah khusus Tanah Pemuncak Merangin


atau Tanah Pemuncak Pulau Rengas berpusat
di negeri Pulau Rengas.
2. Daerah khusus Tanah Pemerab Merangin atau
Tanah Pemerab Pemenang berpusat di negeri
Pemenang.

Ke sembilan daerah otonom sebagai mana


disebutkan di atas secara hirarki berada langsung
dibawah pemerintah pusat. Namun untuk dua daerah
khusus, sungguhpun secara hirarki berada langsung
dibawah pemerintah pusat namun statusnya sama
dengan pemerintahan yang berada pada lapisan 2.
Pemerintahan pada lapisan 2 merupakan pemerin-
tahan yang berada dibawah pemerintahan Tanah
Depati seperti : Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak,

113
Tanah Biang, dan Tanah Muaro. Jadi pemerintahan
Tanah Depati dapat dikatakan sama seperti
pemerintah daerah Tingkat I, sedangkan pemerin-
tahan Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah
Biang, dan Tanah Muaro merupakan pemerintah
daerah Tingkat II. Oleh sebab itu, dua daerah khusus
di Kerinci Rendah merupakan daerah yang statusnya
sederajad dengan daerah Tingkat II dalam Negara
Depati Empat Alam Kerinci. Sedangkan lapisan
pemerintahan negara paling bawah adalah
pemerintahan dusun. Sungguhpun demikian terdapat
Tanah Depati yang dibawahnya langsung terdiri atas
tanah dusun seperti di daerah Kerinci Rendah.
Adanya keragaman ini disebabkan faktor geografis,
demografis dan politis, namun semuanya
dimungkinkan dalam adat ketatanegaraan rakyat
Kerinci, mengacu pada prinsip : "adat serupa ico
(pegang) pakai yang berlain-lain".

Keberadaan pemerintahan dusun sebagai


ujung tombak dalam mengurus rakyat ditopang oleh
peran tengganai atau saudara ibu/bapak dari sebuah
keluarga (tumbi). Tengganai secara informal
mempunyai tanggung jawab penting dalam mengurus
anak kemenakan atau komunitas lingkup kecil dari
suatu keluarga agar dapat menjadi warga negara
yang baik. Tengganai memegang peranan strategis
dalam terciptanya kehidupan yang harmonis dari
masyarakat dusun, namun secara struktural

114
tengganai bukan merupakan aparat pemerintahan
dusun.

Pada masing-masing lapisan mulai dari Tanah


Depati sampai pada strata lapisan terbawah yaitu
Tanah Dusun memiliki struktur dan perangkat
pemerintahan tersendiri secara otonom. Jadi pada
daerah otonom Negara Depati Empat Alam Kerinci
terdapat struktur dan perangkat pemerintahan Tanah
Depati, Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah
Muaro, Tanah Biang dan Tanah Dusun. Oleh sebab
itu, dalam Negara Depati Empat terdapat depati yang
memerintah Negara; depati memerintah Tanah
Depati; dan depati memerintah Tanah Mendapo,
Tanah Pemuncak, Tanah Muaro, Tanah Biang ; dan
depati memerintah dalam Tanah Dusun.

Gelar depati merupakan jabatan fungsional


tertinggi dari pemangku adat yang melekat pada diri
seseorang dalam suatu lingkup komunitas masya-
rakat. Untuk tingkatan struktural dari pemangku adat
yang menyandang gelar depati dapat dilihat dari
nama depati yang disandangnya. Jadi, bagi seorang
yang menyandang gelar depati maka pada dirinya
melekat dua jabatan sekaligus yaitu jabatan fung-
sional dan jabatan struktural pemerintahan bilamana
yang bersangkutan berada dalam struktur pemerin-
tahan negara atau sebagai aparat pemerintahan.

115
Struktur dan hirarki pemerintahan Depati Empat
sebagaimana digambarkan di atas berlangsung
sampai Belanda datang ke Kerinci. Setelah Belanda
menguasai daerah Kerinci maka terjadi banyak
perubahan, diantaranya Belanda memisahkan
kembali Kerinci Rendah dari Kerinci Tinggi, Belanda
kemudian tidak mengakui Pemerintahan Depati
Empat dan menghapus pemerintahan lapisan ke 1
Tanah Depati dan hanya membiarkan keberadaan
pemerintahan lapisan ke 2 di Kerinci Tinggi yang
diseragamkan hanya dalam bentuk Tanah Mendapo.
Setelah itu, Belanda juga membuat beberapa
perubahan dengan melakukan penataan pada
berbagai aspek tertentu dan membentuk beberapa
mendapo baru.

Berbagai bentuk perubahan yang telah dilakukan


pemerintahan Belanda terhadap keberadaan Tanah
Mendapo di Kerinci Tinggi tidak akan dibahas dan
dijelaskan dalam bagian buku ini. Pembahasan
dalam buku ini hanya terkait dengan keberadaan
daerah otonom berdasarkan struktur dan hirarki pada
masa Pemerintahan Depati Empat di Alam Kerinci.
Untuk berbagai perubahan yang terjadi setelah
masuknya Belanda ke Kerinci akan dibahas dalam
buku tersendiri yang akan di tulis kemudian. –

116
BAB VI
Tanah Depati
Atur Bumi

T
ANAH Depati Atur Bumi merupakan salah
satu dari empat tanah depati “Empat di Ateh”
(Kerinci Tinggi). Tanah depati ini berbatas :
sebelah Utara dengan Kerajaan Kakabung Sungai
Pagu (Muara Labuh) Rantau Alam Minangkabau
dengan tapal batas Gunung Kerinci, Gunung Tujuh
dan danau Gunung Tujuh. Sebelah Barat berbatas
dengan Renah pesisir pantai sesuai dengan
Perjanjian Bukit Setinjau Laut (1530 M) yaitu :
Gunung Nan Memuncak Depati Empat Punyo, Laut
Nan Berdabur yang di Pertuan Punyo. Sebelah
Selatan berbatas dengan Tanah Depati Rencong
Telang dengan tapal batas antara dusun Kumun Hilir
dengan Tanjung Pauh Mudik, danau Kerinci, dan
Tanah Depati Biang Sari dengan tapal batas (didih
temih) di tengah-tengah dusun Seleman dan sejajar

117
dengan batas mudik dusun Tebing Tinggi dengan
dusun Cupak. Sebelah Timur berbatas dengan tapal
batas daerah Otonomi Persekutuan Hukum Adat
Orang Batin Muara Bungo. Batas-batas sebagaimana
disebutkan merupakan batas alam yang telah
disepakati para pemangku adat kedua belah pihak
dan batas-batas tersebut dihapal di luar kepala oleh
kedua belah pihak.

Tanah Depati Atur Bumi dipimpin oleh kepala


pemerintahan yang bergelar Depati Atur Bumi. Tanah
depati ini berpusat di negeri Hiang dan terdiri atas 8
(delapan) tanah mendapo, sehingga Tanah Depati
Atur Bumi disebut juga dengan Tanah Mendapo Nan
Delapan Helai Kain. Tentang hal ini dijelaskan dalam
seluko adat sebagai berikut :

Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain,


Tigo di Mudik Empat Tanah Rawang,
Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang.

Seluko adat di atas menjelaskan bahwa


Tanah Depati Atur Bumi terdiri atas 8 (delapan) tanah
mendapo, 3 (tiga) berada di daerah mudik, 3 (tiga)
berada di daerah hilir dan 2 (dua) lainnya berada di
tanah Rawang sebagai batas antara wilayah mudik
dan hilir. Oleh sebab itu, dua mendapo di tanah
Rawang, satu masuk dalam wilayah Tigo di Mudik

118
yaitu tanah Rawang Mudik dan satu lagi masuk ke
dalam wilayah Tigo di Hilir yaitu tanah Rawang Hilir.
Adapun tanah mendapo Tigo di Mudik Empat Tanah
Rawang yang dimaksudkan adalah ::

1. Tanah Mendapo Semurup berpusat di dusun


Semurup, dipimpin atau sebagai kepala
mendapo Depati Kepala Sembah.
2. Tanah Mendapo Kemantan berpusat di dusun
Kemantan Kebalai, dipimpin atau sebagai
kepala mendapo Depati Rajo Mudo Pangeran.
3. Tanah Mendapo Depati Tujuh berpusat di
dusun Koto Tuo, dipimpin atau sebagai kepala
mendapo Depati Kuning atau Depati Tujuh.
4. Tanah Mendapo Rawang Mudik, berpusat di
dusun Koto Teluk, dipimpin atau sebagai kepala
mendapo Depati Mudo Menggalo Beterawang
Lido.
.
Sedangkan tanah mendapo yang disebut
dengan Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang terdiri pula
atas :

1. Tanah Mendapo Selemen, berpusat di dusun


Seleman, dipimpin atau sebagai kepala
mendapo Depati Taroh Bumi.

119
2. Tanah Mendapo Hiang, berpusat di dusun Koto
Baru, dipimpin atau sebagai kepala mendapo
Depati Batu Hampar.
3. Tanah Mendapo Penawar, berpusat di dusun
Tanjung Mudo, dipimpin atau sebagai kepala
mendapo Depati Mudo Beterawang Lidah atau
Depati Penawar.
4. Tanah Mendapo Rawang Hilir, berpusat di
dusun Koto Tuo, dipimpin atau sebagai kepala
mendapo Depati Mudo Beterawang Lido.

Sungguhpun ada yang beranggapan


seluko adat di atas ditafsirkan lain, dimana pada
Tanah Rawang Mudik dianggap terdapat 4
(empat) tanah mendapo dan pada Tanah Rawang
Hilir terdapat 4 (empat) tanah mendapo pula.
Seakan-akan di Tanah Rawang terdapat 8
(delapan) tanah mendapo. Kalau demikian halnya
maka pada Tanah Depati Atur Bumi ada
sebanyak 14 (empat belas) tanah mendapo,
tentunya hal ini sudah tidak sesuai lagi dengan
seluko adat yang menyebutkan Tanah Mendapo
Nan Delapan Helai Kain atau tanah yang memiliki
8 (delapan) kemendapoan. Selain itu, belum
ditemukan bukti-bukti dan literatur yang
menjelaskan keberadaan ke 14 (empat belas)
tanah mendapo tersebut, terutama untuk 8
(delapan) buah mendapo yang ada di Tanah

120
Rawang. Oleh sebab itu, maka tafsiran ini jelas
merupakan tafsiran yang keliru.

Sama halnya dengan pemerintah pusat, maka


pemerintah Tanah Depati dijalankan pula oleh Dewan
Musyawarah Tanah Depati. Adapun anggota Dewan
Musyawarah Tanah Depati Atur Bumi atau Dewan
Musyawarah Tanah Mendapo Nan Delapan Helai
Kain anggotanya terdiri dari seluruh kepala mendapo,
yaitu : kepala Menadpo Semurup (Depati Kepala
Sembah), kepala mendapo Kemantan (Depati Rajo
Mudo Pangeran), kepala Menapo Depati Tujuh
(Depati Kuning), kepala Mendapo Rawang Mudik
(Depati Mudo Menggalo Beterawang Lido), kepala
mendapo Rawang Hilir (Depati Beterawang Lido),
kepala Mendapo Penawar (Depati Mudo Beterawang
Lidah atau Depati Penawar), Kepala Mendapo Hiang
(Depati Batu Hampar), kepala Mendapo Seleman
(Depati Taroh Bumi), ditambah dengan para ninik
mamak, orang tuo, cerdik pandan dan pegawai
syarak.

Dalam melaksanakan pekerjaan pemerinta-


han seperti membahas masalah pembangunan,
ekonomi, ketertiban dan sosial politik bagi
kepentingan seluruh daerah kemendapoan, maka
para pemangku adat seluruh Tanah Depati Atur Bumi
atau Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain

121
menetapkan Tanah Rawang menjadi Hamparan
Besar atau tempat bermusyawarah (bersidang) dan
bukan dusun Hiang ibu kota tanah depati. Penetapan
ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Tanah
Rawang letaknya sangat strategis dari segala
penjuru. Tanah Rawang terletak di tengah-tengah
Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain, mudah
dicapai dengan berjalan kaki melalui jalan setapak
ataupun berlayar dengan perahu (biduk) melalui jalur
sungai dan danau. Selain itu, pada tiap-tiap pusat
pemerintahan tanah mendapo, terdapat pula sebuah
hamparan panjang tempat pertemuan.

Perlu diketahui bahwa tanah mendapo terdiri


pula atas tanah-tanah dusun atau beberapa buah
dusun sebagai tingkat pemerintahan paling bawah.
Jumlah dusun dalam setiap kemendapoan tidaklah
sama. Ada tanah mendapo yang terdiri atas banyak
dusun, namun terdapat pula kemendapoan yang
hanya terdiri dari beberapa dusun saja. Masing-
masing tanah mendapo yang tergabung dalam Tanah
Mendapo Nan Delapan Helai Kain akan diterangkan
satu persatu secara ringkas mencakup aspek
geografis, asal usul, ketatapemerintahan, pemangku
adat dll. Sedangkan mengenai pemerintahan
mendapo dan dusun akan ditulis tersendiri dalam
buku lain, karena ada kaitannya dengan Anak
Undang Nan Dua Belas tentang Undang-Undang

122
yang takluk dengan hak rumah bertengganai
kampung nan batuo.

6.1. Tanah Mendapo


Semurup

M ENDAPO Semurup daerahnya berada pada


bagian paling Utara dari Tanah Depati Atur
Bumi. Sebelah Utara berbatas langsung dengan
Kerajaan Kakabung Sungai Pagu (Muara Labuh)
Rantau Alam Minangkabau, dengan tapal batas alam
Gunung Kerinci, Gunung Tujuh dan danau Gunung
Tujuh. Sebelah Barat dengan Kesultanan Indrapura
Rantau Alam Minangkabau dengan tapal batas sisi
bukit pergunungan Bukit Barisan atau renah pantai
Pulau Sumatera sesuai dengan isi perjanjian Bukit
Sitinjau Laut (1530). Sedangkan sebelah Timur
berbatas dengan daerah otonomi persekutuan hukum
adat Orang Batin Muaro Bungo, dan di sebelah
Selatan berbatas dengan Mendapo Depati Tujuh.
Mendapo Semurup termasuk tanah mendapo yang
terluas dalam Tanah Mendapo Nan Delapan Helai
Kain. Daerah ini terletak pada dataran tinggi dengan
ketinggian lebih dari 900 m diatas permukaan laut.

123
Disini terdapat gunung tertinggi di Indonesia bagian
Barat yaitu Gunung Kerinci (3805 m).

Menurut legenda masyarakat, nenek moyang


mereka berasal dari Koto Limau Sering (Koto Masrin)
yang bernama Syekh Mangkudun Sati yang telah
menganut agama Islam. Kebenaran ini dapat dilihat
dari namanya yang telah memakai kata Syekh dan
makam (kuburan) yang menghadap kiblat, seperti
layaknya kuburan orang Islam. Kesimpulan sejarah
ini tentu saja ditarik atas dasar sejak masuknya Islam
ke Kerinci. Selain Syekh Makudun Sati ada lagi
seorang nenek yang bernama Rajo Cahayo (Cayo)
yang berdiam di Koto Payang Semurup Tinggi diatas
dusun Pendung. Syekh Makudun Sati mempunyai
adik bernama Mangku Agung Gedang yang berdiam
bersamanya. Keturunan mereka ini membentuk lurah
Depati Kepala Sembah (keturunan Syekh
Mangkudun Sati), lurah Depati Simpan Bumi
(keturunan Rajo Cahayo), dan selanjutnya dari
keturunan lurah di atas lalu membentuk pula lurah
baru, yaitu lurah Depati Mudo. Tigo Depati inilah yang
mengurus Mendapo Semurup, dengan kesepakatan
dari keturunan tertua yang menjadi kepala mendapo,
yaitu Depati Kepala Sembah.

Dalam memerintah tanah mendapo, Depati


Kepala Sembah dibantu oleh dua depati lainnya yaitu

124
Depati Simpan Bumi dan Depati Mudo, di tambah
dengan pemangku adat, ninik mamak, orang tuo,
cerdik pandai dan pegawai syarak. Pemekaran
dusun-dusun dalam tanah mendapo ini,
menyebabkan terjadi pula pemekaran pejabat adat
seperti depati, ninik mamak dan pemangku adat
lainnya. Pada dusun-dusun yang baru orang
membuat pula pemekaran Depati Kepala Sembah,
Depati Simpan Bumi dan Depati Mudo, dan mungkin
membentuk depati, ninik mamak dan pemangku adat
lainnya.

Pemekaran dusun dan penyebaran penduduk


sebagian besar mengisi daerah kemendapoan bagian
selatan, pada daerah dataran tinggi yang datar.
Lokasi ini sangat baik untuk persawahan dan disini
mereka membuat banyak dusun di tengah
persawahan. Kehidupan rakyat yang berhasil dalam
menggarap sawah dan ladang telah membuat daerah
ini menjadi makmur. Kehidupan rakyat yang
berkecukupan terutama dari hasil padi yang
melimpah telah menarik perhatian banyak penduduk
negri di wilayah Kerinci lainnya untuk pindah pula ke
sini.

Pada masa berikutnya datang ke sini, migrasi


dari penduduk dusun-dusun disekitar daerah dusun
purba Jerangkang Tinggi (sebelah selatan danau

125
Kerinci). Penduduk dusun-dusun disekitar
Jerangkang Tinggi umumnya hidup dari usaha
perladangan, sedangkan usaha persawahan boleh
dikatakan tidak bisa dilakukan karena kondisi
geografis yang tidak mendukung, sehingga mereka
sering kekurangan padi. Mendengar keberhasilan
penduduk di kemendapoan Semurup, maka mereka
bermaksud pula mengadu nasib ingin meneruko
(membuka lahan persawahan) baru bersama-sama.
Kelompok migrasi ini lalu datang ke Semurup dan
meminta kepada pemangku adat agar dapat
diberikan tanah untuk lahan persawahan. Pemangku
adat Semurup tidak keberatan, lalu memberi izin
untuk menggarap tanah di Ulak Utara atau bagian
Utara tanah mendapo Semurup. Tanah yang
diberikan disebut dengan Siulak Tanah Sekudung.
Maka berdatanganlah mereka pindah kesini
meneruko sawah dan mendirikan dusun-dusun baru.
Disamping daerah ini cocok untuk lahan persawahan
ternyata geografis sebagian daerah yang berbukit-
bukit sangat baik pula untuk daerah perladangan.
Kondisi itu dimanfaatkan dengan baik oleh orang-
orang yang pindah ke sini. Ketekunan dan kerja keras
yang dilakukan menyebabkan dalam kurun waktu
tidak begitu lama, mereka dapat mencapai
keberhasilan yang sama dan bahkan kemudian lebih
makmur dari saudara-saudara mereka di Semurup.

126
Di Siuluk Tanah Sekudung, mereka
mendirikan kerukunan persekutuan hukum adat
dalam naungan Mendapo Semurup. Persekutuan ini
mereka namakan dengan Persekutuan Hukum Adat
Depati Tigo Lurah Siuluk Tanah Sekudung. Adapun
Depati Tigo Luhah itu adalah ::

1. Depati Mangku Bumi Kulit Putih Sibo Dirajo.


2. Depati Rajo Simpan Bumi.
3. Depati Intan Gumbalo Bumi.

Setelah terjadi pemekaran dusun, lalu diikuti


pula terjadinya pemekaran dari para pemangku adat.
Dari Depati Tiga Luhak, Pemangku Nan Berenam
dan Permenti Nan Delapan di atas, lalu mekar
menjadi beberapa depati, ninik mamak (pemangku,
permentil dll) pada dusun-dusun baru yang
berkembang. Sebagai contoh di kemukakan di sini
sebuah dusun, yaitu dusun Mukai Mudik. Pada dusun
Mukai Mudik terdapat 7 depati dan 5 ninik mamak
yang semuanya berasal dari Depati Intan.

Depati yang bertujuh dusun Mukai Mudik itu


adalah :

1. Depati Intan Kemala Sari


2. Depati Intan Kuala Jambi
3. Depati Intan Tengah Padang

127
4. Depati Intan Tanah Mataram
5. Depati Intan Tanah Mendapo.
6. Depati Intan Tanah Pilih
7. Depati Intan Tanah Marajo

Sedangkan ninik mamaknya adalah :

1. Rajo Liko.
2. Jindah Tuo.
3. Pemangku.
4. Rajo Indah.
5. Rajo Penghulu.

Untuk Depati Tiga Luhah Siuluk Tanah


Sekudung diberikan tanah hak ulayat : “hilir sehinggo
Aro Tebing Tinggi, mudik hinggo Ladeh Bento
Gunung Merapi (Gunung Kerinci)”. Tanah ini berada
dalam kemendapoan Semurup dan merupakan hak
ulayat dari orang Semurup. Kedua komunitas
masyarakat di atas bahu membahu bekerja keras
membangun Tanah Mendapo Semurup menjadi
daerah yang makmur.

Pada zaman pemerintahan Depati Empat


Alam Kerinci dusun-dusun dalam Tanah Mendapo
Semurup belum begitu meluas penyebarannya
seperti sekarang. Di wilayah Siulak Tanah Sekudung
bagian Utara, yaitu pada wilayah Perkebunan Teh
Nusantara VI Kayu Aro sampai perbatasan dengan

128
Kabupaten Solok (bagian daerah Muara Labuh)
Provinsi Sumatera Barat belum terdapat dusun-
dusun. Baru pada masa pemerintahan Hindia
Belanda setelah berdirinya perkebunan Teh Kayu Aro
pada tahun 1923 muncul perkampungan buruh
(koelie contract) yang didatangkan dari Jawa.
Perkampungan buruh ini lazim disebut dengan
bedeng, seperti : bedeng IV, bedeng V, bedeng VIII
dll. Pada sekitar tahun 1945, orang-orang Siulak yang
berladang di daerah ini mulai membuat dusun-dusun
baru. Pertumbuhan dan perkembangan dusun-dusun
disini sangat cepat, sehingga sekarang terdapat
banyak dusun di mana-mana.

Sedangkan dusun-dusun yang ada dalam


tanah mendapo ini antara lain : Dusun Balai, Koto di
Air, Koto Baru, Muara Semerah, Koto Cayo, Koto
Datuk, Koto Tengah, Koto Mudik, Dusun Baru, Koto
Duo, Koto Gedang, Pendung Tinggi, Pendung Ilir,
Siulak Gedang, Siulak Kecil, Siulak Panjang, Dusun
Baru Siulak, Koto Beringin, Koto Rendah, Koto
Kapeh, Siulak Mukai, Sungai Pangeh, Nakal Batakuk,
Sungai Lebuh, Lubuk Nan Gedang, Siulak Deras,
Siulak Tenang, dan Tanjung Genting.

Pemerintahan Mendapo Semurup berpusat di


dusun Semurup. Sebagai pegusaha adat tertinggi
dan kepala pemerintahan dalam tanah mendapo

129
adalah Depati Kepala Sembah dari dusun Semurup.
Depati ini berasal dari pemangku adat yang tertua
dari keturunan nenek Koto Limau Sering (Koto
Mansering). Depati Kepala Sembah dijadikan sebagai
:"orang yang berkata dulu sepatah dan berjalan dulu
selangkah" dari pemangku adat lain yang berasal
usul dari keturunan yang sama, seperti dari dusun :
Koto Beringin, Koto Tengah, Koto Datuk, Muara
Semerah, Koto Baru, Beluwi, Tebat Ijuk, Koto Tuo,
Sekungkung, Koto Cayo, Kubang dll.

Kepala mendapo dalam memerintahan


dibantu para pemangku adat utusan dari dusun-
dusun lain. Mereka terhimpun dalam sebuah dewan
(raad) yang disebut Dewan Musyawarah Tanah
Mendapo (mendaporaad). Diatas sudah disebut
bahwa dalam tanah Mendapo Semurup terdapat 28
buah dusun, dengan demikian anggota Badan
Musyawarah Mendapo Semurup beranggotakan 28
anggota, ditambah dengan orang tuo, cerdik pandai
dan pegawai syarak. Mendaporaad ini diketuai oleh
Depati Kepala Sembah. Mengenai pemerintah dusun
yang ada dalam Tanah Mendapo Semurup, masing-
masing diperintah pula secara bersama oleh
pemangku adat yang ada dalam dusun
bersangkutan.

130
Tanah Mendapo Semurup disebut orang
dengan Semurup Tigo Luhah, dikelola oleh
pemangku adat Depati Nan Bertigo, Pemangku Nan
Berduo, Ninik Mamak Permenti Nan Delapan.
Adapun Depati Nan Bertigo adalah :

1. Depati Kepala Sembah


2. Depati Rajo Simpan Bumi
3. Depati Mudo

Pemangku Nan Berduo adalah :

1. Mangku Rajo Tuo


2. Mangku Melano Tuo

Sedangkan Ninik Mamak Permenti Nan Delapan


adalah:

1. Ijung Simpan Depati


2. Ijung Mangku Depati
3. Ijung Dalam Depati
4. Ijung Setio Depati
5. Ijung Panda Rajo
6. Ijung Patu Rio
7. Ijung Pajinak
8. Ijung Pati Jadi

131
Pada beberapa dusun di Semurup Tigo
Luhah, terdapat para depati yang mengurus dusun
mereka masing-masing, seperti :

1. Depati Semurup Tuo


2. Depati Semurup Anggonalo
3. Depati Semurup Putih
4. Depati Tanah Pilih
5. Depati Au Malelo
6. Depati Simpan Negeri
7. Depati Gindo Putih Tuo
8. Depati Intan Kepalo Sari
9. Depati Sirah Mato
10. Depati Negaro
11. Depati Sigumi Putih Tuo
12. Depati Sigumi Tuo
13. Depati Sigumi Kelaut Cayo Mangkuto
14. Depati Rajo Simpan Bumi

6.2. Tanah Mendapo


Kemantan

D ALAM literatur Belanda nama mendapo ini


sering di tulis dengan Kumantan atau
Karumantan. Sekarang di tengah masyarakat selalu
disebut dengan Kemantan. Mungkin semua kata

132
nama itu telah dipakai pada masa silam. Mendapo
Kemantan merupakan tanah mendapo yang kedua di
mudik dalam bilangan pepatah adat tentang Tanah
Mendapo Nan Delapan Helai Kain atau Tanah Depati
Atur Bumi.

Mendapo Kemantan berbatas di sebelah


Timur dengan daerah Otonomi Persekutuan Hukum
Adat Orang Batin Muara Bungo (sekarang kecamatan
Tanah Tumbuh); sebelah Barat berbatas dengan
tanah Mendapo Depati Tujuh; sebelah Utara berbatas
dengan tanah Mendapo Semurup; dan sebelah
Selatan berbatas dengan tanah Mendapo Hiang.
Batas-batas tersebut terang diketahui masing-masing
mendapo, dan wilayah dalam batas yang disebutkan
di atas merupakan hak ulayat dari Mendapo
Kemantan. Tanah Mendapo Depati Tujuh terletak di
sebelah Baarat dari Renah Kerinci, sedangkan Tanah
Mendapo Kemantan terletak di sebelah Timur dari
Renah Kerinci. Sebelah barat Renah Kerinci adalah
pergunungan Kerinci Barat, dan sebelah timur Renah
Kerinci adalah pergunungan Kerinci Timur. Wilayah
pada kedua mendapo ini, daerah pergunungannya
jauh lebih luas dari daerah-daerah dataran tingginya.
Hampir semua dataran tinggi di sini telah menjadi
sawah, sedangkan daerah pergunungannya baru
sebagian kecil yang dijadikan lahan perladangan.

133
Pusat kemendapoan Kemantan adalah dusun
Kemantan Kebalai, dari tempat ini Depati Rajo Mudo
Pangeran beserta aparat adat mengatur
pemerintahan tanah mendapo. Depati Rajo Mudo
Pangeran merupakan pemangku adat yang berasal
dari komunitas tertua dan tertinggi dari keturunan
nenek moyang yang datang dari dusun purba Talang
Banio. Sebagaimana diketahui bahwa di Selatan
Talang Banio tedapat koto Jelatang dan di
sebelahnya dekat danau Kerinci terdapat Jerangkang
Tinggi. Komunitas masyarakat dari dusun-dusun
yang berasal dari Talang Banio dan sekitarnya
menyebar ke arah pesisir kaki pergunungan Kerinci
Timur pada dataran tinggi yang luas. Di sana mereka
membuat dusun-dusun baru diantaranya adalah :
Koto Majidin, Kemantan Kebalai, Kemantan Dahek,
Ladeh Pauh, Air Angat, Sungai Medang, Sungai
Tutung, Dusun Baru, Sungai Abu, Koto Tebat, Pungut
Mudik, dan Pungut Ilir.

Tanah Mendapo Kemantan terbagi atas 2


(dua) kawasan, yaitu kawasan yang berada di Renah
Kerinci dan kawasan di celah pergunungan dusun
Pungut. Di celah pergunungan dusun Pungut
terdapat sebuah lembah dimana mengalir sungai
Batang Sangkir yang bermuara ke danau Kerinci.
Pada lembah yang sempit ini, mulanya hanya
terdapat 2 (dua) dusun yaitu dusun Pungut Mudik dan

134
dusun Pungut Ilir. Dari ke dua dusun itu, kemudian
lalu mekar menjadi sebuah dusun lagi, yaitu dusun
Pungut Tengah. Dataran lembah telah dibuat rakyat
menjadi persawahan, dan sepanjang pinggir gunung
lembah dibuat perladangan. Dari daerah ini
dihasilkan padi, cassia vera (kulit manis), kopi, dan
berbagai tanaman sayur-sayuran.

Kemendapoan Kemantan dipimpin dan diurus


oleh pemangku adat Tigo Lurah, Pemangku dan
Permenti Nan Berenam. Mereka-mereka itu
diantaranya adalah :

1. Depati Mudo Pangeran


2. Depati Suko Berajo
3. Rajo Mudo
4. Rio Bayang
5. Rio Bayang Hitam
6. Datuk
7. Patih Adil Bicaro
8. Kamingai
9. Patih Agung Seman

Selain itu, pada setiap dusun terdapat pula


pemangku adat yang mengurus dusun. Mereka
mengatur pemerintahan dusun dan masyarakatnya
baik pada tingkat bawah, maupun dengan
pemerintahan mendapo pada tingkat diatasnya.

135
Sebagai contoh dapat dikemukakan pemangku adat
dalam dusun Sungai Tutung, dimana dusun ini
membentuk pemangku adat yang disebut dengan
Depati Nan Balimo, Ninik Mamak Nan Balimo, terdiri
atas :

1. Depati Anum
2. Depati Mudo
3. Depati Suko Berajo
4. Depati Riyang
5. Depati Rajo Mudo

Sedangakan Ninik Mamak Nan Balimo adalah :

1. Rio Jidin Putih


2. Rio Bayang Tuo
3. Rio Kamingai
4. Rio Bayang Mangku Bumi
5. Rio Suko Berajo

Melihat kembali tentang sejarah dusun-dusun


dalam tanah mendapo Kemantan, maka pada dusun
Air Hangat banyak terdapat peninggalan prasejarah.
Di sana terdapat batu perahu situs megalit yang
berasal dari zaman batu tengah (mesolitikum) pada
masa 4.000 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa. Batu
tersebut digunakan sebagai media pemujaan arwah
nenek moyang pada zamannya. Selain itu, terdapat

136
pula batu pasu (baskom batu), dan beberapa buah
lesung batu yang berasal dari zaman batu baru
(neolitikum). Batu pasu digunakan sebagai tempat
menampung air, sedangkan lesung batu sebagai alat
menumbuk padi. Diperkirakan nenek moyang pada
waktu itu telah berladang padi di sekitar dusun
mereka.

