Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah kita ketahui Bersama bahwa Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat
manusia terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan dan
kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat bermacam-
macam, seperti Shalat, puasa, naik haji, membaca Al Qur’an, jihad dan lainnya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah baligh
berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun.
Sahlat merupkan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima
sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa yang mendirikan shalat, maka
dia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat, maka ia
meruntuhkan agama (Islam).
Shalat yang wajib harus didirikan dalam sehari semalam sebanyak lima kali, berjumlah
17 raka’at. Shalat tersebut wajib dilaksanakan oleh muslim baligh tanpa terkecuali baik dalam
keadaan sehat mapun sakit, dalam keadaan susah maupun senang, lapang ataupun
sempit.Selain shalat wajib yang lima ada juga shalat sunat.
Untuk membatasi masalah bahasan, maka penulis hanya membahas tentang shalat
wajib yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja dalil-dalil yang mewajibkan shalat?
2. Apa syarat-syarat shalat?
3. Apa rukun shalat?
4. Hal-hal apa saja yang membatalkan shalat?
5. Apa saja sunnah dalam melakukan shalat?
6. Bagaimana perbedaan laki-laki dan perempuan dalam shalat?
7. Apa saja macam-macamnya shalat?
8. Bagaimana persamaan dan perbedaan pendapat 4 mazhab mengenai sholat?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dalil-dalil yang mewajibkan shalat.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat shalat.
3. Untuk mengetahui rukun shalat.
4. Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan shalat.
5. Untuk mengetahui sunnah dalam melakukan shalat.
6. Untuk mengetahui perbedaan laki-laki dan perempuan dalam shalat.
7. Untuk mengetahui macam-macamnya shalat.
8. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pendapat 4 mazhab mengenai sholat.

D. Manfaat
1. Memperluas wawasan masyarakat mengenai pengetahuan tentang Sholat dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Memberikan pengetahuan bagi masyarakat yang membaca makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology (istilah), para ahli Fiqih
mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah Shalat berarti ‘Beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbir dan di akhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut
syarat-syarat yang telah ditentukan’(Sidi Gazalba: 88).
Secara hakiki Shalat ialah ‘Berhadapan hati, jiwa dan raga kepada Allah,secara yang
mendatangkan rasa takut kepada-Nya atau mendhairkan hajat dan keperluan kita kepada Allah
yang kita sembah dengan perkataan dan perbuatan’ (Hasbi Asy-syidiqi: 59)
Dalam pengertian lain Shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan
Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang didalamnya merupakan amalan yang tersusun dari
beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam,
serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Basyahri Assayuthi:
30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Shalat adalah Suatu ibadah
kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ berupa penyerahan diri
secara lahir batin kepada Allah dalam rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya.
Menurut A. Hasan (1991) Baqha (1984), Muhammad bin Qasim As-Syafi’i (1982) dan
Rasyid (1976) shalat menurut bahasa Arab berarti berdo’a. ditambahakan oleh Ash-Shiddiqy
(1983) bahwa perkataan shalat dalam bahasa Arab berarti do’a memohon kebajikan dan
pujian. Sedangkan secara hakekat mengandung pengertian “berhadap (jiwa) kepada Allah dan
mendatangkan takut kepadanya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan,
kebesaran-Nya dan kesempurnaan kekuasaannya.
Solat yang berarti do’a terlihat dari firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 103:
Artinya: “dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka”
Secara dimensi Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian ucapan dan
perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dengannya
kita beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah di tentukan oleh Agama.

3
B. Dalil-dalil yang Mewajibkan Shalat
Solat merupakan salah satu kewajiban yang menduduki kedua setelah syahadat dalam
rukun islam. Sehingga di dalam Al-Qur’an dan hadits banyak sekali dijelaskan mengenai
kewajiban untuk mengerjakan solat. Diantara dalil Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai
kewaiban salat adalah:
Firman Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang
lurus.”
Firman-Nya yang lain dalam surah An-Nisa ayat 103:
Artinya:“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa
aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

Sedangkan hadits-hadits yang menjelakan tentang kewajiban solat antara lain adalah:
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu terdiri
atas lima rukun. Mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya
Muhammat itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, hajji ke Baitullah
dan puasa Ramadlan. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
333]
َّ ‫الر ُج ِل َو بَ ْينَ اْل ُك ْف ِر ت َ ْركُ ال‬
‫ فى نيل‬،‫ الجماعة اال البخارى و النسائى‬.‫صالَ ِة‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ع َْن جَا ِب ٍر َقال‬
َّ َ‫ بَ ْين‬:‫س ْو ُل هللاِ ص‬
340 :1 ‫االوطار‬
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “(Yang membedakan) antara
seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. [HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan
Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 340]
،‫ الخمسة‬.‫ فَ َم ْن تَ َر َكهَا فَ َق ْد َكفَ َر‬.ُ‫صالَة‬
َّ ‫ ا َ ْل َع ْه ُد ا َّلذِى بَ ْي َننَا َو بَ ْينَ ُه ُم ال‬:ُ‫س ْو َل هللاِ ص يَقُ ْول‬ َ :َ‫ع َْن بُ َر ْي َدةَ رض َقال‬
ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬
1 ‫فى نيل االوطار‬: 343
Dari Buraidah RA, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Perjanjian
antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa meninggalkannya, maka sungguh
ia telah kufur”. [HR. Khamsah, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 343]
ُ‫ض هللا‬ ُ ‫ يَا َر‬:َ‫ فَقَال‬،‫الرأْ ِس‬
َ ‫ ا َ ْخ ِب ْرنِى َما َف َر‬،ِ‫س ْو َل هللا‬ َّ ‫س ْو ِل هللاِ ص ثَائِ َر‬ ُ ‫ع َْن َط ْلحَةَ ب ِْن‬
ُ ‫عبَ ْي ِد هللاِ ا َنَّ اَع َْرا ِبيًّا جَا َء اِلَى َر‬
ّ ‫ع َل َّي ِمنَ ال‬
‫صيَ ِام‬ َ ‫ ا َ ْخ ِب ْرنِى َما َف َر‬:َ‫ َقال‬.‫ش ْيئ ًا‬
َ ُ‫ض هللا‬ َ ‫ اِالَّ ا َ ْن ت َ َط َّو‬،‫س‬
َ ‫ع‬ َّ ‫ ال‬:َ‫صالَ ِة ! َقال‬
ُ ‫ص َل َواتُ اْل َخ ْم‬ َّ ‫علَ َّي ِمنَ ال‬ َ ! ‫شه ُْر‬ َ :َ‫َقال‬

