Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“RIBA DAN BUNGA BANK”

Dosen Pengampu : Muhammad Wardany Anwar, S.H.I, M.H.

Kelompok 7 :

Afifah Nur Rahmam Amem (1821030432)

Novita Sari (1821030449)

Sesa Wulan Mentari (1821030445)

Nabila Nur Arifia Putri (1821030417)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “RIBA DAN BUNGA BANK”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Bandarlampung, 23 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..2

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4

A. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….4

B. Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………..5

A. Pengertian Riba………………………………………………………………………..6

B. Pandangan- Pandangan Tentang Hukum Riba………………………………………..6

C. Pemanfaatan Harta Riba ……………………………………………………………..10

D. Bunga Bank…………………………………………………………………………..11

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………15

A. Kesimpulan ………………………………………………………………………….15

B. Saran …………………………………………………………………………………15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak dahulu, Allah SWT telah mengharamkan riba. Keharamannya adalah abadi dan
tidak boleh dirubah sampai hari kiamat. Bahkan hukum ini telah ditegaskan dalam Shari’ah
Nabi Musa AS, Isa AS, sampai pada Nabi Muhammad SAW. Tentang hal tersebut, Al-
Qur’an telah mengabarkan tentang tingkah laku kaum Yahudi yang dihukum Allah SWT
akibat tindakan kejam dan amoral mereka, termasuk didalamnya perbuatan memakan harta
riba. Dalam sejarahnya, orang Yahudi adalah kaum yang sejak dahulu berusaha dengan
segala cara menghalangi manusia untuk tidak melaksanakan Shari’ah Allah SWT. Mereka
membunuh Para Nabi, berusaha mengubah bentuk isi Taurat dan Injil, serta menghalalkan
apa saja yang telah diharamkan oleh Allah SWT, misalnya menghalalkan hubungan seksual
antara anak dan ayah, membolehkan adanya praktek sihir, menghalalkan riba sehingga
terkenallah dari dulu sampai sekarang bahwa antara Yahudi dengan perbuatan riba adalah
susah dipisahkan.

Dalam kehidupan kaum muslimin yang semakin sulit ini, memang ada yang tidak
memperdulikan lagi masalah halal dan haramnya bunga bank. Bahkan ada pendapat yang
terang-terangan menghalalkannya. Ini dikarenakan keterlibatan kaum muslimin dalam sistem
kehidupan sekularisme-kapitalisme barat serta sistem sosialisme-atheisme. Bagi yang masih
berpegang teguh pada hukum Shari’at Islam, maka berusaha agar kehidupannya berdiri diatas
keadaan yang bersih dan halal.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari riba?
2. Apa pandangan tentang hukum riba?
3. Bagaimana pemanfaatan hukum riba?
4. Apa itu bunga bank?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian riba
2. Untuk mengetahui pandangan islam tentang hukum riba
3. Agar kita mengetahui pemanfaatan riba
4. Untuk mengetahui pengertian bunga bank

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riba

1. Pengertian Riba

Menurut terminologi/bahasa, riba adalah ziyadah artinya tambahan. Riba idza zada wa’alaa,
sesuatu itu riba apabila ia bertambah atau meninggi. Menurut istilah, atau Shara’ Riba adalah
tambahan terhadap modal tetapi dalam istilah hukum islam, Riba sebagai tambahan dengan
kriteria tertentu. Riba adalah kelebihan sepihak yang dilakukan oleh salah satu dari dua orang
yang bertransaksi.1

Dalam mengartikan rumusan Riba berbeda-beda tetapi intinya sama yaitu tambahan
(ziyadah). Istilah Riba yang dipakai sebagai pegangan adalah tambahan tanpa imbalan yang
disyaratkan kepada salah satu antara kedua belah pihak yang melakukan Mu’ammalah utang
piutang atau tukar menukar barang.

Jika dikaitkan dengan utang piutang, maka Riba adalah tambahan tanpa imbalan yang
diisyaratkan oleh pihak yang meminjamkan atau berpiutang kepada pihak peminjam atau
berhutang.

