NAMA KELOMPOK :
Islam merupakan agama yang benar-benar bersumber dari Allah SWT, yang tidak
ada keraguan sedikitpun mengenai kebenaran-Nya. Islam lahir sebagai Agama yang
menyempurnakan agama-agama terdahulu yang sudah banyak dikotori oleh campur tangan
pemeluknya sendiri. Islam mempunyai sumber ajaran utama yaitu al-Qur’an yang mutlak
benarnya karena bersumber langsung dari Allah SWT, yang kedua yaitu Hadits sebagai
sumber kedua setelah al-Qur’an. Di dalam Islam juga dikenal adanya Ra’yu atau akal
pikiran (ijtihad) yang digunakan sebagai sumber pendukung untuk mendapatkan hukum bila
di dalam al-Qur’an dan Hadits tid-ak ditemui. Islam juga mempunyai berbagai karakteristik
yang sangat luwes dan toleran, sehingga Islam menjadi sangat menarik bagi pemeluknya.
Islam juga memiliki moralitas yang tangguh dan kuat yang di dalamnya mencakup aspek-
aspek dalam berbagai segi kehidupan. Di dalam Islam juga dikenal pembaharuan atau
modernisitas yang semuanya itu adalah untuk mencapai kekuatan dan kemajuan Islam.
Untuk selengkapnya akan dibahas dalam makalah kami.
II. RUMUSAN MASALAH
C. Moralitas Islam
-
III. PEMBAHASAN
a. Alqur’an
Menurut pendapat yang paling kuat, seperti yang dikemukakan oleh Subni
Shalih, Alqur’an berarti bacaan. Ia merupakan kata turunan (mashdar) dari kata
qara’a (fi’il madhi) dengan arti ism al-maf’ul, yaitu maqru’ yang dibaca (alqur’an
terjemahannya, 1990: 15). Pegertian ini merujuk pada sifat alqur’an yang
difirmankan-Nya dalam alqur’an (Q.S. Alqiyamah [75]:7-18), dalam ayat tersebut
Allah berfirman.
1
[1] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, hlm. 24
[2] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 65
[3] Drs. Atang Abd. Hakim, M.A. dan Dr. Jaih Mubarok, Metodologi Studi islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000) hlm. 69
Kemudian secara istilah secara lengkap dikemukakan oleh Abd. Al-
Wahhab Al-Khallaf. Menurutnya Al-qur’an adalah firman Allah yang diturunkan
kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui jibril dengan
menggunakan bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadiakan hujjah
bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rosulullah, menjadi undang-undang bagi
manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan
pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun
dalam mushaf, dimulai dari surat Al-fatihah dan diakhiri dengan surat Al-nas,
disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi baik secara
lisan maupu-n tulisan serta terjaga dari perubahan dan penggantian.[4]
1) Al-huda (petunjuk)
2) Al-furqan (pemisah)
3) Al-syifa (obat).
4) Al-mau’izah (nasihat).
2
[4] Abd. Al-Wahab al-Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Jakarta: Al-Majelis al-‘Ala al-Indonesia li al-Da’wah al-
Islamiyah,1972), cet. IX, hlm. 23.
Dalam alqur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasihat bagi
orang-orang yang bertaqwa. Allah berfirman, “Al-qur’an ini adalah
penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-
orangg yang bertaqwa.” (Q.S. Ali Imran [3]: 138)[5]
b. Al-Hadis
Al-Hadis berkedudukan sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-
qur’an. Selain didasarkan pada keterangan-keterangan ayat-ayat Alqur’an dan Hadis
juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat.[6] Yakni seluruh sahabat
sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah
masih hidup maupun setelah beliau wafat.[7]
3
[5] Drs. Atang Abd. Hakim, M.A. dan Dr. Jaih Mubarok, Op. Cit, hlm. 70-71
[6] Apa-apa yang disampaikan Rasulullah kepadamu, terimalah, dan apa-apa yang dilarangnyabagimu
tinggalkanlah. (Q.S. Al-Hasyr, 7); dan kami tidak mengutus seorang rosul, melainkan untuk ditaati dengan izin
Allah. (Q.S. An-Nisa’ 64)
[8] Taqrir adalah perbuatan yang dilakukan oleh sahabat dihadapan Rasulullah dan beliau mengetahuinya,
Rasulullah tidak melakukan perbuatan tersebut, juga tidak melarang sahabat melakukannya.
