“ TAQWA “
Disusun Oleh :
Nama :
Kelas :
NIM :
Hal
Halaman judul ........................................................................................i
Kata pengantar ........................................................................................ii
Daftar isi ........................................................................................iii
BAB I : Pendahuluan
A. Latar belakang 1
B. Permasalahan 2
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian Taqwa 3
B. Makna Taqwa 4
C. Tiga Tingkatan Pribadi Muslim................................................................................... 4
D. Ciri-ciri Orang Bertaqwa 5
E. Hati yang Bersih Sebagai Penyempurna Taqwa......................................................... 6
F. Salah Satu Bentuk Taqwa 6
G. Ruang Lingkup Taqwa 7
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi
dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan,
dosa dari kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-
benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa Allah harus
dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.
Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita tidak melihat-
Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak
terpedaya dengan ketaatan. Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam
keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu.
Perintah untuk bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla senantiasa relevan dengan waktu dan tempat, kapanpun dan
dimanapun. Mengingat, ragam fitnah yang mengancam hati seorang hamba, lingkungan yang tidak kondusif ataupun
lantaran hati manusia yang rentan mengalami perubahan dan sebab-sebab lainnya yang berpotensi menimbulkan
pengaruh negatif pada keimanan dan ketakwaan.
Urgensi berwasiat untuk takwa dapat disaksikan dari kenyataan bahwa Allah menjadikannya wasiat bagi orang-
orang terdahulu dan yang akan datang. Allah k berfirman: (an-Nisaa 4:131)
“…dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga)
kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit
dan apa yang dibumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. [an-Nisaa 4:131]
Ketakwaan juga merupakan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya. Pada haji wada’,
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Bertakwalah kepada Allah, kerjakan sholat lima waktu, berpuasalah di bulan (Ramadhan), tunaikan zakat harta
kalian, taati para penguasa, niscaya kalian masuk syurga Allah. [HR. at-Tirmidzi].
Taqwa sangat penting dan dibutuhkan dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak yang belum
mengetahui hakekatnya. Setiap jumat para khatib menyerukan taqwa dan para makmumpun mendengarnya berulang-
ulang kali. Namun yang mereka dengar terkadang tidak difahami dengan benar dan pas.
B. Permasalahan
Apa yang dimaksud taqwa, bagaimana hakikatnya, dan bagaimana ciri muslim yang bertaqwa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Taqwa
Secara etimologis , kata “taqwa” berasal dari bahasa arab taqwa. Kata taqwa memiliki kata dasar waqa yang
berarti menjaga, melindungi, hati-hati, waspada, memerhatiakn, dan menjauhi. Adapun secara terminologis, kata
“taqwa” berarti menjalankan apa yang diperintahankan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.
Para penerjemah Al-Qur’an mengartikan “taqwa” sebagai kepatuhan, kesalihan, kelurusan, perilaku baik, teguh
melawan kejahatan, dan takut kepada Tuhan.Allah swt berfirman:
(Q.S.Ali Imran [3]:102)
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan
janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka
memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang
berbuat salah dan melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama islam dan
kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan
perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan
sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat
ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang
diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di
atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan
beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah).
Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan
selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah
keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah
B. Makna Taqwa
Dalam Al-Quran hanya terdapat satu ayat yang secara eksplisit menyebut kata haqiq (haqiqat), tapi ada 227 ayat
yang tafsirnya lain, akan tetapi memiliki hakikat yang sama dengan hakikat. Diantaranya :
1. “Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan jangan
sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama islam” (Q.S. Ali Imran 102).
2. “Apa yang telah kami ciptakan itulah yang benar, yang datang dari tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk
orang yang ragu-ragu” (Q.S. 3:60).
3. “Sesungguhnya manusia betul-betul berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh,
dan saling menasehati tentang haq (kebenaran) dan kesabaran”. (Q.S. Al-‘Ashri : 1-3).
Mayoritas ulama tafsir berpendapat, ayat pertama di atas mansukh (dihapus), atau tabdil (hukumnya diubah)
dengan ayat “fattaqullah mastatha’tum” (bertaqwalah kepada Allah sesuai kesanggupanmu) (Q.S. Al-Taghabun: 16).
