Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“HUKUM TAKHLIFI DAN HUKUM WADHI”

Dosen Pembimbing : Darania Anisa ., S.H.I., MH.

Kelompok 4 :
1. Aditya Kurnia Mediyanti (1821030115)
2. Ilham Sabrialdi (1821030136)
3. Nabila Nur Arifia Putri (1821030417)
4. Rizka Nanda Fauzi (1821030052)
5. Wicha Dwi Arinda Putri (1821030032)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “HUKUM TAKHLIFI DAN HUKUM
WADHI”

Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian HUKUM TAKHLIFI DAN HUKUM
WADHI atau yang lebih khususnya membahas Macam-macam, perbedaan dan
keterkaitan hukum takhlifi dan hukum wadhi dalam islam Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang HUKUM TAKHLIFI DAN HUKUM
WADHI.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Bandarlampuang, 8 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Segala amal perbuatan manusia, perilaku dan tutur katanya tidak dapat lepas dari
ketentuan hukum syari'at, baik hukum syari'at yang tercantum di dalam Qur’an dan
Sunnah, maupun yang tidak tercantum pada keduanya, akan tetapi terdapat pada sumber
lain yang diakui syari'at.

Sebagaimana yang di katakan imam Ghazali, bahwa mengetahui hukum syara'


merupakan buah (inti) dari ilmu Fiqh dan Ushul fiqh. Sasaran kedua disiplin ilmu ini
memang mengetahui hukum syara' yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf.
Meskipun dengan tinjauan yang berbeda. Ushul fiqh meninjau hukum syara' dari segi
metodologi dan sumber-sumbernya, sementara ilmu fiqh meninjau dari segi hasil
penggalian hukum syara', yakni ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan
orang-orang mukallaf, baik berupa iqtidha (tuntutan perintah dan larangan), takhyir
(pilihan), maupun berupa wadh’i (sebab akibat), yang dimaksud dengan ketetapan Allah
ialah sifat yang telah di berikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan
orang-orang mukallaf. Seperti hukum haram, makruh, wajib, sunnah, mubah, sah, batal,
syarat, sebab, halangan (mani') dan ungkapan lain yang akan kami jelaskan pada makalah
ini yang kesemuanya itu, kami katakan merupakan objek pembahasan ilmu Ushul fiqh.

Dari pada itu, lewat makalah ini kami akan mencoba membahas tentang hukum syara'
yang berhubungan dengan hukum taklifi dan hukum wadhi. Keduanya merupakan satu
sub bab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, oleh karena itu disini kami lebih
memfokuskan pembahasan kepada Hukum taklifi yang menjadi tugas utama kami dalam
perkuliahan ini.

Semoga makalah ini dapat membantu pembaca dalam proses pemahaman dalam
mempelajari ilmu Ushul fiqh, khususnya terhadap Hukum taklifi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi hukum Taklifi dan hukum Wadhi?
2. Bagaimana Macam-macam hukum Takhlifi dan hukum Wadhi ?
3. Bagaimana keterkaitan hukum tersebut dalam Islam ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Memahami pengertian hukum Takilifi dan hukum Wadhi
2. Memahami pembagian dan macam-macam hukum taklifi dan hukum Wadhi .
3. Memahami keterkaitan antara hukum Takhlifi dan hukum Wadhi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Syara’


Secara etimologis, hukum berarti mencegah, putusan.1
Adapun secara terminologis, hukum menurut Al-‘amidi dan ‘abdul Wahhab Khallaf
adalah Tuntutan Allah Swt yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf baik berupa
tuntutan, pilihan atau menjadikan sesuatu sebab, syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah
atau azimah.2
Secara global, tujuan syara’ dalam menerapkan hukum-hukumnya adalah untuk
kemaslahatan manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di dunia yang fana’ ini, maupun
kemaslahatan di hari yang (kekal) kelak. Ini berdasarkan antara lain:
Adapun firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107:
Artinya: “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi seluruh alam”. 3

