Perintah mengerjakan shalat fardhu yang diterima Nabi bagi kita orang Islam
tidak diturunkan Allah dalam waktu semalam. Jalan sejarahnya wajar-wajar
saja seiring dengan sejarah dakwah Nabi itu sendiri. Tidak spektakuler
seperti kisah Isra' Mi'raj. Barangkali karena itu oleh para ulama dianggap
kurang menarik atau kurang mempunyai nilai jual untuk dida'wahkan.
Sholat Malam itulah satu-satunya bentuk sholat fardhu pada mulanya yakni
tidak lama sesudah 3,5 tahun masa fatrah. Bukan seperti halnya sholat
tahajud yang bersifat penyempurna atau tidak wajib.
Tepi siang yang pertama adalah pada awal hari (pagi), Shalat pada waktu ini
dinamakan shalat Fajar (24:58). Waktu fajar berawal ketika dengan hanya
mengandalkan cahaya alam kita sudah dapat membedakan benang putih
dari benang hitam. Waktu fajar ini berlangsung sekitar 30 menit sampai
kemudian cahaya alam menjadi terang benderang menandakan telah
terbitnya matahari. Di samping ibadah shalat, Allah menyuruh kaum muslim
untuk mengkaji Al-Qur'an pada waktu fajar.
Tepi siang yang kedua adalah pada akhir hari (petang), shalat pada waktu ini
dinamakan shalat Wustha (2:238). Kita biasa mengenal waktu ini dengan
istila "maghrib." Rentang waktu shalat Wustha adalah sekitar 30 menit
sampai kemudian kegelapan malam datang menutupi.
Shalat pada awal malam dinamakan shalat Isya (24:58). yang dimaksud
dengan awal malam adalah rentang 1/3 pertama dari malam. Maka rentang
waktu untuk shalat Isya adalah 3,5 jam pertama dari malam yaitu pukul
06.30 sampai dengan pukul 10.00 malam.
Baitullah itu hakekatnya berada didalam qalbu. Adapun kiblat Masjidil Haram
yang berada di kota Mekah dapat ditafsirkan wajib untuk shalat berjamaah
seperti shalat Jum'at yakni untuk menjaga shaf.
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila dipanggil untuk shalat pada hari
berkumpul (jumu'at), bersegeralah kepada peringatan Allah, dan
tinggalkanlah jual beli; itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (62:9)
Bahasa bukanlah hal penting dalam menyembah Allah. Dia tidak pernah
memerintahkan agar bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa pengantar
dalam shalat untuk semua kaum. Islam itu mudah, orang-orang yang karena
keterbatasan pendidikan ataupun karena usianya tidak sanggup menguasai
bahasa Arab tetap dapat bermunajat kepada-Nya dengan menggunakan
bahasa yang mereka mengerti.
Berdiri, rukuk, dan sujud disebut berulang kali di dalam Al-Qur'an dan ini
adalah gerakan ritual shalat. Al-Qur'an sama sekali tidak pernah menetapkan
adanya rakaat shalat seperti yang diketahui umum.
"Bagaimana caranya shalat kalau hanya berbekal Al-Qur'an? Mana ada tata
cara shalat di dalam Al-Qur'an!"
Tata cara shalat di dalam Al-Qur'an mungkin tidak sesuai dengan cara shalat
yang umum anggap benar. Namun demikianlah yang ditetapkan Allah di
dalam Kitab-Nya.