A. Pendahuluan
Metode adalah satu sarana untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
konteks pemahaman al-Quran, metode bermakna: prosedur yang harus dilalui
untuk mencapai pemahaman yang tepat tentang makna ayat-ayat al-Quran.
Dengan kata lain, metode penafsiran al-Quran merupakan: seperangkat kaidah
yang seharusnya dipakai oleh mufassir (penafsir) ketika menafsirkan ayat-ayat alQuran.
Perkembangan wacana metode tafsir hingga saat ini secara garis besar
mengenalkan empat macam (metode),
yaitu: ijml (global), tahll (analitik), muqrin (perbandingan)
dan maudh (tematik).
Lahirnya metode-metode tafsir disebabkan oleh tuntutan perubahan sosial yang
selalu dinamik. Dinamika perubahan sosial mengisyaratkan kebutuhan pemahaman
yang lebih kompleks. Kompleksitas kebutuhan pemahaman atas al-Quran itulah
yang mengakibatkan, tidak boleh tidak, para mufassir harus menjelaskan
pengertian ayat-ayat al-Quran yang berbeda-beda.
Apabila diamati, akan terlihat bahwa metode penafsiran al-Quran akan menentukan
hasil penafsiran. Ketepatan pemilihan metode, akan menghasilkan pemahaman
yang tepat, begitu juga sebaliknya.
Dengan demikian, metodologi tafsir menduduki posisi yang teramat penting di
dalam tatanan ilmu tafsir, karena tidak mungkin sampai kepada tujuan tanpa
menempuh jalan yang menuju ke sana.
Al-Quran secara tekstual memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teksnya
selalu berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia. Karenanya, alQuran selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan
(ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi
sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan sebagai jalan untuk membedah makna
terdalam dari al-Quran itu. Sehingga al-Quran seolah menantang dirinya untuk
dibedah.[1]
Saat ini, banyak terjemah, tafsir, dan buku yang mengupas al-Quran. Setiap kali kita
mendengar khutbah dan ceramah, kita juga acap kali telah hafal ayat-ayat yang
disampaikan. Kita pun melaksanakan nilai dan ajaran al-Quran dalam ibadah ritual
maupun muamalah. Berbagai istilah, seperti: sabar, tawakkal, amal, ilmu,
salam,bismillhirrahmnirrahm, juga diucapkan sebagai bahasa nasional dan
bahasa sehari-hari. Tal pelak, kini situasinya sudah sangat jauh berbeda dari masa
lalu. Yang mana, sekarang, juga banyak orang sangat akrab dengan bahasa alQuran, dan mengerti intisari ajarannya walaupun tak menguasai bahasa Arab.[2]
Selama empat belas abad ini, khazanah intelektual Islam telah diperkaya dengan
berbagai macam perspektif dan pendekatan dalam menafsirkan al-Quran. Walaupun
demikian terdapat kecenderungan yang umum untuk memahami al-Quran secara
ayat per-ayat bahkan kata perkata. Selain itu, pemahaman akan al-Quran terutama
didasarkan pada pendekatan filologis gramatikal. Pendekatan ayat per-ayat atau
kata per-kata tentunya menghasilkan pemahaman yang parsial (sepotong) tentang
pesan al-Quran. Bahkan, sering terjadi penafsiran semacam ini secara tidak
semena-mena menggagalkan ayat dari konteks dan dari aspek kesejarahannya
untuk membela sudut pandang tertentu. Dalam kasus-kasus tertentu, seperti dalam
penafsiran teologis, filosofis, dan sufistis, gagasan-gagasan asing sering dipaksakan
ke dalam al-Quran tanpa memerhatikan konteks kesejarahan dan kesusasteraan
kitab suci itu.[3]
Itulah sebabnya upaya meraih kebenaran teks dan konteks sebuah ayat,
membutuhkan ilmu alat. Dengan ilmu alat, bisa lebih mudah mengaplikasikan
makna-makna al-Quran dalam kehidupan sosial. Apalagi mengenai ayat-ayat alQuran yang berkategori mutasybih, tentu kian rumit dan pelik. Dengan demikian,
penulis sangat tertarik untuk membahas tentang metode tafsir al-Quran dengan
berbagai pembahasan antara lain pengertian, sejarah dan perkembangan metode
tafsir, serta macam-macam metode tafsir yang insya Allah akan dibahas lebih luas
dalam makalah ini.