4
‫ قَا َل‬.‫ش ْيئ ًا‬ َ ‫ر َمضَانَ اِالَّ اَ ْن ت َ َط َّو‬:
َ ‫ع‬ َ ‫الزكَا ِة ! َقا َل‬
َّ َ‫علَ َّي ِمن‬ َ ُ‫ض هللا‬ َ ‫ا َ ْخ ِب ْر ِنى َما فَ َر‬: .‫سالَ ِم ُكلّهَا‬
ْ ‫س ْو ُل هللاِ ص ِبش ََرا ِئ ِع اْ ِال‬ ُ ‫َفا َ ْخ َب َر ُه َر‬
‫فَقَا َل‬: ‫صدَقَ ا َ ْو َد َخ َل‬ َ ‫ اَ ْفلَ َح ا ِْن‬.‫س ْو ُل هللاِ ص‬ ُ ‫ َفقَا َل َر‬.‫ش ْيئ ًا‬
َ ‫علَ َّي‬ َ ‫ص ِم َّما فَ َر‬
َ ُ‫ض هللا‬ ُ ُ‫ش ْيئ ًا َو الَ ا َ ْنق‬ َ ‫ع‬ ُ ‫ الَ ا َ َّط َّو‬، َ‫َو الَّذِى اَك َْر َمك‬
َ ‫اْل َجنَّةَ ا ِْن‬
335 :1 ‫ فى نيل االوطار‬،‫ احمد و البخارى و مسلم‬.َ‫ص َدق‬
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah
SAW dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah, beritahukanlah
kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shalat ?”. Beliau bersabda, “Shalat-
shalat yang lima, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah
kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari puasa ?”. Beliau SAW bersabda,
“Puasalah bulan Ramadlan, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi,
“Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah
berkata : Lalu Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam
seluruhnya. Lalu orang Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah memuliakan
engkau, saya tidak akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangi sedikitpun dari apa-
apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada saya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Pasti
ia akan bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan masuk surga jika benar (ucapannya)”. [HR.
Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 335]
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu pada Nabi SAW pada
malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian
Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-
Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan
Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh telah difardlukan shalat
itu dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah
(Allah) menambah pada masing-masing dua rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali
shalat Maghrib, karena sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat
Fajar (Shubuh), karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah
Rasulullah SAW apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua
rekaat)”. [HR. Ahmad 6 : 241]

C. Syarat-Syarat Shalat
Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertama syarat wajib, dan yang
ke dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat yang menyebabkan seseorang wajib
melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang
diterima secara syara’ di samping adanya kriteria lain seperti rukun.

5
Syarat wajib salat adalah sebagai berikut:
1. Islam, shalat diwajibkan terhadap orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dan
tidak diwajibkan bagi orang kafir atau nin muslim. Orang kafir tidak dituntut untuk
melaksanakan shalat, namun mereka tetap menerima hukuman di akhirat. Walaupun
demikian orang kafir apabila masuk Islam tidak diwajibkan membayar shalat yang
ditinggalkannya selama kafir, demikian menurut kesepakatannya para ulama. Allah SWT
berfirman: Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu[609]: "Jika mereka berhenti
(dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka
yang sudah lalu. (QS 8:38)
‫ رو ا ه احمد و ا لطبرا نى و ا‬.‫ ا ال سال م يجب ما قبله‬:‫عن عمر و بن عا ص ا ن ا لنبي صلو ا هلل عليه و سلم قا ل‬
‫لبيهقي‬
Dari Amr bin Ash bahwa Nabi SAW bersabda: islam memutuskan apa yang
sebelumnya (sebelum masuk islam). HR Ahmad, Al-Thabrani dan Al-baihaqi).
2. Baligh, anak-anak kecil tidak dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW,
yang artinya:
Dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa)
dalam tiga perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang
tidur sampai ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR Ahmad, Abu Daud
dan Al-Hakim).
3. Berakal. Orang gila, orang kurang akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit sawan
(ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan prinsip dalam
menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat jumhur ulama alasannya
adalah hadits yang diterima dari Ali r.a. yang artinya:
“dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”
Namun demikian menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadha-nya apabila sudah
senbuh. Akan tetapi golongan Hanabilah berpendapat, bagi orang yang tertutup akalnya
karena sakit atau sawan (ayan) wajib mneg-qadha shalat. Hal ini diqiyaskan kepada puasa,
Karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit tersebut.
4. Suci dari hadats
5. Suci seluruh anggota badan pakaian dan tempat
6. Menutup aurat
7. Masuk waktu yang telah ditentukan
8. Menghadap kiblat
9. Mengetahui mana rukun wajib dan sunah.

6
Adapun syarat sah sholat adalah sebagai berikut:
 Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak
mengetahui secara pasti atau dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah masuk,
sekalipun ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan orang yang ragu,
shalatnya tidak sah. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.(QS. An-Nisa:103).
 Suci dari hadas kecil dan hadas besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’ dan penyucian
hadas besar dengan mandi. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya: “Dari Umar r.a.
bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak suci. (HR. Al-
Jama’ah kecuali Al-Bukhari).
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat
seorang kamu apabila berhadas hingga dia bersuci. (HR. Bukhari dan Muslim).
 Suci badan, pakaian dan tempat dari na’jis hakiki. Untuk keabsahan shalat disyariatkan suci
badan, pakaian dan tempat dari na’is yang tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat
jumhur ulama tetapi menurut pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah
muakkad.
 Menutup aurat. Seseorang yang shalat disyaratkan menutup aurat, baik sendiri dalamkeadaan
terang maupun sendiri dalam gelap. Allah SWt berfirman: “pakailah pakaianmu yang indah
di setiap (memasuki) mesjid”(QS. 4:31).
 Menghadap kiblat. Ulama sepakat bahwa syarat sah shalat. Allah SWT berfirman: “Dan dari
mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana
saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. (QS. 2:150)
Mengahadap kiblat dikecualikan bagi orang yag melaksanakan sholat Al-khauf dan
sholat sunat diatas kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan. Golongan Malikiyah
mengaitkan dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan ada kesanggupan. Oleh
karena itu tudak wajib mengahadao kiblat apabila ketakutan atau tidak sanggup (lemah) setiap
orang sakit.
Ulama sepakat bagi orang yang menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke ka’bah sendir
secara tepat. Akan tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya, karena jauh di luar kota
makkah, hanya wajib menghadapakan muka kea arah ka’bah, demikian pendapat junhur
ulama. Sedangkan Imam Syafi’I Berendapat mesti menghadapkan muka ke ka’bah itu sendiri
sebagaimana halnya orang yang berada di kota mekah. Caranya mesti di niatkan dalam hati
bahwa menghadap itu tepat pada ka’bah.

7
 Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat sah shalat, demikian
juga pendapat yang lebih kuat dari kalangan Malikiyah.

D. Cara Mengerjakan Shalat


Menurut golongan Malikiyah cara-cara /rukun-rukun mengerjakan sholat adalah
sebagai berikut:
 Niat  Bangkit dari ruku’
 Takbirtul Ihram  Sujud
 Berdiri waktu takbiratul ihram  Duduk antara dua sujud
 Membaca al-fatihah dalam shalat berjama’ah
 Mengucapkan salam
dan salat sendirian  Duduk di waktu mengucapkan salam
 Berdiri waktu membaca al-fatihah Ruku’  Tumaninah pada seluruh rukun I’tidal
sesudah ruku’ dan sujud.