Sedangkan ulama’ ahli ushul fiqh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
hadits adalah.
“Segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi SAW yang berkaitan dengan
penetapan hukum.”
-“Jalan atau cara yang merupakan kebiasaan yang baik atau jelek. (Nur al-‘
Athar, 1979: 27)”
Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua
setelah al-qur’an. Kesepakatan mereka didasarkan pada nas, baik yang terdapat dalam
al-qur’an maupun hadits. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi (lihat Jalal al-din Abd.
Al-Rahman bin Abi Bakr al-Suyuti, th. 505)
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu, yang kalian tidak akan sesat
selamanya, yaitu kitab Allah (Al-quran) dan Sunnah Rasul.
a. Pengertian Ijtihad
4
[9] Drs. Atang Abd Hakim, M. A dan Dr. Jaih Mubarok, Op. Cit, hlm. 95
Menurut Abu Zahra, secara istilah, arti ijtihad ialah:[10]
ﺍﻟﺘﻔﺼﻴﻟﻴﺔ ﻟﺘﻬﺎ ﺍﺩ ﻤﻦ ﺍﻟﻌﻤﻟﻴﺔ ﺍﻻﺤﻜﺎﻡ ﺍﺴﺘﻨﺑﺎﻂ ﻔﻰ ﻮﺴﻌﻪ ﺍﻟﻔﻗﻴﻪ ﺒﺬﻝ
b. Dasar-dasar Ijtihad
Adapun yang menjadi dasar hukum ijtihad ialah al-Qur’an dan al-Sunnah.
Diantara ayat al-Qur’an yang menjadi dasar ijtihad adalah sebagai berikut:
5
Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya hadits ‘Amr bin
al-‘Ash yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang
menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bersabda:
5
[10] Ibid, hlm. 97
[11] Ibid, hlm. 98
[12] Hasan Ahmad, Pintu Ijtihad Sebelum Tutup, (Bandung: Pustaka Bandung, 1984), hlm. 104
ﻮﺍﺤﺪ ﺍﺟﺮ ﺍﺨﻄﺄ ﻔﻟﻪ ﺛﻡ ﻔﺎﺟﺗﻬﺩ ﺤﻜﻡ ﺍﺟﺮﺍﻦ ﺍﺬﺍ ﻔﻟﻪ ﻔﺎﺼﺎﺐ ﻔﺎﺟﺗﻬﺩ ﺍﻟﺤﺎﻜﻡ ﺤﻜﻡ ﺍﺬﺍ
c. Syarat-syarat Mujtahid[14]
1) Mukalaf, karena hanya mukalaf yang mungkin dapat melakukan penetapan
hukum.
2) Mengetahui makna-makna lafad dan rahasianya
3) Mengetahui keadaan mukhathab yang merupakan sebab pertama terjadinya
perintah atau larangan.
4) Mengetahui keadaan lafad; apakah memiliki qarinah atau tidak.
d. Macam-macam Mujtahid[15]
1) Mujtahid Mutlak
2) Mujtahid Mazhab
Yaitu para mujtahid yang mengikuti salah satu mazhab dan tidak
membentuk suatu mazhab tersendiri akan tetapi dalam beberapa hal mereka
berijtihad mungkin berbeda pendapat dengan imamnya.
6
[13] Op. Cit, hlm. 99
e. Hukum Ijtihad
B. Karakteristik Islam
Istilah “karakteristik ajaran Islam” terdiri dari dua kata: karakteristik dan ajaran
Islam. Karakteristik adalah sesuatu yang mempunyai karakter atau sifatnya yang khas.