Para Ulama’ berbeda-beda dalam merinci macam-macam Riba. Ibn Rusyd


menyebutkan: Riba terdapat pada dua perkara, yaitu pada jual beli dan pada jual beli
tanggungan, pinjaman atau lainnya. Satu dari dua macam riba ini telah disepakati oleh para
ulama’ tentang keharamannya yaitu Riba Jahiliyyah. Riba dalam jual beli ada dua macam
yaitu nasiah dan tafadul. Ada juga ulama’ yang membagi riba atas, riba fard, riba yad, riba
nasa, riba qard.2

Ibnu Qayyim membagi Riba atas dua bagian: jaly dan khafiy. Riba Jaly adalah Riba
Nasiah, diharamkan karena mendatangkan madhorot yang besar. Riba yang sempurna (riba

1
El-Jurjani, Al-Ta’rifat (Mesir: Syarihal Maktabah Wa Matba’ah Musthofa Al-Babi Al-Halabi Wa Auladun,
1938) Hlm. 97
2
Muhammad Al-Syarbaini Al-Khathib, Mughni Al-Muhtaj (Syarh Al-Minhaj) (Mesir: Mustafa Al-Babi Al-
Halabi Wa Auladuh, 1958). 21.

5
alkamil) adalah Riba Nasiah. Riba ini berlaku pada masa Jahilyyah. Riba Khafiy diharamkan
untuk menutup terjadinya Riba Jaly.3

Menurut para ulama’ fiqh, Riba dapat dibagi menjadi empat macam, masing-masing:

a. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan
tidak sama timbangannya atau takaran nya yang diisyaratkan oleh orang yang
menukarkan. Contoh: tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras
dengan beras.
b. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi yang meminjami. Contoh: Ahmad meminjam uang sebesar
25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan agar Ahmad mengembalikan
hutangnya kepada Adi sebesar 30.000 maka tambahan 5.000 merupakan Riba
Qardh.
c. Riba Yard, yaitu berpisah dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya:
orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang
tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli
seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih terdapat ikatan dengan pihak
pertama.
d. Riba Nasiah, yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupun yang tidak
sejenis yang pembayarannya diisyaratkan lebih, dengan diakhiri oleh yang
meminjam. Contoh: Aminah membeli cincin seberat 10 gram. Oleh penjual
diisyaratkan pembayarannya tahun depan dengan cicin emas seberat 12 gram.
Dan apabila terlambat satu tahun lagi maka tambah dua gram lagi menjadi 14
gram dan seterusnya.

2. Pandangan-Pandangan Tentang Hukum Riba

Hukum Riba sebagaimana Hukum Khamr, hukum riba ditetapkan secara bertahap.
Larangan riba dalam hukum islam melalui empat tahap:

1) Riba untuk menambah harta, riba sebenarnya tidaklah menambah disisi


Allah SWT. Sebagaimana diterangakan dalam Firman Allah dalam Surah
Ar-Rum ayat 39

3
Ibn Qayyim Al-Juziyyah, I’lam Al-Muaqqin II (Baerut: Dar. Al-Jail 1972) 154.

6
   
    
     
    
   

Yang artinya: “dan suatu riba atau tambahan yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia,maka riba itu tidak menambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridho’an Allah, maka yang berbuat
demikian itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.”

Ayat ini turun sebelum hijrah, belum menyatakan haramnya riba, tetapi Allah tidak
menyukainya.

2) Diceritakan bahwa orang-orang Yahudi melakukan riba, tetapi larangan


itu dilanggar oleh mereka sehingga Allah SWT murka dan diharamkan
kepada mereka sesuatu yang dihalalkan kepada mereka sebagai akibat
pelarangan yang mereka lakukan. Sebagaimana dalam Surah An-nisa’
ayat 160-161:

   


   
    
 

Yang artinya: “maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas
mereka memakan makanan yang baik-baik yang dahulu dihalalkan bagi mereka. Dan karena
mereka bahyak menghalangi manusia dari jalan Allah,” (Q.S An-Nisa’:160) .

   


   
  
   


7
Yang artinya“dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka
dilaarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”
(Q.S An-Nisa’:161).