Melihat peninggalan prasejarah yang


ditemukan, dapat dikatakan dusun Air Hangat
umurnya sudah sangat tua. Di perkirakan jauh lebih
tua dari dusun Talang Banio, Koto Jelantang, Koto
Limau Seirng (Koto Mansering), Koto Bingin (Koto
Beringin) dan Koto Pandan. Dusun Air Hangat
diduga umurnya sama dengan Talang Betung dan
Jerangkan Tinggi, karena ditempat ini juga terdapat
peninggalan prasejarah yang berasal dari zaman
yang sama. Selain itu, di daerah ini pada perbukitan
pesisir Barat pergunungan Kerinci Timur terdapat
banyak sumber air panas yang muncul ke permukaan
bumi. Sumber air panas ini menandai bahwa dalam
lapisan bumi dibawahnya terdapat magma aktif.
Sumber air panas ini ditemukan antara lain di sekitar
dusun Sungai Medang dan Sungai Abu.

137
6.3. Tanah Mendapo
Depati Tujuh

T ANAH Mendapo Depati Tujuh disebelah Utara


berbatas dengan Tanah Mendapo Semurup. Di
sebelah Selatan dengan Tanah Mendapo Rawang
Mudik. Di sebelah Timur berbatas dengan Tanah
Mendapo Kemantan, sedangkan disebelah Barat
berbatas dengan Kesultanan Indrapura. Sebagian
daerahnya masih berupa hutan belantara, hanya
sebagian kecil saja yang telah didiami orang, yaitu
pada daerah dataran tinggi datar yang bisa dijadikan
persawahan. Ditengah-tengah persawa= han itulah
terletak dusun-dusun dalam Kemenda-poan Depati
Tujuh. Sedangkan di daerah perbuki-tan pada
pergunungan Kerinci Barat belum terdapat dusun,
dan hanya ada sedikit hamparan perladang yang
dibuat orang pada pesisir Timur pergunungan ini.

Pusat pemerintahan tanah mendapo ini


adalah Koto Tuo, terletak pada bagian Timur di dekat
sungai Batang Merao (Batang Siulak) dan tidak jauh
dari perbatasan dengan Mendapo Kemantan. Dari
tempat ini Depati Kuning atau Depati Tujuh
memerintah masyarakat negeri. Kepala Mendapo
atau disebut mendapo hoof dalam menjalankan

138
pemerintahan dibantu oleh Dewan Musyawarah
Mendapo atau disebut dengan mendapo raad.

Penduduk kemendapoan Depati Tujuh nenek


moyangnya juga berasal dari Koto Limau Sering
(Koto Mansering), sama seperti asal penduduk
Tanah Mendapo Semurup. Perkembangan
keturunan nenek moyang Koto Limau Sering ini
menyebar luas kemana-mana, bahkan sampai keluar
daerah Tanah Mendapo Semurup dan Tanah
Mendapo Depati Tujuh. Adapun dusun-dusun yang
termasuk ke dalam Tanah Mendapo Depati Tujuh
antara lain : Sekungkung, Beluwi, Tebek Ijuk, Koto
Tuo, Koto Payang, Lubuk Suli, Ladeh, Koto Lanang,
Kubang Gedang, Koto Panjang, Koto Simpai, dan
Dusun Baru. Jika dibandingkan dengan jumlah
dusun-dusun yang terdapat dalam Mendapo
Semurup, maka jumlah tersebut jauh lebih sedikit.
Sungguhpun demikian daerah dalam kemendapoan
Depati Tujuh cukup potensial karena merupakan
daerah penghasil beras di Kerinci.

Kebanyakan nama untuk tanah mendapo


diberikan menurut nama dusun tempat pusat
pemerintahannya atau berdasarkan nama wilayah,
atau menurut nama sesuatu tempat. Akan tetapi
nama tanah mendapo ini, menurut legenda yang
berkembang dalam masyarakat diambil dari nama

139
nenek moyang mereka yang bertujuh yang
menyandang sko gelar depati dan ngabi. Adapun
nenek moyang dimaksud adalah :

1. Nenek Nyonyo yang bergelar Ngabi Putih.


2. Nenek Jabat yang bergelar Depati Sekungkung
Jenak Putih
3. Nenek Boho yang bergelar Depati Sekungkung
Sigindo Panjang.
4. Nenek Suko Mudo yang bergelar Depati Awang

Nenek yang empat itu adalah nenek Depati


Sekungkung Jenak Putih yang berasal dari tanah
Jawa (Mataram) dan tinggal di Koto Payang. Selain
nenek yang empat di atas, terdapat pula nenek nan
bertiga yaitu :

1. Nenek Tuo bergelar Depati Kuning Tuo, tinggal


di Tebat Ijuk
2. Nenek Nengah bergelar Depati Kuning
Melentak Bumi, tinggal di Koto Tuo
3. Nenek Bungsu bergelar Depati Kuning, tinggal
di Koto Payang.

Setiap dusun dalam wilayah kemendapoan


terikat dengan asal usul dan sko gelar dari ke tujuh
nenek di atas. Itulah sebabnya orang menyebut tanah
mendapo ini dengan nama Tanah Mendapo Depati

140
Tujuh. Menurut mereka nama tanah mendapo Depati
Tujuh sudah merupakah nama menurut sepanjang
adat, dan itulah yang harus dituturkan kepada anak
keterunan. Jadi mendapo Depati Tujuh dikuasai
komunitas keturunan dari Depati Sekungkung Jenak
Putih dan Depati Kuning.

Sama halnya dengan dusun-dusun dalam


kemendapoan lain di Kerinci, pemangku adat dalam
dusun Mendapo Depati Tujuh mengurus pula
pemerintahan dusun masing-masing. Dari 12 (dua
belas) dusun yang ada pada waktu itu, sebagai
contoh akan dikemukakan dusun Beluwi, namun
bukan berarti dusun-dusun lain tidak mempunyai
pemangku adat. Semua dusun dalam Mendapo
Depati Tujuh telah mempunyai alat perlengakapan
pemerintahan dusun yang lengkap terdiri dari
pejabat-pejabat depati, ninik mamak, dll.

Untuk pemangku adat dusun Beluwi terdiri


atas : Depati Nan Berempat Ninik Mamak Nan
Bertigo. Adapun Depati Nan berempat adalah :

1. Depati Kuning dalam Negeri


2. Depati Kuning Kodrat
3. Depati Semurup
4. Depati Mudo

141
Sedangkan Ninik Mamak Nan Bertigo terdiri atas :
1. Rio Karalhih
2. Rio Sukoberajo
3. Mangku

Pada awalnya pejabat pemerintahan dusun ini


cukup dengan anggota pemangku adat yang
disebutkan di atas. Namun lama kelamaan dusun
Beluwi tumbuh dan berkembang, sehingga
penduduknya menjadi banyak. Perkembangan
tersebut memerlukan penambahan pemangku adat
untuk mengurus anak jantan dan anak betino dalam
negeri. Akhirnya anak jantan dan anak betino dalam
dusun Beluwi sepakat mengem-bangkan pemangku
adatnya dengan cara menambah jumlah orang yang
memangku tiap-tiap jabatan depati dan ninik mamak
tersebut sebagai berikut :

1. Depati Kuning dari 2 (dua) orang menjadi 6


(enam) orang
2. Depati Semurup dari 1 (satu) orang menjadi 6
(enam) orang
3. Depati Mudo dari 1 (satu) orang menjadi 9
(sembilan) orang
4. Rio Karalhih dari 1 (satu) orang menjadi 7
(tujuh) orang
5. Rio Sukoberajo dari 1 (satu) orang menjadi 9
(sembilan) orang

142
6. Mangku dari 1 (satu) orang menjadi 4 (empat)
orang

Tanah Mendapo
Rawang Mudik

S ETELAH mengemukakan tentang


Mendapo Semurup, Tanah Mendapo Kemantan
Tanah

dan Tanah Mendapo Depati Tujuh, maka selesailah


keterangan Tigo di Mudik dari Tanah Mendapo
Delapan Helai Kain. Sebagaimana dinyatakan dalam
pepatah adat bahwa Tigo di Mudik disetalikan
dengan Empat Tanah Rawang. Empat Tanah
Rawang yang dimaksudkan di sini adalah Tanah
Mendapo Rawang Mudik yang merupakan Mendapo
ke empat dari Tanah Mendapo Nan Delapan Helai
Kain.

Tanah Mendapo Rawang Mudik berbatas di


sebelah Utara dengan Tanah Mendapo Depati Tujuh
dan Mendapo Kemantan. Di sebelah Timur berbatas
dengan Tanah Mendapo Kemantan, disebelah
Selatan dengan Tanah Mendapo Rawang Hilir, dan
disebelah Barat dengan daerah Kesultanan
Indrapura. Keadaan alamnya di bagian Barat
berbukit-bukit dan bergunung-gunung, karena

143
termasuk dalam pergunungan Kerinci Barat. Di
bagian Timur tanah Mendapo Rawang Mudik berupa
tanah dataran tinggi dengan hamparan sawah yang
luas, sedangkan dibagian Barat tanahnya berbukit
dan bergunung, dimana sebagian telah dibuat orang
menjadi ladang.

Pusat dari tanah Mendapo Rawang Mudik


adalah Koto Teluk. Dari tempat ini kepala Mendapo
yang bergelar Depati Mudo Menggalo Beterawang
Lido memerintah bersama Dewan Musyawarah
Mendapo (mendaporaad). Dewan diketuai oleh
kepala mendapo, sedangkan anggota dewan terdiri
atas utusan pemangku adat dusun, beserta orang
tuo, cerdik pandai dan pegawai syarak yang dipilih
dan diangkat oleh dewan.

Adapun dusun-dusun yang termasuk ke


dalam Mendapo Rawang Mudik diantaranya adalah :
Koto Renah, Koto Keras, Koto Lolo, Koto Bento,
Sungai Liuk, Koto Duo, Dusun Seberang, Kampung
Dalam, Larik Kemahan, Koto Dumo, Koto Beringin,
Koto Dian, Koto Teluk, Sungai Deras, Meliki Air,
Kampung di Ilir, Dusun di Ilir, dan Koto Baru.
Penduduk pada dusun-dusun tersebut, maupun
dusun lainnya di Tanah Rawang (Rawang Mudik dan
Rawang Hilir) berasal dari keturunan yang sama
yaitu dari Koto Pandan dan Koto Bingin (Koto

144
Beringing). Koto Pandan terletak diatas Kota Sungai
Penuh di dekat Pondok Tinggi, sedangkan Koto
Bingin (Koto Beringin) terletak di bukti diatas dusun
Sungai Liuk. Koto Bingin berada di sebelah Utara
dan Koto Pandan di Sebelah Selatan.

Di Koto Pandan ini, pada zaman dulu pernah


berdiam nienek Siak Lengih, sedangkan di Koto
Bingin berdiam nienek Tuanku Telago Undang.
Kedua mereka ini hidup sezaman dan telah memeluk
agama Islam. Anak keturunan mereka ini yang
membangun dusun-dusun di tanah Rawang.
Kumunitas ini membangun dusun-dusun yang
berdekatan letaknya, lalu kemudian terjadi interaksi
diantara mereka melalui proses perkawinan yang
berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama.
Menurut cerita, pada waktu nienek Siak Lengih dan
nienek Tuanku Telaga Undang masih hidup, tiga
anak laki-laki dari Siak Lengih kawin dengan tiga
perempuan Rawang keturunan Tuanku Telaga
Undang. Mereka tinggal di tanah Rawang sampai
akhir hayatnya. Dari perkawinan itu melahirkan anak
keturunan yang banyak. Kini mereka yang berdiam
di sini telah menjadi keturunan dari dua nienek diatas,
yaitu nienek Koto Pandan (Siak Lengih) dan nienek
Koto Bingin (Tuanku Telaga Undang). Itulah
sebabnya sampai sekarang penduduk tanah Rawang

145
mengatakan bahwa mereka adalah keturunan dari
Depati Duo Nienek.

Pada acara kenduri sko di Kerinci, maka


dusun yang mengadakan wajib mengudang sanak
keluarga dari dusun lain yang seketurunan asal.
Misalnya kenduri sko dusun Baru, maka dusun ini
harus mengundang banyak orang dari berbagai
dusun di Tanah Rawang, seperti : Koro Keras, Koto
Lolo, Koto Bento di Rawang Pesisir Bukit ; dan dusun
Koto Teluk, Koto Baru, Larik Kemahan, Koto Dian
dan lain-lain di Rawang Dayi. Demikian pula
sebaliknya, jika dusun-dusun lain mengadakan
kenduri sko, maka panggil memanggil dalam
komunitas seketurunan dari Depati Duo Nienek
menjadi kewajiban untuk dilakukan.

Tanah Mendapo Rawang Mudik mendapat


keistimewaan, karena di tempat ini yaitu di dusun
Meliki Air ditempatkan Hamparan Besar atau tempat
permusyawaratan para pemangku adat Tanah Depati
Atur Bumi. Hamparan Besar Tanah Depati Atur Bumi
ditempatkan di sini karena letaknya sangat strategis
berada ditengah-tengah Tanah Depati Atur Bumi atau
Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain. Tanah
Mendapo Rawang Mudik mudah dicapai dari segala
penjuru. Bisa dengan mudah ditempuh dengan
berjalan kaki, melalui jalan sungai ataupun danau.

146
Tanah Rawang di aliri sungai Batang Merao (Batang
Siulak), dimana orang-orang yang datang dari ulu
(Siulak, Semurup dll) dapat mengaliri air sungai
dengan perahu (biduk), dan orang-orang di hilir
(Seleman, Hiang, Penawar dll) dapat memudiki
sungai dan danau dengan perahu pula.

Depati Mudo Menggalo Beterawang Lido


memerintah dari dusun Koto Teluk. Tiap-tiap dusun
yang dibawahinya diperkuat dengan para pemangku
adat yang berkewajiban memimpin dan mengurus
dusun. Dibawah ini dikemukakan masing-masing 2
(dua) contoh dusun di Dayi (dusun di tepi sungai
Batang Merao) dan dusun di Pesisir Bukit (dusun
pada daerah pinggiran bukit).

1. Dusun Koto Baru Rawang di Dayi mempunyai


pemangku adat terdiri dari depati dan ninik
mamak, antara lain :

1) Depati Tembang Bumi


2) Depati Senang Gumi Gedang
3) Rio Bensu Putih
4) Rio Suku Bensu Hitam
5) Rio Balang Kodrat
6) Rio Balang B.T
7) Mangku Benda
8) Mangku Awang

147
2 Dusun Kampung di Ilir di Dayi memiliki
pemangku adat terdiri atas :

1) Depati Bagunjung Mas


2) Depati Niat
3) Depati Pasak
4) Rio Bensu Mas
5) Datuk Kitang

Sedangkan untuk dusun di Pesisir Bukit atau


dusun pada sekitar daerah pinggiran bukit dapat
dikemukakan pula diantaranya :

1. Dusun Koto Bento di Pesisir Barat memiliki


pemangku adat disebut dengan Depati Nan
Berenam, Ninik Mamak Nan Delapan. Adapun
Depati Nan Berenam terdiri dari :

1) Depati Singo Lago Kecik Pertama Alam


2) Depati Nyalo Gumi Tuo Sirah Mato
3) Depati Singo Lago Ilang Dilaman
4) Depati Singo Lago Kumbang
5) Depati Singo Lago Pemuncak Alam
6) Depati Singo Lago Gedang Tahan Kilat

148
Sedangkan Ninik Mamak Nan Delapan adalah :

1) Bujang Paniang Putih Anto Tapuro Koto


Bingin
2) Bujang Paniang Putih Tanah Mendapo
Koto Bingin
3) Bujang Paniang Putih Alang Lapang
4) Bujang Paniang Putih Ilang Dilaman
5) Bujang Paniang Putih Susun Negeri
6) Bujang Paniang Putih Menti Dalam
7) Bujang Paniang Gedang Cayo Negeri
8) Rio Temahak

2. Dusun Koto Keras di Pesisir Bukit dengan


pemangku adapt Depati Nan Berempat Ninik
Mamak Nan Bertujuh terdiri atas :
1) Depati Senyato Tuo
2) Depati Koto Keras Panjang Rambut
3) Depati Kemala Rajo
4) Depati Niat

Sedangkan Ninik Mamak Nan Bertujuh dusun


Koto Keras terdiri atas :

1) Patih
2) Yo Bensu
3) Suku Bensu
4) Datuk Singo Rajo Putih

149
5) Mangku Jin
6) Mangku Mudo
7) Mangku Agung

Secara ketatanegaraan tidak ada perbedaan


antara pemerintahan dusun yang terdapat di Pesisir
Bukit dengan dusun disepanjang tepi sungai Batang
Merao Dayi. Setiap dusun baik yang berada di
daerah Dayi maupun di daerah Pesisir Bukit menjadi
anggota Dewan Musyawarah Mendapo. Walaupun
ssecara geografis letaknya sedikit berjauhan dan
kondisi alamnyapun berbeda sehingga kelihatan efek
sosiologis yang menyebabkan komunitas pada
masing-masing daerah terasa lebih kental.
Sungguhpun demikian pergaulan antara orang
Rawang Pesisir Bukit dengan Rawang Dayi tetap
terjalin baik karena mereka berada dalam satu
payung Tanah Mendapo Rawang Mudik.

Tanah Mendapo
Rawang Hilir

T ANAH Mendapo Rawang Hilir sengaja diletakkan


pada urutan ke lima dalam penjelasan tentang
Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain atau Tanah
Depati Atur Bumi. Berdasarkan urutan seluko adat

150
“Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang”, seharusnya
tanah mendapo ini berada pada urutan ke 8.
Mengingat di tanah Rawang terdapat 2 (dua) buah
mendapo yaitu tanah Mendapo Rawang Mudik dan
tanah Mendapo Rawang Hilir, maka supaya tidak
membingungkan sengaja penjelasannya diletakkan
setelah tanah Mendapo Rawang Mudik.

Keberadaan Mendapo Rawang Hilir ini ada


yang meragukannya. Mereka berpendapat bahwa
letak daerah Mendapo Rawang Mudik dan Mendapo
Rawang Hilir tidak dapat diketahui secara jelas.
Menurut mereka di tanah Rawang bukan terdapat
dua tanah mendapo, melainkan terbagi atas dua
Karis Satio, yaitu : (1) Karis Setio Tap di Koto Baru,
dan (2) Karis Setio Balu di Kampung Dalam. Karis
Satio yang dua ini terbagi pula atas 4 patli, yaitu : (1)
Patli Sungai Liuk, (2) Patli Koto Baru, (3) Patli
Kampung Dalam, dan (4) Patli Tanah Kampung.
Dalam seluko adat ada dinyatakan : “Keris Setio yang
Duo, Petli yang Empat, Mendapo yang satu, yaitu
Mendapo Rawang”. Adapun dalam pembagian Tanah
Mendapo Nan Delapan Helai Kain dimana tanah
Rawang disebut dua kali, bukan berarti di tanah
Rawang terdapat 2 (dua) buah Mendapo, melainkan
2 (dua) Keris Setio. Masing-masing Keris Setio
mempunyai kekuasaan sebagai berikut : (1) Karis
Setio Tap mengusai Hutan dan Tanah, dan (2) Karis

151
Setio Balu memegang Undang dan Teliti. Sedangkan
isi dari Keris Setio Tap adalah : (1) Depati Awal, (2)
Depati Janggut, (3) Depati Punjung, (4) Depati Sino
Gumi ; dan isi Karis Setio Balu adalah : (1) Depati
Mudo, (2) Depati Nanggalo, (3) Depati Niat, (4)
Depati Bendaro.

Pendapat yang meragukan keberadaan


Mendapo Rawang Hilir sebagai mana dikemukakan
di atas, sepenuhnya diserahkan kepada para
pembaca untuk menilainya. Namun dalam seluko
adat pada masa pemerintahan Negara Depati Empat
Alam Kerinci tentang Tanah Depati Atur Bumi atau
Tanah Mendapo Nan Delapan Helain Kain secara
tegas di katakan : "Tigo di Mudik, Empat Tanah
Rawang; Tigo di Hilir, Empat Tanah Rawang". Di sini
jelas bahwa Tanah Depati Atur Bumi atau Tanah
Mendapo Nan Delapan Helai Kain, daerahnya terbagi
atas 8 (delapan) kemendapoan. Dimana Tigo di
Mudik, Empat Tanah Rawang adalah :

1. Mendapo Semurup
2. Mendapo Kemantan
3. Mendapo Depati Tujuh
4. Mendapo Rawang Mudik

Sedangkan Tigo di Hilir, Empat Tanah


Rawang adalah :

152
1. Mendapo Rawang Mudik
2. Mendapo Penawar
3. Mendapo Hiang
4. Mendapo Seleman

Sekarang yang perlu dijelaskan adalah


dimana letak tanah Mendapo Rawang Hilir. Adapun
Mendapo Rawang Hilir daerahnya merupakan
bagian dari Tanah Rawang yang tidak termasuk ke
dalam Mendapo Rawang Mudik, Mendapo Penawar,
Mendapo Hiang dan Mendapo Seleman. Daerah
tersebut adalah daerah Mendapo Tanah Kampung
dan Mendapo Lima Dusun yang merupakan
mendapo buatan (kosmatige mendapo) yang dibuat
pemerintah Hindia Belanda. Kedua mendapo itu
dalam struktur pemerintahan Negara Depati Empat
tidak ditemukan. Mendapo tersebut bukan mendapo
menurut sepanjang adat yang bernaung di bawah
pemerintahan Negara Depati Empat Alam Kerinci.

Pada masa Hindia Belanda terdapat


beberapa mendapo baru yang sengaja dibuat
pemerintah Belanda, seperti Mendapo Keliling
Danau, Mendapo Lolo, Mendapo Lima Dusun,
Mendapo Tanah Kampung, dan Mendapo Tiga Helai
Kain. Tidak hanya itu, malahan pada awal zaman
kemerdekaan orang Kerinci sendiri membuat pula
tambahan mendapo seperti : Mendapo Siulak,

153
Mendapo Natasari dan Mendapo Lempur. Penjelasan
tentang keberadaan dusun dan mendapo di Kerinci
akan ditulis dalam buku tersendiri berjudul : Hukum
Adat Tentang Pemerintahan Dusun dan Mendapo di
Kerinci. Selain itu telah disiapkan terjemahan bebas
dan penjelasan dari tulisan "De Mendapo Hiang in
het District Korintji, adatrechtelijke Verhandelingen",
karangan Dr. H. H. Morison seorang Controleur
Belanda yang pernah memerintah di Kerinci.

Tanah Mendapo Rawang Hilir pada masa


pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci, daerahnya
berbatas di sebelah Utara dengan tanah Mendapo
Rawang Mudik, disebelah Selatan dengan tanah
Mendapo Penawar, tanah Mendapo Hiang dan tanah
Depati Rencong Telang (batas antara Kumun Hilir
dengan Tanjung Pauh Mudik), disebelah Timur
dengan tanah Mendapo Kemantan, dan sebelah
Barat dengan daerah Kesultanan Indrapura yang
merupakan daerah pergunungan dengan Renah
Pesisir (Tapan dan Lunang) di pantai Barat pulau
Sumatera. Keadaan alam tanah mendapo ini, pada
bagian barat berbukit dan bergunung, bagian dari
daerah pergunungan Kerinci Barat dari pergunungan
Bukit Barisan. Sedangkan bagian Tumur merupakan
dataran tinggi datar, yang semenjak dulu telah
dijadikan persawahan. Bentangan persawahan disini
dibelah oleh aliran sungai Batang Siulak (Batang

154
Merao), sungai Batang Sangkir dan sungai Batang
Bengkal. Pada ke 3 (tiga) muara sungai yang menuju
ke danau Kerinci terdapat banyak rawa-rawa seperti
di sekitar dusun Debai.

Pada daerah dataran tinggi persawahan inilah


terdapat banyak dusun, diantaranya: dusun Baru,
Pendung, Koto Luar, Koto Dumo, Koto Duwo, Koto
Baru, Koto Pudung, Koto Tengah, Koto Serai, Koto
Tuo, Koto Renah, Debai, Dusun Baru, dusun
Berenak, Sungai Penuh, Pondok Tinggi, dan Kumun.
Penduduk yang mendiami dusun-dusun tersebut
berasal dari keturunan yang berbeda, diantaranya
terdapat yang berasal dari keturunan Depati Duo
Nenek, sebagian lainnya berasal dari nenek Talang
Betung yang berdiam di atas dusun Kumun dan
adapula yang berasal dari nenek Koto Jelatang di
Hiang. Orang Kumun dan orang Debai pada
umumnya berasal dari nenek Telang Betung. Diduga
nenek Talang Betung termasuk nenek yang pertama
menurunkan orang-orang disini, di Talang Betung
berdapat Batu Besar (megalit) peninggalan
prasejarah dari Zaman Batu Tengah (mesolitikum).
Zaman Batu Tengah di Kerinci bermula pada tahun
4.000 SM. Sungguhpun dalam kurun waktu yang
sangat lama namun perkembangan keturunannya
hanya meliputi 2 (dua) dusun saja, yaitu dusun
Kumun dan dusun Debai.

155
Menurut legenda orang Sungai Penuh,
Pondok Tinggi dan dusun Baru mereka berasal dari
nenek Siak Lengih di Koto Pandan, dan dari
keturunan Depati Duo Nienek di Rawang. Suatu hal
yang menarik di Koto Pinang (sekarang Sumur Ayir)
terdapat peninggalan prasejarah yang sangat tua
berupa batu Manhir sezaman dengan peninggalan
prasejarah di Talang Betung berupa batu media
pemujaan arwah nenek moyang pada zaman dulu.
Namun orang Sungai Penuh, Pondok Tinggi dan
dusun Baru tidak pernah mengatakan bahwa mereka
berasal dari nenek yang mempunyai batu menhir itu.
Diduga mereka tidak tahu sejarah awal asal usul
keturunannya, atau barangkali mereka berpantang
(pemali) mengatakan berasal dari nenek yang kafir,
karena nenek pemilik batu menhir di Koto Pinang
sudah pasti bukan menganut agama Islam.

Ke daerah tanah Kampung yang dulunya


berupa rawa-rawa datang ke sini nienek dari Hiang
(Koto Jelantang) mencari pematang tanah yang
tinggi untuk membuat dusun. Dusun pertama yang
mereka bangun adalah Koto Tuo, kemudian lalu
berdiri pula dusun Koto Panawar, Koto Tengah dan
Koto Pidung. Setelah dusun ini berkembang datang
pula ke sini orang-orang keturunan Depati Duo
Nienek.

156
Mendapo Rawang Hilir juga memperoleh
keistimewaan dengan diberikan kedudukan untuk
mengisi jabatan menempatkan seorang pegawai
tinggi di pusat pemerintahan Negara Depati Empat
Alam Kerinci di Sanggar Agung. Jabatan yang
dimaksud adalah jabatan Pegawai Jenang Pegawai
Rajo Suluh Bindang Dalam Negeri. Jabatan Pegawai
Dalam dipegang oleh depati dari Sanggar Agung,
sedangkan Kelambu Rajo dijabat depati dari dusun
Lolo. Jadi pegawai tinggi itu diberikan kepada 3 (tiga)
orang depati dari 3 (tiga) tanah depati yaitu : Tanah
Depati Atur Bumi, Tanah Depati Biang Sari, dan
Tanah Depati Rencong Telang.

Keadaan lingkungan dusun-dusun di


Mendapo Rawang Hilir terbagi dua, yaitu lingkungan
dusun-dusun di sekitar Pesisir Bukit dan lingkungan
dusun-dusung disekitar tanah Dayi. Dusun-dusun
dilingkungan pesisir bukit adalah dusun Sungai
Penuh, Pondok Tinggi dan dusun Baru di sebelah
Utara dan dusun Kumun disebelah Selatan.
Sedangkan termasuk dalam lingkungan tanah Dayi
adalah semua dusun yang berada di Tanah
Kampung. Jarak antara lingkungan Pesisir Bukit
dengan lingkungan tanah Dayi hanya dibatasi oleh
daerah pertemuan tiga sungai besar di Renah
Kerinci, yaitu sungai Batang Merao, Batang Bengkal
dan Batang Sangkir. Pada daerah pertemuan ini

157
terdapat rawa-rawa luas, seakan-akan memisahkan
daerah Pesisir Bukit dengan daerah tanah Dayi.
Rawa-rawa ini tidak bisa ditempuh baik dengan
berjalan kaki maupun dilayari dengan biduk (perahu).
Kondisi ini menyebabkan hubungan dan kontak
antara masyarakat pada ke dua daerah menjadi sulit.
Interaksi masyarakat hanya lebih intensif pada
lingkungan kawasan masing-masing.

Pusat pemerintahan Mendapo Rawang Hilir


adalah Koto Tuo, dari sini Depati Mudo Beterawang
Lido memerintah Tanah Mendapo Rawang Hilir
bersama Dewan Musyawarah Mendapo (mendapo-
raad) yang di ketuainya. Dewan mendapo sendiri
beranggotakan utusan tiap-tiap dusun, para orang
tuo, cerdik pandai dan pegawai syarak. Jadi Depati
Mudo Beterawang Lido disamping sebagai kepala
mendapo dia merangkap sebagai ketua Dewan
Musyawarah Mendapo dan sekaligus sebagai
pemimpin komunitas orang adat dalam dusun Koto
Tuo.
Dusun Koto Tuo sendiri sebagai pusat
pemerintahan Mendapo Rawang Hilir diperintah oleh
Depati Nan Batigo, Ninik Mamak Nan Sembilan

Adapun Depati Nan Batigo adalah:


1. Depati Mudo Beterawang Lido
2. Depati Senang Bumi

158
3. Depati Mudo Perbo Alam

Sedangkan Ninik Mamak Nan Sembilan terdiri atas :


1. Rio Tunggak Rajo Gedang
2. Rio Tunggak Rajo Kecil
3. Rio Tunggak Rajo Menteri Alam
4. Rio Bendaro
5. Rio Titian Dirajo
6. Rio Bensu Panjang
7. Rio Bensu Susun Negeri
8. Rio Pilih Putih
9. Rio Pilih Hitam.

Tiap-tiap orang yang memangku jabatan Ninik


Mamak Nan Sembilan mengemban tugas mengurus
kelebu, dan bersama depati dalam lurah mengurus
lurahnya. Untuk melilhat bagaimana pemerintahan
dusun diatur, maka dikemukakan lagi sebuah contoh
dusun di Dayi yaitu dusun Koto Pendung dengan
pemerintahan dusun dipimpin Depati Nan Berempat
Ninik Mamak Nan Bertujuh.

Perangkat Depati Nan Berempat itu, adalah :

1. Depati Senang Bumi Hitam


2. Depati Mudo Sirah Dado
3. Depati Singo Lago Kenantan Lidah
4. Depati Lindo Benab.

159
Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan
Bertujuh adalah:

1. Rio Kelurah
2. Rio Bensu Panjang
3. Rio Depati Panjang
4. Rio Bensu
5. Rio Bensu Pandak
6. Rio Suko
7. Rio Temenggung.