B. Pembahasan: Metode Tafsir Al-Quran
1. Pengertian Metode Tafsir
Kata metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau
jalan. Di dalam bahasa Inggris kata ini ditulis method dan bangsa Arab
menerjemahkannya dengan tharqah dan manhaj. Di dalam pemakaian bahasa
Indonesia kata tersebut mengandung arti: cara yang teratur dan terpikir baik-baik
untuk mencapai maksud {dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan[4].
Sedangkan tafsir secara bahasa mengikuti wazan tafl, berasal dari akar kata alfasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau
menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti wazan dharabayadhribu-dharban dan nashara-yanshuru-nashran. Dikatakan fasara yafsiru
dan yafsuru fasran, dan fasarahu, artinya abnahu (menjelaskannya).
Kata at-tafsr dan al-fasrmempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang
tertutup. Dalam Lisnul Arab dinyatakan: kata al-fasr berarti menyingkap yang
tertutup, sedang kata at-tafsr berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafazh
yangmusykil dan pelik.[5] Sedangkan para Ulama berpendapat: tafsir adalah
penjelasan tentang arti atau maksud firman-firman Allah sesuai dengan
kemampuan manusia (mufassir).[6]
Tafsir menurut istilah, sebagaimana yang didefinisikan Abu Hayyan ialah: Ilmu
yang membahas tentang cara pengucapan lafazh-lafazh Quran, tentang petunjukpetunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun
dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain
yang melengkapinya.
Jadi, yang dimaksud metode tafsir al-Quran adalah suatu cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Quran atau lafazh-lafazh
yang musykil yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad s.a.w..
2. Sejarah Perkembangan Metode Tafsir
Sejak Rasulullah s.a.w. dikenal dua cara penafsiran al-Quran. Pertama, penafsiran
berdasarkan petunjuk wahyu. Kedua, penafsiran berdasarkan ijtihad atau rayi. Di
masa sahabat, sumber untuk memahami ayat-ayat Al-Quran di samping ayat AlQuran sendiri, juga riwayat dari Nabi s.a.w. dan ijtihad mereka. Pada abad-abad
selanjutnya, usaha untuk menafsirkan al-Quran berdasarkan rayi atau nalar mulai
berkembang sejalan dengan kemajuan taraf hidup manusia yang di dalamnya sarat
dengan persoalan-persoalan yang tidak selalu tersedia jawabannya secara eksplisit
dalam al-Quran.[7]
Pada zaman Nabi s.a.w. dan para sahabat, pada umumnya mereka adalah ahli
bahasa Arab dan mengetahui secara baik latar belakang turun ayat (asbb annuzl), serta mengalami secara langsung situasi dan kondisi umat ketika ayat-ayat
al-Quran turun. Dengan demikian, mereka relatif lebih mampu untuk memahami
ayat-ayat al-Quran itu secara benar, tepat, dan akurat. Berdasarkan kenyataan
sejarah yang demikian, maka untuk memahami suatu ayat, mereka tidak begitu
membutuhkan uraian yang rinci, tetapi cukup dengan isyarat dan penjelasan global
(ijmliy). Itulah yang membuat lahir dan berkembangnya tafsir dengan
metode ijmliy(global) dalam penafsiran al-Quran pada abad-abad pertama.
Pada periode berikutnya, umat Islam semakin majemuk dengan berbondongbondong bangsa non-Arab masuk Islam, terutama setelah tersebarnya Islam ke
daerah-daerah yang jauh di luar tanah Arab. Kondisi ini membawa konsekuensi logis
terhadap perkembangan pemikiran Islam; berbagai peradaban dan kebudayaan
non-Islam masuk ke dalam khazanah intelektual Islam. Akibatnya, kehidupan umat
Islam menjadi terpengaruh olehnya. Untuk menghadapi kondisi yang demikian para
pakar tafsir ikut mengantisipasinya dengan menyajikan penafsiran-penafsiran ayatayat al-Quran yang sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan kehidupan
umat yang semakin beragam.
Kondisi seperti yang digambarkan itulah yang merupakan salah satu pendorong
lahirnya tafsir dengan metode analitis (tahlliy), sebagaimana tertuang di dalam
kitab-kitab tafsir tahlliy, seperti Tafsir ath-Thabari dan lain-lain. Metode penafsiran
serupa itu terasa lebih cocok di kala itu karena dapat memberikan pengertian dan
Ulama selalu berusaha untuk memahami kandungan al-Quran sejak masa ulama
salaf sampai masa modern. Dari sekian lama perjalanan sejarah penafsiran alQuran, banyak ditemui beragam tafsir dengan metode dan corak yang berbedabeda. Dari sekian banyak macam-macam tafsir, ulama coba membuat
menglasifikasikan tafsir dengan sudut pandang yang berbeda-beda antara yang
satu dengan yang lainnya.