Ayat ini turun sesudah hijrah (Ayat Madaniyah). Menceritakan orang-orang Yahudi
yang melanggar perintah Allah yang akhirnya dikutuk. Ayat ini belum secara jelas
ditunjukkan kepada kaum muslimin tetapi secara sindiran telah menunjukkan bahwa kamu
pun wahai kaum muslimin jika berbuat demikian akan mendapat kan kutukan juga
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi.

3) Turunnya ayat yang melarang riba yang berliapat ganda. Firman Allah
dalam Surah Ali Imron ayat 130 menyebutkan

   


  
    
 

Artinya: “Hai orang-ornag yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan
keberuntungan.”

4) Larangan sisa-sisa riba yang masih ada: Firman Allah dalam Surah Al-
Baqoroh ayar 278-279

  


     
    

Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Q.S Al-
Baqarah : 278) .

8
    
     
    
  

Artinya “maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memarangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak pula
menganiaya.” (Q.S Al-Baqoroh: 279).

Ayat ini dengan tegas melarang adanya riba yang masih ada waktu ayat ini
diturunkan. Dengan larangan yang bertahap-tahap. Tampak dalam menerapkan hukum-
hukum islam ditempat taqliq (berangsur-angsur) seperti Hadis Rasulullah dari Abu Hurairrah
yang artinya: “Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa yang ketika itu semua
orng memakan riba. Yang tidak makan secara langsung akan menerima debunya.”

Meski secara sanad Hadist diatas merupakan hadist yang lemah namun makna yang
terkandung didalamnya adalah benar, dan zaman tersebut pun telah tiba. Betapa riba dengan
berbagai kedoknya saat ini telah menjadi konsumsi publik bahkan suatu yang mendarah
daging di tengah banyak kalangan. Padahal ancaman dari Nabitentang riba sungguh
mengerikan bagi orang yang masih memiliki iman kepada Allah dan hari Akhir.

Riba yang keharamannya disepakati oleh para Ulama’ adalah Riba Jahiliyyah yang
dalam Alqur’an jelas terlarang. Gambarannya adalah mereka meminjamkan uang atau
barang, bertanggung waktu dan ditentukan tambahan. Peminjam berkata “tangguhkan
pembayaran, aku akan tambah”. 4
Mohammad Abduh berpendapat bahwa Riba yang
diharamkan dalam Al-Qur’an adalah Riba yang berlipat ganda. Riba ini adalah Riba
Jahilyyah atau Riba Nasiah. 5

Secara garis besar pandangan tentang Riba diatas dapat dikelompokkan dalam dua
bagian yaitu: kelompok pertama mengharamkan riba, besar atau pun kecil. Kelompok kedua
mengharamkan riba yang berlipat ganda. Tambahan yang kecil menurut kelompok kedua
tidak digolongkan dalam riba. Setiap pinjaman yang disyaratkan ada tangguhan waktu

4
Ahmad Sukarja, Dalam Problematika Islam Kontemporer (Jakarta: Pustaka Firdaus 1997). 35-39.
5
Rosyid Ridho, Tafsir Al-Manar (Beirut: Dar Al-Ma’rifat). 114.

9
pengembalian, menurut kelompok pertama haram, sedangkan menurut kelompok kedua yang
diharamkan adalah tambahan pengembalian pinjaman yang berlipat ganda.

3. Pemanfaatan harta riba

Pembahasan tentang metode pengelolaan harta riba baik yang diperoleh dari
perbankan atau lainnya, bahwa kita berkewajiban untuk melepaskan harta riba, dan tidak
dibenarkan untuk menggunakannya, baik dimakan atau digunakan dalam kepentingan
lainnya. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang dikemanakan harta riba yang terlanjur
kita peroleh secara gelobal, Ulama’ terbagi menjadi dua kelompok: Pertama: mereka
berpendapat, harta riba yang terlanjur kita dapatkan harus diinfakkan dalam kepentingan
masyarakat umum dan yang tidak terhormat, semacam pembangunan jalan raya, jembatan,
jamban umum, atau yang serupa. Tidak dibenarkan untuk membangun masjid, atau diberikan
kepada fakir miskin.