Pada setiap dusun dalam kemendapoan


memiliki nama atau gelar dari pemangku adatnya,
namun kalau hal tersebut diungkapkan satu persatu
maka uraiannya akan menjadi panjang. Oleh sebab
itu, hanya dikemukakan 2 (dua) dusun saja sebagai
contoh pada setiap mendapo.

Sesungguhnya ditemukan sedikit perbedaan


dalam corak kepemimpinan masyarakat adat pada
lingkungan dusun-dusun di Pesisir Bukit dengan
dusun-dusun dilingkungan tanah Dayi. Pada
lingkungan tanah Dayi tiap-tiap dusun dipimpin oleh
sebuah dewan pemangku adat, namun dilingkungan
daerah Pesisir Bukit sebuah dewan adat memerintah
beberapa buah dusun. Perbedaan seperti ini bisa
saja terjadi karena masih sesuai dengan acuan
hukum adat yaitu : "Adat serupo, ico dipakai yang

160
belain-lain". Sebagai contoh dusun Kumun dan Debai
dipimpin oleh pemangku adat yang tergabung dalam
sebuah dewan disebut Depati Empat, Patih Nan Duo,
Pemangku Nan Duo. Sedangkan di daerah Sungai
Penuh terdiri atas dusun Baru, dusun Sungai Penuh,
dusun Pondok Tinggi dan dusun Empeh dipimpin
oleh sebuah dewan bernama Depati Nan Bertujuh,
Permenti Nan Sepuluh, Pemangku Nan Berduo,
Ngabi Teh Sentio Bawo.

Adapun perangkat adat Depati Nan Bertujuh


terdiri atas :

1. Depati Santioudo, dusun Sungai Penuh lurah


Rio Jayo, larik Iyun
2. Depati Payung, dusun Pondok Tinggi
3. Depati Sungai Penuh, dusun Sungai Penuh larik
Baru
4. Depati Pahlawan Negaro, dusun Sungai Penuh
larik Pantai
5. Depati Simpan Negeri, dusun Baru
6. Depati Nyato Negeri, Dusun Baru
7. Depati Setio Bawo Larik Baru ?

Perangkat adat Permenti Nan Sepuluh terdiri atas :

1. Datuk Singarapi, dusun Sungai Penuh


2. Rio Senggaro, dusun Pondok Tinggi.

161
3. Rio Mendaro/Rio Pati, Pondok Tinggi
4. Rio Temenggung, dusun Sungai Penuh
5. Rio Jayo, dusun Sungai Penuh
6. Rio Mendiho, dusun Sungai Penuh
7. Datuk Sepati Gagak, dusun Sungai Penuh
8. Datuk Sepati Uban, dusun Sungai Penuh
9. Datuk Kuning Kodrad, Sungai Penuh
10. Rio Mangkubumi, dusun Sungai Penuh

Sedangkan Perangkat adat Pemangku Nan


Berduo terdiri atas:

1. Mangku Rajo, dusun Sungai Penuh


2. Mangku Depati (Ngabi Teh Satio Bawo) dusun
Sungai Penuh.

Keadaan yang hampir sama terdapat pula


pada Dewan Depati Nan Empat, Patih Nan Duo,
Pemangku Nan Duo yang memerintah dan mengurus
dusun Kumun dan Debai sebagaimana telah
disebutkan di atas. Adapun Depati Nan Empat
adalah:

1. Depati Sempurno Bumi Putih


2. Depati Purwo Negaro
3. Depati Gelang Negeri
4. Depati Nyato Negaro

162
Sedangkan Patih Nan Duo adalah :

1. Patih Balang
2. Patih Nyampai

Pemangku Nan Dua adalah :


1. Mangku
2. Mangku Cahayo Depati

6.6. Tanah Mendapo


Penawar

D AHULU Mendapo Penawar disebut orang


dengan Mendapo Penuras. Kata penawar dan
penuras adalah kuasa kata bahasa Kerinci yang
merupakan bagian dari bahasa Melayu. Kedua
kausa kata hampir sama artinya dan bersifat religius
megish. Penawar dapat diartikan sebagai obat untuk
menghilangkan daya kekuatan bisa, racun dan
penyakit. Dapat juga berarti mantra atau jampi untuk
menghilangkan sesuatu penyakit dari tubuh
seseorang. Dari sisi lain dapat pula berarti sesuatu
yang dapat membuat orang senang, misalnya
penawar hati yaitu membuat hati menjadi senang.

163
Hampir sama halnya dengan kata penuras yang
berarti sesuatu pelumas untuk mengobati penyakit.

Tanah Mendapo Penawar merupakan tanah


mendapo yang wilayah teritorialnya paling kecil
dibandingkan dengan tanah mendapo lain.
Daerahnya terdiri atas daerah persawahan dan
sebagian kecil daerah perladangan pada sekitar
lereng Bukit Katenggang. Disekitar persawahan
dilereng perbukitan yang datar, rakyat membuat
dusun-dusun tempat mereka tinggal. Mata pencarian
penduduk boleh dikatakan hanya bersawah dan
berladang kecil-kecilan.

Tanah Mendapo Penawar berbatas di sebelah


Timur dengan Mendapo Hiang dan Mendapo
Kemantan. Sebelah Utara dengan Mendapo Rawang
Hilir, dan disebelah Barat dengan Mendapo Hiang.
Sedangkan disebelah Selatan juga dengan Mendapo
Hiang. Disamping wilayah teritorialnya kecil, dusun-
dusun yang terdapat di sini juga berjumlah sedikit.
Pada mulanya dusun-dusun dalam tanah mendapo
ini hanya berjumlah 4 (empat) buah, yaitu : dusun
Pendung Ilir, dusun Pendung Tengah, dusun Tanjung
Mudo dan dusun Koto Padang. Kemudian dalam
perkembangannya hanya bertambah sebuah dusun
saja, yaitu dusun Pendung Mudik. Sedangkan
penduduk yang mendiami dusun-dusun dalam

164
kemendapoan Penawar menurut sejarah berasal dari
koto Jelatang (Hiang Tinggi) sekitar 3 atau 4 km dari
daerah ini. Ke empat dusun yang telah disebutkan di
atas mempunyai hubungan kekerabatan dengan
orang-orang dusun Pendung Koto Padang, Debai,
Pendung, Hiang, Sungai Abu dan Koto Tebat.
Hubungan kekerabatan ini secara adat mengikat atau
mewajibkan orang Penawar untuk mengun-dang
orang-orang dusun-dusun tersebut pada waktu
mereka mengadakan kenduri sko dan perhelatan
adat lainnya, demikian pula sebaliknya.

Penguasa atau pemangku adat yang


memerintah dusun-dusun di tanah Penawar adalah
dewan Depati Nan Empat, Menti Nan Balimo, dalam
lurah Depati Mudo Beterawang Lido dan semua
mereka terhimpun dalam satu dewan atau majelis.
Pusat pemerintahan tanah Mendapo Penawar adalah
dusun Tanjung Mudo, sedangkan sebagai kepala
Mendapo adalah Depati Mudo Beterawang Lido. Dari
ulasan sebelumnya tampak bahwa gelar Depati Mudo
Beterawang Lido juga terdapat di Tanah Mendapo
Rawang Mudik dan Mendapo Rawang Hilir.
Bagaimana hal ini bisa terjadi dan apakah ada
hubungan berdasarkan keturunan darah di antara
mereka belumlah dapat di ketahui secara jelas. Atau
bisa saja mereka hanya saling meniru satu sama lain.

165
Adapun pemangku adat Depati Nan Empat dari
kemen-dapoan Penawar terdiri dari :

1. Depati Riang Kuning, dari Pendung Mudik


2. Depati Punjung Kecil, dari Pendung Tengah
3. Depati Mudo Lurah, dari Pendung Hilir
4. Depati Riang Berjanggut Hitam, dari Tanjung
Mudo

Ke empat depati tersebut dibantu oleh Menti


Nan Balimo, yang terdiri atas :

1. Mangku Mudo Rio Jayo


2. Rio Mulyo
3. Rio Mangku So
4. Patih Paud Patih Dani
5. Datuk Musali

Sama dengan kemendapoan lainnya, pada


setiap dusun dibentuk pula pemangku adat untuk
mengurus anak jantan dan anak batino dalam dusun.
Sebagai contoh di ambil dusun Koto Padang. Di sini
orang membentuk pemangku adat tingkat dusun
terdiri dari : Depati Nan Bertujuh, Ninik Mamak Nan
Sembilan. Adapun perangkat adat Depati Nan
Bertujuh adalah :

166
1. Depati Mudo Beterawang Lido
2. Depati Penawar Rajo
3. Depati German Besi
4. Depati Metak Bumi
5. Depati Lurah Gedang
6. Depati Penawar Agum
7. Depati Udo

Sedangkan Ninik Mamak Nan Sembilan adalah :

1. Patih Pimpon
2. Rio Sedalam
3. Rio Milijo
4. Rio Bensu Putih
5. Sembah Ajo
6. Rio Mendaro
7. Rio Mulyo Hitam
8. Mangku Tarajo
9. Patih Pimpon Negeri

Perangkat adat sebagaimana di atas terdapat


pula pada dusun-dusun lain. Di sini terlihat bahwa
dalam masyarakat adat Kerinci ditemukan perangkat
adat yang mengurus tanah dusun, tanah mendapo,
tanah depati, dan Alam Kerinci.

167
6.7. Tanah Mendapo
Hiang

K EDUDUKAN Mendapo Hiang, baik dalam


sejarah maupun dalam ketatanegaraan sangat
pen-ting. Daerah ini telah ditetapkan menjadi pusat
Tanah Depati Atur Bumi atau Tanah Mendapo Nan
Delapan Helai Kain. Selain itu, sejarah mencatat
bahwa Hiang Tinggi awalnya bernama Koto
Jelantang, merupakan tempat asal keturunan orang-
orang dalam Mendapo Hiang, Mendapo Penawar,
sebagian Mendapo Rawang Hilir dan Mendapo
Seleman.

Berdasarkan legenda yang berkembang


dalam masyarakat, menyebutkan nenek moyang
mereka bernama Indar Baya dan Sibantut (suami
isteri) mempunyai anak Indar Mariam kemudian
kawin dengan Sibuku. Lalu melahirkan Indar Jati,
kemudian kawin dengan Maya. Suami isteri ini
melahirkan anak bernama Semaya. Semaya
bersuamikan pula dengan Indar Jati. Perkawinan
mereka melahirkan anak bernama Berusu Tunggal
dan kemudian kawin pula dengan Sitti Maya.
Perkawinan Berusu Tunggal dengan Sitti Maya
mempunyai anak sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu :

168
Dayang Endah, Dayang Ruami dan Dayang
Rumayah. Dari ke tiga anak perempuan itu
melahirkan banyak keturunan, diantara yang
terpenting adalah dari keturunan Dayang Endah. Dia
bersuami Ilang Dilaman dan mempunyai anak
sebanyak 5 (lima) orang, yaitu : Sari Endah, Sari
Setu, Meh Cincin, Meh Ripin dan Meh Jeman.
Diantara mereka yaitu Meh Jeman mempunyai 2
(dua) orang anak, yaitu : Serunjung Angin dan
Sejaman. Sedangkan Sari Endah melahirkan
Saindah, Sari Pemantu, dan Inten Pematu. Kemudian
Meh Ripin mempunyai anak pula bernama Saipin.
Sebagian besar dari keturunan tersebut menetap di
negeri Hiang dan Penawar, sedangkan yang lainnya
menyebar pada beberapa dusun di Kerinci. Namun,
sejauhmana kebenaran cerita ini tidaklah dapat
dijelaskan.

Tanah Mendapo Hiang di sebelah Utara


berbatas dengan daerah Otonomi Persekutuan
Hukum Adat Orang Batin Muaro Bungo. Sebelah
Selatan berbatas dengan danau Kerinci dan Tanah
Depati Rencong Telang (Pemuncak Tuo Pulau
Sangkar). Di sebelah Barat berbatas dengan
Mendapo Penawar dan Mendapo Kemantan, dan di
sebelah Timur dengan Mendapo Seleman. Daerah ini
pada bagian Barat merupakan daerah persawahan,
dengan dusun-dusun berpenduduk padat.

169
Sedangkan pada bagian Utara merupakan tanah
yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung dan
masih berupa hutan. Adapun dusun-dusun dalam
tanah mendapo ini adalah : Hiang Tinggi, Betung
Kuning, Koto Baru, Ambai, Pendung, Semerah,
Sebukar, Kayu Aro Ambai dan Bungo Tanjung.

Dusun Sebukar, Kayu Aro Ambai, Ambai dan


Bungo Tanjung terletak di daerah Tanah Cuguk (bukit
kecil yang rendah) posisinya berada di tepi danau
Kerinci. Kondisi geografis ini menyebabkan Tanah
Mendapo Hiang berbatasan langsung dengan danau
Kerinci. Hiang Tinggi, Betung Kuning, Koto Baru dan
Ambai berada di kaki bukit pergunungan Kerinci
Timur, sedangkan Pendung dan Semerah berada di
tengah-tengah daerah persawahan.

Pusat pemerintahan Mendapo Hiang adalah


Koto Baru. Dari tempat ini Depati Batu Hampar
sebagai kepala mendapo memerintah bersama para
depati dan ninik mamak sebagai pelaksanan tugas
sehari-hari. Terdapat dewan Musyawarah Mendapo
(mendaporaad), dengan anggotanya terdiri dari
utusan pemangku adat dusun. Selain itu, pada tanah
Mendapo Hiang terdapat pula pusat pemerintahan
tanah Depati Atur Bumi atau Tanah Mendapo Nan
Delapan Helai Kain yaitu di Hiang Tinggi. Mengenai
Mendapo Hiang pernah ditulis oleh H. Marioson

170
seorang Controluer Belanda yang pernah memangku
jabatan sebagai Kepala Daerah Onderafdeeling
Kerintji Indrapura dan sebagai Kepala Daerah District
Kerinci.

Pada dusun Hiang Tinggi pusat Tanah Depati


Atur Bumi terdapat penguasa adat Depati Nan Balimo
Ninik Mamak Nan Balimo. Mereka secara bersama
menjalankan pemerintahan pada tingkat dusun dan
tanah depati. Dalam hukum adat Kerinci ditemukan
bentuk yang bersifat kebersamaan (komunal)
mengutamakan kepentingan bersama atau satu
untuk semua dan semua untuk satu.

Adapun perangkat Depati Nan Belimo adalah :

1. Depati Atur Bumi


2. Depati Atur Bayo
3. Depati Nyato Negara
4. Depati Yang Tunggal
5. Depati Tudoh

Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan Balimo


adalah :

1. Mendalo Ajo
2. Cindai Pati
3. Kalukah

171
4. Kebalo Ajo
5. Depati Ajo

Dalam Ninik Mamak Nan Balimo di atas


terdapat seorang ninik mamak bergelar Depati Ajo.
Walaupun bergelar depati namun statusnya adalah
ninik mamak. Khusus dalam mendapo Hiang banyak
depati yang berstatus ninik mamak, hal seperti ini
tidak terjadi pada daerah lain. Di Alam Kerinci gelar
depati merupakan gelar pejabat adat paling tinggi
dalam suatu komunitas masyarakat adat, kemudian
dibawahnya baru ninik mamak. Untuk membedakan
antara keduanya, maka ninik mamak biasanya diberi
gelar lain seperti : Rajo, Sutan, Datuk, Rio, Ngabi,
Mangku, Temenggung (Menggung), Patih, Kabalo,
Kelukah, Cindai dll. Sedangkan untuk perangkat adat
pada tingkat bawah diberi gelar pula seperti :
alingan (pesuruh), tukang canang, penggawa
(pengao), hulubalang dll. Bila seseorang
menyandang gelar tersebut, maka orang dapat
mengetahui bahwa yang bersangkutan adalah
perangkat adat.

Selain dusun Hiang Tinggi dapat pula dilihat


dusun Betung Kuning disebelahnya. Dusun ini
termasuk dusun lama di Tanah Hiang dan diurus oleh
pemangku adat Depati Nan Berempat, Ninik Mamak
Nan Berempat. Bilangan depati dan ninik mamak

172
biasanya disesuaikan menurut banyaknya lurah
dalam sebuah dusun.

Perangkat adat Depati Nan Berempat, adalah :

1. Depati Agung
2. Depati Rajo
3. Depati Anggo Rajo
4. Depati Garmeng
Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan berempat
terdiri pula atas :

1. Rio Agung
2. Rio Pati
3. Rio Parbo
4. Rio Karango

Contoh lain dapat dikemukakan pula dua


buah dusun di luar negeri Hiang tapi masih dalam
satu kemendapoan. Ke dua dusun dimaksud adalah
dusun Ambai di lereng bukit pegunungan Kerinci
Timur dan dusun Bungo Tanjung di tepi Danau
Kerinci. Untuk dusun Ambai pemangku adat atau
pejabat adat yang memerintah disebut dengan :
Depati Nan Berenam Ninik Mamak Nan Berenam.

Adapun perangkat adat Depati Nan berenam


adalah :

173
1. Depati Intan
2. Depati Mandaro
3. Depati Simpan Negeri
4. Depati Mangkuto Alam
5. Depati Rajo Depati
6. Depati Jayo

Sedangkan Ninik Mamak Nan berenam adalah :

1. Rajo Mangkuto
2. Sutan Manenggang
3. Rajo Penghulu
4. Depati Suko Berajo
5. Depati Gerah Bumi
6. Depati Bumi Siam

Di atas terdapat 3 (tiga) orang yang bergelar


depati, tetapi berstatus ninik mamak. Tampak dalam
Mendapo Hiang keadaan seperti itu biasa terjadi,
tidak terlalu dibedakan benar. Pada daerah lain
seseorang yang menyandang gelar depati harus
berstatus depati, dan orang yang menyandang gelar
ninik mamak dicarikan pula gelar lain.

Pada dusun Bunga Tanjung perangkat adat


yang memerintah disebut Depati Nan Berempat Ninik
Mamak Nan Berempat. Adapun Depati Nan
berempat adalah :

174
1. Depati Celak Gedang
2. Depati Celak Kecik
3. Depati Celak Putih
4. Depati Celak Itam

Sedangkan Ninik Mamak Nan Berempat adalah :


1. Rajo Gedang
2. Rajo Kecik
3. Rajo Putih
4. Rajo Itam

Terlihat sedikit perbedaan gelar-gelar depati


dan ninik mamak dari dusun Bungo Tanjung, dimana
ke empat depatinya bergelar “Celak” dan ninik
mamak semuanya bergelar “Rajo”. Mungkin ini
disebabkan pengaruh dari asal usul keturunan orang
Bungo Tanjung dari Jerangkan Tinggi, bukan dari
Koto Jelatang, sebagai mana kebanyakan dusun-
dusun dalam Mendapo Hiang.

Dari 4 (emat) buah dusun dalam Mendapo


Hiang, dusun Hiang Tinggi mempunyai 5 (lima) lurah
dan masing-masing lurah mempunyai 1 (satu) kelebu,
yang diurus oleh 5 (lima) orang depati dan 5 (lima)
orang ninik mamak. Dusun Betung Kuning
mempunyai 4 (empat) lurah dan 4 (empat) kelebu,
diurus oleh 4 (empat) orang depati dan 4 (empat)
orang ninik mamak. Dusun Debai mempunyai 6

175
(enam) lurah dan 6 (enam kelebu, diurus oleh 6
(enam) orang ninik mamak. Dusun Bungo Tanjung
mempunyai 4 (emapt) lurah dan 4 (empat) kelebu,
diurus oleh 4 (empat) orang depati dan 4 (empat)
orang ninik mamak.

6.8. Tanah Mendapo


Seleman

M ENDAPO Seleman berbatas sebelah Utara


dengan Mendapo Hiang, sebelah Selatan
dengan Tanah Depati Biang Sari, sebelah Barat
dengan danau Kerinci, dan sebelah Timur dengan
daerah Otonomi Persekutuan Hukum Adat Orang
Batin Muara Bungo. Batas mendapo ini dengan
Tanah Depati Biang Sari menurut sepanjang adat
terletak di tengah-tengah dusun Seleman dan disebut
orang dengan “didih temih”, yaitu batas tanah depati
dengan tanah depati. Separuh dari dusun Seleman
masuk dalam Mendapo Seleman, Tanah Mendapo
Nan Delapan Helain Kain atau Tanah Depati Atur
Bumi, dan separuh lagi masuk dalam Tanah Depati
Biang Sari.

176
Dusun-dusun yang termasuk dalam Mendapo
Seleman menurut sepanjang adat adalah : Seleman
(Separuh), Tanjung Tanah, Koto Petai, Ujung Pasir,
Koto Iman, Koto Salak, dan Cupak. Tentang asal usul
penduduk yang mendiami dusun-dusun tersebut
berkembang beberapa legenda dalam masyarakat.
Salah satunya mengatakan orang yang pertama
dikenal di daerah ini adalah nenek Segindo Kuning,
atau ada yang menyebutnya dengan Nenek Sagindo
Kerau. Namun dari mana asalnya tidak mereka
ketahui. Mereka hanya mengatakan nenek Sagindo
Kuning atau nenek Segindo Kerau bertempat tinggal
di dusun Seleman di tepi Danau Kerinci. Beliau sering
berpindah tempat tinggal antara Seleman dengan
Tanjung Kerbau Jatuh di Sanggar Agung. Beliau
meninggal dan dikuburkan di Seleman. Kuburannya
sudah terendam air danau Kerinci. Terlepas dari
legenda di atas, perlu untuk digaris bawahi bahwa di
dekat daerah ini terdapat dua dusun purba yaitu :
Koto Jelantang di Hiang Tinggi dan Jerangkan Tinggi
di dekat dusun Muak disebelah Selatan danau
Kerinci. Secara logis maka sangat besar
kemungkinan asal anak keturunan yang berkembang
di sekitar daerah ini, datang dari kedua dusun purba
tersebut, baik secara langsung maupun tidak.

Mendapo Seleman sebagaimana telah


disebutkan di atas berbatas langsung dengan Tanah

177
Depati Biang Sari yang berpusat di dusun Pengasih.
Penduduk dusun Pengasih banyak bermigrasi ke
Pulau Pandan, Sanggar Agung, dan Pendung Talang
Genting. Dari ke 3 (tiga) dusun itu mereka pergi ke
dusun Seleman dan Tebing Tinggi. Mereka datang ke
sini tidak lain untuk membuat sawah. Selain itu, ke
daerah Mendapo Seleman datang pula migrasi dari
Koto Jelantang (Hiang Tinggi). Migrasi penduduk
bergerak ke Ambai, Cupak, Tanjung Tanah, Koto
Iman, Koto Salak, Ujung Pasir dan kemudian ke
dusun Seleman. Arus migrasi kemudian bertemu di
dusun Seleman, baik yang datang dari keturunan
nenek moyang Koto Jelantang maupun dari nenek
moyang Jerangkang Tinggi. Lalu secara bersama-
sama mereka membangun kehidupan dengan
membentuk dusun yang disebutkan di atas.

Pusat mendapo Seleman adalah dusun


Seleman dan dari sini roda pemerintahan dijalankan
oleh Depati Nan Delapan Ninik Mamak Nan Delapan.
Adapun perangkat Depati Nan Delapan yang
memerintah kemendapoan Seleman adalah :

1. Depati Taroh (Sirah) Bumi


2. Depati Tudung Manis
3. Depati Seku Bulan
4. Depati Rio Mudo
5. Depati Selago

178
6. Depati Pengasih
7. Depati Segalo Putih
8. Depati Senggaro

Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan


Delapan yang membantu tugas para depati dalam
mengurus negeri adalah :

1. Temenggung Rajo
2. Panglimo Sutan
3. Rajo Mudo Putih
4. Rajo Ketib
5. Rajo Tiang Alam
6. Rajo Temenggung
7. Rajo Sari
8. Rajo Negaro

Dusun Seleman selain sebagai pusat


kemendapoan, juga merupakan pusat pemerin-tahan
dusun. Pemerintah dusun Seleman dijalankan para
pemangku adat dusun dan juga dipimpin oleh Depati
Taroh Sirah Bumi dan kembarannya serta para depati
dan ninik mamak dusun. Dalam menjalankan
pemerintahan dusun, pelaksanaan tugas banyak
dijalankan oleh kembaran Depati Taroh Sirah Bumi
dan kembaran lainnya. Seorang depati dalam sebuah
dusun, dimana yang bersangkutan merangkap
sebagai pemangku adat dalam kemendapoan maka

179
tugas mengurus dusun dilaksanakan oleh
kembarannya. Keadaan yang sama juga berlaku
pada dusun-dusun lain, dimana setiap dusun memiliki
perangkat pemerintahan dusun. Sebagai contoh
dapat dikemukakan dusun Tanjung Tanah dan Dusun
Cupak. Pemangku adat yang memerintah dusun
Tanjung Tanah disebut dengan Depati Nan Batigo,
Ninik Mamak Nan Batigo. Adapun perangkat Depati
Nan Batigo terdiri atas :

1. Depati Talam
2. Depati Kerto Bumi
3. Depati Sikembang

Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan Batigo yang


membantu para depati adalah :
1. Rajo Bugis
2. Rajo Mendaro
3. Rajo Mudo.

Demikian pula dengan dusun Cupak sekitar 4


(empat) km dari dusun Tanjung Tanah, dimana
perangkat pemerintahan dusunnya disebut dengan
Depati Nan Berempat Ninik Mamak Nan Berempat.
Adapun perangkat Depati Nan Berempat terdiri atas :

1. Depati Mangku Bumi


2. Depati Serah Bumi

180
3. Depati Sakarjo
4. Depati Sukoberajo

Perangkat depati tersebut dibantu para Ninik


Mamak Nan Berempat terdiri atas :
1. Mangku Rajo
2. Rajo Laksano
3. Rajo Mendaro
4. Rajo Alam

Masing-masing perangkat adat yang


mengurus kemendapoan dan mengurus dusun
mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-
sendiri. Bila seorang pemangku adat dusun
merangkap pemangku adat mendapo, maka tugas
dalam mengurus dusun dijalankan kembarannya.
Dalam hal ini, posisi depati atau ninik mamak bisa
dijabat atau dipangku oleh lebih dari satu orang untuk
gelar depati atau gelar ninik mamak yang sama.
Penjelasan mengenai hal ini akan ditulis secara
tersendiri dalam uraian yang terpisah. Gambaran
tentang kemendapoan Seleman di atas, menutup
ulasan secara umum mengenai kemendapoan dalam
lingkup Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain
atau Tanah Depati Atur Bumi.-

181
BAB VII
Tanah Depati
Biang Sari

T
anah depati ini memiliki batas, di sebelah
Utara dengan Tanah Depati Atur Bumi,
dengan tapal batas berada di tengah-tengah
dusun Seleman, disebut dengan "didih temih". Batas
di sebelah Barat dengan Danau Kerinci dan Tanah
Depati Rencong Telang (antara Pidung dengan
Keluru) dan sungai Batang Merangin. Di sebelah
Selatan dengan Pulau Manis (antara Muan dengan
Terutung) Tanah Depati Rencong Telang, dan
disebelah Timur berbatas dengan Rantau Nan Tigo
Jenjang (Air Liki). Rantau Nan Tigo Jenjang diatas
termasuk dalam wilayah adat Tanah Depati Rencong
Telang.

182
Jika batas Tanah Depati Atur Bumi dengan
daerah Minangkabau (kerajaan Kakabung Sungai
Pagu) dalam bentuk batas alam yaitu Gunung Kerinci,
maka batas Tanah Depati Atur Bumi dengan Tanah
Depati Biang Sari berupa tapal batas buatan berada
di tengah-tengah dusun Seleman. Dalam seluko adat
disebutkan "batas alam bersuluh matahari,
sedangkan batas buatan bersuluh ingatan (fikiran),
dimana lantak tidak goyah, cermin tidak kabur".

7.1. Tanah Biang

T ANAH Depati Biang Sari terdiri atas 5 (lima)


tanah pemerintahan lapisan ke 2 (dua) yang
disebut dengan “Tanah Biang”, yaitu :

1. Tanah Biang Pengasih terdiri atas dusun


Pengasih, Terutung, Pulau Pandan, Tanjung
Batu dan Pidung.

2. Tanah Biang Sanggar Agung terdiri atas dusun


Sanggar Agung, Pendung Talang Genting,
Seleman Ilir dan Tebing Tinggi.

183
3. Tanah Biang Ngaol terdiri atas dusun Telantam,
Kandang, Kampung Tengah, Rumah Panjang,
Pulau Demat, Tanjung Putus, Lubuk Punti,
Sungai Talang, Ngaol, Muaro Berembang, Air
Liki, Sarik Belarik, Genting, dan Renah
Kepayang.

4. Tanah Biang Muaro Kibul terdiri atas dusun Batu


Gedang, Muaro Lengah, Sungai Ampar,
Tanjung Putus, Pulau Tebakar, Muaro Gabah,
Kampung Baru, Kampung Tengah, Kampung
Aur, Kampung Dalam, Sungai Tabir, Lubuk
Resam, Padang Lendir, dan Pulau Lebar.

5. Tanah Biang Rantau Panjang terdiri atas dusun


Rantau Panjang, Pasar Rantau Panjang, Lubuk
Bumbun, Tanjung, Belur Panjang, Ulak Makam,
Rantau Limau Manis, Kandang, Koto Rayo,
Rantau Arau, Muaro Jernih, Pulau Aro, Kapuk
dan Seling.

Pusat pemerintahan tanah Depati Biang Sari


adalah dusun Pengasih. Dari dusun ini Depati Biang
Sari mengkoordinir pememerintahan dusun-dusun
yang bearda dalam wilayahnya. Depati Biang Sari
adalah kepala tanah depati dan ketua kerapatan adat
tanah depati yang beranggotakan para depati dari
masing-masing Tanah Biang. Selain dusun Pengasih,

184
dusun yang sangat penting kedudukannya adalah
dusun Sanggar Agung, karena dusun ini merupakan
pusat pemerintahan Negara Depati Empat Alam
Kerinci. Dusun Pengasih disebut sebagai tanah
sebingkah atau tempat pusat pemerintahan adat
tanah Depati Biang Sari. Dusun Pengasih sekaligus
merupakan hamparan besar dari Tanah Depati Biang
Sari, tempat para pemangku adat seluruh Tanah
Biang dan tanah dusun bermusyawarah dalam
mengelola negeri Tanah Biang Sari.

Seluko adat yang sering disebut-sebut dalam


kehidupan masyarakat Kerinci tentang pentingnya
peran Tanah Depati Biang Sari menyebutkan : "Tanah
Depati Biang Sari, Hamparan Besar Tanah Pengasih,
Sanggar Agung Tanah Kadipan, Tempat Musyawarah
Depati Alam Kerinci". Dalam menjalankan roda
pemerintahan tanah depati, maka Depati Biang Sari
dibantu oleh para depati dan ninik mamak dalam
dusunnya dan para depati dan ninik mamak yang
terdapat pada Tanah Biang dan tanah dusun lainnya.
Kebijakan pembangunan tanah depati dan rakyatnya
ditentukan secara bersama oleh para depati yang
memerintah, cerdik pandai dan para tetua adat dari
Tanah Biang dan dusun-dusun yang tergabung dalam
Tanah Depati Biang Sari. Sedangkan implementasi
secara langsung terhadap rakyat dilakukan para
depati, ninik mamak yang memerintah tanah Biang

185
dan tanah dusun. Perangkat pemerintahan tanah
depati hanya bersifat mengawasi, menuntun dan
memberi sanksi terhadap penyimpangan dari
kebijakan yang telah disepakati.

