Pengertian Al-Qur’an
Secara Bahasa (Etimologi) Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro’a yang
bermakna Ta’ala (keduanya berarti : membaca), atau bermakna jama’(mengumpulkan).
Secara Syari’at (Terminologi) Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul
dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat
al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai
Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah,
mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya
sebagaimana dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya Kami-lah yang menunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar
memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk Islam dan
bernilai ibadat yang membacanya.
Diantara ciri-ciri khas Al- Quran ialah bahwa ia diturunkan dari Tuhan dengan pengertian dan
kata-kata Arabnya seperti yang disebut oleh Al-Quran sendiri :
“kami turunkan wahyu berupa Al-Quran yang berbahasa Arab” (QS Yusuf :2)
Ciri khas ini menyebabkan Al-Quran berbeda dari wahyu Tuhan kepada Rasul-rasul sebelum
Nabi Muhammad SAW. Juga menyebabkan ia berbeda dengan hadist-hadist Rasul, karena untuk
Hadits-hadist hanya pengertiannya saja yang diilhamkan dari Tuhan, sedang kata-katanya
adalah dari rasul sendiri.
Ciri khas lain ialah bahwa Al-Quran diriwayatkan dengan bertubi-tubi, masa demi masa,
keturunan demi keturunan, tanpa mengalami perubahan atau pemalsuan sama sekali seperti
yang dijadikan oleh Tuhan :
“Kamilah yang menurunkan Quran dan Kami pula yang menjaganya” (QS Al-Hijr : 9)
Cara periwayatan demikian menimbulkan keyakinandan kepastian tentang kebenaran Al-Quran
dari Tuhan yang mengharuskan kita untuk memakai ketentuan-ketentuannya, dengan tidak
boleh digantikan dengan ketentuan-ketentuan lain. Keadaan ini disebut qath’ijjul-wurud. Akan
tetapi dari segi-segi pengertian dan maksud sesuatu ayat Al-Quran, maka kadang-kadang
menimbulkan keyakinan tentang kepastian pengertian yang dituju, seperti kata-kata “nisfu”
yang tidak bisa diartikan lain kecuali “separo”. Keadaan ini disebut qath’ijjud-dalalah. Kadang-
kadang hanya menimbulkan dugaan kuat pada diri kita tentang kepastian pengertian yang
dituju, seperti kata-kata, qurun yang bisa diartikan “haid” atau “suci”. (A Hanafi, 1970)