E. Rukun Shalat
Niat Duduk antara dua sujud dengan tumakninah
Takbiratul ihram Duduk tasyahud akkhir dengan tumakninah
Berdiri tegak, bagi yang kuasa ketika shalat Membaca tasyahud akhir
fardhu. Boleh duduk,atau berbareng bagi Membaca shalawat nabi pada tasyahud akhir
yang sedang sakit. Membaca salam yang pertama
Membaca surat Al-Fatihah pada tiap-tiap Tertib; (Berurutan sesuai rukun-rukunnya)
raka’at
Ruku’ dengan tumakninah
I’tidal dengan tumakninah
Sujud dua kali dengan tumakninah

F. Hal-hal yang Membatalkan Shalat


Shalat akan batal atau tidak sah apabila salah satu rukunnya tidak dilaksanakan atau
ditinggalkan dengan sengaja. Adapun hal-hal yang dapat membatalkan shalat adalah sebagai
berikut :
 Berhadats  Bergerak tiga kali berturut-turut, diluar
 Terkena Najis yang tidak dimaafkan gerakan shalat
 Berkata-kata dengan sengaja di;luar bacaan
 Membelakangi kiblat
shalat  Menambah rukun yang berupa perbuatan,

8
 Terbuka auratnya seperti menambah ruku’sujud atau lainnya
 Mengubah niat, missal ingin memutuskan dengan sengaja
shalat (niat berhenti shalat)  Tertawa terbahak-bahak
 Makan atau /minum.walau sedikit  Mendahului Imam dua rukun.
 Murtad, keluar dari Islam.

G. Sunnah dan Makruh dalam Melakukan Shalat


Waktu mengerjakan shalat ada ,dua sunah, yaitu sunah Ab’adh dan sunah Hai’at.
1. Sunnah
a. Sunah Ab’adh
1) Membaca tasyahud awal
2) Membaca shalawat pada tasyahud awal
3) Membaca shalawat atas keluarga Nabi SAW pada tasyahud akhir
4) Membaca Qunut pada shalat Subuh dan shalat witir.
b. Sunah Hai’at
1) Mengangkat keduabelah tangan ketika takbiratul ikhram,ketika akan ruku’ dan ketika
berdiri dari ruku’.
2) Meletakan telapak tangan yang kanan diatas pergelangan tangan kiri ketika sedekap,
3) Membaca do’a Iftitah sehabis takbiratul ikhram.
4) Membaca Ta’awwudz ketika hendak membaca fatihah,
5) Membaca Amiin ketika sesudah membaca Fatihah,
6) Membaca surat Al-Qor’an pada dua raka’t permulaan sehabis membaca Fatihah,
7) Mengeraskan bacaan Fatihah dan surat pada raka’at pertama dan kedua, pada shalat
magrib, isya’ dan subuh selain makmum.
8) Membaca Takbir ketika gerakan naik turun,
9) Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud.
10) Membaca “sami’allaahu liman hamidah” ketika bangkit dari ruku’ dan membaca
“Rabbanaa lakal Hamdu” ketika I’tidal,
11) Meletakan kedua telapak tangan diatas paha ketika duduk tasyahud awal dan tasyahud
akhir,dengan membentangkan yang kiri dan mengenggamkan yang kanan, kecuali jari
telunjuk.
12) Duduk Iftirasy dalam semua duduk shalat,
13) Duduk Tawarruk pada duduk tasyahud akhir
14) Membaca salam yang kedua.

9
15) Memalingkan muka ke kanan dan ;kekiri ketika membaca salam pertama dan kedua
2. Makruh Shalat
Orang yang sedang shalat dimakruhkan :
a. Menaruh telapak tangan di dalam lengan bajunya ketika Takbiratul ikhram, ruku’ dan
sujud.
b. Menutup mulutnya rapat rapat.
c. Terbuka kepalanya,
d. Bertolak pinggang,
e. Memalingkan muka ke kiri dan ke kanan.
f. Memejamkan mata,
g. Menengadah ke langit,
h. Menahan hadats
i. Berludah,
j. Mengerjakan shalat di atas kuburan,
k. Melakukan hal-hal yang mengurangi kekhusukan shalat.

H. Perbedaan Laki-laki Dan Perempuan Dalam Shalat


LAKI-LAKI PEREMPUAN
1. Merenggangkan kedua siku 1. Merapatkan satu anggota kepada
tangannya dari kedua lambungnya anggota lainnya.
waktu ruku’ dan sujud. 2. Meletakan perutnya pada dua tangan/
2. Waktu ruku’ dan sujud mengangkat sikunya ketika sujud.
perutnya dari pahanya. 3. Merendahkan suaranya/ bacaanya
3. Menyaringkan suaranya /bacaanya dihadapan laki-laki lain yang bukan
dikeraskan di tempatr keras. muhrimnya.
4. Bila member tahu sesuatu 4. Bila memberitahu sesuatu dengan
Membaca Tasbih, yakni bertepuk tangan,yakni tangan kanan
‘Subhaanallah’ ditepukkan ke punggung telapak
5. Auratnya barang antara Pusar dan tangan kiri.
lutut. 5. Auratnya seluruh anggouta tubuh
kecuali bagian muka dan kedua
telapak tangan

10
I. Macam-Macamnya Shalat
Sholat terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Sholat Fardhu (ُ‫)الص اََّلةُ ال ام ْف ُر ْوضاة‬
Shalat Fardhu atau yang sering kita sebut dengan shalat wajib adalah sholat yang
apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan apabila ditinggalkan
akan mendapatkan dosa. Dengan kata lain ibadah ini hukumnya wajib kita kerjakan,
karena apabila kita satu waktu saja meninggalkannya, maka kita akan mendapatkan dosa
dari Allah SWT. Shalat fardhu sendiri juga dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Fardhu Ain : Ini merupakan suatu kewajiban untuk menjalankan shalat bagi tiap-tiap
umat muslim/ mukallaf dan tidak boleh ditinggalkan ataupun diwakilkan kepada orang
lain.
Syarat – Syarat Melaksanakan Shalat
1) Beragama islam
2) Baligh dan berakal sehat
3) Suci dari hadast
4) Suci seluruh anggota tubuh, pakaian, dan tempat
5) Menutup aurat
6) Telah masuk waktu yang telah ditentukan untuk masing-masing shalat
7) Menghadap kiblat
8) Mengetahui antara yang termasuk rukun dan sunnah shalat