Dusun Pengasih sebagai pusat pemerintahan


tanah Depati Biang Sari diperintah oleh Depati Nan
Berempat, Ninik Mamak Nan Berempat, terdiri atas :

Depati Nan Berempat adalah :


1. Depati Biang Sari.
2. Depati Pengasih
3. Depati Parwo
4. Depati Sukoberajo

Sedangkan Ninik Mamak Nan Berempat adalah :


1. Rio Depati
2. Suko Berajo
3. Singo Negaro
4. Raji Temenggung

Pada dusun Pendung Talang Genting


susunan pemerintah dusun terdiri atas Depati Nan
Beduo Ninik Mamak Nan Beduo. Adapun Depati Nan
Berduo terdiri atas :

1. Depati Biasan
2. Depati Rio Suto

186
Sedangkan Ninik Mamak Nan Berduo adalah :

1. Rio Ginggang
2. Rio Laksano

Sedangkan pada dusun Tebing Tinggi yang


terletak di bagian Timur Laut dari Tanah Depati Biang
Sari (dibawah kaki bukit Seru) diperintah pula oleh
pemangku adat Depati Nan Berduo Ninik Mamak Nan
Berduo.

Adapun Depati Nan Berduo terdiri atas :

1. Depati Mongem
2. Depati Parbo

Sedangkan Ninik Mamak Nan Berduo adalah :

1. Rajo Muto Alam


2. Rajo Laksano

Posisi Tanah Depati Biang Sari berada di


sebelah Timur dari danau Kerinci dan sungai Batang
Merangin. Perkembangan penduduk yang mendiami
daerah ini, sebahagian banyak yang pindah ke arah
Barat menyeberangi sungai Barang Merangin masuk
ke darah tanah Depati Rencong Telang disebelah
Selatan danau Kerinci. Di tepi danau Kerinci mereka

187
membangun dusun Tanjung Batu dan Pidung. Orang
yang datang dari tanah Depati Biang Sari itu, dalam
seluko adat disebut : "belalang Depati Biang Sari,
padang Depati Rencong Telang”.

Daerah atau “padang” yang dihuni orang-


orang yang berasal dari tanah Depati Biang Sari
batasnya ditentukan oleh Depati Rencong Telang
sebagai pemilik tanah hak wilayat adat. Batas dibuat
antara dusun Tanjung Batu dengan dusun Muak, dan
diantara dusun Pidung dengan dusun Keluru. Untuk
menjaga batas daerah tersebut supaya tidak
dilanggar, maka Depati Rencong Telang lalu
menunjuk penjaga batas atau wali tanah di ke dua
tempat. Wali tanah untuk dusun Muak diangkat Rio
Genti Merajo dan untuk dusun Keluru diangkat Rio
Gilang. Keduanya berkewajiban menjaga batas
sesuai dengan yang telah ditentukan agar tidak terjadi
perselisihan di kemudian hari diantara ke dua tanah
depati (lantak nan tidak goyah, cermin nan tidak
kabur).
Daerah yang harus mereka awasi meliputi
daerah di atas tebing terjal dipinggir danau Kerinci
berupa dataran tinggi berbukit-bukit kecil meluas ke
arah Selatan sampai pada pergunungan yang
melintang dihadapannya yaitu anak pergunungan
dari Gunung Patah Tiga dan Gunung Sumbing.
Gunung dan pergunungan ini membatasi daerah

188
Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri di Serampas.
Kedua daerah pemuncak itu termasuk ke dalam
Tanah Depati Rencong Telang.

Sedangkan patahan tebing di pinggir danau


Kerinci itu ,dimulai sejak dusun Benik sampai ke
Sanggar Agung. Sendangkan pingggiran danau
Kerinci dimulai dari dusun Pulau Tengah sampai ke
Tanjung Pauh Mudik. Sepanjang pinggir danau yang
kondisi daerahnya landai itu merupakan tempat
dusun-dusun di atas berada. Keadaan alam
sepanjang tepi danau Kerinci seperti itu telah dibentuk
pada zaman kwarter kira-kira 600.000 tahun yang
silam.

7.2. Ibu Kota Negara

D USUN Sanggar Agung merupakan sebuah


dusun yang istimewa dalam Tanah Depati Biang
Sari, karena merupakan pusat Negara Depati Empat
Alam Kerinci. Pada dusun ini ditegakkan pemangku
adat yang memerintah dusun Sanggar Agung
sebagai pusat pemerintahan negara Depati Empat
Alam Kerinci. Pemangku adat dusun dipimpin oleh
Depati Sanggar Agung dengan para ninik mamaknya
terdiri atas : (1) Rio Depati, (2) Kamidin dan (3)

189
Menggung. Aparat ini telah dianggap cukup pada
masa itu untuk memerintah dusun Sanggar Agung
yang baru tumbuh. Dalam urusan pemerintahan
Negara Depati Empat Alam Kerinci Depati Sanggar
Agung ditetapkan sebagai Pegawai Dalam, dibantu
Pengawai Jenang dan Pegawai Rajo dari dusun
Lolo. Mengenai hal ini telah diterangkan pada awal
tulisan tentang pemerintah pusat.

Dalam menyelenggarakan berbagai aktivitas


kenegaraan di Sanggar Agung, aparat pemerintahan
selalu mendapat bantuan dari dusun-dusun di sekitar
Tanah Depati Biang Sari, antara lain dari : dusun
Pulau Pandan, Tanjung Batu dan Pendung Talang
Genting. Diantara kerja besar yang pernah dilakukan
berupa kenduri sko dusun Sanggar Agung, dan
menerima tamu negara, seperti : Raja Kerajaan
Kakubung Sungai Pagu, Sultan Kesultanan Indrapura
dan Sultan Kesultanan Jambi, Duta Kesultanan Jambi
Pangeran Temenggung Kabaruh di Bukit dll.

Sanggar Agung sebagi ibukota Negara Depati


Empat Alam Kerinci merupakan tempat pertemuan
para petinggi negara baik dari dalam maupun dari
luar. Petinggi negara dalam hirarki kepangkatan di
Kerinci mulai dari depati, baik yang berada pada
lapisan stuktuktur pemerintahann terbawah sampai

190
teratas (negara) disebut dengan “kedepatian”, dan
tempat pertemuannya disebut dengan “kadipan”.

BAB VIII
Tanah Depati
Rencong Telang

T
ANAH Depati Rencong Telang berpusat di
Pulau Sangkar. Tanah Depati Rencong
Telang dalam seluko adat disebut juga
dengan "Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum,
Pemuncak Tuo Pulau Sangkar, Pemuncak Tengah
Tanjung Kaseri, Pemuncak Bungsu Koto Tapus". Jadi
Tanah Depati Rencong Telang sama dengan Tanah
Pemuncak Nan Tigo Kaum. Tanah depati ini
merupakan tanah depati yang terluas dalam Negara
Depati Empat Alam Kerinci. Apa lagi bila dimasukkan
rantau dari Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar
yaitu Rantau Menjuto. Wilayah Tanah Depati
Rencong Telang terdiri dari daerah pergunungan,

191
dataran tinggi, dataran rendah dan daerah pantai.
Tiga lingkungan tersebut telah mempengaruhi
kehidupan dan mata pencaharian rakyat.
Sungguhpun demikian mata pencaharian pokok
rakyat tetap bertani dengan mengerjakan sawah dan
ladang. Sedangkan mata pencaharian tambahan
adalah mencari ikan, mendulang emas, dan mencari
hasil hutan, dll. Tanah Depati Rencong Telang
termasuk Rantau Menjuto dan Rantau Nan Tigo
Jenjang, berbatas di sebelah Utara dengan Tanah
Depati Biang Sari dan Tanah Depati Atur Bumi.
Bagian Barat Laut berbatas dengan Kesultanan
Indrapura dan bagian Barat Daya dengan Lautan
Hindia. Sebelah Selatan berbatas dengan daerah
Otonomi Persekutuan Hukum Adat Orang Batin
Sarolangon, dan di sebelah Timur berbatas dengan
daerah Kerinci Rendah.

Tanah Depati Rencong Telang berada


dibawah pemerintahan atau kendali dari Pemuncak
Tuo Pulau Sangkar. Tanah Depati ini dibagi atas 3
(tiga) Tanah Pemuncak, yang menurut sepanjang
adat disebut dengan Tanah Pemuncak Nan Tigo
Kaum, yaitu :

1. Tanah Pemuncak Pulau Sangkar dipimpin/


diperintah oleh Pemuncak Tuo, yang sekaligus
sebagai Depati Rencong Telang memerintah

192
seluruh Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum atau
Tanah Depati Rencong Telang.

2. Tanah Pemuncak Tanjung Kaseri, dipimpin/


diperintah oleh Pemuncak Tengah, memerintah
negeri-negeri disekitar Tanjung Kaseri yaitu di
daerah Serampas sekarang.

3. Tanah Pemuncak Koto Tapus, dipimpin/


diperintah oleh Pemuncak Bungsu, memerintah
negeri-negeri di sekitar Koto Tapus (Jangkat) di
daerah Sungai Tenang sekarang.

Hirarki pemerintahan pada Tanah Depati


Rencong Telang dari atas ke bawah terdiri dari :
tanah depati, tanah pemuncak dan tanah dusun.
Untuk dusun di sini ada yang terbagi atas larik, dan
ada pula atas kampung. Bila komunitas masyarakat
berada pada satu kelompok besar maka dusun dibagi
atas larik, namun bila komunitas masyarakat
menyebar terpecah-pecah maka dusun dibagi atas
kampung-kampung.

Tentang riwayat Tanah Pemuncak Nan Tigo


Kaum diceritakan bahwa Pemuncak Asal berasal dari
Jerangkang Tinggi dan telah lama memerintah disana
secara silih berganti. Jadi Pemuncak merupakan
gelar pemimpin negeri-negri pada masa itu yang

193
memerintah suatu hamparan wilayah tertentu. Pada
suatu ketika Pemuncak Asal yang terakhir menelusuri
sungai Batang Merangin kemudian mendapatkan
sebuah delta yang dikelilingi sungai lalu mendirikan
dusun yang kemudian diberi nama Pulau Sangkar.
Pemuncak Asal mempunyai 3 (tiga) orang anak laki-
laki dan setelah dewasa mereka diberi tugas
membantu dalam urusan pemerintahan. Anak laki-
laki tertua di beri tugas membantu memerintah di
Pulau Sangkar, anak yang tengah ditugaskan
memerintah di daerah Serampas sekarang, dan anak
yang bungsu di tempatkan di Koto Tapus (daerah
Jangkat sekarang). Pada hari tua dimana Pemuncak
Asal tidak memungkinkan lagi untuk memerintah, lalu
dibaginya Tanah Pemuncak yang diperintahnya
menjadi 3 (tiga) bagian, namun tetap tergabung
dalam payung pemerintahan Pemuncak Asal.
Pembagian ini disebut dengan “Tanah Pemuncak
Nan Tigo Kaum”. Sedangakan untuk memerintah
seluruh Tanah Pemuncak Asal diserahkan kepada
anak laki-laki tertua. Jadi anak tertua memikul dua
tugas, yaitu sebagai kepala pemerintahan Tanah
Pemuncak Asal atau Tanah Depati Rencong Telang
dan sebagai kepala pemerintahan Tanah Pemuncak
Tuo Pulau Sangkar.

Penduduk Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum


menurut asalnya datang dari Jerangkang Tinggi,

194
dekat Muak di sebelah Selatan danau Kerinci. Dulu
dari Jerangkang Tinggi orang berpindah menyebar ke
daerah sebelah Timur, Barat dan Selatan danau
Kerinci, bahkan sampai kesebelah Utara derah
Gunung Kerinci. Dari dusun purba Jerangkang Tinggi
terdapat sebagian orang berhijrah menyusuri Sungai
Batang Merangin ke hilir hingga sampai ke sebuah
delta yang merupakan daerah pertemuan Sungai
Batang Air Lingkat masuk ke sungai Batang
Merangin. Di atas delta itu kemudian mereka
membuat sebuah dusun yang di beri nama Pulau
Sangkar, karena delta itu berbentuk menyerupai
sebuah sangkar.

Dusun Pulau Sangkar merupakan tepat yang


dikelilingi sungai Barang Air Lingkat dan sungai
Batang Merangin. Lingkaran sungai di sekitar delta
dijadikan parit yang bersudut empat. Diluar sungai
yang melingkar itu orang membuka sawah dan
membuat ladang. Sebagai sebuah dusun kecil
tentunya dusun Pulau Sangkar mempunyai daya
tampung terbatas. Penduduk yang bertambah
dengan cepat telah membuat banyak diantara
mereka melakukan migrasi ke tempat lain. Migrasi
dilakukan ke daerah Selatan, yaitu ke daerah
Tanjung Kaseri (Serampas), Koto Tapus (Jangkat),
Muaro Siau dan Sungai Tenang. Dari sini mereka
melanjutkan perpindahannya kedaerah Batang Asai

195
dan Batang Limun. Orang Kerinci yang pindah ke
daerah Batang Asai dan Batang Limun menyatakan
diri sebagai Orang Batin. Perpindahan ke Selatan
hanya sampai ke daerah Batang Asai dan Batang
Limun saja, karena daerah Selatan telah banyak di isi
oleh orang Rejang. Orang Rejang telah hidup
berkelompok membuat kampung, bahkan mereka
telah mendirikan persekutuan hukum adat yang lebih
besar disebut dengan “Rejang Empat Petulai”.
Mereka telah menduduki daerah yang luas di Lebong,
Rejang, Lais, dll.

Orang dari Tanah Pemuncak yang lain


melakukan pula pengembaraannya ke daerah pantai
Barat pulau Sumatera. Mereka menelusuri beberapa
hulu sungai yang terdapat di daerah ini yang
bermuara ke pantai Barat. Pada sepanjang daerah
hulu-hulu sungai itu, mereka mendirikan kampung-
kampung atau dusun-dusun kecil. Mereka lalu
disebut dengan orang hulu sungai, karena
kedatangan mereka berasal dari daerah hulu sungai.
Komunitas masyarakat yang mendiami daerah hulu-
hulu sungai kemudian membuat persekutuan hukum
adat orang hulu sungai. Komunitas masyarakat adat
ini oleh orang luar dikenal sebagai kerajaan Hulu
Sungai. Kemudian dalam perjalanan sejarah yang
panjang kerajaan Hulu Sungai lalu dikenal dengan
sebutan Kerajaan Menjuto.

196
Migrasi penduduk dari dusun Pulau Sangkar
berlangsung terus. Tercatat pula perpindahan 33
tumbi (keluarga) ke daerah Terutung sekarang.
Kemudian mereka bermigrasi pula ke hulu sungai
sungai Batang Tabir dengan membangun beberapa
buah dusun. Dusun-dusun itu dulunya berada di
bawah naungan dari Depati Rencong Telang di Pulau
Sangkar. Untuk mengurus pemerintahan dusun disini
Depati Rencong Telang mendelegasikan
kekuasaannya kepada Depati Bendaro Langit dari
dusun Terutung. Setelah itu berpindah lagi orang dari
dusn Pulau Sangkar ke dusun Lolo. Kemudian diikuti
pula dengan berpindahnya 50 Tumbi orang dusun
Pulau Sangkar ke sebuah lembah di sebelah barat
dusun Lolo, yang diberi nama dengan Lekuk 50
Tumbi. Nama ini kemudian berubah menjadi dusun
Lempur. Demikian cerita asal usul nenek moyang
yang mendiami Tanah Pemuncak Tigo Kaum, daerah
Orang Batin Batang Asai dan Limun, daerah Rantau
Negeri Menjuto dan Rantau Nan Tigo Jenjang.

Tanah Depati Rencong Telang sebagaimana


disebut diatas diperintah dari dusun Pulau Sangkar.
Tanah depati ini dipimpin oleh Depati Rencong
Telang sebagai penguasa tertinggi beserta kembang
rekannya yang terdiri atas para depati dan ninik
mamak, yang disebut dengan Depati Nan Berenam

197
Ninik Mamak Nan Delapan. Adapun Depati Nan
Berenam adalah :

1. Depati Telago Pemuncak Alam


2. Depati Agung
3. Depati Anggo
4. Depati Kerinci
5. Depati Kalinggo
6. Depati Sangkar

Sedangkan Ninik Mamak Nan Delapan adalah :

1. Rajo Depati
2. Bagindo Sutan Mas
3. Kiyai Ngabi
4. Rajo Mudo
5. Rajo Batuah
6. Rajo Alam
7. Mantiko Alam
8. Bagindo Rajo Mudo

Selain Ninik Mamak Nan Delapan terdapat


pula Mangku dari dusun Pondok, karena dusun ini
masih merupakan satu kesatuan dengan dusun
Pulau Sangkar. Mangku ini disebut orang dengan
Kayu Tinggi, sebab kepadanya diberi tugas untuk
melindungi dan mengurus dusun satelit Pulau
Sangkar itu. Sebenarnya masih terdapat depati-

198
depati lain dalam dusun Pulau Sangkar, seperti :
Depati Permai, Depati Cahayo Negaro dll, tetapi
mereka tidak menjadi kembang rekan dari Depati
Rencong Telang dalam memerintah, namun hanya
ikut memerintah dalam tanah dusun saja.

8.1. Tanah Pemuncak Tuo


Pulau Sangkar

T ANAH Pemuncak Tuo Pulau Sangkar atau


Tanah Pemuncak Pulau Sangkar berbatas
sebelah Utara dengan Tanah Depati Atur Bumi
(Mendapo Rawang Hilir) dan danau Kerinci, sebelah
Timur dengan danau Kerinci dan Tanah Depati Biang
Sari dan Kesultanan Jambi, sebelah Selatan dengan
Tanah Depati Muaro Langkap Tanjung Sekian dan
Tanah Pemuncak Tanjung Kaseri, sedangkan
sebelah Barat dengan Lautan Hindia (Ombak Nan
Berdebur).

Daerah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar terbagi


atas 2 (dua) daerah, yaitu daerah Asal dan daerah
Rantau. Daerah Asal adalah daerah asal mula
keturunan komunitas orang Tanah Pemuncak Nan
Tigo Kaum, yaitu dari Jerangkang Tinggi dan Pulau
Sangkar. Sedangkan daerah Rantau adalah daerah

199
yang letaknya sudah jauh dari daerah Asal yang
didatangi oleh komunitas orang-orang dari daerah
asal. Daerah asal secara geografis terbagi atas
daerah di tepi sungai Batang Merangin dengan
segala anak-anak sungainya, dan daerah di tepi
danau Kerinci. Pada daerah sepanjang tepi sungai
Batang Merangin dengan anak-anak sungainya
terdapat dusun-dusun, antara lain : Muak, Dusun
Pondok, Pulau Sangkar, Lempur Mudik, Lempur
Tengah, Lempur Hilir, Selempaung, Lubuk Paku,
Terutung, Lolo Gedang, Lolo Kecil, Talang Kemuning,
dan Lolo Hilir. Sedangkan dusun-dusun disepanjang
tepi danau Kerinci adalah : Jujun, Benik, Keluru, Koto
Dian, Koto Tuo, Lempur Danau, Semerap, Tanjung
Pauh Hilir, Tanjung Pauh Mudik, dan Pondok
Sibuang.

Menurut sepanjang adat secara “berjenjang


naik bertanggo turun (hirarki)” pemerintahan terdiri
atas : kampung (larik), dusun, Tanah Pemuncak dan
Tanah Depati, dan demikian sebaliknya dari atas ke
bawah. Dalam hirarki dari atas ke bawah Depati
Rencong Telang duduk sebagai kepala Tanah Depati
Rencong Telang, atau kepala dari Tanah Pemuncak
Tuo Pulau Sangkar dan kepala dari dusun Pulau
Sangkar. Dalam memerintah Tanah Depati, maka
Depati Rencong Telang mambawahi pemerintahan 3
(tiga) Tanah Pemuncak sebagai mana telah

200
disebutkan. Dalam memerintah Tanah Pemuncak
Tuo Pulau Sangkar, maka Depati Rencong Telang
membawahi 23 (dua puluh tiga) pemerintahan tanah
dusun di daerah asal dan berpuluh-puluh dusun di
daerah rantau (Rantau Menjuto dan Rantau Nan Tigo
Jenjang).

Tiap jenjang pemerintahan tersebut, masing-


masing diberikan otonomi luas untuk mengatur rumah
tangganya sendiri. Dengan begitu tiap-tiap daerah
tidak bergantung kepada daerah lain, atau dari
daerah yang lebih tinggi dari daerahnya. Kebebasan
bergerak telah memberi peluang kepada masing-
masing daerah untuk mandiri. Dusun-dusun pada
daerah Asal dapat mengatur daerahnya sendiri-
sendiri dengan leluasa. Sebagai contoh dapat
dikemukakan di sini dusun Terutung, Lolo dan
Lempur. Terutung merupakan sebuah dusun penting,
sebab dusun ini, pertama ditugaskan sebagai Tunggu
Tanah (grondvoegd) yang menjaga batas tanah
antara Tanah Depati Rencong Telang dengan Tanah
Depati Biang Sari. Batas tanah kedua tanah depati
ditentukan berdasarkan batas alam yaitu sungai
Batang Air Selai yang terletak antara Pengasih Baru
dengan Terutung. Tugas kedua adalah mengurus
daerah Rantau Nan Tigo Jenjang dan tugas ketiga
mengurus dusun Terutung sendiri. Tugas-tugas

201
tersebut dijalankan oleh pejabat pemangku adat
Depati Nan Tujuh, Ninik Mamak Nan Tujuh.

Adapun Depati Nan Tujuh adalah :

1. Depati Langit Kecik


2. Depati Paduko Rajo
3. Depati Mendaro Udo
4. Depati Langit Gedang
5. Depati Mudo
6. Depati Suko Berajo
7. Depati Sungai

Sedangkan Ninik Mamak Nan Tujuh adalah :

1. Pendekar Alam
2. Rajo Depati
3. Kelurah
4. Paduko Rajo
5. Rajo Temenggung
6. Paduko Garang
7. Rio

Susunan pemangku adat Depati Nan Tujuh,


Ninik Mamak Nan Tujuh sudah dianggap mampu
menjalakan tugas pemerintahan yang diemban, yaitu
sebagai Tunggu Tanah (grondvoegd), mengurus
Rantau Nan Tigo Jenjang dan mengurus dusun

202
Terutung sendiri. Dusun Terutung letaknya tidak
berapa jauh dari dusun Pulau Sangkar yang
merupakan dusun induknya, karena sebanyak 33
Tumbi orang Pulau Sangkar pindah ke Terutung
dalam rangka mencari tanah sawah. Itulah sebabnya
dusun Terutung bernama Lekuk 33 Tumbi, namun
kemudian berubah menjadi Terutung. Konon
perubahan nama tersebut disebabkan karena orang
ingin menyebut dengan nama yang lebih ringkas atau
pendek. Perubahan nama ini diambil dari pohon
durian besar yang bernama durian Terutung.

Dusun lain yang penting kedudukannya


adalah dusun Lempur. Dusun ini nama asalnya Lekuk
50 Tumbi, karena yang membuat dusun ini adalah 50
Tumbi migran yang datang dari Pulau Sangkar untuk
meneroko sawah dan membuka ladang. Dusun
Lempur terletak pada persimpangan jalan kecil atau
jalan setapak bersimpang tiga, menuju ke Pulau
Sangkar, Tanjung Kaseri (Serampas) dan ke Muko-
Muko daerah Rantau Menjuto di pesisir pantai pulau
Sumatera. Simpang arah ke Serampas berarti ke
Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri,
selanjutnya bisa ke Tanah Pemuncak Bensu Koto
Tapus (Jangkat) di Sungai Tenang, seterusnya ke
Selatan daerah orang Batin di Sarolangon. Simpang
kedua dapat terus ke Rantau Menjuto (Kerajaan
Menjuto) di pesisir pantai Barat pulau Sumatera.

203
Sedangkan simpang ketiga menuju ke Pulau Sangkar
pusat pemerintahan Tanah Depati Rencong Telang.
Dalam posisi strategis itu, maka dusun Lempur
(Lempur Mudik dan Lempur Hilir atau sekarang
Lempur Tengah) diperkuat dengan depati dan ninik
mamak yang cukup andal disebut dengan Depati Nan
Sepuluh, Ninik Mamak Nan Enam, Lantak Depati
Agung, Cermin Depati Suko Berajo, Karang Setio
Depati Anum.

Sungguhpun sebutannya Depati Nan


Sepuluh, namun bilangannya dalam kenyataan
ternyata berbeda. Dalam dusun Lempur Mudik
terdapat 12 (dua belas) depati, terbagi atas 6 (enam)
depati berasal dari dusun Pulau Sangkar dan 6
(enam) depati berasal dari dusun Serampas. Adapun
6 (enam) nama depati yang berasal dari dusun Pulau
Sangkar adalah :

1. Depati Telago Pemuncak Alam


2. Depati Anggo
3. Depati Kerinci
4. Depati Sangkar
5. Depati Belinggo
6. Depati Agung

Sedangkan 6 (enam) depati yang berasal dari


dusun Serampas adalah :

204
1. Depati Serampas
2. Depati Ketau
3. Depati Naur
4. Depati Karamo
5. Depati Payung
6. Depati Pulang

Depati yang 12 (dua belas) ini mereka sebut


saja dengan Depati Nan Enam, karena 6 (enam)
depati berasal dari Pulau Sangkar dan 6 (enam)
depati lagi berasal dari Serampas. Di Lempur Hilir
(sekarang Lempur Tengah) terdapat 4 (empat) orang
depati yang asal kedatangannya dari berbagai dusun
seperti : Pulau Sangkar, Lolo, Serampas dan Tamiai.
Adapun depati yang berempat di Lempur Hilir adalah
:
1. Depati Suko Berajo dari Pulau Sangkar
2. Depati Mudo dari Lolo
3. Depati Nalo dari Serampas
4. Depati Muncak dari Tamiai

Depati yang 4 (empat) ini mereka gabungkan


dengan yang 6 (enam) dari Lempur Mudik, sehingga
menjadi 10 (sepuluh). Inilah yang mereka sebut
dengan Depati Nan Sepuluh, walaupun sebenarnya
adalah 16 (enam belas), karena di Lempur Mudik
terdapat 12 (dua belas0 depati. Adapun mengenai
Ninik Mamak Nan Enam, memang jumlahnya secara

205
riel adalah 6 (enam) orang, terdiri atas 3 (tiga) orang
ninik mamak di Lempur Mudik dan 3 (tiga) orang ninik
mamak di Lempur Hilir (sekarang Lempur Tengah).
Adapun Ninik Mamak Nan Bertigo dari Lempur Mudik
adalah :

1. Kedemang Seri Menanti


2. Kedemang Seri Menato
3. Seri Paduko Rajo

Sedangkan 3 (tiga) ninik mamak di Lempur Hilir


adalah :

1. Rajo Depati
2. Rajo Bujang
3. Rajo Mangkuto Alam

Demikianlah gambaran keadaan susunan


para pemangku adat di Lempur. Daerah ini
kemajuannya berjalan cukup cepat. Dimulai dari
penduduknya 50 (lima puluh) Tumbi (keluarga) yang
datang dari Pulau Sangkar, kemudian di tambah
dengan kedatangan orang dari Serampas dan Sungai
Tenang, serta orang-orang dari Sungai Ipuh (pantai
Barat pulau Sumatera), telah menjadikan negeri ini
berkembang dan makmur.

206
Sebuah dusun tetangga Lempur yang patut
menjadi perhatian adalah dusun Lolo, karena
peranannya sebagai “Kelambu Rajo” dan komando
Lasykar Rakyat Negara Depati IV Alam Kerinci.
Sekarang negeri Lolo terdiri atas : Lolo Kecil, Lolo
Gedang dan Lolo Hilir (Lolo Tamiang). Diantara ke 3
(tiga0 dusun yang ada, Lolo Gedang merupakan
dusun terbesar. Pemerintahan Lolo Gedang menurut
sepanjang adat disebut dengan Depati Nan Berenam
Ninik Mamak Nan Bertigo.

Adapun Depati Nan Berenam adalah :

1. Depati Perbo Panjang


2. Depati Bento
3. Depati Lolo
4. Depati Kerto Udo
5. Depati Yudo
6. Depati Jayo

Sedangkan Ninik Mamak Nan Bertigo adalah :

1. Rajo Batuah
2. Rajo Tiang Alam
3. Sutan Bagindo

Keadaan negeri Lolo hampir sama dengan


negeri Lempur, alamnya berbukit-bukit dan

207
berlembah-lembah kecil. Bukitnya dapat dijadikan
ladang sedangkan hamparan lembahnya dapat
dibuat sawah. Pada kenyataannya disini persawahan
lebih sedikit jika dibandingkan dengan perladangan
yang memenuhi hampir sebagian besar bukit-bukit
disekitarnya.

Selain dusun-dusun di tepi sungai Batang


Merangin dengan anak-anak sungainya, terdapat
pula dusun-dusun dalam Tanah Pemuncak Tuo
Pulau Sangkar yang berada di tepi danau Kerinci.
Dusun sepanjang danau ini berbaris dari Utara ke
Selatan diantaranya : Tanjung Pauh Mudik, Tanjung
Pauh Hilir, Pondok Sibuang, Semerap, Lempur
Danau, Koto Tuo, Koto Dian, Benik, Jujun dan
Keluru. Semua dusun-dusun diatas berada di antara
tepi danau dengan kaki bukit dihadapannya.
Hamparan lahan sampai ke kaki bukit sudah diteruko
atau dibuat menjadi sawah. Mata pencaharian
penduduk disini hidup bertani dengan mengerjakan
sawah dan ladang serta mencari ikan di danau.

Dusun penting lainnya adalah dusun Jujun


dengan bagiannya dusun Koto Agung dan Talang
Lindung. Ke tiga dusun terletak pada sebuah lereng
bukit yang membentang ke pinggir danau. Mata
pencaharian penduduk disini bertani dengan
mengutamakan ladang, sawah dan mencari ikan di

208
danau. Namun lahan persawahan jumlahnya sangat
terbatas. Ke tiga mata pencaharian itu, cukup
memberi kehidupan yang baik kepada warga dusun.
Dusun Jujun diperintah oleh Depati Nan Delapan,
Ninik Mamak Nan Delapan.