M. Quraish Shihab, dalam bukunya Membumikan al-Quran, membagi tafsir
dengan melihat corak dan metodenya menjadi; tafsir yang bercorak matsr dan
tafsir yang menggunakan metode penalaran yang terdiri dari
metode tahlliy dan maudhiy.[9]
Al-Farmawi membagi tafsir dari segi metodenya menjadi empat bagian yaitu:
metode tahlliy, ijmliy,muqran dan maudhiy. sedangkan metode tahlliy dibagi
menjadi beberapa corak tafsir yaitu: at-Tafsr bi al-Matsr, at-Tafsr bi al-Rayi, atTafsr ash-Shfiy, at-Tafsr al-Fiqhiy, at-Tafsr al-Falsafiy, at-Tafsr al-Ilmiy, at-Tafsr
al-Adabiy wa al-Ijtimiy.[10]
Berikut ini akan penulis jelaskan metode-metode tafsir dengan mengikuti pola
pembagian al-Farmawi.
a. Metode Tafsir Tahliliy
1) Pengertian
Metode Tafsir Tahlliy adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir
mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mush-haf.
Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan
penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munsabah (korelasi)
ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain.
Begitu pula, penafsir membahas mengenai sabab al-nuzl (latar belakang turunnya
ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari Rasulullah s.a.w., sahabat, atau para tabiin,
yang kadang-kadang bercampur-baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri
dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur
dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu
memahami nash (teks) al-Quran tersebut.[11]
Muhammad Baqir ash-Shadr menyebut tafsir metode tahlliy ini dengan
tafsir tajziy, yang secara harfiah berarti tafsir yang menguraikan berdasarkan
bagian-bagian atau tafsir parsial.[12]
2) Bentuk Tafsir al-Quran dengan Metode Tahlly
Metode Tahlly kebanyakan dipergunakan para ulama masa-masa klasik dan
pertengahan. Diantara mereka, sebagian mengikuti pola pembahasan secara
panjang lebar (ithnb), sebagian mengikuti pola singkat (ijz) dan sebagian
dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, karena
susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat
dalam mushaf
saja. Sedangkan tafsir() , misalnya, dia hanya berkata: Allah Maha Tahu
maksudnya. Dengan demikian pula penafsiran , tahlliy(analitis), al-Maraghi,
misalnya, untuk menjelaskan lima ayat pertama itu ia membutuhkan 7 halaman.
[19]
2) Kitab-kitab Tafsir yang Menggunakan Metode Ijmliy
Di antara kitab-kitab Tafsir dengan metode ijmliy adalah: Tafsr al-Jallayn, karya
Jalal ad-Din as-Suyuthi dan Jalal ad-Din al-Mahalli, Shafwah al-Bayn Limani alQurn, karya Syeikh Hasanain Muhammad Makhluf,Tafsr al-Qurn al-Azhm, karya
Ustadz Muhammad Farid Wajdiy, Tafsr al-Wasth, karya Tim Majma al-Buhts alIslmiyyah (Lembaga Penelitian Islam) al-Azhar Mesir.[20]
3) Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmliy
a) Kelebihan Metode Tafsir Ijmliy
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.[26]
Sedangkan dalam perbedaan penafsiran mufassir yang satu dengan yang lain,
mufassir berusaha mencari, menggali, menemukan, dan mencari titik temu diantara
perbedaan-perbedaan itu bila mungkin, dan mentarjhsalah satu pendapat setelah
membahas kualitas argumentasi masing-masing.[27]
e. Kitab-kitab Tafsir Yang Menggunakan Metode Muqran
Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah: Durrah at-Tanzl wa
Ghurrah at-Tanwl, karya al-Iskafi yang terbatas pada perbandingan antara ayat
dengan ayat; Al-Jmi li Ahkm al-Qurn, karya al-Qurthubiy yang membandingkan
penafsiran para mufassir. Rawi al-Bayn f Tafsr yt al-Ahkm, karya Ali ashShabuniy Quran and its Interpreters adalah satu karya tafsir yang lahir di zaman
modern ini, buah karya Profesor Mahmud Ayyoub.
f.
membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain.
tafsir dengan metode muqaran ini amat berguna bagi mereka yang ingin
mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
penafsiran yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan kepada para
pemula.