B. Pengertian Hukum Taklifi


Hukum taklifi adalah hukum syar’i yang mengandung tuntutan ( untuk dikerjakan atau
ditinggalkan oleh para mukallaf ) atau yang mengandung pilihan antara yang dikerjakan
dan ditinggalkan4
Hukum taklifi terbagi menjadi lima bagian yaitu:

a) Wajib
· Pengertian wajib
‫تاركه ويعاقب فاعله يثاب بحيث اللزوم وجه على المطلوب الفعل هو الواجب‬
Artinya :”wajib adalah suatu perbuatan yang di tuntut Allah SWT untuk di lakukan
secara tuntutan pasti.yang di beri pahala bagi yamg melakukan dan di ancam dengan dosa
bagi yang meningggalkan”
Misalnya dalam QS, 2 : 110 Allah swt berfirman:
Artinya : “dan dirikanlah sholat dan tunakanlah sholat”
· Pembagian wajib
Bila dilihat dari sisi orang yang di bebani kewajiban hukum wajib di bagi menjadi dua
1. Wajib ‘aini yaitu kewaiban yang di bebenkan kepada setiap orang yang sudah
berakal (mukallaf) tanpa kecuali. Kewajiban ini tidak bisa gugur kecuali di lakukan
sendiri, misalnya melakukan solat lima waktu.
2. Wajib kifayah yaitu kewajiban yang di berikan kepada seluruh mukallaf , namun
bilamana telah dilakukan oleh sebagian umat islam maka kewajiban itu sudah di anggap
terpenuhi. Wajib kifayah terkadang berubah menjadi wajib ‘aini , bilamana di suatu

1
Nasrun Haroen,Ushul Fiqh I,(Jakarta:logos,1997),h.207
2
Saifuddin al-Amidi, al-Ihkam…, jilid I, h.90 dan Abdul Wahhab Khallaf, Ushul…, h.100
3
H.Ismail Muhammad Syah, dkk,filsafat hokum islam,(Jakarta:bumi aksara,1992),h.65
4
Koto alaidin ilmu fiqih dan ushul fiqih (sebuah pengantar)jakarta:grasindo persada hal, 41
negara tidak ada lagi orang yang mwmpu melaksanaakannya selain dirinya, contoh sholat
jenazah
Bila dilihat dari sisi kandungan perintah, hukum wajib dibagi menjadi dua macam:
1. Wajib muayyan yaitu suatu kewajiban di mana orang yang menjadi obyeknya
adalah tertentu tanpa ada pilihan lain . seperti kewajiban sholat lima waktu , puasa
romadlon dan zakat.
2. Wajib mukhayyar adalah suatu kewajiban di mana yang menjadi obyeknya boleh di
pilih antara beberapa alternative seperti kewajiban membayar kaffarat (denda melanggar)
sumpah (QS , 5:89)
Bila dilihat dari sisi waktu pelaksanaannya hukum wajib di bagi menjadi dua macam
1. Wajib mutlaq adalah suatu kewajiban yang pelaksanaannya tidak di batasi dengan
waktu tertentu. seperti kewajiban membayar puasa romadlon yang tertinggal.
2. Wajib muaqqat adalah suatu kewajiban yang pelaksanaannya di batasi waktu
tertentu.
b) Mandub
· Pengertian mandub
Mandub secara lughowi adalah seruan untuk sesuatu yang penting. Secara istilah ,
sebagian ulama mendefinisikan mandub adalah:
‫تاركه على يعاقب وال فاعله على يثاب ما‬
Artinya: “sesuatu yang di beri pahala orang yang melakukannya dan tidak di siksa orang
yang meninggalkannya”
Selain kata mandub , juga digunakan lafadz lain yang artinya samadengan kata mandub,
seperti sunnah, nafal, tathawu’, mustahab, dan mustahsan.