Adapun susunan pemangku adat Depati Nan


Delapan adalah :

1. Depati Jujun
2. Depati Jayo
3. Depati Sti
4. Depati Tarajo
5. Depati Iman
6. Depati Kuju
7. Depati Manco
8. Depati Matan

Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan


Delapan adalah :
1. Rajo Batuah
2. Rajo Mudo
3. Rajo Tiang Alam
4. Imam Pati
5. Rajo Pati
6. Jati
7. Rajo Mangkuto Alam
8. Sutan Bagindo Mas

209
Selain Jujun, dusun utama lainnya adalah
dusun Pulau Tengah yang terbagi atas : Koto Dian,
dusun Baru dan Koto Tuo. Dusun Pulau Tengah yang
tiga diatas masing-masing mempunyai pemerintahan
adat sendiri-sendiri. Pemerintah adat Koto Dian
disebut dengan Depati Nan Berempat, Ninik Mamak
Nan Batigo. Adapun para depatinya adalah :
1. Depati Mudo
2. Depati Citam
3. Depati Cayo
4. Depati Telago

Ninik Mamak Nan Batigo adalah :


1. Mangku (Nan 30)
2. Malin Sutan
3. Malin Besar

Pemerintahan adat Dusun Baru disebut


dengan Depati Nan Baduo, Ninik Mamak Nan Baduo.
Adapun Depati Nan Baduo adalah :
1. Depati Gayur
2. Depati Mudo

Sedangkan Ninik Mamak Nan Baduo adalah :


1. Rio Tino
2. Rio Jenang

210
Pemerintahan adat dusun Koto Tuo disebut
dengan Depati Nan Bertigo, Ninik Mamak Nan
Bertigo. Adapun yang disebut Depati Nan Bertigo
adalah :

1. Depati Citam
2. Depati Suko Berajo
3. Depati Gento Menggalo

Sedangkan Ninik Mamak Nan Bertigo adalah :

1. Pranomanti
2. Pemangku
3. Rajo Pati

Pejabat adat pada tiap-tiap dusun diatas


merupakan pejabat adat tertinggi dalam dusun.
Mereka dibantu pejabat adat atau pegawai adat pada
tingkat dibawahnya yang merupakan uleh jari atau
sambungan tangan seperti : juru tulis dusun, tukang
canang, alingan (pesuruh), hulubalang, penggawa
dan lainnya. Selain itu terdapat pula para tetua negeri
(orang tuo) yang berpengalaman dalam menerapkan
hukum adat, dan cerdik pandai (orang muda yang
berilmu pengetahuan) sebagai penasehat yang
duduk dalam kerapatan adat baik eksekutif maupun
legeslatif. Dalam dusun juga terdapat pegawai syarak
terdiri atas : Kadhi (hakim agama), imam, khatib dan

211
bilal. Mereka dibantu para ulama, ustadz dan para
guru mengaji, yang ada dalam dusun. Tugas mereka
menyelenggarakan urusan keagamaan dalam
masyarakat seperti : pendidikan agama, pengajian,
mesjid, surau dan urusan kematian.

Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar


mempunyai 2 (dua) tanah rantau, yaitu tanah Rantau
Menjuto atau disebut orang Kerajaan Menjuto atau
sebelumnya dikenal dengan Kerajaan Hulu Sungai,
dan Tanah Rantau Nan Tigo Jenjang. Kedua rantau
ini terpisah jauh satu sama lain. Rantau Menjuto
terletak di sebelah Barat dari Tanah Pemuncak Tuo
Pulau Sangkar, yaitu di pesisir Barat pantai pulau
Sumatera, sedangkan Rantau Nan Tigo Jenjang
terletak di sebelah Timur, di sepanjang Sungai
Batang Tabir.

Kerajaan Menjuto telah dibangun semenjak


masa Negara Segindo Alam Kerinci. Dimulai dengan
gerakan migrasi yang dilakukan penduduk Pemuncak
Tengah Tanjung Kaseri (Serampas) dan Pemuncak
Bunsu Koto Tapus (Sungai Tenang) ke daerah pesisir
pantai Barat pulau Sumatera yaitu ke negeri Lunang
dan Selaut, dan ke Utara ke negeri Ketahun pada
bagian Selatannya. Migrasi ini juga dilakukan orang
Pemuncak Tuo Pulau Sangkar bersama dengan
orang-orang Kerinci Utara dari daerah Semurup,

212
Kemantan, Koto Tuo, Rawang dan Sungai Penuh.
Cerita perpindahan meraka di catat dalam beberpa
naskah tulisan rencong yang di tulis di atas tanduk
kerbau dan disimpan sebagai pusaka pedandan di
beberapa dusun di Kerinci. Gerakan migrasi ke
daerah diatas banyak dilakukan sesudah Kerajaan
Sriwijaya menduduki Kerinci Rendah pada tahun 686
(Prasasti Karang Berahi).

Migrasi ini telah melahirkan dusun-dusun di


daerah Lunang dan sepanjang sungai Batang Air
Selaut, dan Sepanjang Batang Air Selegen seperti :
Pondok Kopi, Teras Terunjam, Pondok Baru, Sungai
Ipuh, Sungai Gading, Sungai Jerinjing, Sungai
Bungkal, Lubuk Sahung dan Penarik. Sepanjang
Batang Air Dikit antara lain: Air Dikit, Pondok Lunang,
Tanah Relah, Pondok Batu, Tanjung Mulya, Pauh
Terenja, Lubuk Sansi, Dusun Baru, Pelekan dan
Ujung Padang. Sepanjang sungai Batak Retak Mudik
dan Batang Air Manau diantaranya : Tunggang,
Pondok Sugah, Air Berau, Bungo Tanjung, Bantal,
Pondok Baru, Air Bikuk dan Air Putih. Sepanjang
sungai Batang Air Selat seperti : Karang Pulau,
Karang Tengah, Air Pelai, Air Muring, Air Putih,
Talang Arah, Seblat dan Air Pandan.

Selain dusun-dusun diatas masih banyak lagi


dusun lainnya yang terdapat pada sungai-sungai lain.

213
Dusun di sepanjang aliran sungai di atas satu sama
lainnya membuat persekutuan hukum adat dengan
negeri asalnya yaitu Segindo Balak di Tanjung
Kaseri, Segindo Elok Misai di dusun Sungai Tenang
dan Segindo Batinting di dusun Pulau Sangkar.

Pada mulanya di zaman Negara Segindo


Alam Kerinci Kerajaan Menjuto disebut orang dengan
Kerajaan Ulu Sungai, dan diperintah oleh Segindo
Balak dari Tanjung Kaseri, hal ini disebabkan karena
banyak penduduk negeri ini berasal dari daerah
Tanjung Kaseri (Serampas). Pemerintahan di bawah
Segindo Balak berjalan lama dan baru berakhir ketika
Negara Segindo berubah menjadi Negara Depati
Empat Alam Kerinci. Ketika terjadi perubahan ini
pada tahun 1296, Segindo Balak menyerahkan
daerah rantau Kerajaan Hulu Sungai kepada Segindo
Batinting, yang pada waktu itu telah diangkat menjadi
Depati Rencong Telang, yang memerintah seluruh
Tanah Depati Rencong Telang atau Tanah
Pemuncak Tigo Kaum. Dalam memimpin Rantau
Menjuto, Depati Rencong Telang dibantu beberapa
penguasa adat yang berdekatan dengan daerah
rantau itu. Pengusaha adat yang membantu adalah
para depati dan ninik mamak dari dusun Lempur,
Sungai Ipuh, Serampas dan Sungai Tenang.

214
Daerah rantau kedua dari Tanah Pemuncak
Tuo Pulau Sangkar adalah Rantau Nan Tigo Jenjang.
Daerah rantau ini berada di sepanjng sungai Batang
Tabir yang hulunya berada di daerah Terutung dan
muaranya masuk ke Sungai Batanghari di dusun
Peninjauan. Pada daerah aliran sungai ini, nenek
moyang pada zaman dulu berdiam dengan membuat
3 (tiga) kelompok komunitas masyarakat adat (adat
groep) di sebut dengan Rantau Nan Tigo Jenjang.

Jenjang pertama adalah kelompok


masyarakat adat (adat groep) daerah Tabir Hulu
Adapun kampung-kampung dan dusun-dusun dalam
kelompok masyarakat adat (adat groep) Tabir Hulu
adalah : Telentam, Kandang, Kampung Tengah,
Rumah Panjang, Pulau Damar, Tanjung Putus, Lubuk
Punti, Sungai Talang, Ngaol, Muara Berembang, Air
Liki, Sarik Belarik, Genteng, dan Renah Kepayang.

Semua dusun dan kampung diatas terletak di


sepanjang hulu Sungai Batang Tabir dan anak-anak
sungai disekitarnya seperti anak sungai : Petelah, Air
Liki, Berembang, Ngaol, Telentam dan Temelan.
Dusun dan kampung disana letaknya ada yang
berdekatan, tetapi banyak pula yang berjauhan
sehingga sulit dijangkau orang. Hubungan hanya bisa
melalui jalan setapak dan melalui sungai dengan
mempergunakan perahu atau biduk.

215
Jenjang ke dua adalah kelompok masyarakat
adat (adat groep) Tabir Tengah. Situasi dan kondisi
daerahnya tidak banyak berbeda dengan daerah
Tabir Hulu. Semua dusun dan kampung terletak pada
Sungai Batang Tabir dengan anak-anak sungainya.
Adapun dusun dan kampung pada sungai Batang
Tabir dengan anak-anak sungainya yang termasuk
dalam Tabir Tengah adalah : Batu Gedang, Muaro
Langeh, Sungai Ampar, Tanjung Putus, Pulau
Terbakar, Muaro Gobah, Kampung Baru, Kampung
Tengah, Kampung Aur, Kampung Dalam, Sungai
Tabir, Lubuk Resam, Padang Lendir, dan Pulau
Lebar.

Jenjang ke tiga adalah kelompok masyarakat


adat (adat groep) Tabir Hilir. Daerah Tabir Hilir juga
disebut orang dengan Batin V, karena kelompok
masyarakat adat di sini dibentuk oleh 5 (lima) negeri
asal. Situasi dan kondisi daerah ini sedikit berbeda
dengan Tabir Hulu dan Tabir Tengah. Daerah ini
merupakan dataran rendah, air sungai mengalir tidak
begitu deras seperti di Tabir Hulu dan Tabir Tengah.
Dusun dan kampung terletak di sepanjang sungai
Batang Tabir dengan anak-anak sungainya. Adapun
dusun dan kampung yang termasuk dalam Tabir Hilir
adalah : Rantau Panjang, Lubuk Bumbun, Tanjung,
Belur Panjang, Ulak Makam, Rantau Limau Manis,

216
Kandang, Koto Rayo, Rantau Arau, Muaro Jernih,
Pulau Aro, Kapuk, dan Seling.

Ke 3 (tiga) kelompok adat di atas mempunyai


pusat negeri atau disebut sebagai “pucuk jalo” dari
segala kampung-kampung dan dusun-dusun yang
terdapat di wilayah masing-masing. Kelompok adat
Tabir Hulu berpusat di Ngaol, Tabir Tengah di Muaro
Kibul dan Tabil Hilir di Rantau Panjang. Rantau Nan
Tigo Jenjang mempunyai ikatan adat dengan dusun
Terutung dan Pulau Sangkar, karena daerahnya
termasuk dalam daerah Pamuncak Tuo Pulau
Sangkar. Pada waktu penjajahan Belanda, daerah
Rantau Nan Tigo Jenjang hendak digabungkan
dengan Afdeeling Korintji. Namun karena keadaan
geographis daerah ini termasuk ke dalam daerah
Kerinci Rendah, maka untuk kepetingan pelaksanaan
administrasi pemerintahan agar lebih praktis, maka
Belanda memasukkan ke dalam Onder Afdeeling
Bangko.

Pemerintahan dusun dan kampung disini


dibentuk sebagaimana bentuk dan susunan
pemerintahan menurut hukum adat Kerinci baik yang
berlaku di Kerinci Tinggi maupun di Kerinci Rendah.
Depati Rencong Telang dalam memerintah daerah
Rantau Nan Tigo Jenjang mendelegasikan

217
kekuasaan dan kewenangannya kepada Depati
Mendaro Langit dari dusun Terutung.

8.2. Tanah Pemuncak


Tengah Tanjung Kaseri

T ANAH Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri atau


Tanah Pemuncak Tanjung Kaseri merupakan
tanah pemuncak yang luas wilayahnya paling kecil.
Daerahnya di bagian Utara diapit oleh Tanah
Pemuncak Tuo Pulau Sangkar, di bagian Timur dan
Selatan oleh Tanah Pemuncak Bensu dan di bagian
Barat oleh Rantau Menjuto (Kerajaan Menjuto).
Dalam sejarah masa silam daerah ini memainkan
peranan penting, terutama dalam terbentuknya
rantau Kerajaan Hulu Sungai. Migrasi yang pertama
bergerak berasal dari tanah pemuncak ini. Berabad
lamanya Segindo Balak penguasa daerah ini pada
zaman Negara Segindo Alam Kerinci membangun
tanah rantau Hulu Sungai. Setelah rantau ini
terbentuk baru berdatangan migrasi dari tanah
pemuncak lain, yaitu dari Tanah Pemuncak Tuo
Pulau Sangkar dan Pemuncak Bensu Koto Tapus.

Orang pemuncak Tengah Tanjung Kaseri


berasal dari tanah pemuncak asal di Jerangkang

218
Tinggi dan Pulau Sangkar. Pada zaman Pemuncak
Asal, orang Pulau Sangkar berdatangan ke Tanah
Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri. Disini mereka
membuat talang, koto dan kampung dan kemudian
menjadi dusun purba. Dusun purba yang terdapat di
daerah Serampas anatara lain : Renah Punti, Talang
Menggalo dan Muaro Penon. Cukup lama dusun
purba di sini bertahan, diantaranya ada yang lenyap
namun terdapat pula dusun purba yang kemudian
melahirkan banyak dusun disekitarnya. Beberapa
dusun hasil pemekaran dari dusun purba di daerah
ini, antara lain : Rantau Kermas, Renah Kemumu,
Tanjung Kaseri, Renah Alai, Lubuk Muntilan, Muaro
Sungai Lindung, Talang Menggalo, Tanjung Agung,
Koto Muring, dan Tanjung Menuang.

Semua dusun-dusun diatas disebut dengan


Tanah Serampas. Dengan demikian Tanah
Serampas sama dengan Tanah Pemuncak Tengah
Tanjung Kaseri. Jadi antara kedua nama di atas
objek daerahnya sama. Pemukiman disini terletak
pada dataran tinggi yang berbukit-bukit dan
bergunung-gunung, dan salah satu gunung yang
tertinggi disini adalah Gunung Masurai (2935m).
Daerah Serampas terletak di sebelah Tenggara dari
gunung Masurai dengan pemandangan alam yang
indah.

219
Dusun di sini satu sama lainnya berjarak
cukup jauh, namun telah dihubungkan dengan jalan
pintas setapak. Mata pencaharian rakyat bersawah
dan berladang. Hasil panen sawah cukup berlebih
sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan
pangan dan keperluan sehari-hari dengan baik.
Kelebihan padi mereka simpan dalam lubung padi
(bilik padi). Mereka menyimpan padi sampai puluhan
tahun lamanya dan padi yang sudah lama tersimpan
itu bila dijadikan beras disebut dengan beras usang.
Beras seperti ini mengandung vitamin B yang bergizi
tinggi.

Pemuncak Tuo Pulau Sangkar dengan


Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri dan Pemuncak
Bensu Koto Tapus letaknya berjauhan. Dipisahkan
oleh Gunung Patah Tigo dan Gunung Sumbing serta
pergunungan yang menghubungkan kedua gunung
itu. Sedangkan antara Pemuncak Tengah Tanjung
Kaseri dengan Pemuncak Bensu Koto Tapus
letaknya berdekatan. Kedua daerah mengelilingi
Gunung Masurai, sehingga yang boleh dikatakan
berada dalam lingkungan geographis yang unik.

Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri dan


Pemuncak Bensu Koto Tapus membentuk sebuah
kerukunan kekerabatan adat yang dinamakan
dengan Luak Nan Enam Belas (XVI) yang terdiri atas

220
6 (enam) induk dan 10 (sepuluh) anak negeri. Induk
negeri yang 6 (enam) terdiri atas : Tiang Pumpung,
Pratin Tuo, Sungai Tenang, Pemarap, Senggrahan,
dan Serampas. Sedangkan 10 (sepuluh) anak
negerinya, yaitu : Rangkiling (Depati Kecik, Batin
Enam (VI) Mandiangin), Dusun Ngai (Depati Agung
Tiang Pumpung ), Muaro Siau (Depati Mudo),
Pematang Pauh (Depati Renah Udo, Sungai
Tenang), Dusun Kabu (Depati Tiang Menggalo,
Sungai Tenang), Dusun Gedang (Depati Kerto Dewo,
Sungai Tenang), Serampas (Depati Sungai
Menggalo), Rantau Suli (Depati Siang Dito, Sungai
Tenang), Dusun Tuo (Depati Agung, Pratin Tuo).

Luak Nan Enam Belas (XVI) bukan


merupakan daerah administrasi pemerintahan, tetapi
merupakan organisasi pangguyuban kerukunan dan
kekerabatan belaka. Mereka membuat kerukunan
kekerabatan yang berjauhan letaknya bukan atas
dasar administrasi pemerintahan. Rangkiling dalam
Batin Enam (VI) Mandiangin terletak di hilir sungai
Batang Tembesi berjauhan dengan negeri Serampas
dan Sungai Tenang yang berada di pergunungan
Bukit Barisan.

Pemerintahan Pemuncak Tengah Tanjung


Kaseri dipimpin oleh Depati Sri Bumi Pemuncak
Alam, dengan kembang rekannya atau para

221
pembantu aparat pemerintah di Tanah Serampas.
Diantara kembang rekannya terdapat depati-depati
dari Tanah Serampas sebagai berikut :

1. Depati Serampas
2. Depati Ketau
3. Depati Naur
4. Depati Karamo
5. Depati Payung
6. Depati Pulang

Ke 6 (enam) depati tersebut gelarnya dipakai


pula oleh orang Serampas yang pindah ke dusun
Lumpur. Banyaknya orang Serampas yang pindah ke
dusun Lumpur menyebabkan tiap-tiap lurah dari
depati-depati terdapat pula di dusun Lempur. Mereka
masing-masing dapat menegakkan depati yang sama
disana, seperti Depati Sri Bumi Pemuncak Alam
berasal dari keturunan Segindo Segerinting
(Batinting) dari Jerangkang Tinggi. Keturunan ini
berdiam di pulau Sangkar dan kemudian pindah ke
Tanjung Kaseri untuk memerintah disana. Sebelum
dibentuk pemerintahan tanah depati dari negara
Depati Empat Alam Kerinci, keturunan ini telah
memerintah di Tanah Serampas.

Dalam pemerintahan adat, terdapat dewan


kerapatan Adat Tanah Pemuncak Tengah Tanjung

222
Kaseri yang dipimpin langsung oleh Depati Sri Bumi
Pemuncak Alam. Dewan beranggotakan depati dan
ninik mamak utusan dari tiap-tiap dusun. Mereka
akan berkumpul untuk mengadakan rapat di dusun
Tanjung Kaseri. Dusun ini merupakan Hamparan
Panjang dari Tanah Pemuncak Tengah Tanjung
Kaseri. Semua keputusan dewan akan dijalankan
oleh Depati Sri Bumi Pemuncak Alam dan segala
para pemangku adat yang tersebar di setiap dusun.
Keputusan dewan menjadi adat yang diadatkan, adat
yang menjadi pegang pakai anak jantan dan anak
batino dalam kehidupan sehari- hari.

8.3. Tanah Pemuncak


Bensu Koto Tapus

K ELOMPOK lain dari migrasi yang datang dari


Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar
mendirikan pula beberapa buah dusun purba seperti
Durian Tinggi dan Sungai Kuyung di daerah Muaro
Siau, dusun purba Koto Mutun di daerah Jangkat dan
dusun purba Renah Lipai Tuo di daerah dusun Tuo.
Dusun-dusun yang lahir dari dusun purba di atas
kemudian bergabung dalam Tanah Pemuncak Bensu
Koto Tapus. Tanah pemuncak ini luasnya berimbang
dengan Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar.

223
Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus berbatas
sebelah Barat dengan Rantau Negeri Menjuto
(Kerajaan Menjuto), disebelah Timur dengan Daerah
Otonomi Persekutuan hukum Adat Orang Batin
Sarolangon, di sebelah Utara berbatas dengan
Tanah Pemuncak Pulau Rengas, Tanah Depati Setio
Nyato, Tanah Depati Muaro Langkap Tanjung Sekian
dan Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar.

Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus


merupakan sebuah dataran tinggi yang berbukit dan
bergunung. Gunung tertinggi di daerah ini adalah
gunung Masurai (2935 m). Di sekeliling gunung
merupakan hamparan dataran tinggi datar yang luas.
Dataran tinggi yang ada disini merupakan
sambungan dari dataran tinggi di sebelah Selatan
danau Kerinci. Hampir berdekatan dengan Gunung
Masurai terdapat danau Kecil dan danau Pauh.
Disebelah baratnya pada perbatasan dengan Rantau
Menjuto terdapat danau Depati Empat dan
merupakan danau terbesar di daerah ini. Danau
Depati Empat diapit oleh gunung Pandan Tuo dan
gunung Pandan Bensu. Danau Depati Empat
pantainya landai tidak bertebing, berpasir dan
berkerikil putih. Airnya jernih dan bening, sehingga
ikan yang berenang didalamnya kelihatan. Mungkin
karena airnya jernih dan pantai berpasir bersih maka

224
tidak terdapat disini ikan yang bersisik seperti belut,
limbat, tilan dan baung.

Makin ke Timur daerahnya makin landai dan


kemudian turun menuju ke lembah sungai Batang
Merangin. Disekitar lembah sungai Batang Merangin
terdapat pula pemukiman penduduk. Daerah ini di isi
oleh orang-orang dari hulu sungai seperti dari Pulau
Sangkar, Tamiai dan dari Tanah Depati Tigo di
Baruh, serta dari daerah Muaro Siau, Jangkat,
Sungai Tenang dan Serampas.

Dusun-dusun dalam Tanah Pemuncak Bensu


Koto Tapaus, berasal dari penduduk sekitar daerah
Jangkat dan daerah Muaro Menderas di antara
dusun tersebut, adalah: Sungai Tenang, Koto
Tamiang, Rantau Suli, Tebat Lukung, Beringin Tinggi,
Koto Mengkirai, Tanjung Mudo, dusun Renah,
Tanjung Beringin, Tanjung Menuang, Pulau Tengah,
Talang Tembago, Muaro Menderas, Koto Rawang,
Lubuk Tunggu, Koto Teguh, Tanjung Alam, Tanjung
Hara, Tanjung Jati, Koto Tapus, Jangkat, Muaro
Tangi, Jambu Tutuh, dan Rantau Jering

Banyak sekali terdapat dusun-dusun yang


berasal dari kelompok daerah Jangkat di sebelah
Timur sampai ke Pulau Tengah di sebelah Barat.
Umumnya dusun-dusun itu telah dihubungkan oleh

225
jalan kecil. Selain dusun diatas masih terdapat lagi
beberapa dusun kecil seperti : dusun Pematang
Pauh, dusun Baru, dusun Gedang, dll.

Mengenai bentuk dan susunan pemerintahan


Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus boleh dikatakan
sama seperti Tanah Pemuncak lainnya. Pusat
pemerintahan dari Tanah Pemuncak Bensu Koto
Tapus adalah Koto Tapus atau Jangkat. Dari sini
Depati Kerto Dewo sebagai pucuk pimpinan
pemerintahan memerintah negeri dibantu para depati
terdiri atas :

1. Depati Kerto Dewo dari dusun Gedang


2. Depati Siang Dito dari dusun Rantau Suli
3. Depati Naudo dari dusun Pematang Pauh
4. Depati Tiang Menggalo dari dusun Baru

Koto Tapus atau Jangkat disebut sebagai


Hamparan Panjang, yaitu tanah tempat persidangan
para pemangku adat dari seluruh negeri. Menurut
sepanjang adat tempat persidangan para pemangku
adat cukup diadakan di rumah adat, yaitu rumah
lurah pertama dari keturunan nenek moyang yang
pertama dalam sebuah dusun. Rumah adat ini
disebut juga dengan Rumah Ketelai, Rumah Jenang,
Rumah Rajo, yaitu rumah adat tempat
bermusyawarah bagi kerapatan adat dalam dusun.

226
Dalam perjalanan sejarah yang panjang
penduduk Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri
dan Pemuncak Bensu Koto Tapus semakin
bertambah. Sebahagian dari mereka lalu mengisi
daerah kosong disekitarnya dengan membangun
dusun baru seperti ke daerah Pratin Tuo, Tiang
Pumpung, Senggerahan dan Pemarab Guguk. Salah
satu daerah yang banyak di isi adalah Pratin Tuo,
mungkin disebabkan karena daerah ini mudah untuk
di capai. Daerah Serampas dan Sungai Tenang
berada di sebelah Barat gunung Masurai, sedangkan
daerah Pratin Tuo berada di sebelah Timur gunung
Masurai. Adapun kampung dan dusun yang muncul
karena migrasi ke Pratin Tuo diantaranya adalah :
Dusun Tuo, Tanjung Berugo, Nilo Dingin, Dusun
Baru, Koto Rami, Sungai Dilin, Dusun Rancan, dan
Dusun Tiaro.

Menurut bukti peninggalan sejarah yang


terdapat di dekat sebelah hilir dusun Nilo Dingin
terdapat bekas peninggalan dusun purba kampung
Renah Lipai Tuo. Selain itu, di sini terdapat pula
kuburan Segindo Kuning, nenek moyang asal
penduduk di sekitar tempat ini. Nenek Segindo
Kuning berasal dari Pulau Sangkar, bukti ini
menjelaskan arus migrasi yang mula-mula ke tempat
tersebut berasal dari orang Kerinci dan Serampas.

227
Dari perkembangan anak keturunan nenek
Segindo Kuning melahirkan dusun-dusun diatas.
Keturunan beliaulah yang membuat organisasi
kampung dan dusun di daerah ini dengan
mengangkat pemimpin kelompok komunitasnya yang
diberi gelar Depati Setio Manggalo Pemuncak Alam,
dimana kemudian keturunannya (4 orang anak)
diangkat masyarakat menjadi pemimpin dusun, yaitu :

1. Depati Agung, memimpin dusun Tuo


2. Depati Karti Udo, memimpin dusun Tanjung
Berugo (meliputi dusun Baru, dan dusun Nilo
Dingin).
3. Depati Penganggun, memimpin dusun Koto
Rami (meliputi dusun Rancan dan Sungai
Dingin)
4. Rio Perbo Nyato, memimpin dusun Tiaro

Disamping itu, di daerah Sungai Tenang


terdapat dusun Tiang Pumpung yang mekar menjadi
banyak kampung dan dusun sebagai akibat
banyaknya orang-orang dari sungai Tenang ke sana.
Adapun kampung dan dusun dimaksud antara lain :
Talang Paruh, Talang Asal, Durian Mukut, Muaro
Kelukup, Peradun Temeras, Muaro Siau, Teluk
Sikumbang, Rantau Bayur, Rantau Macang,
Sepantai, Rantau Bidaro, Air Lago, Rantau Panjang,
Pulau Raman, Sekancing, Alam Paruh, Beringin

228
Sanggul, dusun Baru, Rantau Limau Kapas, Pulau
Bayur, dan Selango.

Menurut penuturan masyarakat, orang yang


menyempurnakan organisasi pemerintahan adat di
daerah ini bernama Syekh Rajo yang kemudian diberi
gelar Depati Sembilan Tiang Pumpung. Dia
mempunyai 2 (dua) orang saudara, yaitu : Syekh Biti
yang memerintah di dusun Guguk dan Syekh Bita
yang memerintah di dusun Nilo (Sanggerahan).

Dalam memerintah daerah ini Depati


Sembilan Tiang Pumpung dibantu para pemangku
adat :

1. Depati Majuang di Muaro Siau dengan


kampung-kampung dibawahnya : Teluk Sikum-
bang, Rantau Bayur, Rantau Macang, Sepantai,
Rantau Panjang, Rantau Bidaro, dan Air Lago.
2. Depati Purbo Alam di dusun Baru dengan
kampung Beringin Sanggul.
3. Depati Agung dengan kampungnya pulau
Reman,
4. Rio Depati Datuk Panglimo di Sekancing
dengan kampungnya Alam Paruh.
5. Depati Permai Yudo di Pulau Bayur meliputi
kampung Rantau Limau Kapas.

229
6. Depati Suko Berajo di Selango, dengan
kampung Muaro Inum.

Di sebelah daerah Tiang Pumpung dan Pratin


Tuo terdapat pula daerah Senggerahan, dimana pada
daerah ini terdapat dusun-dusun seperti : Dusun
Kandang, Lubuk Beringin, Lubuk Birah, dan Durian
Rambun. Dusun dan kampung disini tidak begitu
banyak, karena sudah jauh dari pusat penyebaran.
Setiap dusun dan kampung diatas dipimpin oleh
pemangku adat seperti depati dan ninik mamak, di
bantu para juru tulis dusun, hulubalang, penggawa,
alingan dan tukang canang. Selain itu, orang tuo,
cerdik pandai dan pegawai syarak (kadhi, imam,
khatib dan bilal) turut aktif pula dalam membangun
masyarakat. Beberapa depati yang patut untuk
dikemukakan pada 4 (empat) buah dusun diatas
adalah :

1. Depati Surau
2. Depati Tiang Manggalo
3. Depati Karamo

Daerah pinggiran lain adalah daerah


Pemerab, dimana jumlah dusun dan kampungnya
tergolong sedikit, seperti pada daerah Sanggerahan.
Orang daerah Pemerab merupkan campuran dari
orang-orang yang datang dari sungai Tenang,

230
Serampas, Tiang Pumpung dan dari daerah hulu
sungai Batang Merangin, terutama dari Kerinci
Rendah seperti dari Tanah Depati Setio Nyato, dan
Tanah Depati Setio Rajo. Bahkan ada juga yang
datang dari Kerinci Tinggi, seperti dari dusun Pulau
Sangkar. Adapun dusun-dusun yang menjadi bagian
dari Tanah Pemarab ini adalah : Guguk, Parit, Ujung
Tanjung, Air Batu, dusun Baru, dan dusun Kebun.

Sedangkan asal usul dari ke enam dusun


tersebut adalah dari dusun purba Pelegai
Panjang. Dusun ini mekar menjadi dusun Guguk
dan dusun Kebun. Ke tiga dusun masih ada,
tetapi penduduknya sepi. Selain itu, ketiga dusun
ini melahirkan dusun Parit, Ujung Tanjung, Air
Batu dan dusun Baru. Ke enam dusun yang telah
disebut di atas terletak di tepi sungai Batang
Merangin.

Para depati yang mengurus dusun-dusun


diatas adalah :

1. Depati Suko Berajo atau Depati Mangku Yudo


di dusun Guguk
2. Depati Malindan di dusun Parit
3. Depati Karang Sari di dusun Air Batu
4. Depati Purbo Nyato di dusun Baru
5. Depati Anom di dusun Ujung Tanjung

231
Demikianlah beberapa hal yang dapat
dikemukakan mengenai Tanah Pemuncak Bensu
Koto Tapus yang merupakan Tanah Pemuncak ke
tiga dalam Tanah Depati Rencong Telang atau Tanah
Pemuncak Nan Tigo Kaum. Dari sini dapat diketahui
bahwa orang- orang yang terhimpun dalam Tanah
Pemuncak Nan Tigo Kaum merupakan satu kerabat
besar yang mempunyai ikatan pertalian darah satu
dengan yang lainnya (genealogish). Rasa pertalian
darah ini sampai sekarang tetap terpatri pada setiap
orang dalam Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum atau
Tanah Depati Rencong Telang.