Pada abad modern sekarang, tafsir dengan metode ini terasa makin dibutuhkan
oleh umat. Hal itu terutama dikarenakan timbulnya berbagai paham dan aliran yang
kadang-kadang jauh keluar dari pemahaman yang benar. Dengan menggunakan
metode muqran ini, akan dapat diketahui mengapa penafsiran yang menyimpang
itu timbul dan bahkan dapat membuat sikap ekstrim di kalangan sebagian
kelompok masyarakat.
Dengan metode muqran ini amat penting posisinya, terutama dalam rangka
mengembangkan pemikiran tafsir, yang rasional dan objektif, sehingga kita
mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif berkenaan dengan latar belakang
lahirnya suatu penafsiran dan sekaligus dapat dijadikan perbandingan dan pelajaran
dalam mengembangkan penafsiran al-Quran pada periode-periode selanjutnya.
5. Metode Tafsir Maudhiy
a. Pengertian
Metode tafsir maudhiy juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu
menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti,
sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar
kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut.
Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil
kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan
metode maudhiy, dimana ia melihat ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan
melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas
untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami
permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga
memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat
menolak segala kritik.[28]
b. Cara Kerja Tafsir Maudhiy
Al-Farmawi di dalam kitab Al-Bidyah f al-Tafsir al-Maudhiy[29] secara rinci
mengemukakan cara kerja yang harus ditempuh dalam menyusun suatu karya tafsir
berdasarkan metode ini. Antara lain adalah sebagai berikut:
hasil tafsir maudhiy memberikan pemecahan terhadap permasalahanpermasalahan hidup praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap
tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-quran hanya mengandung teoriteori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata.
Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat, tetapi hanya
salah satu aspek yang menjadi topik pembahasan saja.
Adalah suatu kenyataan bahwa tafsir al-Quran ditulis dengan metode dan
pendekatan yang bervariasi. Ini suatu bukti dari kesungguhan para ulama untuk
terus berusaha memahami al-Quran dari berbagai aspek dan kemampuan yang
dimiliki. Dan ini belum final, karena usaha untuk lebih menyempurnakan metode
dan pendekatan tafsir terus dilakukan hingga sekarang, sehingga perlu disambut
dengan cukup setiap upaya untuk terus meningkatkan pemahaman terhadap alQuran
Tidak bisa dipungkiri bahwa tiap-tiap metode yang digunakan mufassir masingmasing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu upaya untuk terus
mencari alternatif metode tafsir dengan banyak belajar dari metode-metode dan
pendekatan-pendekatan tafsir yang sudah ada dan merupakan warisan yang tak
ternilai.
Untuk itu perlu dicari metode alternatif yang kiranya memiliki relevansi dengan
zaman sekarang, dan menjadikannya menyentuh pada realitas kehidupan. Kita
semua berkewajiban melihat al-Quran dan salah satu bentuk pemeliharaannya
adalah memfungsikan dalam kehidupan kontemporer, yakni dengan memberinya
interpretasi yang sesuai tanpa mengurbankan teks sekaligus tanpa mengorbankan
kepribadian, budaya bangsa dengan perkembangan positifnya
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, tt: Tafakur, t.t.
Arif Junaidi, Akhmad, Pembaharuan Metodologi Tafsir Al-Quran (Studi Atas
Pemikiran Tafsir Kontekstual Fazlur Rahman), Semarang: CV. Gunung Jati, 2000.
Baidan, M. Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 2005.
_______, Metode Penafsiran Al-Quran Kajian Kritis Terhadap Ayat-Ayat Yang
Beredaksi Mirip, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Buchori, Didin Saefuddin, Pedoman Memahami Kandungan Al-Quran, Bogor:
Granada Sarana Pustaka, 2005.
Dawam Rahardjo, Paradigma Al-Quran Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial, Jakarta:
Pusat Studi Agama Dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, 2005.
Al-Farmawiy, Abd al-Hayy, Metode Tafsir Maudhui Suatu Pengantar, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996.
Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2005.
Al-Munawar, Said Agil Husin., Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Al-Qaththan Manna Khalil., Studi Ilmu-Ilmu Quran, Jakarta: Litera AntarNusa, 1996.