Rukun dan Tata Cara Shalat


1) Niat diucapkan ketika kita telah berdiri tegak dan menghadap ke kiblat dan niat yang kita
ucapkan harus sesuai dengan shalat yang akan kita kerjakan, misalnya saja shalat subuh.
Dan saat membaca niat, sebaiknya dilakukan di dalam hati dengan bersungguh-sungguh.
Untuk bacaan niat dari masing-masing shalat akan dijabarkan selanjutnya.
2) Berdiri tegak: Bagi mereka yang sedang sakit, shalat bisa dilakukan sambil duduk atau
berbaring
3) Takbiratul Ihram: adalah tindakan dengan mengangkat kedua belah tangan yang
disertai dengan bacaan takbir, yaitu :
‫هللا أ َ ْكبَر‬
Artinya “Allah Maha Besar.”
4) Membaca do’a iftitah pada rakaat pertama

11
5) Pada setiap rakaat membaca Al-Fatihah: Setelah itu, dilanjutkan membaca surat-surat
pendek, misalnya Surat Al-Ikhlas, Surat An-Nas, dan lainnya.
6) Ruku’ dengan thuma’ninah
7) I’tidal
8) Sujud sebanyak 2 kali
9) Duduk diantara dua sujud
10) Duduk Tasyadud/ Tahiyat awal
11) Duduk Tasyadud akhir
12) Membaca salam
Yang tergolong jenis shalat fardhu yang hukumnya fardhu ain adalah :
1) Shalat lima waktu: Perintah untuk mengerjakan shalat lima waktu bermula dari
peristiwa penting isra’ dan mi’raj yang dialami oleh Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi
Wassalam yang terjadi pada tanggal 27 Rajab 621 M, atau sekitar 3 tahun sebelum hijrah.
Dalam hal ini adalah sholat 5 waktu dalam sehari semalam, yaitu:
ُ ‫ )ال‬: waktunya dari tergelincirnya matahari kearah barat sampai panjang
 Dzuhur (‫ظ ْه ُر‬
bayangan dua kali lipat dari panjang benda aslinya
 'Ashar (‫ص ُر‬
ْ ‫ )ال َع‬: waktunya dari panjang bayangan dua kali lipat dari panjang benda aslinya
sampai tenggelamnya matahari.
 Magrib ( ُ‫ )ال َم ْغ ِرب‬: waktunya dari tenggelamnya matahari sampai hilangnya mendung merah
dilangit.
 'Isya' (‫ )ال ِعشَا ُء‬: waktunya dari hilangnya mendung merah dilangit sampai munculnya fajar
shodiq.
 Fajar (‫ )الفَجْ ُر‬atau Shubuh (‫ص ْب ُح‬
ُّ ‫ )ال‬: waktunya dari menculnya fajar shodiq sampai terbitnya
matahari.
2) Shalat Jum’at
Shalat jum’at adalah shalat yang dikerjakan pada hari jum’at sebanyak 2 rakaat secara
berjamaah. Shalat ini dikerjakan setelah penyampaian khutbah yang dilakukan oleh khotib.
Hukum shalat jum’at adalah fardhu ain bagi setiap muslim / mukallah laki-laki yang sehat dan
bermukim. Allah SWT telah berfirman :
‫َّللاِ َوذَ ُروا ْالبَ ْي َع ذَ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَّ ُك ْم إِن ك‬
َّ ‫صالَةِ ِمن يَ ْو ِم ْال ُج ُمعَ ِة فَا ْسعَ ْوا إِلَى ِذ ْك ِر‬
َّ ‫نت ُ ْم تَ ْعلَ ُمونَ ُُيَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا إِذَا نُودِي ِلل‬
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari
Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S. Al- Jum’ah ayat 9)
 Syarat syahnya shalat jum’a  Diikuti setidaknya oleh 40 orang laki-

12
 sunnah mengikuti shalat jum’at laki
 Dilakukan di tempat-tempat tertentu  Dilaksanakan pada waktu dzuhur
 Didahului dengan dua khutbah.
Niat shalat Jum’at :
َ ‫ص ِلِّ ْي فَ ْر‬
‫ض ال ُج ْم َع ِة َر ْك َعتَي ِْن ُم ْست َ ْق ِب َل اْل ِق ْبلَ ِة اَدَا ًء َما ْ ُم ْو ًما ِ َّلِل‬ َ ُ ‫ت َ َعالَى ُِا‬
Artinya: “Aku berniat melakukan shalat jum’at 2 rakaat, dengan menghadap qiblat, saat ini,
menjadi mamum, karena Allah ta’ala.”
b. Fardhu Kifayah: Ini merupakan suatu kewajiban bagi umat muslim / mukallaf yang
telah dianggap cukup atau sah meskipun dikerjakan oleh sebagin orang saja, dan apabila
tidak ada satu orangpun yang mengerkjakannya, maka akan menimbulkan dosa. Yang
termasuk dalam shalat fardhu kifayah adalah :
1) Shalat Jenazah
Syarat melaksanakan shalat jenazah :
 Sama halnya dengan shalat pada umumnya, dalam melaksanakan shalat jenazah
seseorang harus menutup aurat, suci dari hadast (baik hadast besar maupun kecil) dan
najis baik badan, pakaian, maupun tempat ibadah, serta dilakukan dengan menghadap ke
arah kiblat
 Jenazah telah dimandikan dan dikafani
 Jenazah diletakkan di sebelah kiblat orang yang menyalatinya, kecuali apabila shalat
tersebut dilakukan di atas kubur atau shalat ghaib.
Rukun dan tata cara melaksanakan shalat jenazah :
 Niat menyengaja melakukan shalat atas jenazah dengan empat kali takbir dan menghadap
ke arah kiblat yang dilakukan semata-mata karena Allah Ta’ala. Adapun niat adalah :
Untuk Mayat Laki Laki
ٍ ‫ت أَ ْربَ َع ت َ ْكبِي َْرا‬
َ ‫ت فَ ْر‬
‫ض ِكفَايَ ِة‬ َ ُ ‫هللِ تَعَالَى أ‬
ِ ِِّ‫ص ِلِّي َعلَى َهذَا اْل َمي‬
Artinya: “Aku berniat shalat atas mayit laki-laki ini empat takbir fardhu kifayah karena
Allah.”
Untuk Mayat Perempuan
َ ُ ‫ض ِكفَا َي ِة هللِ تَ َعالَى أ‬
‫ص ِلِّي َعلَى‬ ٍ ‫َه ِذ ِه اْل َم ْيت َ ِة أ َ ْر َب َع ت َ ْك ِبي َْرا‬
َ ‫ت فَ ْر‬
Artinya:“Aku berniat shalat atas mayit perempuan ini empat takbir fardhu kifayah karena
Allah.”
 Dilakukan dengan posisi berdiri tanpa ruku’ dan sujud
 Setelah melakukan takbiratul ihram yang pertama diiringi dengan membaca surat Al-
fatihah