Bila orang dari daerah Serampas, Sungai


Tenang, Muaro Siau, Jangkat dan dusun lainnya
datang ke Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar,
seperti mengunjungi dusun Lempur, Lolo, Pulau
Sangkar dll, maka mereka menyambutnya dan
berkata : “ hai lah tibo sanak kandung kami dari
dusun Serampas, Sungai Tenang, Muara Siau,
Jangkat dll, ...... naik lah kayo ke rumah kami “.
demikian pula sebaliknya. Selain itu, dalam hal tanah
adat atau tanah hak ulayat adat, diantara ketiga
Tanah Pemuncak tidak di buat orang batasnya,
semua mereka berada dalam satu tanah adat atau
tanah ulayat. Bagi masing-masing mereka secara
adat boleh saja mengambil tanah untuk digarap

232
dengan memberi tahu kepada pemangku adat
setempat.

Bab IX
Tanah Depati
Muaro Langkap

T
ANAH Depati Muaro Langkap atau sering
disebut juga dengan Tanah Depati Muaro
Langkap Tanjung Sekiau merupakan tanah
depati yang ke empat dari Negara Depati Empat
Alam Kerinci yang berada di daerah Kerinci Tinggi.
Tanah depati ini membagi daerahnya atas 2 wilayah
yaitu : (1) Tanah Muaro di Ateh atau Tanah Tamiai
dan (2) Tanah Muaro di Bawah (di Baruh) atau Tanah
Pangkalan Jambu. Tanah Muaro di Ateh daerahnya
berada dalam wilayah Kerinci Tinggi, sedangkan
Tanah Muaro di Bawah berada di daerah Kerinci
Rendah. Pusat pemerintahan Tanah Depati Muara

233
Langkap adalah dusun Tamiai. Dari sini Depati Muara
Langkap memerintah tanah depati beserta dusun-
dusun yang terdapat dalam wilayahnya. Di dusun
Tamiai ditempatkan hamparan besar tempat
persidangan atau permusyawaratan pemangku adat
negeri-negeri dari tanah depati ini. Dalam
memerintah Depati Muara Langkap didampingi oleh
sebuah kerapatan Adat Tanah Depati. Kerapatan
beranggotakan seluruh pemangku adat wakil dari
Tanah Muaro di Bawah dan Tanah Muaro di Ateh dan
utusan dari tiap-tiap dusun dan kampung. Sedangkan
ketua kerapatan Adat Tanah Depati adalah Depati
Muara Langkap sendiri. Keanggotaan kerapatan adat
yang dibuat luas mencakup sampai pada tingkat
dusun dan kampung dikarenakan daerah Tanah
Depati Muara Langakap wilayahnya tidak begitu luas.

Tanah Depati Muaro Langkap berbatas di


sebelah Utara dengan Tanah Depati Rencong
Telang, sebelah Barat juga berbatas dengan tanah
Depati Rencong Telang (Tanah Paemuncak Nan Tigo
Kaum), disebelah Timur dengan Tanah Depati Setio
Nyato Kerinci Rendah, dan disebelah Selatan dengan
Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus, yang juga
merupakan Tanah Depati Rencong Telang.

Pada mulanya Tanah Depati Muara Langkap


daerahnya hanya Tanah Muaro di Ateh saja yaitu

234
Tanah Tamiai yang batasnya ke arah Barat (Kerinci
Rendah) sampai ke sungai Batang Air Miai (sungai
yang terletak di antara Kabupaten Kerinci dengan
Kabupaten Merangin) sekarang. Adanya Tanah
Muaro di Bawah disebabkan terjadinya suatu
peristiwa (kasus) pidana pembunuhan pada daerah
ini. Sebelumnya daerah tersebut merupakan wilayah
Tanah Depati Setio Nyato dari Tanah Renah (Sungai
Manau) yang masih kosong, hanya didiami sedikit
orang pada daerah hulu sungai Kunyit, yang juga
merupakan daerah dari hulu-hulu sungai di daerah
Pangkalan Jambu. Daerah hulu sungai Kunyit didiami
orang-orang yang berasal dari Tamiai. Menurut
cerita, pada suatu ketika datang ke daerah
Pangkalan Jambu seorang anak buah dari Depati
Muara Langkap yang bernama Rio Tunai. Pada
sebuah anak sungai kecil yang ada disini, Rio Tunai
bertemu dengan seorang yang datang dari Tanah
Renah atau Sungai Manau. Kemudian terjadi
pertengkaran di antara mereka, yang diakhiri dengan
perkelahian. Dalam perkelaian ini Rio Tunai
terbunuh, dan mayatnya dibiarkan orang terbujur
disana.

Oleh Depeti Muara Langkap kasus pidana ini


dimintakan penyelesaiannya kepada Depati Setio
Nyato di Tanah Renah. Depati Setio Nyato ternyata
tidak dapat menemukan siapa pembunuh Rio Tunai,

235
akibatnya beliau tidak dapat meminta pertanggung
jawaban pidana kepada siapapun. Ke tidak beresan
penyelesaian kasus pidana ini, lalu diadukan kepada
Depati Empat Alam Kerinci di Sanggar Agung. Depati
Muara Langkap meminta kepada Depati Empat Alam
Kerinci, agar Depati Setio Nyato bertanggung jawab
atas delik yang menimpa anak buahnya. Depati
Empat Alam Kerinci lalu meminta pertanggung
jawaban kepada Depati Setio Nyato. Namun Depati
setio Nyato tetap tidak dapat menemukan siapa
sipembunuh Rio Tunai. Untuk mempertanggung
jawabankan kasus ini, maka Depati Setio Nyato lalu
menyerahkan pampasan tanah sebagai
konsekwensinya mulai dari sungai dimana mayat tadi
terbujur sampai ke batas tanahnya di sungai Batang
Penetai, yaitu batas dengan Tanah Depati Muara
Langkap. Penyerahan tanah ini dimaksudkan sebagai
ganti dari anak buah Depati Muara Langkap yaitu Rio
Tunai yang telah terbunuh. Penyerahan tanah ini
diterima dengan baik oleh Depati Muara Langkap dan
kasus ini dianggap selesai. Tempat ditemukan mayat
Rio Tunai terbunuh dinamai dengan Sungai Bujur,
karena di tempat itu dia mati terbujur. Dengan
penyerahan tanah tersebut, maka daerah itu menjadi
bagian wilayah baru dari Tanah Depati Muara
Langkap dan diberi nama Tanah Muaro di Bawah
Pangkalan Jambu.

236
9.1. Tanah Muaro
di Ateh

P ENDUDUK Tanah Muaro di Ateh berasal dari


dusun purba Jerangkang Tinggi.
Jerangkang Tinggi penduduk asal itu berpindah ke
Dari

dusun purba di Muara Sekiau, yang terletak di pinggir


sungai Batang Merangin pada muara sungai Batang
Air Miai. Dusun purba dimaksud sudah lama lenyap
karena ditinggalkan orang, sedangkan penduduknya
pindah ke dusun Tamiai sekarang. Selain itu, ada
pula diantara mereka melanjutkan perpindahannya
dan kemudian membuat dusun di Barung Pulau hulu
sungai Batang Air Imat. Barung Pulau adalah sebuah
dusun dengan 2 buah kampung, yaitu Kampung
Barung Pulau Mudik dan Barung Pulau Hilir.

Pada masa lalu mata pencaharian rakyat di


Tanah Muaro di Ateh hanya bertani (bersawah dan
berladang). Di daerah ini sangat banyak sumber air,
sehingga orang mudah membuat saluran air (irigasi)
untuk persawahan. Tanahnya subur sehingga hasil
pertanian terutama sawah sangat memuaskan.
Sedangkan usaha perladangan kebanyakan hanya

237
dikerjakan sekedar untuk memenuhi kebutuhan
sendiri saja.

Dusun Tamiai memegang peranan penting


karena merupakan pusat pemerintahan Tanah Muaro
di Ateh dan pusat pemerintahan dari Tanah Depati
Muaro Langkap. Sebagai pusat pemerintahan Tanah
Depati maka dusun Tamiai beserta perangkat
adatnya merupakan penopang secara langsung dari
pemerintahan Tanah Depati. Pada dusun ini
perangkat adat yang dibentuk disebut orang dengan :
“Depati Nan Empat Belas, Ninik Mamak Nan
Sembilan, Hulubalang Nan Berempak Uleh Jari
Sambungan Tangan”.

Adapun Depati Nan Empat Belas terdiri atas :

1. Depati Bendaro Langkap


2. Depati Nanggung
3. Depati Miti
4. Depati Suko Berajo
5. Depati Anum
6. Depati Muncak
7. Depati Karto Udo
8. Depati Birau
9. Depati Malau
10. Depati Singo
11. Depati Karamo

238
12. Depati Mudo
13. Depati Kecik
14. Depati Tiang Kayo

Sedangkan Ninik Mamak Nan Sembilan terdiri atas :

1. Tiang Bungkuk
2. Ngabih
3. Kelurah
4. Siding Rajo
5. Kedemang Kecik
6. Ki Sutan Bujang
7. Rajo Pati
8. Sri Mangku Bumi
9. Ki Sutan Bungsu

Adapun Hulu Balang Nan Berempak Uleh Jari


Sambungan Tangan adalah :

1. Meninding Alam
2. Ngalawe
3. Rajo Tiang Alam
4. Rajo Batuah

Susunan pemangku adat dusun Tamiai di atas


merupakan tulang punggung dari Depati Muara
Langkap karena merekalah yang membantu dalam
melaksanakan tugas harian dari pemerintahan Tanah

239
Depati Muara Langkap. Para pemangku adat dari
daerah ini terkenal militan dalam menja-lankan tugas
untuk kepentingan negara. Dalam sebuah legenda
diceritakan bahwa pada suatu ketika tersebar isu
yang disampaikan salah seorang raja Kerajaan Jambi
yang pada waktu itu berada dalam kekuasaan
Kerajaan Majapahit tentang keinginan Kerajaan
Majapahit akan melebarkan wilayah kekuasaannya
ke Alam Kerinci. Tentu saja isu ini mendapat
tanggapan yang emosional dari seluruh rakyat
Kerinci. Salah seorang pemuka adat Tanah Depati
Muaro Langkap yaitu Tiang Bungkuk lalu tampil
mengumandangkan perlawanan rakyat. Dia
menyatakan perlawanan terhadap Kerajaan
Majapahit dengan memancung segala tandan pisang
dan ayam jago yang berkokok menghadap ke Jambi.
Atas gerakan perlawanan yang dipimpinnya rakyat
lalu memberi gelar kepadanya dengan Tiang
Bungkuk Mendugo Rajo.

Isu ini telah merusak hubungan baik Kerajaan


Jambi yang berada di bawah kekuasaan Majapahit
dengan Negara Depati Empat Alam Kerinci. Raja
Jambi terpaksa meredam gerakan Tiang Bungkuk
Mendugo Rajo dengan mengirim misi rahasia untuk
menangkap Tiang Bungkuk Mendugo Rajo ke Tamiai.
Usaha licik ini berhasil, Tiang Bungkuk Mendugo
Rajo dapat dibawa dengan rakit ke Jambi. Sepanjang

240
perjalanan dia ditikam dan direndam dalam air di
bawah rakit, namun karena dia seorang keramat
maka dia tidak sedikitpun luka. Tetapi dengan tipu
daya, akhirnya dia dapat dibunuh dengan kerisnya
sendiri. Ada sebagian orang yang mengatakan
setelah dibunuh lalu dikuburkan di Jambi disuatu
tempat yang dirahasiakan. Hal ini dimaksudkan agar
kuburan-nya tidak diketahui, karena Raja Jambi takut
keturunannya akan datang meminta keramatnya
supaya dapat membalas dendam. Namun ada pula
yang mengatakan bahwa Tiang Bungkuk Mendugo
Rajo dapat meloloskan diri, kemudian kembali ke
Tamiai lalu setelah tua meninggal di Tamiai dan
dikuburkan di dekat Batang Merangin. Sekarang ini di
desa Batang Merangin terdapat kuburan keramat
yang dikatakan sebagai kuburan keramat Tiang
Bungkuk Mendugo Rajo.

9.2. Tanah Muaro


di Bawah

T ANAH Muaro di Bawah sebagaimana telah


disebutkan sebelumnya merupakan daerah
kosong. Kemudian datang ke daerah ini orang Tamiai
yang mengisi daerah disekitar daerah hulu sungai
Pangkalan Jambu. Mereka datang kesini mencoba

241
untuk mencari penghidupan dengan membuka lahan
sawah dan ladang. Selain itu, mereka juga
menemukan mata pencarian baru yaitu mendulang
emas. Usaha ini ternyata cukup berhasil dan
kemudian lalu tersebar berita keberbagai pelosok
bahwa di daerah Pangkalan Jambu banayak terdapat
emas. Berita terdapatnya emas di daerah Pangkalan
Jambu menyebabkan banyak orang datang ke
daerah ini. Dari Minangkabau datang sekelompok
orang di bawah pimpinan Datuk Putih berasal dari
Tanah Datar, kemudian disusul oleh Datuk Mangkuto
Merajo dari Lima Puluh Koto. Mereka mendirikan
dusun Nangko dan Bungo Tanjung dan beberapa
dusun lainnya. Kelompok masyarakat yang datang
dari Minang-kabau lalu kemudian menamakan diri
dengan orang Penghulu. Setelah banyak berdiri
dusun-dusun maka datang pula kemudian orang dari
Luak Nan Enam Belas dan orang dari Tamiai. Mereka
bergabung menjadi satu dengan orang Penghulu dan
menamakan diri dengan orang Pangkalan Jambu.
Jadi di daerah Tanah Muaro di Bawah mata
pencarian rakyat selain bertani (bersawah dan
berladang), rakyat umumnya mendulang emas di
sungai-sungai kecil yang banyak terdapat disini.
Selain mencari emas di sungai, di antara mereka ada
juga yang membuat tambang-tambang emas di kaki-
kaki bukit. Ternyata daerah ini kaya akan kandungan
emas, sehingga hasil mendulang emas cukup banyak

242
didapatkan. Emas yang diperoleh mereka jual keluar
daerah dan ke mancanegara.

Pemerintahan adat yang dibentuk masyarakat


di daerah ini dikenal dengan nama pemerintahan
Datuk Nan Berempat Menti Nan Bertigo.
Pemerintahan ini dimintakan pengesahannya kepada
Depati Empat Alam Kerinci dalam kenduri adat "sko
naik sko turun" dengan menyembelih kerbau seekor
beras 100. Kenduri besar dihadiri oleh :

1. Depati Empat Alam Kerinci


2. Utusan dari Luak Nan Enam Belas
3. Pemerintahan Pemuncak Nan Tigo Kaum

Dalam kenduri adat ini, Depati Empat Alam


Kerinci mengukuhkan berdirinya pemerintahan Datuk
Nan Berempat Menti Nan Bertigo, sebagai
pemerintahan setempat di Pangkalan Jambu yang
termasuk ke dalam pemerintahan Tanah Depati
Muara Langkap. Depati Empat Alam Kerinci juga
menegaskan, bahwa orang Penghulu yang datang
dari Minangkabau, tidak boleh membawa “cupak
membawa gantang” dari negerinya dan harus
memakai adat istiadat setempat. Artinya orang
Penghulu tidak boleh membawa dalam kehidupan
sehari-hari adat istiadat Minangkabau, dan mereka
harus menegakkan adat istiadat setempat, yaitu adat

243
istiadat Kerinci (dimana bumi dipijak, disitu langit
dijunjung; dimana sumur disauk, disitu ranting
dipatah; dimana negeri dihuni, disitu adat istiadatnya
dipakai). Setelah pemerintahan adat Tanah Muaro di
Bawah berdiri, maka sejak saat itu, Tanah Depati
Muaro Langkap dinyatakan dalam seluko adat
dengan "Tanah Nan Duo Kabung, Sekabung di Ateh
Tanah Tamiai, Sekabung di Baruh Tanah Pangkalan
Jambu"
Adapun pemerintah adat Datuk Nan Berempat
Menti Nan Batigo sebagaimana di sebutkan di atas
adalah :

Datuk Nan Berempat terdiri atas :


1. Datuk Penghulu Mudo, alur Tanah Datar
2. Datuk Penghulu Rajo, alur Tanah Datar
3. Datuk Bendaro Kayo, alur Tiga Puluh Koto
4. Datuk Rajo Bantan, alur Tiga Puluh Koto

Sedangkan Menti Nan Bertigo terdiri pula atas :

1. Rio Niti, alur Patah Rantau


2. Rio Gemalo, alur Patah Rantau
3. Rio Sari, alur Patah Rantau

Jika orang Kerinci membagi kelompok


seketurunan darah (genealogisch) dengan luhak
(lurah), maka orang di Pangkalan Jambu

244
membaginya dengan sebutan "alur". Jadi alur sama
dengan luhak (lurah), icu pakai yang demikian
dibenarkan dalam hukum adat Kerinci atau dalam
seluko adat dikatakan “adat serupo ico (pegang)
pakai nan balain-lain”. Alur yang terdapat di
Pangkalan Jambu ada 3 (tiga), yaitu Alur Tanah
Datar, Alur Tiga Puluh Koto dan Alur Patah Rantau.
Kepada Alur Tanah Datar dan Alur Tigo Puluh Koto
diberikan kedudukan sebagai datuk Nan Berempat,
dimana masing-masingnya memperoleh 2 orang
datuk, sedangkan Alur Patah Rantau mendapat 3
orang Menti.

Menurut sepanjang adat Datuk Penghulu


Mudo bertugas mengurus hubungan dengan negeri-
negeri lain, mengurus kesejahteraan sosial dan
mengurus orang keluar masuk Pangkalan Jambu.
Dalam bertugas dia dibantu oleh datuk Rajo Menanti.
Sedangkan tugas Datuk Penghulu Rajo adalah
mengurus keramaian (kenduri atau perhelatan adat),
yang diadakan di daerah ini. Dalam bertugas dia
dibantu oleh Datuk Sempurno Kayo yang
bertanggung jawab dalam soal keamanan negeri
dibantu oleh Datuk Rajo Malindan. Sedangkan Datuk
Rajo Bantan bertugas mengurus pertambangan emas
dengan pembantunya Datuk Rajo Malintang. Untuk
Manti Nan Bertigo diberi tugas mengepalai kampung
dan mengurus tanah yang termasuk dalam wilayah

245
Pangkalan Jambu. Disamping itu, mereka bertindak
sebagai "tunggu tanah" yang mengawasi batas-batas
wilayah dengan daerah lain. Kekuasaan tertinggi
dalam pemerintahan Datuk Nan Berempat Manti Nan
Bertigo terletak ditangan mereka bertujuh. Mereka
bersama dengan pemangku adat lainnya membentuk
kerapatan yang menentukan keputusan untuk
mengurus dan memimpin Tanah Muaro di Bawah
atau daerah Pangkalan Jambu.

Sejak dulu daerah ini banyak menghasilkan


emas, hal ini telah menjadi mata pencaharian
tambahan rakyat. Hampir pada setiap sungai di
daerah sekitar Pangkalan Jambu terdapat kandungan
emas diantaranya : Sungai Sipanin, Sungai Tajeh,
Sungai Peniun, Sungai Ludan, Batang Langen,
Batang Birun dll. Selain itu, emas juga ditemukan
dikaki gunung dan bukit sekitarnya. Terdapatnya
kekayaan emas dalam jumlah yang cukup besar
menyebabkan perlunya penguasa adat yang diberi
tugas mengurus dan mengelola masalah
pertambangan emas, yaitu Datuk Rajo Bantan yang
dibantu oleh Datuk Langkap Tanjung Sekiau. Negara
Depati Empat Alam Kerinci mengeluar dan
mengedarkan uang yang terbuat dari emas murni
dengan mutu 23 dan 24 karat kebanyakan bahan
baku logam emasnya berasal dari Tanah Muaro di

246
Bawah Pangkalan Jambu yang merupakan salah
satu bagian dari Tanah Depati Muara Langkap.

Akhir dari ulasan mengenai Tanah Depati


Muaro Langkap ini, maka daerah Empat di Ateh telah
dikemukakan semua, sedangkan untuk daerah Tigo
di Baruh, serta daerah khusus Tanah Pemuncak
Merangin atau disebut juga dengan Tanah Pemuncak
Pulau Rengas dan Tanah Pemerab Merangin atau
disebut Tanah Pemerab Pemenang akan
dikemukakan pada bagian berikutnya.

247
BAB X
Daerah Tigo di
Baruh Kerinci Rendah

T
ANAH Depati Tigo di Baruh berada di Kerinci
Rendah yaitu pada daerah Alam Kerinci yang
terletak di sebelah Timur dari Kerinci Tinggi
atau pergunungan Bukit Barisan. Daerah ini berada
pada ketinggian lebih kurang 100 m dari permukaan
laut. Topografi daerahnya datar dan banyak
pematang besar (busut) dan hanya sedikit terdapat
bukit-bukit, namun terdapat banyak aliran sungai dan
anak-anak sungai. Diantara sungai yang mengalir di
sini adalah sungai Batang Merangin, sungai Batang
Tembesi, sungai Batang Mesumai, sungai Batang
Tabir, sungai Batang Tantan dan sungai-sungai kecil
lainnya. Semua sungai-sungai di atas berasal dari
pergunungan Bukit Barisan atau dari daerah Kerinci
Tinggi.
Secara geographish daerah Kerinci Tinggi dan
daerah Kerinci Rendah merupakan satu kesatuan
yaitu Alam Kerinci, hanya saja sebagian dari

248
wilayahnya terletak lebih tinggi dari bagian wilayah
lainnya. Bagian wilayah yang tinggi disebut dengan
Kerinci Tinggi, sedangkan bagian wilayah yang
rendah disebut dengan Kerinci Rendah. Perbedaan
ini dalam kehidupan masyarakat sehari-hari kelihatan
jelas dengan adanya istilah di Ateh atau Pucuk untuk
Kerinci Tinggi dan di Baruh atau di Bawah untuk
Kerinci Rendah. Pergi ke Ateh atau ke Pucuk berarti
pergi ke Kerinci Tinggi seperti ke Sungai Penuh,
Serampas, Sungai Tenang, Muara Siau, Jangkat dll.
Sedangkan pergi ke Baruh atau ke bawah berarti
pergi ke Kerinci Rendah seperti ke Bangko, Rantau
Panjang, Pemenang, Sarolangon dll. Istilah ini
sampai sekarang masih berlaku dalam percakapan
sehari-hari, baik pada komunitas masyarakat Kerinci
yang berada di Kerinci Tinggi maupun yang berada di
Kerinci Rendah.

Daerah Kerinci Rendah pernah diduduki


Kerajaan Sriwijaya pada tahun 868 M dan baru
mardeka kembali tahun 1025 M, setelah Kerajaan
Sriwijaya meninggalkan daerah ini. Selama Kerajaan
Sriwijaya berada di Kerinci Rendah telah terjadi
banyak pergeseran dalam aspek tatanilai kehidupan
masyarakat, dimana tatanan adat masyarakat di
daerah ini telah dirubah dengan aturan dan ketentuan
yang dibuat dan diarahkan oleh penguasa.
Kekerabatan yang bersifat genealogisch yang
terbentuk selama ini telah luluh dan hilang. Sebagai
contoh, pola kepemimpinan dalam masyarakat yang

249
sebelumnya dipilih oleh anggota komunitas secara
demokratis yang berpijak pada aturan “sko bergilir
sandang berganti” tidak diberlakukan lagi dan dirubah
dengan cara penunjukkan langsung oleh penguasa
Kerajaan Sriwijaya.

Pembenahan tatanan adat rakyat Kerinci


Rendah dilakukan kembali setelah Kerajaan Sriwijaya
meninggalkan daerah ini (1025 M). Perbaikan untuk
mengembalikan tatanan rakyat Kerinci Rendah
sesuai dengan tatanan “adat sko purbokalo” cukup
rumit, karena berbagai perubahan selama
keberadaan Kerajaan Sriwijaya telah menjadi tatanilai
baru yang dipakai cukup lama dalam kehidupan
masyarakat. Namun dengan tekad yang bulat rakyat
berupaya keras dengan tujuan agar adat lama yang
merupakan tatanilai asli mereka bisa ditegakkan
kembali. Pemerintah desa dan para pejabat atau
pemangku adat mulai dibentuk dan disusun kembali
dari bawah. Para pemangku adat dipilih kembali dari
anak jantan yang utama dari yang sama, dengan
sistem pemilihan “sko bergilir sandang berganti”.
Proses evolusi pembenahan dan penataan ini
berlangsung cukup lama.

Sebelum daerah Kerinci Rendah bergabung


dengan Negara Depati Empat, di daerah ini sudah
terdapat pemerintah rakyat yang disebut
pemerintahan Pemuncak Alam, terdiri atas :
pemerintahan Batin Pemangku Alam Mesumai,

250
pemerintahan Pemuncak Alam Tanah Renah, dan
pemerintahan Pemangku Alam Batang Tantan.
Pemerintahan Batin Pemangku Alam Mesumai
berkedudukan di Renah Limau Abung sebagai cikal
bakal pemerintahan Tanah Depati Setio Rajo.
Daerahnya meliputi : Lubuk Gaung Kering, Cuban,
Sekorahi, Tanjung Mudo, Peninjauan, Lubuk Puri,
Dusun Tinggi, Gelanggang, Tanjung Hutan Udang,
Dusun Potlob. Semua dusun-dusun itu sudah tidak
ada lagi, karena sudah ditinggal orang.

Perubahan ke tiga tanah Pemuncak Alam


tersebut menjadi tanah depati Tigo di Baruh
berlangsung dalam proses cukup panjang. Dalam hal
ini disebutkan peranan dari seseorang yang bernama
“Karenggo Bungkuk Timpang Dado”. Cerita
mengenai Karenggo Bungkuk Timpang Dado, orang
Kerinci Rendah mengatakan bahwa dia berasal dari
Pulau Sangkar (Tanah Depati Rencong Telang) di
Kerinci Tinggi. Pada suatu ketika dia menelusuri
sungai Batang Merangin, masuk ke Batang Tembesi
dan terus ke Batanghari dan kemudian singgah di
Tanah Pilih ibu kota Kesultanan Jambi. Karenggo
Bungkuk adalah orang yang cakap dan berakhlak
baik, sehingga dalam pergaulan dia dikenal, mulai
dari kalangan bawah sampai ke kalangan istana.
Raja Jambi sangat simpati padanya, dia boleh saja
bebas keluar masuk istana, karena telah dianggap
sebagai keluarga istana. Setelah lama berdiam di
Tanah Pilih, lalu dia menyatakan kepada Raja Jambi

251
hendak pulang ke tempat asalnya di mudik atau
Kerinci Tinggi.

Raja Jambi terperangah mendengar keinginan


Karenggo Bungkuk untuk kembali, sebab dia sudah
menyayanginya dan telah menganggap sebagai
anaknya sendiri. Walaupun harus berpisah namun
Raja Jambi menghendaki supaya hubungan
kekeluargaan tetap terjalin dan tidak putus begitu
saja. Oleh sebab itu, sebelum dia pulang raja lalu
mengawinkan dengan anak angkatnya yang bernama
Puteri Lelo Beruji, karena anak kandung raja sudah
semuanya bersuami. Setelah kawin keduanya lalu
berangkat ke mudik dan kemudian sampailah mereka
di Lubuk Gaung. Di sini mereka bermaksud untuk
menetap sementara. Untuk menopang kehidupan
mereka ikut bertani dan mendulang emas di sungai
Batang Mesumai sebagai mata pencaharian. Berkat
kerja keras mereka dapat hidup berkecukupan dan
bahkan dapat membantu banyak orang
dilingkungannya.

Setelah sekian lama, Puteri Lelo Beruji lalu


melahirkan anak laki-laki kembar tiga. Seorang lahir
pada waktu pagi, seorang lahir pada waktu siang dan
seorang lagi lahir pada waktu petang hari. Anak yang
lahir pagi atau yang tertua diberi nama Setio Nyato,
yang lahir siang diberi nama Setio Rajo dan yang
lahir petang hari atau sibungsu diberi nama Setio
Beti. Nama itu diberikan dengan harapan supaya

252
kelak mereka berkelakuan sesuai dengan nama yang
disandangnya. Setio Nyato diharapkan akan
mengabdi penuh kepada negeri dan rakyatnya, Setio
Rajo akan setia kepada pemerintahan yang adil (raja
adil raja disembah, raja zalim raja disanggah), dan
Setio Beti diharapkan menjadi pemersatu dalam
masyarakat. Ketiganya dididik dengan baik,
berwawasan luas tentang masyarakat, memahami
adat istiadat, etika, sopan santun, berkerja keras dan
mau mengabdi bagi kepentingan orang banyak.
Setelah sampai masa waktu berumah tangga, maka
Setio Nyato Kawin dengan gadis Tanah Renah, Setio
Rajo kawin dengan gadis Lubuk Gaung dan Setio
Beti kawin dengan gadis Nalo.

Di tempat lingkungan kerabat isteri masing-


masing mereka menjadi orang yang terpandang
(anak betino yang bijak), karena suka mengurus
kepentingan masyarakat. Lalu mereka diangkat
menjadi pemangku adat dari puak isterinya, dan
menurut sepanjang adat dibenarkan. Dalam
kiprahnya ketiganya berperan dan berhasil
membangun organisasi pemerintahan setempat.
Negeri menjadi tertib, maju, dan rakyat hidup dalam
keadaan rukun, damai dan makmur.
Diperkirakan Karenggo Bungkuk Timpang
Dado dan Puteri Lelo Beruji sampai di Lubuk Gaung
sekitar tahun 1480 M. Di Lubuk Gaung mereka hidup
dalam tatanan masyarakat setempat dan ikut
membangun daerah tempat mereka tinggal.

253
Kerenggo Bungkuk yang banyak tahu tentang
pemerintahan karena lama tinggal dilingkungan
istana Kerajaan Jambi menyumbangkan
pengetahuannya untuk menata dan membenahi
pemerintahan negeri di sini. Waktu itu di tempat ini
telah ada pemerintahan negeri yaitu : pemerintahan
Batin Pemangku Alam Mesumai, pemerintahan
Pemangku Alam Tanah Renah dan pemerintahan
Pemngku Alam Batang Tantan.

Selama upaya penataan yang dilakukan


Karenggo Bungkuk, dia selalu mengikut sertakan 3
orang anak laki-laki kembarnya untuk berperan pada
masing-masing negeri. Ke 3 anak Kerenggo Bungkuk
mempunyai perhatian besar pada kepentingan
masyarat dan rela berkorban untuk itu. Penataan
yang dilakukan berpedoman pada pola dan sistem
pemerintahan negeri-negeri di Kerinci Tinggi. Atas
kerja keras itu, mereka diberikan penghargaan
dengan menjadikan nama ketiganya sebagai nama
Tanah Depati dan sekaligus mengangkat ketiganya
menjadi pemimpin Tanah Depati yang pertama.
Mereka hidup rukun dan damai dalam memimpin
Tanah Depati. Ke tiga tanah depati yang dipimpin
saudara kandung ini, tidak membagi hak ulayat atas
tanah yang mereka pimpin secara terpisah. Rakyat
dari ketiga Tanah Depati dapat saja mengambil tanah
di mana saja, tidak perlu “mengisi cupak dengan
gantang” atau membayar uang adat, cukup dengan
memberi tahu kepada pengusaha adat setempat.

254
Jadi antara tanah depati yang satu dengan tanah
depati yang lain tidak terdapat tapal batas yang
disebut dengan “didih temih”.