· Pembagian mandub
1. Sunnah muakkadah adalah sunnah yang sangat di anjurkan, yaitu perbuatan yang
biasa di lakukan oleh rasul dan jarang di tinggalkannya. Misalnya sholat sunnah sebelum
fajar dsb.
2. Sunnah ghairu muakkad adalah sunnah biasa, sesuatu yang di lakukan rasul, namun
bukan menjadi kebiasaannya
3. Sunnah al zawaid yaitu mengikuti kebiasaan rasul sehari hari sebagai manusia,
seperti sopan santun, makan dan minum, dll
c) Haram
· Pengertian haram
Haram (‫ )الحرام‬atau muharram (‫ )المحرم‬secara lughowi beraeti sesuatu yang lebih banyak
kerusakannya atau larangan,
‫اللزم وجه فعلهعلى عن الكف الشارع طلب ما‬
Artinya:” sesuatu yang dianut syari’(pembuat hukum) untuk tidak melakukannya)
Dari segi bentuk dan sifatnya , haram di rumuskan dengan:
‫فاعله شرعا يذم ما‬
Artinya: “suatu perbuatan yang pelakunya dicela”
· Pembagian haram
1. Al muharram li dzatihi sesuatu yang di haramkan oleh syariat karna esensinya
mengandung mudharat bagi kehidupan manusia, dan kemudharatan itu tidak bisa terpisah
dari dzatnya misalnya : larangan zina(QS,17:32), memakan bangkai(QS, 5:38), dan
mencuri(QS. 5:38),
2. Al muharram li ghairihi sesuatu yang di laramg bukan karna esensinya tapi karna
ada pwrtimbangan eksternal yang akan membawa kepada sesuatu yang di laang secara
esensial. Misalnya, larangan jua beli di waktu sholat jumat(QS, 62:9)
d) Makruh
· Pengertian makruh
Makruh (‫)المكروه‬secara lughowi berrarti yang di benci semakna dengan (‫)القبه‬yang buruk,
secara istilah ada dua definisi. Dari segi esensinya makruh adalah
· ‫جازم طالباغير تركه الشارع طلب ما‬
Artinya: “sesuatu yang apabila ditinggalkan mendapat pujian dan apabila dikerjakan
pelakunya mendapat celaan”
· Pembagian makruh

Menurut hanafiyah makruh dibagi menjadi dua macam


1. Makruh tahrim adalah sesuatu yang yang dilarang oleh syariat, tetapi dalil yang
dilarangnya bersifat dzanni, seperti larangan memakai sutera dan perhiasan.
2. Makruh tanzih adalah yang di anjurkan oleh syariat untuk menjalakannya .
misalnya memakan daging kuda

e) Mubah
· Pengertian mubah
Mubah (‫ )المباح‬secara lughowi berarti boleh smakna dengan ‫( الماذون‬yang di izinkan),
‫( االظهار‬penjelasan), ‫(الحالل‬halal), dan ‫( الجاءز‬boleh)5
· Pembagian mubah
Mubah dibagi menjadi tiga bagian
1. Perbuatan yang di tetapkan secara tegas kebolehannya oleh syara’ dan manusia di
beri kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukannya.
2. Perbuatan yang tidak ada dalil syara’ menyatakan kebolehan memilih, tetapi ada
perintah untuk melakukannya.
3. Perbutan yang sama sekali tidak ada keteranagan dari syara’ tentang kebolehan atau
ketidak bolehannya

C. Pengertian Hukum Wadh’i


Hukum wadh’i sebagaimana telah di sebutkan dalam kitab Al-wadhih fii Usulil Fiqih,
yang di tulis oleh Muhammad Sulaiman Abdullah al-Assqar. Bahwasannya Allah SWT
dalam kitabnya, dengan menjadikan sebuah perintah, menjadi tanda atas perintah yang
lainnya.