13
 Setelah takbir yang kedua, membaca sholawat Nabi Muhammad SAW :
 Setelah takbir ketiga, membaca do’a :
 Dan setelah takbir yang keempat, membaca do’a :
 Membaca salam :
ِ‫سالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللا‬
َّ ‫اَل‬

2. Sholat Sunnah
Macam shalat sunah adalah:
a. Shalat Wudhu,Yaitu shalat sunnah dua rakaat yang bisa dikerjakan setiap selesai wudhu,
niatnya :Ushalli sunnatal wudlu-I rak’ataini lillahi Ta’aalaa’ artinya : ‘aku niat shalat
sunnah wudhu dua rakaat karena Allah’
b. Shalat Tahiyatul Masjid, yaitu shalat sunnah dua rakaat yang dikerjakan ketika
memasuki masjid, sebelum duduk untuk menghormati masjid. Rasulullah bersabda:
‘Apabila seseorang diantara kamu masuk masjid, maka janganlah hendak duduk sebelum
shalat dua rakaat lebih dahulu’ (H.R. Bukhari dan Muslim).
Niatnya : ‘Ushalli sunnatal Tahiyatul Masjidi rak’ataini lillahi Ta’aalaa’ Artinya : ‘aku
niat shalat sunnah tahiyatul masjid dua rakaat karena Allah’
c. Shalat Dhuha. Adalah shalat sunnah yang dikerjakan ketika matahari baru naik. Jumlah
rakaatnya minimal 2 maksimal 12. Dari Anas berkata Rasulullah ‘Barang siapa shalat
Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga’ (H.R. Tarmiji dan
Abu Majah).
Niatnya :‘Ushalli sunnatal Dhuha rak’ataini lillahi Ta’aalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat
sunnah dhuha dua rakaat karena Allah.
d. Shalat Rawatib. Adalah shalat sunnah yang dikerjakan mengiringi shalat fardhu.
1) Qabliyah, adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat wajib. Waktunya
: 2 rakaat sebelum shalat subuh, 2 rakaat sebelum shalat Dzuhur, 2 atau 4 rakaat sebelum
shalat Ashar, dan 2 rakaat sebelum shalat Isya’.
Niatnya: ‘Ushalli sunnatadh Dzuhri* rak’ataini Qibliyyatan lillahi Ta’aalaa’ * bisa
diganti dengan shalat wajib yang akan dikerjakan.
2) Ba’diyyah, adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan setelah shalat fardhu. Waktunya
: 2 atau 4 rakaat sesudah shalat Dzuhur, 2 rakaat sesudah shalat Magrib dan 2 rakaat
sesudah shalat Isya.
Niatnya :‘Ushalli sunnatadh Dzuhri*rak’ataini Ba’diyyatan lillahi Ta’aalaa’
* bisa diganti dengan shalat wajib yang akan dikerjakan.

14
e. Shalat Tahajud, adalah shalat sunnah pada waktu malam. Sebaiknya lewat tengah
malam. Dan setelah tidur. Minimal 2 rakaat maksimal sebatas kemampuan kita.
Keutamaan shalat ini, diterangkan dalam Al-Qur’an. ‘Dan pada sebagian malam hari
bershalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan
Tuhanmu mengangkatmu ketempat yang terpuji’(Q.S. Al Isra : 79 ).
Niatnya :‘Ushalli sunnatal tahajjudi rak’ataini lillahi
f. Shalat Istikharah, adalah shalat sunnah dua rakaat untuk meminta petunjuk yang baik,
apabila kita menghadapi dua pilihan, atau ragu dalam mengambil keputusan. Sebaiknya
dikerjakan pada 2/3 malam terakhir.
Niatnya :‘Ushalli sunnatal Istikharah rak’ataini lillahi Ta’aalaa’
g. Shalat Hajat, adala shalat sunnah dua rakaat untuk memohon agar hajat kita dikabulkan
atau diperkenankan oleh Allah SWT. Minimal 2 rakaat maksimal 12 rakaat dengan salam
setiap 2 rakaat.
Niatnya :‘Ushalli sunnatal Haajati rak’ataini lillahi Ta’aalaa’
h. Shalat Mutlaq, adalah shalat sunnah tanpa sebab dan tidak ditentukan waktunya, juga
tidak dibatasi jumlah rakaatnya. ‘Shalat itu suatu perkara yang baik, banyak atau sedikit’
(Al Hadis).
Niatnya :‘Ushalli sunnatal rak’ataini lillahi Ta’aalaa’
i. Shalat Taubat, adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah merasa berbuat dosa kepada
Allah SWT, agar mendapat ampunan-Nya.
Niatnya: ‘Ushalli sunnatal Taubati rak’ataini lillahi Ta’aalaa’
j. Shalat Tasbih, adalah shalat sunnah yang dianjurkan dikerjakan setiap malam, jika tidak
bisa seminggu sekali, atau paling tidak seumur hidup sekali. Shalat ini sebanyak empat
rakaat, dengan ketentuan jika dikerjakan pada siang hari cukup dengan satu salam, Jika
dikerjakan pada malam hari dengan dua salam. Cara mengerjakannya
Niatnya : ‘Ushalli sunnatan tasbihi raka’ataini lilllahi ta’aalaa’ artinya ‘aku niat shalat
sunnah tasbih dua rakaat karena Allah’
1) Usai membaca surat Al Fatehah membaca tasbih 15 kali.
2) Saat ruku’, usai membaca do’a ruku membaca tasbih 10 kali
3) Saat ‘itidal, usai membaca do’a ‘itidal membaca tasbih 10 kali
4) Saat sujud, usai membaca doa sujud membaca tasbih 10 kali
5) Usai membaa do’a duduk diantara dua sujud membaca tasbi 10 kali.
6) Usai membaca doa sujud kedua membaca tasbih 10 kali.