Pada mulanya, ketika ayat di atas (hakikat taqwa) turun, banyak diantara para sahabat yang gelisah, karena
hakikat berarti taat yang terus menerus, tidak pernah mendurhakai, syukur secara terus menerus dan tidak pernah
mengingkari, mengingat terus dan tidak pernah melupakan-Nya. Kemudian sahabat itu berkata, tidak mungkin seorang
hamba mampu bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa (hakikatnya) sesuai bunyi ayat di atas.
1. Disebut Islam (Muslim), yaitu baru tingkat penyerahan diri kepada Tuhan. Misalnya sholat, maka ia akan melakukan
dalam kondisi yang formal dan tidak membantah.
2. Disebut Iman (Mukmin), yaitu apabila yang dilakukan dan diucapkan tergurat sampai kedalam hati dan tidak puas,
karena baru sebatas menjalankan rukun islam.
3. Disebut Ihsan (Muhsin), tingkatan ini adalah tingkatan kepastian dan kesadaran batin, yaitu dalam menyembah Allah
seolah-olah melihat-Nya. (H.R. Muslim).
Dari tiga tahap tersebut, maka tahapan ketigalah yang tertinggi, karena telah terbuka kesadarannya (tabir
ma’rifat). Selanjutnya menjadikan dirinya sebagai batas tertinggi dalam merealisasikan perintah pada awal waktu, dan
terpelihara dari segala yang dilarang (termasuk makruh sekalipun). Jadi, seorang muslim yang berlatih meningkatkan
kadar keislamannya dri tahap ke tahap, maka ia termasuk yang berlayar di atas perahu ke tingkat taqwa. Artinya
mukmin yang tidak pernah naik ke kelas yang lebih tinggi, ialah kelompok yang hanya melaksanakan sebagian
perintah, ala kadarnya dan selalu dipenghujung waktu. Kelompok seperti inilah yang masih jauh dari hakikat taqwa.
Ayat di atas menyatakan orang yang bertaqwa dan mulia, minimal mempunyai lima syarat:
1. Bersadaqah dalam kondisi apapun yang dialami, baik lapang ataupun sempit, merugi atau beruntung.
2. Siap menahan amarahnya. Yakni, hamper-hampir tidak pernah marah dan kalu terpaksa marah cepat sekali berhenti.
3. Memaafkan kesalahan orang adalah baik, tapi tidaklah sempurna tanpa disertai memperlihatkan kebaikan, misalnya
dengan mencarikan solusi.
4. Sesudah memperlihatkan kebaikan dan mencarikan solusi, tidaklah sempurna tanpa mencintainya. Yakni berubah
mencintainya, sekalipun pernah bermusuhan.
5. Mencintainya tidaklah sempurna, tanpa memperlakukan seperti mencintai dirinya sendiri. Artinya, cinta yang
diperlihatkan cinta sejati. Dan itulah yang dapat mencabut total akar permusuhan.
E. Hati Yang Bersih Sebagai Penyempurna Taqwa
Begitu banyak orang yang melakukan sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah yang lain, tetapi kenyataannya
mereka masih saja melakukan hal-hal tercela,seperti menghian orang orang lain, menggunjing, dan memfitnah.
Anehnya, mereka seakan-akan tidak merasa berdosa dengan melakukan hal itu. Kenapa bisa terjadi seperti itu?
Orang yang bertaqwa tidak otomatis terbebas dari kesalahan dan dosa , apalagi orang yang hanya bertaqwa
secara lisan . Taqwa yang sebenarnya ada dalam hati dan tindakan,bukan dalam lisan dan penampilan .Orang yang
memakai peci, sorban, sarung, atau jilbab, belum tentu hatinya benar-benar bertaqwa kepada Allah.
§ Apa yang harus kita lakukan agar menjadi orang yang benar-benar bertaqwa kepada Allah?
Modal Utama yang harus kita miliki adalah ilmu. Sebab dengan ilmu kita dapat mengetahui dan memahami segala
perintah Allah dan laranagan-Nya.
§ Bagaimana kita dapat melaksanakan perintah Allah, sementara kita tidak mengetahui apa saja yang diperintahkannya?
Karena itulah mencari ilmu sangat dianjurkan, bahkan diwajibkan dalam Islam. Dengan ilmu, kita bisa mengetahui
apa yang wajib kita kerjakan dan yang wajib kita tinggalkan.Ibadah yang dilakukan tanpa ilmu takkan berarti apa-apa.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya, kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. an
Nisaa`: 1).