5
Rokhmad abu ushul al-fiqh fakultas dakwah iain walisongo hal 34-43
Adapun menurut pendapat yang lainnya, dalam buku Ushul Fikih Bagi Pemula yang
ditulis oleh; Abdul Mughits, M.Aghukum wadh’i adalah hukum yang berhubungan
dengan dua hal, yakni antara dua sebab (sabab) dan yang disebabi (musabbab), antara
syarat dan disyarati (masyrut), antara penghalang (mani’) dan yang menghalangi
(mamnu), antara hukum yang sah dan hukum yang tidak sah.
Menurut Dr. Abdul Karim ibnu Ali An-namlah, dalam karyanya yang berjudul Al-Jaamiu
Limasili Usulil Fiqh, bahwasannya hokum wadh’i adalah sebagaimana Allah berfirman
yang berhubungan dengan menjadikan sesuatu sebab kepada sesuatu yang lainnya,
syaratnya, larangannya, kemudahannya, hokum asal yang telah ditetapkan oleh Syari’
(Allah).
Hukum ini dinamakan hokum wadh’i karena dalam hokum tersebut terdapat dua hal yang
saling berhubungan dan berkaitan. Seperti hubungan sebab akibat, syarat, dan lain-
lain.Tapi pendapat lain mengatakan bahwa definisi hokum wadh’i adalah hukum yang
menghendaki dan menjadikan sesuatu sebagai sebab (al-sabab), syarat (al-syarthu),
pencegah (al-mani’), atau menganggapnya sebagai sesuatu yang sah (shahîh), rusak atau
batal (fasid), ‘azimah atau rukhshah. Definisi ini adalah menurut Imam Amidi, Ghazali,
danSyathibi.
Hukum wadh’i adalah titah Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya
sesuatu yang lain, atau sebagai syarat bagi sesuatu yang lain atau juga sebagai
penghalang bagi adanya sesuatu yang lain tersebut.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa hokum wadh’i adalah hukum yang yangberkaitan
dengan dua hal, yaitu sebab dan yang disebabi. Seperti contonya: orang yang junub
menyebabkan orang tersebut harus mandi, dan adanya orang yang memiliki harta yang
sudah mencapai Nisab menyebabkan orang tersebut harus berzakat.
Adapun pembagian hokum wadh’i dalam buku UshulFiqih yang di karangoleh Prof.
Muhammad Abu Zahrah, bahwasannya hokum wadh’i terbagi menjadi tiga macam yaitu;
Sebab, Syarat, dan Mani’ Penghalang. Namun sebagian ulama memasukkan sah dan
batal,azimah dan rukhshah.
a) Sebab, adalah segala sesuatu yang di jadikan oleh syar’i sebagai alasan bagi ada dan
tidak adanya hukum.
Ulama membagi sebab menjadi 2 bagian:
1. Sebab yang di luar kemampuan orang mukalaf. Misalnya, keadaan terpaksa menjadi
sebab bolehnya memakan bangkai.
2. Sebab yang berada dalam kesanggupan mukalaf. Misalnya,perkawinan menjadi
sebabnya hak warisan antara suami istri dan menjadi sebab haramnya mengawini mertua.
b) Syarat, adalah segala sesuatu yang tergantung adanya hokum dengan adanya
sesuatu tersebut, dan tidak adanya sesuatu itu mengakibatkan tidak ada pula hukum.
Misalnya, wajib zakat barang dagangan apabila usaha perdagangan itu sudah berjalan
satu tahun bila syarat berlakunya satu tahun itu belum terpenuhi, zakat itu belum wajib.
Ulama ushuliyyin membagi syarat menjadi beberapa bagian:
1. Syarat hakiki (syar’i), yaitu segala pekerjaan yang diperintahkan sebelum
mengerjakan yang lain dan pekerjaan itu tidak diterima (sah) apabila pekerjaan yang
pertama belumdi lakukan.
2. Syarat ja’li, yaitu segala syarat yang di buat oleh orang-orang yang mengadakan
transaksi dan dijadikan tempat bergantungnya serta terwujudnya transaksi tersebut.
a. Mani’,(penghalang )adalah segala sesuatu yang dengan adanya dapat meniadakan
hukum atau dapat membatalkan sebab hukum.
Mani’ terbagi menjadi 2 macam:
1. Mani’ terhadap hukum. Misalnya, najis yang terdapat pada tubuh atau pakaian
orang yang sedang shalat, dalam contoh ini tidak terdapat salah satu syarat sah shalat,
yaitu suci dari najis. Oleh sebab itu ,tidak ada hukum sahnya shalat. Hal ini disebut mani’
hukum.
2. Mani’ terhadap sebab hukum. Misalnya, seseorang yang memiliki harta senisab
wajib mengeluarkan zakat. Namun, karena iya mempunyai utang yang jumlahnya sampai
mengurangi nisab zakat ia tidak wajib membayar zakat. Hal ini disebut mani’ sebab6