Kedua: mereka berpendapat harta riba dapat harus kita salurkan pada kegiatan-
kegiatan sosial, baik yang kegunaannya dirasakan oleh masyarakat umum, semisal
pembangunan madrasah atau hanya dirasakan oleh sebagian orang saja. Misalnya dibagikan
kepada fakir miskin.

Pendapat kedua inilah yang lebih kuat, yang demikian itu dikarenakan beberapa
alasan berikut:

a. Tidak ada dalil yang membedakan antara amal sosial yang


kegunaannya dirasakan oleh masyaakat umum dari yang manfaatnya
dirasakan oleh sebagian orang saja.
b. Harta haram dalam islam dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok:
 Harta haram karena zat nya, semisal babi, anjing, bangkai, dan
khamr. Barang-barang ini diharamkan dalam segala keadaan
dan tetap saja haram walaupun diperoleh dengan cara-cara yang
halal, mislanya dengan berburu atau membeli atau hibah.
 Harta haram karena memperolehnya bukan karena zat nya
misalnya harta curian, penipuan dan riba. Harta-harta ini haram
karena cara memperolehnya, walaupun asal-usulnya adalah
halal.

10
Dengan demikian harta riba haram karena diperoleh dengan cara-cara yang
diharamkan yaitu riba akan tetapi uang itu tidak dapat dinyatakan haram. Selanjutnya bila
harta riba itu diberikan kepada fakir miskin, berarti harta itu berpindah kepada mereka
dengan cara yang dibenarkan, bukan dengan cara riba. Oleh karena itu dahulu nabi tetap
berniaga dengan orang-orang yahudi padahal beliau mengetahui bahwa orang yahudi
mendapatkan sebagian hartanya dengan meperjualbulikan babi, khamr, dan menjalankan riba.
Yang demikian itu dikarenakan nabibertransaksi dengan yahudi dengan cara-cara yang
dibenarkan sehingga perbuatan yahudi meperjual belikan babi dibelakang beliau tudak
menjadi masalah.

C. Bunga Bank

1. Fungsi Bank

Bank atau Perbankan adalah Lembaga keuangan yang usaha pokokny adalah
memberikan kredit atau jasa-jasa dalam lalu linntas pembayaran dan peredaran uang dengan
tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Menurut fungsinya
Bank terdiri dari Bank Primer yaitu Bank sirkulasi dan yang menciptakan Uang. Serta Bank
Sekunder yaitu Bank yang terdiri dari Bank Umum, Bank Tabungan pembiayaan usaha dan
sebagainya. Menurut bentuk hukumnya bank di Indonesia adalah Bank-Bank Negara, Bank-
Bank Pemerintahan Daerah, Bank-Bank Swasta Nasional, Bank Asing Campuran, dan Bank
milik Koperasi.

Menurut sejarah dan kenyataannya, Bank adalah suatu perusahaan yang bertujuan
untuk mencari keuntungan yang diperoleh dari selisih bunga yang harus dibayarkan kepada
pemberi pinjaman. Atau bunga yang harus dibayarkan kepada pemberi pinjaman atau yang
menitipkan uangnya, dengan bunga yang didapat dari pemberi pinjaman kepada orang lain.

Diantara kegiatan-kegiatan Bank antara lain adalah:

A. . Menerima pinjaman dan simpanan


B. . Memberi pinjaman kepada orang atau badan yang memerlukan
C. . Mengirim uang
D. . Menukarkan mata uang
E. . Mengeluarkan uang kertas

11
Bagaimana pandangan islam atau hukumnya tentang pelaksanaan menerima pinjaman dan
memberikan pinjaman dengan memberikan pinjaman dengan menggunakan bunga. Apabila
seseorang menitipkan uang pada suatu bank, si penitip menandatangani blangko formulir
yang sudah disediakan oleh bank. Dalam blangko tersebut sudah dinyatakan antara lain
tentang bunga yang diterima atau dibayarkan. Dengan menandatangani blangko tersebut
berarti si penitip telah memperbolehkan pihak si penyimpan untuk mempergunakan uang
titipannya dan sebagai imbalannya ialah pemberian pihak penyimpan atau bank karena
memakai uang tersebut yang disebut dengan bunga.