Keutamaan takwa sangat sering kita dengar, antara lain firman Allah:
Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Q.S. ath Thalaq: 2).
Juga firman-Nya:
Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya. (Q.S. ath Thalaq: 4).
Dan firman-Nya,
Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya, dan akan
melipatgandakan pahala baginya. (Q.S. ath Thalaq: 5).
G. Ruang Lingkup Taqwa
1. Hubungan manusia dengan Allah SWT
2. Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
3. Hubungan manusia dengan sesama manusia
4. Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah menurut cara-cara yang diajarkan-
Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia, seperti yang
terdapat dalam surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:
“inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa “.
(QS. Ali-imran 3:138)
manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa
selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali dalam seumur hidup, semua itu kita lakukan
menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sebagaihamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas
segala nikmat yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima segala cobaan yang diberikan oleh Allah serta
memohon ampun atas segala dosa yang telah dilakukan.
Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Manusia yang
bertakwa adalah manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subjek yang bertanggung
jawab menggelola dan memelihara lingkungannya. Sebagaipenggelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk
kesejahteraan hidupnya didunia tanpa harus merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan segala petensi yang ada
didalamnya telah diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia untuk bekerja keras menggunakan tenaga
dan pikirannya sehingga dapat menghasilkan barang yang bermanfaat bagi manusia. Disamping itu,
manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara lingkungan alam. Menjaga lingkunan adalah memberikan
perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup dengan saling memberikan manfaat. Manusia
memanfaatkan lingkungan untuk kesejahteraan hidupnya tanpa harus merusak dan merugikan lingkungan itu sendiri.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya. Ia dapat
mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga memeliharanya agar tidak habis atau musnah.
Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukan bahwa manusia jauh dariketaqwaan. Mereka
mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa yang akan terjadi pada lingkungan itu sendiri dimasa depan sehingga
mala petaka membayangi kehidupan manusia. Contoh dari mala petaka itu adalah hutan yang dibabat habis oleh
manusia mengakibatkan bencana banjir dan erosi tanah sehingga terjadi longsor yang dapat merugikan manusia.
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus disyukuri dengan cara
memenfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut dengan sebaik-baiknya. Disamping itu alam ini juga adalah
amanat yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik. Mensyukuri nikmat Allahdengan cara ini akan menambah
kualitas nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang tidak bersyukur terhadap
nikmat Allah akan diberi azab yang sangat menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini adalah bencana alam akibat
eksploitasi alam yang tanpa batas karena kerusakan manusia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketaqwaan bermakna luas. Hal ini dapat diketahui dari definisi para ulama yang menerangkan bahwa ketakwaan
ialah upaya seorang hamba membuat pelindung antara dirinya dengan sesuatu yang ia takuti. Dengan begitu, seorang
hamba yang ingin bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, berarti ia ingin membangun pelindung antara dirinya dari
Allah Azza wa Jalla yang ia takuti kemarahan dan kemurkaan-Nya, dengan melaksanakan amal ketaatan dan menjauhi
larangan-Nya.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis ingin memberikan saran kepada pembaca, bahwa dalam membuat
sebuah makalah haruslah lengkap dalam penyusunannya agar memudahkan bagi diri kita masing-masing maupun bagi
pembaca untuk memahami benar apa yang dimaksud dan tujuan dari karya tulis yang kita buat, selain itu, penulis
dengan lapang dada menerima saran-saran yang masuk pembaca untuk penulis,agar penulis dapat memperbaiki
kesalahan penyusunan di masa yang akan datang. Untuk itu semua, penulis mengucapkan terimakasih dan atas segala
kekurangan, kesalahan dan apabila ada tulisan yang tidak mengenakan bagi pembaca penulisa mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA
http://sharring-artikel.blogspot.com/2013/04/pengertian-iman-dan-taqwa_9760.html
http://www.ahmadzain.com/read/ilmu/66/makna-taqwa/
http://carakamu.blogspot.com/2012/04/makalah-pendidikan-agama-islam-taqwa.html
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2243490-tingkatan-kepribadian-muslim/
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/07/19/mq60y8-lima-ciri-manusia-bertakwa