D. Keterkaitan hukum Takhlifi dan Hukum Wadhi

Dari definisi hukum Syara’ menurut istilah para ahli ushul fiqih dapat diambil
kesimpulan bahwa hukum itu tidak hanya satu macam, karena hukum itu berkaitan
dengan perbuatan mukallaf, baik dari segi tuntutan, pilihan, atau penetapan. Ulama ushul
fiqih memberi istilah terhadap hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf dari
segi tuntutan dan pilihan sebagai hukum takhlifi, dan menyebut hukum yang berkaitan
dengan perbuatan mukallaf dari segi penetapan sebagai hukum wadh’i. Oleh karena
inilah , mereka membagi hukum syara’ dan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hukum Takhlifi dan
2. Hukum Wadh’i
Adapun hukum takhlifi adalah hukum yang menghendaki dikerjakan oleh mukallaf,
adapun larangan mengerjakan, atau memberikan pilihan antara melakukan dan
meninggalkannya. Adapun hukum Wadh’i adalah hukum yang menghendaki adanya
sebab terhadap sesuatu yang lain, atau menjadi syarat bagi yang lain, atau menjadi
penghalang bagi sesuatu yang lain.
Hukum takhlifi dan hukum wadh’i memiliki kaitan satu sama lain dalam hukum islam
cuman yang hanya membedakannya adalah segi penetapannya.

6
Koto alaidin ilmu fiqih dan ushul fiqih (sebuah pengantar)jakarta:grasindo persada hal, 49-52
BAB III
PENUTUPAN
1. Simpulan
Hukum Islam dibagi menjadi dua macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.
Hukum taklifi adalah hukum syar’i yang mengandung tuntutan (untuk dikerjakan atau
ditinggalkan oleh para mukallaf) atau mengandung pilihan antara yang dikerjakan dan
ditinggalkan. Hukum Taklifi ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu wajib,mandub, haram, makruh,
mubah.
Hukum Wadh’i adalah titah Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya sesuatu
yang lain, atau sebagai syarat bagi sesuatu yang lain atau juga sebagai penghalang (mani’) bagi
adanya sesuatu yang lain tersebut. Hukum wadh’i dibagi menjadi tiga, yaitu sebab, syarat, mani’.

2. Penutup
Demikian makalah yang dapat kami paparkan tentang hukum syar’i, semoga bermanfa’at bagi
pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya. Dan tentunya makalah ini tidak lepas
dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna
memperbaiki makalah selanjutnya. Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA

Ismail Muhammad Syah, Dkk,Filsafat Hokum Islam,Jakarta:1992, Bumi Aksara.


Koto Alaiddin .ILMU FIQH dan USHUL FIQH.Jakarta:2009,PT Raja Grafindo Persada.
Nasrun Haroen,Ushul Fiqh I.Jakarta:1997, Logos.
Rokhmad Abu, Mata Kuliah Ushul Fiqh, Semarang:2009, Fakultas Dakwah Iain
Walisongo
Abdul Wahhab Al Khallaf, 2003, Ilmu Ushul Fikih, Pustaka Amani Jakarta.
http://bilqolami.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hukum-taklifi-dan-wadhi.html
http://evendimuhtar.blogspot.co.id/2014/05/hukum-wadhi.html
Abdul Wahhab Khallaf . ILMU USHUL FIQIH.Semarang:2014. Dina Utama Semarang.

Anda mungkin juga menyukai