[17]Islam adalah agama yang diajarkan Nabi Muhammad saw., yang berpedoman pada
kitab suci Al-Qur’an dan diturunkan di dunia ini melalui wahyu Allah SWT.[18] 7
7
[16] Op. Cit, hlm. 105
[17] Badudu dan zain, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm. 617
[18] Pusat Depennas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 444
Dari pengertian dua kata tersebut, karakteristik ajaran Islam dapat diartikan sebagai suatu
ciri khas dari ajaran yang diajarkan Nabi Muhammad yang mempelajari tentang berbagai
ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia dalam berbagai bidang agama , muamalah,
yang di dalamnya termasuk ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan, pekerjaan,
lingkungan hidup, dan disiplin ilmu, yang kesemuanya itu berpedoman kepada Al-Qur’an
dan Hadits. Dari sini dapat dilihat bahwa Islam memiliki karakteristik yang universal
sehingga mampu menjangkau lapisan masyarakat yang berlainan dan beragam model dan
bentuknya. Dan dengan itulah Islm memberikan banyak solusi dalam berbagai bidang
kehidupan disepanjang zaman. Dan inilah yang merupakan karakteristik dari ajaran Islam
yang hakiki.
Islam itu agama yang Kitab Sucinya dengan tegas mengakui hak agama lain,
kecuali yang berdasarkan paganisme dan syirik. Kemudian pengakuan akan hak
agama-agama lain dengan sendirinya merupakan dasar paham kemajemukan sosial
budaya dan agama, sebagai ketetapan Tuhan yang tidak berubah-ubah.[19]
Artinya: Dan kami teruskan jejak mereka dengan mengutus ‘Isa putra Maryam,
membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan kami menurunkan Injil
kepadanya, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, dan membenarkan kitb yang
sebelumnya yaitu Taurat, dan sebagai petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang
yang bertakwa.[20]8
[19] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 5, hlm. 80
8
[20] Deprtemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al Huda, 2005), hlm. 117
Dari- ayat di atas, kaum muslim diperintahkan berpegang teguh kepada ajaran
kontinuitas dengan beriman kepada semua Nabi dan Rasul tanpa kecuali dan tanpa
membeda-bedakan antara mereka. Bahkan Al-Qur’an tepatnya dalam Qs. Al-Baqarah
ayat 62 juga mengisyaratkan bahwa para penganut berbagai agama (Yahudi, Nasrani,
Sabi’in), asalkan percaya Tuhan dan Hari Akhir serta berbuat kebajikan, semua akan
mendapat pahala. Dengan demikian karakteristik Islam dalam bidang keagamaan
bersifat toleran, pemaaf, tidak memaksakan, dan saling menghargai, karena dalam
pluralitas agama terdapat unsur kesamaan yaitu pengabdian pada Tuhan.
Ibadah dapat diartikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan
mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala yang dilarang-Nya, dan mengamalkan
segala yang diizinkan-Nya. Ibadah ada yang bersifat khusus dan umum. Ibadah
khusus dapat diartikan sebagai apa yang telah ditetapkan Allah akan perinci-
perinciannya, tingkat dan cara-caranya tertentu. Misalnya bilangan salat lima waktu
serta tata cara mengerjakannya, ketentuan ibadah haji dan tata cara mengerjakannya.
Dalam yurisprudensi Islam telah ditetapkan bahwa dalam urusan ibadah khusus tidak
boleh ada “kreativitas”, sebab yang meng”create” atau yang membentuk suatu ibadah
dalam Islam dinilai sebagai bid’ah yang dikutuk Nabi sebagai kesesatan.[21]
[22] Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Karakteristik Islam Kajian Analitik , (Surabaya: Risalah Gusti, 1994), hlm.