Sebaliknya apabila bank memberikan pinjaman kepada seseorang atau badan usaha,
bank menyediakan blanko formulir yang harus ditandatangani dimana telah tercantum bunga
yang harus di bayar oleh peminjam sebagai imbalan dari pemakai pinjaman tersebut dalam
jangka waktu tertentu.6

Yang menjadi permasalahan adalah apakah bunga bank sama dengan riba yang
dilarang dalam Islam. Salah satu pertimbangan untuk menentukan kedudukan yang dilihat
dari Hukum Islam adalah bahwa lembaga perbankan pada masa Rosulullah belum ada.
Karena itu perbankan dalam Hukum Islam termasuk masalah ijtihadiyah.

2. Pandangan-pandangan tentang hukum bunga bank

Di antara pekerjaan yang dikelola bank maka yang menjadi topik permasalahan dalam
fiqih adalah masalah bunga yang. Sebab, secara umum tujuan usaha bank adalah untuk
memperoleh keuntungan dari pedagang kredit. Bank memberikan kredit kepada orang luar
dengan memungut bunga melalui pembayaran kredit. Selisih pembayaran yang disebut bunga
itulah yang menjadi keuntungan usaha bank. Dalam masalah ini para intelektual dan ulama’
modernis mempunyai pendapat yang berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang mereka.

Ada segolongan dari mereka yang mengharamkanya karena bunga bank tersebut di
pandang sebagai riba. Tetapi segolongan lainnya menghalalkannya.

Ke dalam kubu pertama(yang mengharamkan bunga bank), tersebutlah Muhammad


Abu Saud (mantan penasehat Bank Pakistan), berpendapat bahwa segala bentuk rante bank)

6
Fuad muhammad fahruddin, riba dalam bank,koperasi perseroan dan asuransi (bandung:al-ma’arif,1985), 44-
60

12
yang terkenal dalam sistem perekonomian sekarang ini adalah riba. Lalu kita mendengar
pendapat dari Muhammad Abu Zahroh, guru besar Hukum Islam pada fakultas hukum
universitas cairo yang memandang bahwa riba nasiah sudah jelas keharamannya dalam al-
quran. Akan tetapi banyak orang tertarik pada perekonomian orang yahudi yang saat ini
menguasai perekonomian dunia.

Mereka memandang bahwa sistem riba itu kini bersifat darurat yang tidak mungkin
dapat dielakkan. Lantas mereka menak’wilkan dengan membahas makna riba. Padahal sudah
jelas bahwa makna riba itu adalah riba yang dilakukan oleh semua bank yang ada dewasa ini
dan tidak ada keraguan tentang keharamannya. Buya Hamka secara sederhana memberikan
batasan bahwa arti riba adalah tambahan. Maka, apakah tambahan berlipat ganda atau
tambahan dari 10 menjadi 11, atau tambahan 6% atau tambahan 10% dan sebagainya tidak
dapat tidak tentu terhitung riba juga.

3. Bank bebas bunga

Perbankkan syariah atau perbankkan islam adalah suatu sitem perbankkan yang di
kembangkan berdasarkan shariah Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam Agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang
di sebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang di kategorikan haram
misal usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram usaha media
yang tidak Islami di mana hal ini tidak dapat di jamin oleh sistem perbankan konvensional7

Berdirinya bank islam tidak terlepas dari tumbuhnya kesadaran umat islam dalam
mengamalkan ajaran agama nya secara utuh tidak hanya dibidang ubbudiyyah tetapi juga
dalam praktek dalam bidang ekonomi, sosial, politik hukum dan lain lain. Bank Islam yang
populer dengan sebutan bank bebas bunga dari dimensi kesejarahan mengapa ia lahir adalah
merupakan perwujudan dari penolakan sebagian umat Islam terhadap bank konvensional
yang menjalankan praktek berdasarkan sistem ribawi atau bunga karena hal itu sangat jelas
dilarang oleh Allah.

Bank Islam merupakan lembaga keuangan yang relatif masih muda usianya Bank
Islam pertama kali dipopulerkan oleh Islamic Devolepmen Bank(IDB) yang berpusat di Arab
Saudi sebagaimana diketahui bahwa Bank Islam tidak mengenakan bunga pada pemilik uang
dan peminjam namun menurut kebiasaan di IDB tetap dikenakan pembayaran biaya pada

7
Phill.sahiron syamsuddin al-Quran isu isu konteporer 2011,.454

13
peminjam sebesar 2,5% pertahun di sesuaikan menurut tingkat inflasi yang berlangsung pada
saat itu. Kendati begitu, kreditur deposan dan penabung tetap mendapatkan bagian atau
keuntungan dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank atau pihak lain.

Besarnya pinjaman tidak diukur dalam ukuran prosentase namun diukur dari nilai
nominal, artinya bila ada sesuatu kegagalan dalam usaha, resiko di tanggung bersama sesuai
proporsi bagian laba. Begitu kalau ada keuntungan dari usaha pinjaman masing-masing
medapatkan bagian sesuai akad perjanjian yang dibuat antara pemodal dengan pengusaha dari
hasil keuntungan yang diperoleh dalam investasi bank membagi keuntungan tersebut pada
penyimpanan dana. Dalam praktek di IDB pembagian keuntungan biasanya 40% untuk
pemodal 60% untuk pengusaha

Jenis jenis kredit yang diberikan Bank Islam terdiri dari 3 macam yaitu:

a. Mudharabah

Adalah bank menyediakan modal berupa kredit investasi atau modal kerja atau kedua-dua
nya pengusaha menjalankan bagian usaha

b. Musyarakah

Adalah kongsi bank dan pengusaha sama-sama menyediakan modal dan juga memutar
usahanya

c. Murabahah

Adalah semacam usaha yang mirip dengan kredit pemberian barang atau sewa.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seorang muslim siapapun orangnya hendaknya mengetahui sistem dan praktek riba yang
banar benar dilarang oleh allah. Namun demikian, allah memberikan kehalalan bagi jual beli
dan mengharamkan riba. Bahwa bunga konsumtif yang di punggut dari bank tidaklah sama
dengan riba. Karena di sana tidak ada unsur ppenganiayaan. Kecuali jika bunga konsumtif itu
di pungut oleh lintah darat, maka itu dapat di pandang riba, adapun jika dipungut dari orang
yang meminjam di pakai untuk tujuan-tujuan yang produktif seperti untuk perniagaan asalkan
saja tidak ada dalam teknis pemungutan tersebut unsur paksaan atau pemerasan maka tidak
salah dan tidak ada keharaman baginya .

Apabila kita masih terbayang –bayang dengan riba tanpa mengetahui seluk beluk nash
tentang turunya ayat tentang riba bagaimana cara operasi dan pemanfaatanya dalam konteks
kekinian maka kita akan tertinggal jauh dari dunia ekonomi yang selama ini didominasi oleh
yahudi. Padahal kita disuruh untuk kaya agar bisa bersedekah infaq dan shodaqoh. Lebih-
lebih bagaimana dengan nasib pegawai negeri golongan rendah yang hanya mengandalkan
SK sebagai bahan agunan di bank.

Oleh karena itu, sistem dan praktek riba telah menjadi sistem dunia yang dipraktek
kan dimana-mana maka untuk keluar dari hal tersebut sangatlah tidak mudah. Kiranya perlu
bersyukur bahwa para pakar ekonomi islam telah berijtihad dalam menghasilkan konsep
perbankan non romawi atau populer dengan nama bank islam(bank bebas bunga) yang
mempraktekan sistem bank bagi hasil

B. Saran

Demikian makalah yang dapat kami paparkan tentang riba dan bunga bank, semoga
bermanfa’at bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya. Dan tentunya
makalah ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif
sangat kami butuhkan, guna memperbaiki makalah selanjutnya. Terima kasih

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jurjani, Al-Ta’rifat (Mesir: Syarihal Maktabah Wa Matba’ah Musthofa Al-Babi Al-Halabi


Wa Auladun, 1938)

fahruddin ,Fuad muhammad, riba dalam bank,koperasi perseroan dan asuransi (bandung:al-
ma’arif,1985)
syamsuddin, phill.sahiron al-Quran dan isu isu konteporer (uin sunan kalijogo jogjakarta
2011)

16

Anda mungkin juga menyukai