Ash-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, Jakarta:Pustaka Firdaus, 1995.
As-Shauwy, Ahmad, Mukjizat Al-Quran dan Sunnah Tentang IPTEK, Jakarta: Gema
Insani Preass, 1995.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, Bndung: Mizan, 1999.
, Sejarah Dan Ulum Al-Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.
Shihab, M. Umar, Kontekstualitas Al-Quran Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum
Dalam Al-Quran, Jakarta: Penamadani, 2005.
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir Dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007.
Supiana dan M. Karman, Ulumul Quran dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung:
Pustaka Islamika, 2002.
Watt, W. Montgomery, Pengantar Studi Al-Quran, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995.
(Makalah ini dikutip dan diselaraskan dari tulisan Prof.Dr. Nashiruddin Baidan, M.A.
dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penafsiran Al-Quran, Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 2005. dan makalah yang berjudul: Metode Tafsir al-Quran, Makalah, yang
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah: Studi al-Quran dan Hadis,
Disusun Oleh: Imroatul Munfaridah, NIM: 095112097, Dosen Pengampu: Dr. H.
Zuhad, M.A., Magister Ilmu Falak, Program Pasca Sarjana, Institut Agama Islam
Negeri Walisongo, Semarang, 2009 serta beberapa makalah penulis sendiri sewaktu
mengikuti perkuliahan pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
1992-1994)
[1]M. Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Quran Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum
Dalam Al-Quran, (Jakarta: Penamadani, 2005), h. 3.
[2]M. Dawam Rahardjo, Paradigma Al-Quran: Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial,
(Jakarta: Pusat Studi Agama Dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, 2005), h. 22
[3]Ahmad Ash-Shauwiy, Mukjizat Al-Quran dan Sunnah Tentang IPTEK, (Jakarta:
Gema Insani Preass, 1995), h. 24.
[4]M. Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran Kajian Kritis Terhadap AyatAyat Yang Beredaksi Mirip, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 54.
[5]Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Quran, h.455-456.
[6]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1999), h. 75.
[7]Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir Dan Aplikasi Model Penafsiran, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), h. 66.
[8]M. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 2005), h. 3-8.
[9]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, h. 83.
[10]Abd al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhui Suatu Pengantar, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996), h. 11.
[11]Ibid., 12.
[12]M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulm al-Qurn, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1999), h. 172.
[13]Said Agil Husin al-Munawar, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 70.
[14]Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Quran, (Bogor:
Granada Sarana Pustaka, 2005), h. 218-219.
[15]Akhmad Arif Junaidi, Pembaharuan Metodologi Tafsir Al-Quran (Studi Atas
Pemikiran Tafsir Kontekstual Fazlur Rahman), (Semarang: CV. Gunung Jati, 2000), h.
24.
[16]Didin Saefuddin Buchori, Ibid., h. 219.
[17]Israiliyyat yaitu sesuatu yang menunjukkan pada setiap hal yang berhubungan
dengan tafsir maupun dengan Hadis berupa cerita atau dongeng-dongeng kuno
yang dinisbahkan pada asal riwayatnya dari sumber Yahudi, Nasrani atau lainnya.
Dikatakan juga bahwa Israiliyyat termasuk dongeng yang sengaja diselundupkan
oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadis yang sama sekali tidak ada
dasarnya dalam sumber lama. Kisah atau dongeng tersebut sengaja diselundupkan
dengan tujuan merusak Aqidah kaum Muslimin. (lihat di Supiana, dan M.
Karman, Ulumul Quran dan Pengenalan Metodologi Tafsir, (Bandung: Pustaka
Islamika, 2002), h. 198.)
[18]Abd al-Hayy al-Farmawiy. Metode Tafsir Maudhui, h. 29.
[19]Hujair A.H. Sanaky, Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti
Warna atau Corak Mufassirin). Diakses tanggal 12 Oktober 2009.
[20]M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), h.
46.
baik di dunia maupun di akhirat Allah tidak bisa dilihat oleh kasat mata. (lihat,
Supiana dan M. Karman), h. 325.
[27]M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum al-Quran,, h. 191.
[28]Abd al-Hayy al-Farmawiy. Metode Tafsir Maudhui, h. 36-37.
[29]Ibid., h. 45-46.
[30]M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir, h. 48.
[31]Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (t.tp.: Tafakur, t.t.), h. 116.
[32]M. Quraish Shihab, dkk, Sejarah dan Ulum al-Quran, h. 194.