15
Jumlah keseluruhan tasbih yang dibaca pada setiap rakaatnya sebanyak 75 kali. Lafadz
bacaan tasbih yang dimaksud adalah sebagai berikut :
‘Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar’
k. Shalat Tarawih, adalah shalat sunnah sesudah shalat Isya’pada bulan Ramadhan.
Menegenai bilangan rakaatnya disebutkan dalam hadis. ‘Yang dikerjakan oleh Rasulullah
saw, baik pada bulan ramadhan atau lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat’ (H.R.
Bukhari). Dari Jabir ‘Sesungguhnya Nabi saw telah shallat bersama-sama mereka
delapan rakaat, kemudian beliau shalat witir.’ (H.R. Ibnu Hiban)
Pada masa khalifah Umar bin Khathtab, shalat tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat
dan hal ini tidak dibantah oleh para sahabat terkenal dan terkemuka. Kemudian pada
zaman Umar bin Abdul Aziz bilangannya dijadikan 36 rakaat. Dengan demikian bilangan
rakaatnya tidak ditetapkan secara pasti dalam syara’, jadi tergantung pada kemampuan
kita masing-masing, asal tidak kurang dari 8 rakaat.
Niat Shalat Tarawih : ‘Ushalli sunnatan Taraawiihi rak’ataini (Imamam /
makmuman) lillahi ta’aallaa’
l. Shalat Witir,adalah shalat sunnat mu’akad (dianjurkan) yang biasanya dirangkaikan
dengan shalat tarawih, Bilangan shalat witir 1, 3, 5, 7 sampai 11 rakaat. Dari Abu Aiyub,
berkata Rasulullah ‘Witir itu hak, maka siapa yang suka mengerjakan lima, kerjakanlah.
Siapa yang suka mengerjakan tiga, kerjakanlah. Dan siapa yang suka satu maka
kerjakanlah’(H.R. Abu Daud dan Nasai). Dari Aisyah : ‘Adalah nabi saw. Shalat sebelas
rakaat diantara shalat isya’ dan terbit fajar. Beliau memberi salam setiap dua rakaatdan
yang penghabisan satu rakaat’ (H.R. Bukhari dan Muslim)
Niatnya: ‘Ushalli sunnatal witri rak’atan lillahi ta’aalaa’artinya : ‘Aku niat shalat sunnat
witir dua rakaat karena Allah’
m. Shalat Hari Raya, adalah shalat Idul Fitri pada 1 Syawal dan Idul Adha pada 10
Dzulhijah. Hukumnya sunat Mu’akad (dianjurkan).’Sesungguhnya kami telah memberi
engkau (yaa Muhammad) akan kebajikan yang banyak, sebab itu shalatlah engkau dan
berqurbanlah karena Tuhanmu ‘ pada Idul Adha – ‘(Q.S. Al Kautsar.1-2)Dari Ibnu Umar
‘Rasulullah, Abu Bakar, Umar pernah melakukan shalat pada dua hari raya sebelum
berkhutbah.’(H.R. Jama’ah).
Niat Shalat Idul Fitri : ‘Ushalli sunnatal li’iidil fitri rak’ataini (imamam / makmumam)
lillahita’aalaa’.
Niat Shalat Idul Adha : ‘Ushalli sunnatal li’iidil Adha rak’ataini (imamam / makmumam)
lillahita’aalaa’.

16
Waktu shalat hari raya adalah setelah terbit matahari sampai condongnya matahari.
Syarat, rukun dan sunnatnya sama seperti shalat yang lainnya. Hanya ditambah beberapa
sunnat sebagai berikut:
1) Berjamaah
2) Takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakat kedua
3) Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap takbir.
4) Setelah takbir yang kedua sampai takbir yang terakhir membaca tasbih.
5) Membaca surat Qaf dirakaat pertama dan surat Al Qomar di rakaat kedua. Atau surat A’la
dirakat pertama dan surat Al Ghasiyah pada rakaat kedua.
6) Imam menyaringkan bacaannya.
7) Khutbah dua kali setelah shalat sebagaimana khutbah jum’at
8) Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang
hukum-hukum Qurban.
9) Mandi, berhias, memakai pakaian sebaik-baiknya.
10) Makan terlebih dahulu pada shalat Idul Fitri pada Shalat Idul Adha sebaliknya.
n. Shalat Khusuf, adalah shalat sunat sewaktu terjadi gerhana bulan atau matahari. Minimal
dua rakaat. Caranya mengerjakannya :
1) Shalat dua rakaat dengan 4 kali ruku’ yaitu pada rakaat pertama, setelah ruku’ dan I’tidal
membaca fatihah lagi kemudian ruku’ dan I’tidal kembali setelah itu sujud sebagaimana
biasa. Begitu pula pada rakaat kedua.
2) Disunatkan membaca surat yang panjang, sedang membacanya pada waktu gerhana bulan
harus nyaring sedangkan pada gerhana matahari sebaliknya. Niat shalat gerhana bulan :
‘Ushalli sunnatal khusuufi rak’atain lillahita’aalaa’.
o. Shalat Istiqa’,adalah shalat sunat yang dikerjakan untuk memohon hujan kepada Allah
SWT.
Niatnya ‘‘Ushalli sunnatal Istisqaa-I rak’ataini (imamam / makmumam) lillahita’aalaa’.

Syarat-syarat mengerjakana Shalat Istisqa :


1) Tiga hari sebelumnya agar ulama memerintahkan umatnya bertaobat dengan berpusa dan
meninggalkan segala kedzaliman serta menganjurkan beramal shaleh. Sebab
menumpuknya dosa itu mengakibatkan hilangnya rejeki dan datangnya murka Allah.
‘Apabila kami hendak membinasakan suatu negeri, maka lebih dulu kami perbanyak

17
orang-orang yang fasik, sebab kefasikannyalah mereka disiksa, lalu kami robohkan
(hancurkan) negeri mereka sehancur-hancurnya’(Q.S. Al Isra’ : 16).
2) Pada hari keempat semua penduduk termasuk yang lemah dianjurkan pergi kelapangan
dengan pakaian sederana dan tanpa wangi-wangian untuk shalat Istisqa’
3) Usai shalat diadakan khutbah dua kali. Pada khutbah pertama hendaknya membaca
istigfar 9 X dan pada khutbah kedua 7 X.
Pelaksanaan khutbah istisqa berbeda dengan khutbah lainnya, yaitu :
 Khatib disunatkan memakai selendang.
 Isi khutbah menganjurkan banyak beristigfar, dan berkeyakinan bahwa Allah SWT akan
mengabulkan permintaan mereka.
 Saat berdo’a hendaknya mengangkat tangan setinggi-tingginya.
Saat berdo’a pada khutbah kedua, khatib hendaknya menghadap kiblat membelakangi
makmumnya

َ َّ‫ص َالة ُ الت‬


3. Sholat Tathowwu' (ِ‫ط ُّوع‬ َ )
Yaitu sholat sunnah atau tambahan dari sholat-sholat fardhu 5 waktu.
Sholat Tathowwwu' ini memiliki 2 bentuk:
a. ْ ‫ع ال ُم‬
Sholat Tathowwu' Muthlaq (ُ‫طلَ َقة‬ َ َّ ‫)الت‬: Yaitu sholat sunnah yang batas dan
ُ ‫ط ُّو‬
ketentuannya tidak ditentukan oleh syara', dikerjakan dua roka'at-dua roka'at, baik
dikerjakan pada siang hari atau malam hari. Akan tetapi, hendaklah sholat tathowwu' ini
tidak dilakukan terus menerus seperti sunnah rowatib serta tidak mengarah kepada bid'ah
atau serupa dengan pelakunya.
b. Sholat Tathowwu' Muqoyyad (ُ ‫ع ال ُم َقيَّد‬ َ َّ ‫)الت‬.: Yaitu sholat yang batas dan ketentuannya
ُ ‫ط ُّو‬
telah ditentukan oleh syara'. Dalam hal ini antara lain, sholat-sholat sunnah rowatib, yaitu:
1) Sholat Rotibah Fajar yaitu sholat 2 rokaat sebelum sholat Fajar.
2) Sholat Rotibah Dzuhur yaitu sholat 2 atau 4 rokaat sebelum ataupun sesudah Zuhur.
3) Sholat Rotibah Ashar yaitu sholat 4 rokaat sebelum sholat Ashar.
4) Sholat Rotibah Maghrib yaitu 2 rokaat sesudah sholat Maghrib.
5) Sholat Rotibah Isya' yaitu sholat 2 rokaat sesudah sholat Isya'.
Ibnu Umar rodhiallohu anhuma berkata: "Aku mengahafal 10 rokaat (sholat) dari Nabi
sholallohu alaihi wa sallam. 2 rokaat sebelum Dzuhur dan 2 rokaat sesudahnya, 2 rokaat
setelah maghrib dirumahnya, 2 rokaat setelah isya' dirumahnya, dan 2 rokaat sebelum shubuh
disaat Nabi sholallohu alaihi wa sallam tidak boleh dimasuki orang lain". (HR. Bukhori: 118,
dan Muslim: 729) Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:

18
ِ َّ‫ظ ْه ِر َو أ َ ْر َبعٍ َب ْعدَهَا َح َّر َمُهُ هللاُ َعلَى الن‬
"‫ار‬ ُّ ‫ت قَ ْب َل ال‬
ٍ ‫ظ َعلَى أ َ ْر َبعِ َر َك َعا‬
َ َ‫" َم ْن َحاف‬
"Barangsiapa yang menjaga 4 rokaat sebelum dzuhur dan 4 rokaat sesudahnya, maka
Alloh akan mengaharamkan api neraka baginya". (HR. Ibnu Majah: 1160, dishohihkan Al-
Bani di Shohih Ibnu Majah: 1/191) Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:
"‫ص ِر أ َ ْربَعًا‬ َ ً‫"ر ِح َم هللاُ ا ْم َرأ‬
ْ ‫صلَّى قَ ْب َل ال َع‬ َ
"Alloh mengasihi seseorang yang sholat 4 rokaat sebelum 'Ashar". (HR. Abu Daud:
1271, dishohihkan Al-Bani di Shohih Abu Daud: 1/237)
"‫" َر ْكعَتَا الفَجْ ِر َخي ٌْر ِمنَ الدُّ ْنيَا َو َما فِ ْي َها‬
"dua rokaat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya".(HR. Muslim). Sholat-sholat lain
yang disyari'atkan dalam bagian ini, antara lain ialah:
1) Sholat Malam/ Tahajjud/ Tarawih dibulan Romadhon dan witir: 'Aisyah rodhiallohu
anha berkata: "Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam sholat antara selesai sholat 'Isya
hingga fajar 11 rokaat dengan salam setiap dua rokaat dan witir 1 roka'at". (HR. Muslim:
736)
2) Sholat Dhuha 2 rokaat sampai dengan 12 rokaat. Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam
bersabda:
" َ‫ص َالة ُ األ َ َّوا ِبيْن‬ َ ‫ض َحى إِ ََّل أ َ َّوابٌ َوه‬
َ ‫ِي‬ ُ ِ‫"َل يُ َحاف‬
َ ‫ظ َعلَى‬
ُّ ‫ص َالةِ ال‬ َ
"Tidak ada yang selalu menjaga sholat dhuha kecuali orang-orang yang bertaubat. Itulah
Awwabin". (HR. Ibnu Khuzaimah: 2/228. lihat Al-'Ahadits Ash-Shohihah: 1994).
Diriwayatkan dari Anas bin malik rodhiallohu ‘anhu berkata: “Rosululloh sholallohu ‘alaihi
wa sallam bersabda: barangsiapa sholat dhuha 12 roka’at, Alloh bangun baginya sebuah istana
dari emas didalam jannah”. (HR. Tirmidzi: 435)
3) Sholat Tahiyyatul Masjid.
Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫"إِذَا دَ َخ َل أ َ َحد ُ ُك ْم ال َمس ِْجدَ فَ ْليَ ْرك َْع َر ْكعَتَي ِْن قَ ْب َل أ َ ْن يَجْ ِل‬
"‫س‬
"Apabila salah seorang kalian masuk masjid, mak sholatlah 2 rokaat sebelum dia duduk".
(HR. Bukhori: 444 dan Muslim: 714)

J. Persamaan Dan Perbedaan Pendapat 4 Mazhab Mengenai Sholat


1. Niat : semua ulama mazhab sepakat bahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata
tidaklah diminta. (Mughniyah; 2001)
Ibnu Qayyim berpendapat dalam bukunya Zadul Ma’ad, sebagaimana yang
dijelaskan dalam jilid pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai berikut
: Nabi Muhammad saw bila menegakkan shalat, beliau langsung mengucapkan “Allahu

19
akbar” dan beliau tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat
sama sekali. (Mughniyah; 2001)

2. Takbiratul Ihram : shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul
ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah saw : (Mughniyah; 2001)
“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan
sesuatu selain perbuatan-perbuatan shalat) adalah takbir, dan penghalalnya adalah
salam.”
Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah
Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya. (Mughniyah; 2001) Syafi’i :
boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan alif dan
lam pada kata “Akbar”. (Mughniyah; 2001) Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang
sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan
“Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia). (Mughniyah;
2001)
Syafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab
adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab).
(Mughniyah; 2001) Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang
bersangkutan bisa bahasa Arab. (Mughniyah; 2001) Semua ulama mazhab sepakat :
syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa
melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata “Allahu Akbar” itu harus
didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia
tuli. (Mughniyah; 2001)
Berdiri : semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu
wajib sejak mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia
boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada
bagian kanan, seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di
hadapan badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi. Hanafi
berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap
kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap
kiblat. (Mughniyah; 2001)
Dan bila tidak mampu miring ke kanan, maka menurut Syafi’i dan Hambali ia
boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia

20
harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya. (Mughniyah;
2001)
Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah
shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh
dan hilang sesuatu yang menghalanginya. (Mughniyah; 2001) Maliki : bila sampai seperti
ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya.
(Mughniyah; 2001) Syafi’i dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa
pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata),
maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan
membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus
menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih
berfungsi. (Mughniyah; 2001)

3. Bacaan : ulama mazhab berbeda pendapat.


Hanafi : membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca
bacaan apa saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan Al-Quran surat Muzammil ayat 20 :
(Mughniyah; 2001)
”Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran,” (Bidayatul Mujtahid, Jilid I,
halaman 122, dan Mizanul Sya’rani, dalam bab shifatus shalah). Boleh meninggalkan
basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya
dengan keras atau pelan. Orang yang shalat sendiri ia boleh memilih apakah mau didengar
sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain (membaca dengan
keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya. Dalam shalat
itu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir. Sedangkan menyilangkan dua tangan aalah
sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan telapak tangannya yang
kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah pusarnya, sedangkan bagi wanita
yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya di atas dadanya. (Mughniyah; 2001)
Syafi’i : membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik
pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun
shalat sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan
dalam keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua
rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan
pelan. Pad shlat subuh disunnahkan membaca qunut setelah mengangkat kepalanya dari ruku’
pad rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca

21
Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah
wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan
telapak tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi
di atas pusar dan agak miring ke kiri. (Mughniyah; 2001)
Maliki : membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada
rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun
shalat sunnah, sebagaimana pendapat
Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-Fatihah pada dua rakaat
yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk
ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pad shalat subuh dan dua rakaat pertama
pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada shalat subuh saja. Sedangkan menyilangkan
kedua tangan adalah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan pada shalat
fardhu. (Mughniyah; 2001)
Hambali : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya
disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh,
serta dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan
nyaring. Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan
dan tidak boleh dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya.
Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling
utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya
yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar. (Mughniyah; 2001).

Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah, berdasarkan


hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : (Mughniyah; 2001) ”kalau ingin
mengucapkan Ghairil maghdzubi ’alaihim waladzdzaallin, maka kalian harus mengucapkan
amin.”

4. Ruku’ : semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat.
Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam
ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak. (Mughniyah;
2001)
Hanafi : yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan
lurus, dan tidak wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain : wajib membungkuk
sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga

22
diwajibkan ber-thuma’ninah dan diam (tidak bergerak) ketika ruku’. (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Hanafi, dan Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat, hanya disunnahkan saja
mengucapkan : (Mughniyah; 2001) Subhaana rabbiyal ’adziim ”Maha Suci Tuhanku
Yang Maha Agung”
Hambali : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. (Mughniyah;
2001)Kalimatnya menurut Hambali : Subhaana rabbiyal ’adziim ”Maha Suci Tuhanku
Yang Maha Agung”
Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan
berdiri). (Mughniyah; 2001) Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh.
Mazhab-mazhab yang lain : wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta
disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan : Sami’allahuliman hamidah ”Allah
mendengar orang yang memuji-Nya”

5. Sujud : semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada
setipa rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. (Mughniyah; 2001)
Maliki, Syafi’i, dan Hanafi : yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan yang
lain-lainnya adalah sunnah. (Mughniyah; 2001) Hambali : yang diwajibkan itu semua
anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari dua kaki) secara
sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi delapan. (Mughniyah;
2001)
Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana
dalam ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di
dalam sujud. Hanafi : tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab
yang lain : wajib duduk di antara dua sujud. (Mughniyah; 2001)

6. Tahiyyat : tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu tahiyyat
yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan
tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan salam,
baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat. (Mughniyah; 2001)
Hambali : tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : hanya sunnah. Syafi’i,
dan Hambali : tahiyyat terakhir adalah wajib. Maliki dan Hanafi : hanya sunnah, bukan
wajib. (Mughniyah; 2001) Kalimat (lafadz) tahiyyat menurut Hanafi : Attahiyatu lillahi
washolawaatu waththoyyibaatu wassalaamu ”Kehormatan itu kepunyaan Allah, shalawat

23
dan kebaikan serta salam sejahtera” ’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi
wabarakaatuh ”Kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan
tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha
illallah ”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah” Waasyhadu anna muhammadan
’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-
Nya” Menurut Maliki (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi
aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah ”Kehormatan itu kepunyaan Allah, kesucian bagi Allah,
kebaikan dan shalawat juga bagi Allah” Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi
wabarakaatuh ”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-
Nya” Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah
kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah
wahdahu laa syariikalah ”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak
ada sekutu bagi-Nya” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku
bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya”
Menurut Syafi’i : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth
thoyyibaatu lillaah ”Kehormatan, barakah-barakah, shalawat, dan kebaikan adalah
kepunyaan Allah” Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah
kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah
”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah” Waasyhadu anna muhammadan
’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-
Nya” Menurut Hambali : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillahi washsholawaatu
waththoyyibaatu ”Kehormatan itu kepunyaan Allah, juga shalawat dan kebaikan”
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Salam sejahtera
kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya” Assalaamu’alainaa wa ’alaa
’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-
hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-
Nya” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa
muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Allahumma sholli ’alaa Muhammad ”Ya
Allah, berikanlah shalawat kepada muhammad”

24
7. Mengucapkan salam (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Maliki, dan Hambali : mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi : tidak
wajib. (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 126). Menurut empat mazhab, kalimatnya sama
yaitu Assalaamu’alaikum warahmatullaah ”Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah
tercurah kepada kalian” Hambali : wajib mengucapkan salam dua kali, sedangakan yang lain
hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib. (Mughniyah; 2001)

8. Tertib
Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib
didahulukan dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca Al-
Fatihah wajib didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan daru sujud, begitu
seterusnya. (Mughniyah; 2001)

9. Berturut-turut
Diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan langsung, juga
antara satu bagian dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah langsung setelah
bertakbir tanpa ada selingan. Dan mulai ruku’ setelah membaca Al-Fatihah atau ayat Al-
Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga tidak boleh ada selingan lain, antara ayat-ayat,
kalimat-kalimat, dan huruf-huruf. (Mughniyah; 2001)

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Shalat merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap Tuhan, dengan
perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syarat. Shalat
merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa kecuali.
Shalat Merupakan Syarat Menjadi Taqwa. Taqwa merupakan hal yang penting dalam
Islam karena dapat menentukan amal / tingkah laku manusia, orang – orang yang betul –
betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan keji dan munkar, dan sebaliknya.
Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah diantaranya mendirikan
shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah.
Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat mencegah
perbuatan keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah
benteng kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan makasiat.
Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusu
tidak akan ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusu berbuat zina. Maksiat,
merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada yang
melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya perlu
dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut: 45.
Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur Dengan mendirikan shalat, maka banyak
hal yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan dengan
khusus.
Shalat Akan membangun etos kerja Sebagaimana keterangan – keterangan di atas
bahwa pada intinya shalat merupakan penentu apakah orang – orang itu baik atau buruk,
baik dalam perbuatan sehari – hari maupun ditempat mereka bekerja
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos
kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas

26
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S.A. Zainal, Kunci Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang, 2001)
Hamid ,Abdul. Beni HMd Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).
Al-Qor’an dan terjemahannya
Asas Agama Islam, Bulan Bintang, 1976
Bimbingan Shalat lengkap,Mitra Umat,1998
Mimbar Utama, Edisi September 2004
http://tugasgalau.blogspot.co.id/2015/02/makalah-tentang-sholat.html
http://fajri-makalahsholat.blogspot.co.id/
http://dalamislam.com/shalat/shalat-fardhu
https://tuntunansholatsunah.wordpress.com/category/macam-macam-sholat-sunnah/

27

Anda mungkin juga menyukai