1
4. Bidang Pendidikan
Dalam bidang sosial, ciri khas yang diajarkan Islam yaitu ajaran yang
bertujuan untuk mensejahterakan manusia. Berbagai ajaran yang diajarkan Islam
untuk mensejahterakan manusia antara lain sikap toleransi meskipun dengan umat
yang berbeda agama, sikap tolong mnolong, kesamaan derajat, kesetiakawanan,
tenggang rasa, kegotong royongan atau kebersamaan, dan lain sebagainya
Islam merupakan agama yang memiliki ajaran dalam segala bidang, dalam
urusan kehidupan duniapun dalam hal ini bidang ekonomi, Islam mengajarkannya
untuk kesejahteraan manusia, karena Islam memandang bahwa manusia itu harus
hidup seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Adapun ciri
khas ekonomi Islam yaitu:[23]
C. Moralitas Islam
10
[23] Drs. M. Yatimin Abdullah, M. A, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Hamzah, 2006), Cet. 1, hlm. 23
Islam tidak mengajarkan hidup bertapa dan hidup mewah, juga tidak
memperkenalkan moralitas tanpa agama. Tujuan dari moralitas Islam ialah membuat
manusia patut menduduki jabatannya, yakni membuatnya menjadi khalifah di bumi.
Manusia yang demikian itu adalah ideal. Dalam hadits-hadits Nabi Muhammad,
perintah-perintah moral sangat komprehensip meliputi nilai-nilai individual, sosial,
fisikal, dan spiritual (ibadah) agar manusia bisa hidup bahagia di dunia ini dan di
alam baka. Adapun contoh sumber moralitas dalam aspek spiritual (ibadah) yaitu
sembahyang (shalat), adalah sumber utama moralitas, karena shalat mampu mengatur
fikiran dan badan menuju arah yang benar. Tidak ada perbuatan yang disebut
bermoral kecuali jika ia sadar dan sesuai dengan sumber moral – ketentuan-ketentuan
al-qur’an dan Hadits serta motif-motif pribadi yang mempengaruhi suatu perbuatan –
karena, “segala perbuatan dinilai menurut niat (maksud)nya” demikian sabda Nabi.
[26]
11
[25] Dikutip M. Hamidullah dalam Itroduction to Islami, hlm: 84.
Problem teologis ini seakan - akan mendapatkan legitimasi dari kitab suci
yang dipahami secara rigit – tekstual, sehingga pemahaman atas teks suci keagamaan
tidak memasukkan dimensi sosial historis yang menjadi bagian dari basis munculnya
teks suci tiap-tiap agama terutama yang menyangkut pada agama ibrahim. Dan tiga
agama ibrahim ini akhirnya tidak pernah lepas dari pertentangan dan bahkan
perebutan wilayah dakwah- misi unntuk memperluas penganut jama’ah di tengah
masyarakat.
Selain problem teologis, problem cultural juga menjadi bagian dari rumitnya
kehidupan umat beragama yang harus direspons oleh islam. Misalnya perpindahan
agama, jika kita memiliki pemahaman yang tidak stereotype tentang agama-agama.
Sebenarnya perpindahan agama dapatlah dipandang sebagai sebuah proses social
yang wajar, tatkala perpindahan agama dilakukan dengan cara sadar, tanpa paksaan,
sebab dalam agama yang baru diyakini dapat memberikan”keberkahan” dan
keselamatan, perlindugan, secara memadai atas kehidupan yang dialaminya.
Perpindahan agama karena itu, bukan merupakan persoalan teologis yang
menghawatirka, sebab kepenganutan agama dalam tradisi masyarakat kita, lebih
dekat dengan factor keturunan dan lingkungan. Bila bapak- nenek moyang kita dan
komunitas kita beragama islam, kemungkinan akan beragama islam, demikian pula
jika beragama Kristen dan seterusnya, kita juga akan beragama Kristen. Pendek kata,
proses internalisasi keagamaan lebih banyak dipengaruhi karna factor keturunan dan
komunitasnya, bahkan teologis apalagi politik.12
12
[27] Zuly Qodir, Pembaharuan Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006), hlm.6
c. Problem Struktural
Selain problem teologis dan problem cultural, ada juga problem structural.
misalnya, problem dominannya keterlibatan negara dalam urusan agama, yakni
adanya kompilasi hukum islam yang mengatur tentang kehidupan umat beragama,
tidak saja umat islam. Sebab dalam kompilasi hukum islam mengatur pula tentang
boleh tidaknya perkawinan antar- agama, hak perwalian, hak pewaisan, dan hak
pengadopsian anak.