Setelah pembenahan tatanan masyarakat adat


Kerinci Rendah berhasil dilakukan, maka dalam
tahun 1525 M diadakan Kerapatan Besar yang
dihadiri seluruh Pemangku Adat Kerinci Rendah
dengan Depati Empat Alam Kerinci di dusun Salam
Buku. Tempat ini terletak antara dusun Titian Teras
dengan Ujung Tanjung Muara Mesumai (Bangko).
Kerapatan besar ini menghasilkan Persetujuan Salam
Buku 1525 M yang isinya menerima dan menetapkan
3 (tiga) buah tanah depati dan 2 (dua) buah daerah
khusus di Kerinci Rendah menjadi bagian dari
Negara Depati Empat. Selain itu, dikukuhkan pula
anak dari Karenggo Bungkuk Timpang Dado, dengan
Putri Lolo Beruji, bernama Setio Nyato diangkat
menjadi depati pertama untuk memimpin Tanah
Depati Setio Nyato yang berpusat di Tanah Renah
dengan gelar Depati Setio Nyato; anak ke dua
bernama Seto Rajo diangkat menjadi depati pertama
Tanah Depati Setio Rajo yang berpusat di Lubung
Gaung dengan gelar Depati Setio Rajo; dan anak ke
tiga bernama Setio Beti diangkat menjadi depati
pertama memimpin Tanah Depati Setio Beti yang
berpusat di Nalo Tantan dengan gelar Depati Setio
Beti. Disamping itu diangkat pula pemangku adat dari
dusun Pemenang menjadi kepala Tanah Pemerab
Merangin atau Tanah Pemarap Pemenang dan

255
pemangku adat dusun Pulau Rengas menjadi kepala
Tanah Pemuncak Merangin atau Tanah Pemuncak
Pulau Rengas. Persetujuan Salam Baku sekaligus
meresmikan penggabungan Kerinci Rendah ke dalam
Negara Depati Empat Alam Kerinci. Jadi ketika
Negara Depati Empat Alam Kerinci terbentuk pada
tahun 1296 M daerah Kerinci Rendah belum masuk
ke dalam struktur pemerintahan.

Semenjak adanya persetujuan Salam Buku,


maka pemerintahan tanah depati dari Negara Depati
Empat Alam Kerinci menjadi bertambah. Jika
sebelumnya hanya terdapat 4 (empat) tanah depati,
maka sekarang telah menjadi 7 (tujuh) tanah depati
dan ditambah lagi dengan 2 (dua) daerah khusus,
sehingga seloko adat tentang administrasi
pemerintahan daerah dinyatakan menjadi :

Depati Empat Alam Kerinci,


Empat di Ateh, Tigo di Baruh,
Mudik Pemuncak, Hilir Pemarab,

Seloko adat ini sering pula diucapkan dengan :

Negara Depati Empat Alam Kerinci,


Empat di Ateh, Tigo di Baruh,
Pemuncak Pulau Rengas,
Pemarab Pemenang.

256
Tanah depati di Kerinci Tinggi (Empat di
Ateh) telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
ssdangkan tanah depati di Kerinci Rendah (Tigo di
Baruh) yang akan dikemukakan dalam ulasan
selanjutnya adalah :

1. Tanah Depati Setio Nyato berpusat di Tanah


Renah dekat Sungai Manau
2. Tanah Depati Setio Rajo berpusat di Lubuk
Gaung
3. Tanah Depati Setio Beti berpusat di Nalo
Tantan
4. Daerah khusus Tanah Pemuncak Merangin
atau Tanah Pemuncak Pulau Rengas berpusat
di Pulau Rengas
5. Daerah khusus Tanah Pemerab Merangin atau
Tanah Pemarab Pemenang berpusat di
Pemenang

Mengenai ke 7 (tujuh) tanah depati di Alam


Kerinci ini, sering juga disebut orang dengan : “Tanah
Depati Empat Selo atau Tanah Depati Empat Helai
Kain di Ateh” untuk tanah depati di Kerinci Tinggi,
sedangkan untuk tanah depati di Kerinci Rendah
disebut juga “Tanah Depati Tigo Selo atau Tanah
Depati Tigo Helai Kain di Baruh”. Selepas itu yang
dimaksud dengan Hilir Pemarab adalah daerah
khusus Tanah Pemarab dan Mudik Pemuncak adalah
daerah khusus Tanah Pemuncak, dimana ke dua
daerah khusus ini terletak di tepi sungai Batang

257
Merangin. Itupula sebabnya kedua daerah khusus itu,
disebut juga dengan Tanah Pemuncak Merangin dan
Tanah Pemerab Merangin.

10.1. TANAH DEPATI


SETIO NYATO

T ANAH Depati Setio Nyato merupakan salah satu


atau satu-satunya tanah depati di Kerinci Rendah
yang berbatas langsung dengan Kerinci Tinggi.
Daerahnya bersebelahan dengan daerah Pangkalan
Jambu (daerah Muaro di Bawah), yang merupakan
bagian dari Tanah Depati Muara Langkap. Tanah
Depati Setio Nyato pada sisi bagian baratnya adalah
sungai Batang Merangin. Letak daerahnya
memanjang dari arah Barat ke Timur. Adapun batas-
batas daerah tanah depati ini adalah: sebelah Utara
dengan Tanah Depati Setio Beti, sebelah Selatan
dengan daerah khusus Tanah Pemarab Pemenang,
sebelah Timur dengan Tanah Depati Setio Rajo,
sedangkan sebelah Barat berbatas dengan Tanah
Muaro di Bawah daerah Pangkalan Jambu.

Pusat pemerintahan Tanah Depati Setio


Nyato adalah dusun Tanah Renah dekat dusun
Sungai Manau. Disini berkedudukan Depati Setio
Nyato sebagai kepala pemerintahan, bersama

258
kembang rekannya dan aparat pemerintahan lain,
serta didampingi sebuah dewan kerapatan tanah
depati. Dusun Tanah Renah sekaligus menjadi
Hamparan Besar tempat bertemunya para pemuka
negeri.

Daerah Tanah Depati Setio Nyato tidak begitu


luas, diperkirakan sekitar 560 km2, merupakan
dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan
laut di bawah 100 m dan tanahnya berpematang
besar dan berbukit-bukit yang merupakan lanjutan
dari perbukitan pergunungan Bukit Barisan.
Perbukitan yang terdapat disini diantaranya : Bukit
Aur, Bukit Pematang Panjang, Bukit Melintang (bukit
Nangko), Bukit Gedung dan Bukit Kapur, dll. Diantara
bukit tersebut yang tertinggi adalah Bukit Pematang
Panjang.

Jika dibandingkan dengan Empat di Ateh


daerah ini hampir sama luasnya dengan Tanah
Depati Biang Sari. Kampung dan dusun didalamnya
tidaklah begitu banyak. Keadaan yang serupa berlaku
pula terhadap tanah depati lainnya di Kerinci Rendah.
Mungkin disebabkan hal tersebut, maka pola dan
struktur tanah depati Tigo di Baruh meniru pola dan
susunan Tanah Depati Biang Sari di Kerinci Tinggi.

Melalui sungai Batang Merangin dari danau


Kerinci yang melewati dusun pulau Sangkar
pengaruh dari daerah di Ateh merembes masuk ke

259
daerah Kerinci Rendah. Baru setelah itu datang
pengaruh Hindu Budhis (868 M) yang dibawa
Kerajaan Sriwijaya. Secara ethnologis (antropologis),
sosial politik dan kebudayaan semuanya datang dari
Kerinci Tinggi, baru pada tahun 1343 M masuk
pengaruh dari Minangkabau dengan kedatangan
orang Penghulu.

Tanah di daerah ini cukup subur, baik tanah


kering maupun tanah basah seperti rawa-rawa dll.,
sehinggga dapat dijadikan lahan persawahan dan
perladangan yang baik. Keadaan alam tersebut telah
menjadi daya tarik bagi orang Pulau Sangkar untuk
pindah ke tempat ini pada masa lalu. Migrasi telah
berlangsung semenjak zaman purbakala, dan terus
berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama.
Pada mulanya mereka membuat talang dan
berkebun, kemudian membuka koto dan dusun
purba. Dusun purba ini sekarang sudah tidak ada
lagi, karena telah lama ditinggalkan orang.

Pemekaran dari dusun-dusun purba yang


pernah terdapat di sini, telah melahirkan dusun dan
kampung baru diantaranya : Sungai Jering, Sungai
Mati, Sungai Ipuh, Rumah Gedang, Lubuk Gelam,
Bukit Batu, Air Batu, Lubuk Cempedak, Sungai Nilau,
Sungai Manau, Sungai Pinang, Palipan, Muara
Seringek, Dusun Pulau, Sungai Kelumpang,
Gelanggang, Tiangko, Tiangko Ulu, Ulu Tanjung,
Muaro Tiangko, Durian Lecah, Kampung Tengah,

260
Kampung Seringek, Koto Jayo, Benteng, Lubuk
Sepuh, Muaro Panco, Durian Batakuk, Talang
Segegah, Tanah Renah, Muaro Bantan, Dusun Parit,
Dusun Kebun, Dusun Baru, Guguk, dll.

Letak dusun dan kampung diatas berada pada


sepanjang daerah aliran sungai Batang Merangin di
sisi bagian Selatannya dan pada sepanjang sungai
Batang Pangkalan Jambu dan sungai Batang
Seringat. Kedua sungai ini, bertemu dan sama-sama
bermuara ke Sungai Batang Mesumai. Sungai
Batang Mesumai bermuara di Ujung Tanjung Muaro
Mesumai atau koto Bangko sekarang.

Dusun dan kampung tersebut berada dibawah


payung pemerintahan Tanah Depati Setio Nyato.
Dalam memerintah Depati Setio Nyato dibantu oleh
kembang rekannya dan para pembantu pemerintahan
yang diangkat dari para depati dan pemuka adat, dan
didampingi oleh sebuah dewan kerapatan adat.
Kembang rekan pembantu Depati Setio Nyato dalam
memerintah menurut sepanjang adat disebut dengan
Rio Nan Berempat, terdiri atas :

1. Cinto Berajo
2. Pemangku
3. Rio Seri
4. Penghulu Besar

261
Pada Rio Nan Berempat di atas, Depati Setio
Nyato mempercayakan pelaksanaan tugas
pemerintahan (eksekutif) sehari-hari. Struktur
pemerintahan di Kerinci Rendah, dibawah Tanah
Depati adalah pemerintahan dusun yang terbagi atas
beberapa buah kampung. Masing-masing Rio Nan
Berempat diberi kekuasaan mengkoordinir sebuah
kawasan yang terdiri atas dusun dan kampung.
Tanah Depati Setio Nyato di bagi atas 4 kawasan
pemerintahan dusun dan kampung, sebagai berikut :

1. Kawasan Rio Cinto Berajo mengkoordinir dan


bertanggung jawab atas pemerintahan dusun
Tanah Renah meliputi dusun dan kampung
antara lain : Tanah Renah, Durian Batakuk,
Muaro Bantan, Talang Segegah, Dusun Baru,
Dusun Guguk, Dusun Parit

Dulu daerah dusun Baru, dusun Guguk dan


dusun Parit termasuk dalam Tanah Depati Setio
Nyato. Ke tempat ini kemudian datang orang
Pemarab disebelahnya (seberang Batang
Merangin) menetap dan membuat ketiga dusun
tersebut. Akibatnya menim-bulkan perubahan
administrasi pemerin- tahan secara adat
dengan daerah ketiga dusun tersebut. Jadi ke 3
dusun itu, padang dari dusun Tanah Depati
Setio Nyato, tetapi belalangnyo (orang yang ada
disana) berasal dari Tanah Pemarab. Dalam
aspek kewilayahan secara adat daerah tersebut

262
tunduk pada aturan Tanah Depati Setio Nyato,
namun aspek kemasyarakatan adatnya
mengacu pada “icu pakai” atau tata nilai
masyarakat adat Tanah Pemerab.

Kemudian, ketika terjadi kasus pembunuhan


Rio Tunai (warga Tanah Depati Muara
Langkap), lalu menyebabkan Depati Setio
Nyato harus menyerahkan Tanah Pangkalan
Jambu sebagai “tanah bangun” kepada Depati
Muara Langkap. Akibat dari ke dua kasus itu,
menyebabkan Tanah Depati Setio Nyato
menjadi berkurang.

Pengendalian dusun dan kampung diatas


dilakukan dari dusun Tanah Renah. Untuk
pengurusannya terdapat 3 penjabat adat yang
ditugaskan , yaitu :

1) Depati Setio Nyato memerintah seluruh


Tanah Depati

2) Cinto Berajo menjadi Kepala Dusun


Tanah Renah. Disamping sebagai kepala
dusun sewaktu-waktu dia juga dapat
mewakili Depati Setio Nyato bila mana
yang bersangkutan berhalangan. Hal ini
disebabkan Cinto Berajo dan Depati Setio
Nyato masih sakelebu (sepuak ) dalam
kekerabatan.

263
3) Tuo Kampung yang menjadi kepala
kampung Tanah Renah.

Mereka dibantu oleh kembang rekan masing-


masing dan para pejabat lainnya yang lebih
rendah seperti : ninik mamak, tengganai,
hulubalang, penggawa, alingan (pesuruh),
tukang canang dll, sebagai “uleh jari
sambungan tangan”.

2. Kawasan Pemangku mengkoordinir dan


bertanggung jawab atas pemerintah dusun
Muaro Panco dengan beberapa kampung
dibawahnya seperti : Muaro Ponco, Batu Kijang,
Palipan, Seringat, Sungai Lempur, Sungai
Kelumpang (Gelanggang), Durian Lecah,
Kampung Tengah, Benteng

Di dusun Muaro Panco merupakan tempat


kedudukan pejabat adat yang mengurus
kawasan Pemangku. Dusun Muaro Panco
letaknya tidak berapa jauh dari dusun Tanah
Renah pusat pemerintahan Depati Setio Nyato.
Sehingga para pejabat adat daerah Muaro
Panco dengan mudah dapat berhubungan
dengan Depati Setio Nyato. Adapun pejabat
adat yang mengurus Kawasan Pemangku
adalah :

264
1) Pemangku sebagai kepala dusun Muara
Panco.

2) Pemangku sebagai Kunci Bilik Dalam bagi


Depati Setio Nyato. Berfungsi
menampung terlebih dahulu segala
urusan dari bawah yang akan
disampaikan kepada Depati Setio Nyato
dan urusan Depati Setio Nyato yang patut
diurusnya atau yang diminta oleh Depati
Setio Nyato untuk ditangani.

3) Tuo kampung sebagai kepala kampung


Muaro Panco, khusus mengurus urusan
dalam kampung Muaro Panco saja.

Pemangku dan Tuo kampung di atas masing-


masing mempunyai kembang rekan sebagai
pembantu tugas sehari-hari. Mereka merupakan
pejabat adat bawahan, seperti : ninik mamak
yang mengepalai kelebu (pauk), tengganai yang
memimpin perut (piak), hulubalang, penggawa,
alingan (pesuruh) dan tukang canang, dimana
semuanya merupakan “uleh jari sambungan
tangan”.

Pada setiap dusun atau kampung dalam Tanah


Depati Setio Nyato terdapat pejabat yang
disebut pegawai syarak, yaitu pejabat agama
Islam yang mengurus urusan agama. Pegawai

265
syarak ini mengurus urusan keagamaan mulai
dari urusan mesjid, menjadi Imam, Khatib dan
Bilal. Selain itu, juga mengurus urusan diluar
mesjid sebagai hakim agama atau disebut
khadi. Sebagai hakim agama, khadi
mengepalai kerapatan agama yang disebut
dengan Kerapatan Pegawai Syarak.

3. Kawasan Rio Seri memerintah dan


mengkoordinir dusun Sungai Manau dengan
kampung di antaranya : Sungai Manau, Sungai
Nilau, Sungai Jering, Sungai Mati, Bukit Batu,
Tanjung Mudo, Rumah Gedang, Lubuk
Cempedak, Muaro Seringat.

Dusun Sungai Manau letaknya juga berdekatan


dengan Tanah Renah pusat pemerintahan
Tanah Depati Setio Nyato. Semua dusun dan
kampung yang disebutkan diatas berada di
sepanjang sungai Batang Pangkalan Jambu
dan Batang Mesumai. Sedangkan Muaro
Seringat terletak pada pertemuan muara sungai
Batang Pangkalan Jambu dengan muara sungai
Batang Seringat yang masuk ke dalam sungai
Batang Mesumai. Pada das ketiga sungai ini
banyak terdapat dusun dan kampung yang
dikelilingi sawah.

266
Sungai Manau berstatus sebagai dusun dan
kampung, maka di sini terdapat 2 kedudukan
pejabat adat, yaitu sebagai :

1. Rio Seri sebagai kepala dusun


mengkoordinir pemerintahan kampung
yang terdapat dikawasan tersebut.

2. Tuo Kampung sebagai kepala kampung


mengurus kampung masing-masing
terutama urusan pemerintahan ke dalam.

Mereka dibantu kembang rekannya masing-


masing dan para pejabat adat lainnya yang
lebih rendah, seperti ninik mamak yang
memimpin kelebu (puak), dan para tengganai
yang mngurus perut (piak) beserta dengan
hulubalang, penggawa, alingan dan tukang
canang sebagai “uleh jari sambungan tangan”.

4. Kawasan Penghulu Besar mengkoordinir


pemerintahan dusun Tiangko Panjang dan
kampung yang berada di bawahnya, seperti :
Tiangko Panjang, Tiangko Tengah, Sungai
Pinang.
Dusun dan kampung tersebut terletak di
sepanjang sungai Batang Tiangko dengan jarak
yang berdekatan. Di antara Tiangko Panjang
dengan Tiangko Tengah terbentang lahan
persawahan. Dusun Tiangko Panjang

267
merupakan pusat koordinasi pemerintahan
kawasan ini, tempat penghulu besar kepala
dusun berada. Oleh sebab itu, disini terdapat 2
(dua) pejabat adat :

1) Penghulu Besar sebagai kepala dusun


Tiangko Panjang dan sekaligus koor-
dinator dari kampung di bawahnya.

2) Tuo Kampung sebagai kepala kampung


Tiangko Panjang yang mengurus urusan
pemerintahan ke dalam.

Dua pejabat diatas mempunyai kembang rekan


masing-masing dan dibantu para pejabat adat
dibawahnya, seperti: ninik mamak mengepalai
kelebu (pauk) dalam kampung, para tengganai
memimpin perut (piak), hulubalang, penggawa,
alingan dan tukang canang, termasuk pegawai
syarak, yaitu imam, khatib, bilal dan kadhi.

Masing-masing pusat pemerintahan Rio Nan


Berempat merupakan induk dari kampung-kampung
yang ada di sekitarnya. Kampung-kampung itu
merupakan pecahan dari kampung yang semula telah
ada, sebagai akibat dari pertumbuhan dan
perkembangan penduduk. Semua kampung yang ada
dalam masing-masing kawasan Rio Nan Berempat
disebut dengan dusun. Nama dusun diambil dari
nama kampung yang mula-mula terbentuk. Dalam

268
Tanah Depati Setio Nyato kampung awal atau
kampung induknya adalah : Tanah Renah, Muaro
Panco, Sungai Manau dan Tiangko.

Dalam menjalankan pemerintahan, Rio Nan


Berempat bertanggung jawab kepada Depati Setio
Nyato. Pemerintahan pada setiap kampung
dijalankan oleh kepala kampung yang dulu disebut
dengan Tuo Kampung. Kepala kampung dalam
menjalankan pemerintahan bertanggung jawab
kepada masing-masing Rio Nan Berempat.
Kampung-kampung dalam kawasan Rio Nan
Berempat merupakan suatu kesatuan masyarakat
hukum. Itulah gambaran bentuk dan susunan
organisasi pemerintahan mesyarakat hukum adat
Tanah Depati Setio Nyato.

10.2. TANAH DEPATI


SETIO RAJO

T ANAH Depati Setio Rajo letaknya diapit dua


tanah depati dan satu daerah khusus di Kerinci
Rendah. Daerahnya berada pada lingkungan sungai
Batang Mesumai. Dusun dan kampung umumnya
tersusun dari Barat ke Timur. Adapun batas-batas
dari Tanah Depati Setio Rajo, sebelah Utara berbatas
dengan Tanah Depati Setio Beti atau daerah Nalo

269
Tantan, sebelah Selatan berbatas dengan daerah
Khusus Pemuncak Pulau Rengas, sebelah Timur
juga berbatas dengan daerah Khusus Pemuncak
Pulau Rengas, sedangkan sebelah Barat berbatas
dengan Tanah Depati Setio Nyato terutama dengan
daerah Sungai Manau dan Tanah Renah.

Tanah Depati Setio Rajo berpusat di dusun


Lubuk Gaung. Dari sini Depati Setio Rajo meme-
rintahan, bersama dengan kembang rekannya dan
didampingi sebuah dewan Kerapatan Hamparan
Besar tanah depati. Tanah Depati Setio Rajo
merupakan tanah depati yang terkecil diantara yang
lain. Luasnya diperkirakan 169 km2, jauh lebih kecil
bila dibandingkan dengan Tanah Depati Setio Nyato
(560 km2) dan Tanah Depati Setio Beti (418 km2).

Daerahnya merupakan dataran rendah,


dengan tinggi dari permukaan laut hanya sekitar 75
m. Tanahnya merupakan tanah pematang besar
pada daerah aliran sungai Batang Mesumai. Semua
Tanah Depati Nan Tigo di Baruh termasuk ke dalam
pengaruh alam lingkungan sungai Batang Merangin.
Daerahnya subur, berhutan lebat dan banyak
terdapat aliran sungai. Sungai-sungai yang mengalir
di sini antara lain: Batang Mesumai, Batang Salam
Buku dan Batang Nibung, dan anak-anak sungai lain
yang dapat dipergunakan untuk mengairi sawah.
Kondisi alam yang mendukung membuat daerah ini
menjadi daerah persawahan dan perladangan yang

270
subur. Selain itu, pada sungai-sungai di sini terdapat
banyak kandungan biji emas, sehingga rakyat banyak
yang mendulang emas di sungai.

Penduduk daerah ini juga berasal dari orang


Pulau Sangkar di Kerinci. Tinggi. Baru jauh kemudian
datang migrasi orang Minangkabau pada tahun
1343. Mereka merupakan orang pelarian, karena
tidak menyukai Aditiyawarman menjadi Raja
Minangkabau. Pada waktu itu Aditiyawarman seorang
bangsawan Kerajaan Majapahit menguasai
Minangkabau dan menduduki Pagaruyung. Orang
pelarian Minangkabau ini disebut dengan orang
Penghulu. Orang penghulu mencari tempat kediaman
di tengah orang Kerinci di Kerinci Rendah, pada
dusun dan kampung di daerah Pangkalan Jambu
(Tanah Depati Muara Langkap Tanjung Sekian), dan
di daerah Nibung, Seringat dan Ulu Tabir (Tanah
Depati Setio Nyato). Diantara mereka adapula yang
pindah ke daerah Muaro Bungo pada ulu sungai
Pelepat, Sinemat dan tempat lain. Lebih jauh lagi
mereka sampai ke daerah Batang Limun, Batang
Asai dan Kampung Nan Empat di Sarolangon
(Sungai Baung, Sungai Abang, Panti, Tinting dan
Bernai).

Migrasi penduduk kesini tidak lain karena


melihat daerah ini memiliki prospek yang baik untuk
membuka lahan persawahan dan perla-dangan.
Orang yang mula-mula datang ke daerah ini yang

271
membuat dusun purba Muaro Semukun, Lubuk Buluh
dan Demahu adalah dari Pulau Sangkar. Dari dusn
purba itu, lalu mekar dan berganti menjadi dusun-
dusun baru yang merupakan tempat kediaman orang
Tanah Depati Setio Rajo. Pada tanah depati ini
terdapat sedikit perbedaan, dimana dusun tidak lagi
terbagi atas kampung-kampung. Setiap dusun
dikepalai oleh seorang kepala dusun, yang bergelar
Rio atau Datuk. Adapun dusun-dusun dalam Tanah
Depati Setio Rajo adalah : Lubuk Gaung, Pulau
Layang, Kampung Baru, Kederasan Panjang, Rantau
Alai, Nibung, Pelangki, Tambang Besi, Titian Teras,
Salam Buku.

Pusat pemerintahan tanah depati ini, adalah


dusun Lubuk Gaung tempat Depati Setio Rajo dan
kembang rekannya memerintah. Lubuk Gaung juga
merupakan Hamparan Besar tanah depati, tempat
para pemangku adat bermusyawarah atau bersidang.
Dalam memerintah Depati Setio Rajo dibantu para
pejabat adat terdiri dari:

1. Rio Sidik Alam dari dusun Pulau Layang


2. Rio Gemam dari dusun Tambang Besi
3. Rio Ibu dari dusun Lubuk Gaung Sendiri

Rio Sidik Alam dan Rio Gemam dalam


kesehariannya bertugas dalam urusan pertahanan,
keamanan dan ketentraman negeri. Dalam adat
dikatakan “Hilir Pasak, Mudik Kunci “ yang berarti

272
bilamana ada musuh dari hilir, maka Rio Gemam dari
Tambang Besi yang menghadapinya, dan kalau ada
musuh dari mudik maka Rio Sidik Alam dari Pulau
Layang yang menghadapinya. Kalau musuh berda di
tengah maka dikepung bersama.

Rio Ibu dari dusun Lubuk Gaung bertugas


mendampingi Depati Setio Rajo dalam melak-
sanakan pekerjaan rutinnya memimpin tanah depati.
Rio Ibu mengomandoi kembang rekan atau aparat
pemerintahan Depati Setio Rajo, membawa mereka
untuk sehilir semudik dalam menyelesai-kan berbagai
persoalan terutama dalam tugas yang dipikul
bersama. Untuk tugas yang melekat pada masing-
masing maka menjadi urusan dan tanggung jawab
sendiri-sendiri. Jadi tugas bersama dipertanggung
jawabkan oleh Rio ibu, dan tugas masing-masing
dipertanggung jawabkan sendiri kepada Depati Setio
Rajo.

Seperti sudah disebutkan bahwa dusun


dikepalai oleh seorang kepala dusun. Seorang kepala
dusun harus menyandang jabatan adat dengan gelar
Rio. Dalam kehidupan sehari-hari kepala dusun
dipanggil dengan sapaan Datuk. Dia dipilih dan
diangkat menurut sepanjang adat “sistem sko bergilir
sandang baganti”. Dalam memerintah kepala dusun
dibantu para ninik mamak sebagai kepala dari
“kelebu (puak)”. Para ninik mamak dibantu pula oleh
para tengganai yang memimpin “perut”. Selain itu

273
terdapat pula pejabat adat berupa hulubalang,
penggawa, alingan dan tukang canang sebagai “uleh
jari sambungan tangan” dari mereka.

10.3. TANAH DEPATI


SETIO BETI

T ANAH Depati Setio Beti merupakan tanah depati


yang ketiga di Kerinci Rendah. Daerah tanah
depati ini berbatas, sebelah Utara dengan daerah
orang Batin V Tabir dan Rantau Nan Tigo Jenjang,
sebelah Selatan dengan Tanah Pemuncak Pulau
Rengas dan Pemarap Pemenang (di sepanjang
sungai Batang Merangin), sebelah Barat dengan
Tanah Depati Setio Rajo dan Tanah Depati Setio
Nyato, sedangkan sebelah Timur dengan Tanah
Kalebu Air Hitam daerah Kesultanan Jambi.

Luasnya lebih kurang 418 km2. terdiri dari


dataran rendah sepanjang sungai Batang Tantan dan
selebihnya berupa tanah yang berbukit dan
berlembah. Batang Tantan adalah sungai yang
terbesar dalam Tanah Depati Setio Beti, yang
mengalir memanjang dari Barat ke Timur. Sungai ini
bermuara ke dalam sungai Batang Merangin di Pulau
Tujuh Sangkil Berlarik. Pulau Tujuh Sangkil berlarik
merupakan tapal batas alam antara Tanah Pemuncak
Pulau Rengas di Mudik dengan Tanah Pemarap

274
Pemenang di Hilir. Sungai Batang Tantan merupakan
prasarana lintas air dalam tanah depati Setio Beti
yang dapat dilayari dengan perahu dan rakit mulai
dari dusun Baru Nalo dihulu, sampai ke dusun Telun
di muaranya. Di sepanjang tepi Batang Tantan
berjejer dusun dan kampung dari hulu sungai sampai
ke hilirnya. Adapun dusun ysng terdapat dalam tanah
depati ini adalah : dusun Dalam, Nalo Gedang, dusun
Telun, dusun Danau, Aur Baduri, dan Sungai Ulak.

Pusat Tanah Depati Setio Beti adalah dusun


Nalo Gedang. Dari sini Depati Setio Beti dan para
pembantunya memerintah tanah depati. Nalo Gedang
merupakan hamparan Besar tanah depati, tempat
para pemangku adat, mulai tingkat bawah sampai
tingkat tanah depati bermusyawarah. Kerapatan
Tanah Depati dipimpin oleh Depati Setio Beti sendiri.
Sedangkan dalam memerintah negeri Depati Setio
Beti dibantu “kembang rekannya” sebagai berikut :

1. Depati Sekerat Kain dari dusun Sungai Ulak


2. Pemangku dari dusun Lubuk Gedang
3. Gelegah Sange dari dusun Telun dan dusun
Danau, kedua mereka juga kepala dusun dari
masing-masing dusun tersebut.

Penduduk yang mendiami daerah ini, asalnya


sama dengan penduduk tanah depati yang lain, yaitu
dari daerah Pulau Sangakar. Tentang cerita lainnya
tidak berbeda, karena Depati Setio Beti satu asal

275
yaitu dari keturunan Karenggo Bungkuk Timpang
Dado dengan isterinya Puteri Lelo Beruji yang
mempunyai anak kembar tiga (Setio Nyato, Setio
Rajo dan Setio Beti). Semula Setio Beti berangkat
dari Lubuk Gaung ke Nalo dan Menetap di Muaro
Semukun. Di Muaro Semukun dia diangkat oleh
Pemangku Muaro Semukun menjadi anak angkat.
Kemudiam dia pindah ke Nalo dan disana kawin
dengan gadis Nalo. Setelah kawin di Nalo dia bekerja
keras bersama masyarakat ikut menyempurnakan
bentuk dan susunan pemerin-tahan yang ada disini.
Atas keberhasilannya lalu namanya diabadikan
sebagai nama tanah depati dan sekaligus diangkat
menjadi orang pertama yang memimpin negeri ini.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya


ke tiga anak kebar Karenggo Bungkuk Timpang Dado
dengan isterinya Puteri Lelo Beruji mempunyai andil
besar dalam pembenahan tata pemerintahan
masyarakat adat di Kerinci Rendah. Atas jasanya itu,
maka nama mereka dijadikan gelar tanah depati di
Kerinci Rendah dan ketiganya merupakan kepala
tanah depati di Kerinci Rendah yang pertama.

276
BAB XI
Daerah Khusus
Kerinci Rendah

S
ELAIN tiga Tanah Depati di Kerinci Rendah,
terdapat pula dua daerah khusus yang
ditempatkan dalam bilangan sembilan daerah
administrasi Negara Depati Empat Alam Kerinci. Hal
ini tercermin dalam “seloko adat” ketatanegaraan
yang menyebutkan: “Negara Depati Empat Alam
Kerinci, Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Mudik
Pemuncak, Hilir Pemarab”. Dimaksud dengan Mudik
Pemuncak adalah daerah khusus Tanah Pemuncak
Merangin atau disebut juga dengan Tanah Pemuncak
Pulau Rengas berpusat di dusun Pulau Rengas dan
yang dimaksud dengan Hilir Pemarab adalah daerah
khusus Tanah Pemerab Merangin atau disebut juga
dengan Tanah Pemarab Pemenang berpusat di
dusun Pemenang. Kedua daerah terletak di
sepanjang sisi kiri dan kanan tepi Sungai Batang
Merangin, daerah Merkeh dan daerah hilir sungai dari
dusun Merkeh ke Batu Kucing.

277
Sungguhpun merupakan daerah khusus,
namun status yang diberikan setingkat dengan tanah
mendapo atau daerah lapisan ke dua setelah
pemerintah pusat. Ke dua daerah bukan merupa-kan
daerah istimewa, sebab dalam segala hal baik ethnik,
adat istiadat, bahasa, agama dll sama dengan
dengan daerah lainnya. Penduduk pada ke dua
daerah ini juga berasal dari daerah Pulau Sangkar
Kerinci Tinggi. Walaupun terdapat pergeseran-
pergeseran dalam penerapan adat istiadat namun
secara prinsip tidak terdapat perbedaan yang berarti
atau “adat serupo, ico pakai nan balaian-lain”.
Tentang bahasa dalam pergaulan sehari-hari tidak
berbeda dengan bahasa orang Pulau Sangkar dan
daerah sekitarnya.

Kekhususan diberikan karena daerah ini


merupakan salah satu pintu masuk utama ke wilayah
Negara Depati Empat Alam Kerinci baik melalui
sungai maupun jalan setapak, sehingga daerah ini
perlu mendapat pengawasan yang ketat. Orang
Kerinci pada masa pemerintahan Koying,
pemerintahan Segindo dan pemerintahan Depati
Empat mengadakan hubungan perdagangan dengan
Kerajaan Melayu, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan
Colamendala, Kerajaan Singosari, Kerajaan
Majapahit dan Kesultanan Jambi terutama
mengandalkan jalur sungai Batang Merangin yang
bisa menembus daerah hulu membawa barang-

278
barang. Sungai ini merupakan sungai yang cukup
besar dengan kedalaman yang memadai sehingga
barang-barang dalam jumlah banyak dapat diangkut.

Lama setelah Kerajaan Sriwijaya mening-


galkan Kerinci Rendah (1025 M) tanpa diduga daerah
Teluk Sungai Lintang mendapat serangan dari
Palembang dan serangan terhebat terjadi di Pulau
Rengas. Berkat tampilnya pemuka adat bernama
Syekh Rajo dan isterinya bernama Panatih Lelo
Beruji, mereka dapat mengobarkan semangat rakyat
melawan agresi. Para penyerang dari Palembang
dapat dipukul mundur dan daerah ini aman kembali.
Keberhasilan Syekh Rajo menjadi kebanggaan rakyat
Pulau Rengas, sehingga dia mendapat penghargaan
yang tinggi dari penguasa adat di Teluk Sungai
Lintang.

Sehubungan dengan peristiwa tersebut,


rakyat dusun Pulau Rengas meminta sebuah status
pemerintahan adat yang berkedudukan sama dengan
pemerintahan di Teluk Sungai Lintang. Aspirasi
rakyat itu kemudian dikabulkan sebagai hadiah atas
keberhasilan menahan gempuran musuh. Lalu
daerah Teluk Sungai Lintang dibagi atas dua bagian
dengan batas antara keduanya ditetapkan di Pulau
Tujuh Sangkil Belarik. Tempat ini terletak di muara
Batang Tantan yang aliran sungainya masuk ke
dalam sungai Batang Merangin. Pada saat itu,
pemerintahan adat di Teluk Sungai Lintang

279
membawahi 9 (sembilan) buah dusun, yaitu dusun :
Biuku Tanjung, Kungkai, Pulau Rengas, Bangko
Tinggi, Tanjung Lamin, Pemenang (Teluk Sungai
Lintang), Jelatang, Papit, dan Limbur Merangin.
Dusun di atas termasuk dalam kelompok dusun lama
di daerah hilir sungai Batang Merangin.

Setelah tanah pemerintahan adat Teluk


Sungai Lintang di bagi menjadi 2 (dua) daerah
pemerintahan maka disebut dalam seluko adat
dengan “mudik Pemuncak Hilir Pemerab“.
Pemerintahan Mudik Pemuncak atau Pemuncak
Merangin berpusat di dusun Pulau Rengas, sehingga
sering disebut juga dengan Tanah Pemuncak Pulau
Rengas. Pemerintah Hilir Pemarab atau Pemerab
Merangin berpusat di dusun Pemenang, kerenanya
sering juga disebut dengan Tanah Pemarab
Pemenang.

Pada waktu itu di Tanah Pemuncak Merangin


atau Tanah Pemucak Pulau Rengas hanya terdapat 5
buah dusun saja, yaitu :

1. Biuku Tanjung
2. Kungkai
3. Pulau Rengas
4. Bangko Tinggi
5. Tanjung Lamin

280
Demikian pula di Tanah Pemerab Merangin
atau Tanah Pemarab Pemenang juga terdapat 5
buah dusun pula, yaitu :

1. Pemenang
2. Jelatang
3. Papit
4. Limbur Merangin
5. Tanjung Lamin

Terhadap dusun Tanjung Lamin sebahagian


dimasukkan ke dalam Mudik Pemuncak (Pemuncak
Pulau Rengas) dan sebagian lagi dimasukkan ke
dalam Hilir Pemarab (Pemarab Pemenang). Oleh
sebab itu, menurut sepanjang adat kedua
pemerintahan adat ini disebut dalam seluko adat :
“Empat di Mudik, Empat di Hilir dengan Tanjung
Lamin”. Pembagian daerah bagian hilir sepanjang
aliran sungai Batang Merangin yang dilakukan
pemangku adat setempat, baru mendapat
pengesahan dari Depati Empat Alam Kerinci setelah
penandatanganan Persetujuan Salam Buku (1525
M). Sejak ini maka resmi kedua daerah bagian hilir
aliran sungai Batang Merangin menjadi 2 (dua)
daerah khusus di bawah naungan Negara Depati
Empat. Dalam perkembangannya semasa
pemerintahan Belanda pada saat dibentuknya
Onderafdeeling Bangko nama Tanah Pemuncak
Pulau Rengas ditukar dengan Batin Sembilan Hulu

281
dan Tanah Pemerab Pemenang dengan Batin
Sembilan Hilir.

11.1. Tanah Pemuncak


Merangin

T ANAH Pemuncak Merangin atau juga dikenal


dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas
seluruhnya berada di sepanjang bagian hilir sungai
Batang Merangain mulai dari Merkeh sampai ke
Pulau Tujuh Sangkil Berlarik. Daerahnya berbatas di
sebelah Barat dengan Tanah Depati Setio Nyato,
disebelah Timur dengan Tanah Pemarab Peme-
nang. Sebelah Utara berbatas dengan Tanah Depati
Setio Rajo dan Tanah Depati Setio Beti, dan di
sebelah Selatan dengan Tanah Depati Rencong
Telang.

Wilayahnya merupakan daerah perbukitan


yang dibelah oleh sungai Batang Merangin, dan
sebagian lagi merupakan dataran rendah dengan
pematang-pematang besar yang dilalui sungai
Batang Merangin dan cukup baik dijadikan ladang.
Mata pencaharian rakyat berladang menanam padi,
dan tanaman perladangan lainnya, dan selain itu
berburu binatang di hutan dan menagkap ikan di
sungai.

282
Dari 5 (lima) dusun pada Tanah Pemuncak
Merangin yang telah disebutkan di atas yaitu : Biuku
Tanjung, Kungkai, Pulau Rengas, Bangko Tinggi dan
dusun Tanjung Lamin, kemudian hanya bertambah 2
(dua) buah dusun saja yaitu : dusun Bangko Rendah,
dan dusun Mudo. Daerah ini ternyata
perkembangannya tidaklah begitu pesat. Tanah
Pemuncak Pulau Rengas berpusat di dusun Pulau
Rengas. Tempat ini juga merupakan Hamparan
Besar dari Tanah Pemuncak, tempat Depati Suko
(Sebo) Berajo memerintah bersama kembang
rekannya yang terdiri atas : Rio Jemenang Rajo,
Mangku dan Hulubalang Batin dan lainnya. Selain itu,
juga terdapat Dewan Kerapatan Tanah Pemuncak
Pulau Rengas.

Walaupun daerahnya kecil, namun peranan-


nya dalam menjaga konstilasi hubungan dengan
negeri luar cukup penting. Di sini berdiam duta
kerajaan yang mewakili kepentingan Kerajaan Jambi
dan Kerajaan Majapahit bergelar Pangeran
Temenggung Kabaruh di Bukit. Penempatan duta ini
atas permintaan atau diajukan oleh Kerajaan
Majapahit. Depati Empat menyerahkan penem-patan
dan pengaturannya kepada Depati Tigo di Baruh dan
Kepala Pemuncak Pulau Rengas dan Pemarab
Pemenang. Pilihan tempat kediaman jatuh pada
sebidang tanah di Ujung Tanjung Muaro Mesumai.
Tanah yang diberikan luasnya disebutkan dalam
seluko adat “kedarat sepengadang ayam dan ke

283
sungai sepengambun jala”. Di tempat ini Pengeran
Temenggung Kabaruh di Bukit melaksanakan
tugasnya sebagai duta untuk Negara Depati Empat
Alam Kerinci. Dia bertugas sebagai penghubung
antara Raja Jambi dengan petinggi Negara Depati
Empat Alam Kerinci, baik di Kerinci Rendah maupun
Kerinci Tinggi. Demikian pula sebaliknya, bilamana
Negara Depati Empat Alam Kerinci hendak
berurusan dengan Raja Jambi atau Kerajaan
Majapahit maka Pangeran Temenggung Kebaruh di
Bukit yang mengaturnya.

11.2. Tanah Pemerab


Merangin

T ANAH Pemerab Merangin atau dikenal juga


dengan Tanah Pemerab Pemenang daerahnya
sama-sama berada di sepanjang aliran sungai
Batang Merangin pada bagian hilir. Daerahnya lebih
luas dari Pemuncak Pulau Rengas, berbatas di
sebelah Utara dengan Ketemenggungan (kerajaan,
kalebu) Air Hitam dari Kesultanan Jambi, di sebelah
Selatan dengan daerah Batin Delapan Tanjung
(Sarolangun), di sebelah Barat dengan Tanah
Pemuncak Pulau Rengas, dan di sebelah Timur
dengan daerah Pauh.

284
Dari 5 (lima) buah dusun pada waktu daerah
ini dikukuhkan yaitu : Pemenang, Jelatang, Papit,
Limbur Merangin dan Tanjung Lamin, daerah ini lalu
berkembang menjadi 16 dusun. Adapun dusun yang
terbentuk kemudian adalah : Karang Anyer, Karang
Berahi, Muaro Belengo, Keroya Ulu, Keroya Hilir,
Tanjung Gedang, Empang Benoa, Sungai Nyamuk,
Pangkal Bulian, Kubang Ujo, dan Kasang Melintang.

Pusat pemerintahan Tanah Pemarab Peme-


nang adalah dusun Pemenang. Letak dusun
Pemenang cukup strategis, karena berada di tengah-
tengah diantara banyak dusun baik ke bagian arah
hulu maupun ke bagian arah hilirnya. Semua dusun-
dusun disini terletak di pinggir Batang Merangin.
Meskipun ada jalan kecil dan jalan setapak yang
menghubungkan dusun-dusun itu, namun jalur
transportasi yang dominan dilakukan dengan perahu
dan kapal kayu. Perahu dan kapal kayu dapat
berlayar dengan bebas, sebab sungai Batang
Merangin disini sudah lebar dan dalam.

Pemerintah Tanah Pemerab dipimpin oleh


Pemerab yang menyandang gelar Rio Depati Suko
Lamo (Rio Kepala). Dalam memerintah Rio Depati
Suko Lamo dibantu “kembang rekannya” atau para
pembantunya yang terdiri atas : Rio Senduk
Pemangku Leka, Mangku dan Hulubangan Batin
serta orang Tuo dan Cerdik Pandai. Selain itu,
didukung pula petugas adat bawahan yang menjadi

285
“uleh jari sambungan tangan” seperti : juru tulis,
penggawa, alingan, dan tukang canang. Di sini juga
terdapat kerapatan adat Tanah Pemerab Pemenang
yang turut mengurus masyarakat daerah ini.
Kerapatan ini beranggotakan Rio Kepala dari 16
(enam belas) dusun yang ada, ditambah dengan para
pemangku adat lain. Keputusan kerapatan
merupakan keputusan tertinggi yang harus dipatuhi
Rio Depati Suko Lamo dan segala pemangku adat
lainnya. Para Rio Kepala yang memimpin dusun akan
menerapkan keputusan-keputusan tersebut ditengah
masyarakat sebagai aturan hukum adat yang harus
ditaati.

BAB XII
Penutup

D
alam beberapa literatur yang ditulis para ahli
sejarah dari negeri Cina, Belanda, Inggeris,
maupun Indonesia telah disebutkan dengan
jelas bahwa pada masa silam di Alam Kerinci
terdapat pemerintahan berdaulat yang mempunyai
rakyat, wilayah luas dan telah mengadakan
hubungan dagang, serta membuat perjanjian dengan

286
kerajaan sekitarnya dan diperbincangkan banyak
kerajaan dari negeri luar seperti dari daratan Cina
dan India, serta diakui oleh kerajaan yang ada
disekitarnya seperti Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan
Indrapura, Kerajaan Melayu Jambi dan termasuk
oleh Kerajaan Majapahit di pulau Jawa. Pada sisi
lain, di Alam Kerinci sejak dulu sampai sekarang
tidak pernah ada bentuk kepemimpinan dalam
masyarakat yang diwariskan secara turun temurun,
melainkan dipilih secara demokratis berjenjang
menurut ketentuan adat mulai dari tingkat paling
bawah dalam bentuk komunitas keluarga, lurah,
dusun, kampung, tanah mendapo (tanah Biang,
tanah Pemuncak, tanah Muaro) dan Tanah Depati.
Oleh sebab itu, maka lebih tepat dipakai kata negara
bukan kata kerajaan untuk mengaktualisasikan
bentuk pemerintahan rakyat bumiputra yang pernah
ada di daerah ini.

Beberapa hal yang perlu digaris bawahi


sehubungan dengan ulasan dalam buku ini adalah :

1. Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci


sebagai sebuah pemeritahan rakyat bumiputra
telah memenuhi persyaratan sebuah negara
karena : mempunyai wilayah, penduduk, dan
pemerintahan yang jelas, serta diakui oleh
banyak kerajaan pada waktu itu. Negara ini
merupakan sebuah negara kesatuan (unitaris)
yang menyatukan empat Tanah Depati dengan

287
berlandaskan pada “Adat bersendi syarak,
Syarak bersendi kitabullah (Al-Qur’an)”. .Ke 4
Tanah Depati tersebut merupakan daerah
otonom tingkat pertama yang terletak di Kerinci
Tinggi, kemudian ditambah dengan 3 Tanah
Depati dan 2 daerah khusus setelah berga-
bungnya kembali daerah Kerinci Rendah yang
sebelumnya berada di bawah kekuasaan
Sriwijaya.

2. Negara Depati Empat terbentuk karena


perkembangan konstilasi politik nusantara
disekitar Alam Kerinci dan perkembangan
penduduk yang mendiami wilayah Alam Kerinci
yang menuntut berdirinya sebuah pemerintahan
bumiputra yang lebih modern dari pemerintahan
sebelumnya.

3. Sebagai sebuah negara, Sanggar Agung


ditetapkan menjadi pusat pemerintahan.
Sanggar Agung, Sekala Berak (ibukota kerajaan
Sekala Berak), Pagaruyung (ibukota kerajaan
Minangkabau) merupakan pusat pemerintahan
negara pedalaman Sumatera yang sering
dibincangkan pada masa itu.

4. Daerah Empat di Ateh di Kerinci Tinggi


merupakan tanah depati yang mula-mula
dibentuk sebagai hasil kesepakatan rakyat
terhadap restrukturisasi institusi Tanah Segindo.

288
Ke Empat Tanah Depati di Kerinci Tinggi itu
disebut Tanah Depati Utama yang kemudian
sepakat membentuk sebuah pemerintahan atau
disebut dengan Pemerintahan Depati Empat
(1296 M). Pemberian nama pemerintahan/
negara Depati Empat bermakna pemerintahan/
negara yang memiliki Empat Tanah Depati
sebagai wilayah kekuasaannya.

5. Pemerintah otonom dibawah pemerintah pusat


masing-masing menyelenggara pemerintahan
sendiri sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan negara mulai dari pemerintah tanah
depati, tanah mendapo dan tanah dusun.
(pemerintahan daerah otonom akan dibahas
pada buku berikutnya).

6. Tanah Depati merupakan daerah otonom


lapisan pertama setelah pemerintah negara
atau bisa dikatakan pemerintahan tanah depati
sama dengan pemerintahan daerah Tingkat I.
Pada lapisan ke dua atau sama dengan daerah
Tingkat II terdapat peme-rintahan Tanah
Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Biang dan
Tanah Muaro, sedangkan pada lapisan paling
bawah atau lapisan ke tiga terdapat
pemerintahan dusun. Namun pada Tanah
Depati Tigo di Baruh dibawahnya terdapat
pemerintahan kampung yang meng-koordinir
beberapa dusun.

289
7. Tanah depati Tigo di Baruh dan dua daerah
khusus di Kerinci Rendah merupakan daerah
otonom dari Negara Depati Empat yang
bergabung kemudian setelah ditandatangani
Perjanjian Salam Baku (1525 M). Perjanjian ini
mempunyai arti dan nilai sejarah yang tinggi
bagi rakyat Kerinci saat itu, karena kembalinya
rakyat Kerinci Rendah dalam satu payung
pemerintahan yang sama dengan rakyat Kerinci
Tinggi sebagaimana masa-masa sebelumnya.

8. J.E. Sturler (1881) seorang Belanda


mengatakan Negara Depati Empat adalah
sebuah negara mardeka seperti Kuantan dan
negeri Batak. Ketiganya pernah mengadakan
perjanjian antar negara dengan Spanyol,
Inggeris, Portugal dan Belanda. Selain itu, E. A.
Klerks dalam bukunya mengatakan pula bahwa
Kerinci merupakan sebuah daerah mardeka.

9. Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci


hanya berlansung sampai tahun 1903, karena
pada tahun ini Belanda telah menguasai
seluruh daerah Kerinci. Belanda menyerang
Kerinci Rendah tahun 1901 dan menyerang
Kerinci Tinggi tahun 1902. Setelah itu, Belanda
tidak mengakui lagi keberadaan Negara Depati
Empat, namun para depati yang memerintah
daerah Kerinci untuk sementara masih diberi

290
kewenangan memerintah tanah depati masing-
masing.

10. Belanda kemudian mulai melakukan penataan


ulang daerah Kerinci. Untuk kepentingan
pengendalian dan pengawasan wilayah, maka
daerah Kerinci Tinggi dan daerah Kerinci
Rendah dipisahkan kembali. Pemisahan ini juga
dalam rangka politik “devide et impera” dimana
sengaja dilakukan untuk memecah belah
kesatuan rakyat. Kerinci Rendah dijadikan
Onderafdeeling Bangko yang tergabung dalam
Resedentie Palembang, sedangkan Kerinci
Tinggi dijadikan Landschap Korintji (daerah
swapraja Kerinci) disatukan ke dalam
Gouvernement Sumatra’s Westkust (Sumatera
Barat).

11. Keberadaan pemerintahan lapisan ke dua


(dalam bentuk tanah mendapo) dan
pemerintahan dusun tetap dipertahankan,
namun keberadaan pemerintahan Tanah Depati
secara perlahan dihilangkan. Pada tahun 1906
Belanda mengeluarkan Jambi dari Keresidenan
Palembang dan membentuk keresidenan baru
yaitu Keresidenan Jambi. Landschap Kerinci
lalu dipindahkan ke dalam Keresidenan Jambi.
Bersamaan dengan ini secara resmi Belanda
memberhentikan Depati Empat Alam Kerinci
dan Sultan Jambi dari Jabatannya.

291
12. Sejak saaat itu keberadaan pemerintahan
Tanah Depati resmi dihilangkan. Khusus di
daerah Kerinci Tinggi sebutan pemerintahan
tanah Biang, tanah Pemuncak dan tanah Muaro
ditiadakan dan diseragamkan menjadi tanah
Mendapo. Belanda membagi daerah Kerinci
Tinggi atas distrik Kerinci Hilir dan distrik Kerinci
Hulu.

13. Distrik Kerinci Hilir dijadikan 6 daerah


kemendapoan yaitu : Mendapo Sungai Penuh,
Mendapo Rawang, Mendapo Depati Tujuh,
Mendapo Kemantan, Mendapo Semurup dan
Mendapo Pasar Sungai Penuh. Sedangkan
distrik Kerinci Hulu dibagi atas 10
kemendapoan yaitu : Mendapo Sanggaran
Agung, Mendapo Pengasih, Mendapo Pulau
Sangkar, Mendapo Tamiai, Mendapo Lolo,
Mendapo Seleman, Mendapo Penawar,
Mendapo Hiang, Mendapo Tanah Kampung dan
Mendapo Pasar Sanggaran Agung. Selama
pemerintahan Belanda berada di Kerinci
perubahan dan pengaturan wilayah seperti di
atas selalu dilakukan sampai tahun 1945.

___000___

292
Daftar Pustaka
Abdullah Siddik, Prof. Dr. H. : Hukum Adat Rejang ,
PN. Balai Pustaka, Jakarta 1980.

Agus Kamin,: Mendapo Semurup, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973.

Aken, A. PH. Van, : Nota Betreffende de Afdeeling


Koerintji, Encyclopaedisch Koerintji, Encyclopae-
disch, Bureau, Afl, VIII, 1915.

Amiruddin Z, : Marga Sungai Tenang, Skripsi Sarjana


Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1971.

Anthony J. Whitten, dkk. 1987. Sumatera, University Press


Gadjah Mada, Yogyakarta.

-----------, 1930. Catatan Keputusan Kerapatan Mendapo,


Kepala Dusun dan Pemangku Adat (Depati,Ninik
Mamak, Orang Tuo dan Cerdik Pandai) seluruh
Onderafdeeling Kerintji, Sungai Penuh.

Datoek Toeah, H, : Tembo Alam Minangkabau, Cetakan


ke lima, Koto Nan Gadang, Payakumbuh, Perce-
takan Limbago (tidak bertahun).

Graaf, S. De en Stible, D. G. : Encycllopaedie van


Nederlandsch Indie, Gravenhage, Tweede druk,
1921.

Hilman Hadikusumah, Prof, H. SH, : Pengantar Ilmu


Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
1992.

293
Idris Djakfar, Prof. H, SH, dkk. : Hukum Waris Adat
Kerinci, Pustaka Anda, Sungai Penuh Kerinci,
1993.

----------,Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci,


Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci, Sungai
Penuh 2002.

----------,Pemerintahan Koying dan Segindo di Alam


Kerinci, Penerbit PD. Lega Hati, Jambi, 2003.

----------,Hukum Adat Tentang Pemerintahan Dusun


dan Mendapo di Kerinci, Skripsi Sarjana
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Andalas,
Padang 1966.

----------,Perkembangan Hukum Adat di Jambi, Prasaran


Musyawarah Lembaga Adat Jambi 24-25 April
1985.

----------,Nilai dan Manfaat Sastra Daerah Jambi,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta 1994.

----------,Undang-Undang Jambi, Sebuah Himpunan


Hukum Raja dari Kesultanan Jambi, Makalah
Seminar Persuratan Johor II, Johor Bahru,
Malaysia 1997.

Iskandar Zakaria. 1974. Tembo Sakti Alam Kerinci,


Sungai Penuh (buku stensilan).

Ismail Hussein , dkk. 1977. Temadun Melayu Menyong-


song Abad ke Dua Puluh Satu, Edisi ke dua,
Penerbit University Malaysia, Bangi, bab 2
Tamadun Melayu dan Pembinaan Abad ke Dua
Puluh Satu, Wan Hashim Wan The.

294
Idris Suid : Marga Batin III Ulu, Skripsi Sarjana Muda Ilmu
Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Jaspen, Prof, 1962. Keradjaan Sriwidjaja Tidak Sampai


Kepedalaman, Mimbar Minggu, Padang 30-31
Desember 1962.

Jasmani : Kemendapoan Kemantan, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Kemas Sulaiman Hs. : Marga Nalo Tantan, Skripsi


Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN
Jambi, 1970.

Kosasih Husin : Marga Pemerap, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Klerks, E. A, : Geografisch en Ethnographisch opste lover


de Landschappen Korintji, Serampas en Soengai
Tenang, Batavia 1895.

Mansoer, Drs. M. D. dkk, : Sejarah Minangkabau, Bharata,


Jakarta 1970.

Majid Isrin, : Marga Tanah Renah, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Marjani Ibrahim, : Kemendapoan Depati VII, Skripsi


Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi,
1973.

Morison, Dr. H.H, : De Mendapo Hiang in het District


Korintji, Adatrechtelijke Verhandelingen, Proefs-
chrift, 1940.

Mohamad Idris, : Marga Ulu Tabir, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Moehamad M, : Marga Tanah Sepenggal, Skripsi Sarjana


Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

295
Muhamad Abu Bakar, : Marga Simpang III Pauh, Skripsi
Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi,
1970.

Muhamad Ripin Abdul Saman, : Marga Peratin Tuo, Skripsi


Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi,
1970.

Nasaruddin. A. Mukti, : Jambi Dalam Sejarah, Buku


Stensilan 1989.

Navis. A.A., : Alam Takambang Jadi Guru, Adat dan


Kebudayaan Minangkabau, Grafiti Press,
Jakarta 1984.

Nosky Roesam, : Marga Batin VII, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Nursali Gani, : Marga Lubuk Gaung, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Rusli, : Mendapo Tanah Kampung, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973.

Qadri, H. Depati Intan, : Hukum Adat Sakti Alam Kerinci,


Suatu Pedoman dan Ico Pakai di Tigo Luhak
Tanah Sekudung, Siulak Mukai 1995.

Rachman Hs. R.A., : Kemendapoan Seleman, Skripsi


Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi,
1973.

Rahmanuddin,: Kemendapoan Rawang, Skripsi Sarjana


Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973.

Rapilus, : Kemendapoan Keliling Danau, Skripsi Sarjana


Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973.

Rizal Ramli, : Marga Pangkalan Jambu, Skripsi Sarjana


Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

296
Sagimun M. D. (editor) : Adat Istiadat Daerah Jambi,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jambi
1985.
Sjahril, : Marga Batin II, Skripsi Sarjana Muda Ilmu
Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Sjofjan AR., : Marga Pelepat, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Sjarif Asjura, : Marga Batin V Tabir, Skripsi Sarjana Muda


Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Soenarko, Mr., : Dasar Dasar Umum Tatanegara, Penerbit


Djambatan, Djakarta 1951.

Slamet Muljono, Prof. Dr. : Menudju Puntjak Kemegahan,


sedjarah keradjaan Madjapahit, PN.Balai Pustaka,
Djakarta 1965.

Ter Haar, Mr.B. Bzn, : Azas Azas dan Susunan Hukum


Adat (Beginselen en Stelsel van het Adatrecht),
terdjemahan K.Ng. Soebakti Poesponoto, Pradnya
Paramita 1958.

Tideman, J. : Djambi, Koninkelijke Vereeniging, Koloniaal


Instituut, Amsterdam 1938.

Utrecht, Dr.E.SH., : Sedjarah Hukum Internasional di Bali


dan Lombok (Pertjobaan sebuah study hokum
Internasional Regonal di Indonesia, Bandung
1962.

Wahab Moehib, A. : Marga Batin III Ilir, Skripsi Sarjana


Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

Willinck, Mr.G.D, : Het Rechtleven bij Menangkabau-


sche Malaiers, Leiden 1912.

Yatim Abbas, BA., : Meninjau Hukum Adat Kerinci, Koto


Keras 1985 (belum dicetak).

297
Zainal Arifin Adnan, H., : Mendapo Hiang, Skripsi Sarjana
Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973.

Zulkarnain B., : Marga Tiang Pumpung, Skripsi Sarjana


Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.

298
Riwayat Singkat
Penulis
.H. Idris Djakfar, SH, lahir 2 September 1927 di Pulau
Sangkar (Kerinci). Sebelumnya berkiprah di dunia
pendidikan sebagai dosen pada Fakultas Hukum
Universitas Jambi dan pensiun sebagai Guru Besar Hukum
Adat. Kegiatan selama menjalani masa pensiun diisi
dengan mendalami berbagai aspek sosial budaya daerah
Provinsi Jambi terutama bidang hukum adat. Publikasi
ilmiah yang pernah di tulis dalam bentuk buku tentang
daerah Kerinci diantaranya : (1) Hukum Waris Adat Kerinci
(1995), (2) Menguak Tabir Prasejarah
di Alam Kerinci (2001), (3) Pemerintah
Koying dan Segindo di Alam Kerinci
(2003), dan (4) Pemerintahan Depati
Empat Alam Kerinci (2006). Sebagai
putra Kerinci pernah ditunjuk
pemerintah mewakili Provinsi Jambi
menyelesaikan masalah perbatasan
Letter W dengan Provinsi Sumatera
Barat. Selama mengabdi pada negara telah dianugerahkan
tanda jasa : Satya Lencana Perang Kemerdekaan I, Satya
Lencana Perang Kemerdekaan II, Bintang Gerilya, Satya
Lencana Sapta Marga, Satya Lencana Penegak, Satya
Lencana Karya Satya, Satya Lencana Veteran RI dan
mendali Pejuang Angkatan 45. Selain itu, diberi gelar oleh
komunitas adat Provinsi Jambi sebagai Adipati Suryo
Negoro dan komunitas adapt negeri Pulau Sangkar
sebagai Depati Agung. Menetap di Jambi, alamat Komplek
Dosen Universitas Jambi RT.08 RW.03 No.17 Telanaipura
Kodya Jambi (36122), Telp. 0741-61328.

299
Indra Idris, SE,MM,Spn, tinggal di
Jakarta, peneliti dan pemerhati tentang
social ekonomi kerakyatan dan aktif
dalam berbagai kegiatan penelitian, Ikut
tertarik mendalami aspek budaya
masyarakat bumiputra dalam daerah
Provinsi Jambi. Bersama Prof. H. Idris
Djakfar, SH telah menulis beberapa buku
tentang daerah Kerinci antara lain : (1) Hukum Waris Adat
Kerinci (1995), (2) Menguak Tabir Prasejarah di Alam
Kerinci (2001), (3) Pemerintah Koying dan Segindo di Alam
Kerinci (2003), dan (4) Pemerintahan Depati Empat Alam
Kerinci (2006). Alamat : Komplek Bintara Jaya Permai
RT.06, RW.11 Blok C.157 Cibening Bekasi Barat (17136),
Telp. 021-8645465.

--------------oOo---------------

300

Anda mungkin juga menyukai