Di situlah kemudian ada ambiguitas dari para penganut agama yang beragam
ini. Para penganut agama tidak jarang menganut pandangan standar ganda dalam
beragama; memandang agama orang lain sebagai agama yang memiliki kebenaran,
tetapi kebenaran tersebut lebih rendah dari kebenaran agama yang dianutnya.
Pandangan agama seperti itu bukan pandangan yang pluralis tapi bisa disebut lazy
tolerance.
Oleh sebab, itu cara pandang standar ganda harus dirombak dengan cara
pandang pluralis, yang menempatkan kesetaraan dalam kebenaran agama. Sehingga
menumbuhkan adanya mutual trust antar umat beragama sebab, mutual trust akan
menghasilkan demokratisasi dalam kehidupan umat beragama yang pluralistik.13
13
[27] Zuly Qodir, Pembaharuan Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006), hlm.6
IV. KESIMPULAN
a) Islam merupakan agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada masyarakat manusia
melalui Nabi Muhammad SAW, dimana agama Islam sendiri memiliki pedoman pokok atau
sumber ajaran yang berupa kitab suci yang bernama Al-qur’an. Kemudian apabila dalam al-
qur’an masih belum terperinci maka Sunnah/Al-hadits sebagai pedoman yang kedua. selanjutnya
di dalam Islam juga dikenal adanya Ra’yu atau akal pikiran (ijtihad) yang digunakan sebagai
sumber pendukung untuk mendapatkan hukum bila di dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ditemui.
b) Karakteristik ajaran Islam merupakan suatu ciri khas dari ajaran yang diajarkan Nabi
Muhammad yang mempelajari tentang berbagai ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia dalam
berbagai bidang agama, muamalah, yang di dalamnya termasuk ekonomi, sosial, politik,
pendidikan, kesehatan, pekerjaan, lingkungan hidup, dan disiplin ilmu, yang kesemuanya itu
berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadits. Jadi, Islam memiliki karakteristik yang universal
sehingga mampu menjangkau lapisan masyarakat yang berlainan dan beragam model dan
bentuknya.
c) Moralitas Islam bertujuan membuat manusia patut menduduki jabatannya, yakni membuatnya
menjadi khalifah di bumi. Manusia yang demikian itu adalah ideal. Dalam hadits Nabi
Muhammad, perintah-perintah moral sangat komprehensip meliputi nilai-nilai individual, sosial,
fisikal, dan spiritual (ibadah) agar manusia bisa hidup bahagia di dunia ini dan di alam baka.
d) Wacana pembaharuan Islam yang muncul sekarang ini datang karena di dalam tubuh islam
merasa banyaknya persoalan-persoalan umat yang muncul, yang berbeda dan hampir tidak
ditemukan pada masa Rosulullah. Maka bermunculan Organisasi-organisasi Islam yang saling
mengkalim bahwa mereka dapat mengatasi dan menjawab permasalahan-permasalahan umat
yang ada. Akan tetapi akan lebih baik cara pandang standar harus dirombak dengan cara pandang
pluralis, yang menempatkan kesetaraan dalam kebenaran agama. Sehingga menumbuhkan
adanya mutual trust antar umat beragama sebab, mutual trust akan menghasilkan demokratisasi
dalam kehidupan umat beragama yang pluralistik, apalagi untuk sesama pemeluk Islam.
V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami sampaikan, namun kami sadar makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan inovatif
sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta
menambah khasanah keilmuan kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Hakim, Atang dan Jaih Mubarok, 2000, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Badudu dan zain, 1996, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan