Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MATA KULIAH: AKHLAQ TASAWUF


TENTANG
“TAQWA”

Dosen Pembimbing :

H. Jawahir Jamhur Paninggahy, Lc, MA

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. 1686208009 Muhammad Miftahul Ilmi


2. 1686208012 Rendy Fajar Ismail
3. 1686208079 Muhammad Zaini Alriansyah
4. 1686208089 Roni Yansyah

FAKULTAS AGAMA ISLAM


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
SEMESTER VI TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaannirrahiim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena rahmat dan
hidayahnya kami bisa menyusunan makalah ini. Shalawat diiringi salam kami
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. selaku pembawa risalah Islam untuk kita
semua.
Makalah ini menjelaskan tentang “TAQWA”. Makalah ini disusun selama
14 (empat belas) hari oleh Kelompok 4.
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Administrasi Pendidikan, yaitu Bapak H. Jawahir Jamhur Paninggahy, Lc, MA,
yang telah mempercayai kami untuk menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
kekhilafan baik dari penulisan maupun materi yang kami sampaikan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari Bapak H. Jawahir Jamhur
Paninggahy, Lc, MA, selaku dosen mata kuliah dan teman–teman mahasiswa
Fakultas Agama Islam/Prodi Pendidikan Agama Islam untuk kesempurnaan
makalah kami.

Wassalam,

Tangerang, Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Masalah 5

BAB II PEMBAHASAN 6
A. Definisi Takwa Menurut Etimologi 6
B. Definisi Takwa Menurut Terminologi 7

BAB III PENUTUP 12


A. Kesimpulan 12
B. Kritik dan Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata takwa akrab di telinga setiap orang. Dalam dunia pendidikan takwa
menempati posisi yang sangat terhormat. Seperti dalam tujuan pendidikan nasional
disebutkan antara lain, agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di tengah masyarakat melalui ceramah,
pengajian dan khutbah, para da'i sering mengajak para jamaah untuk bertakwa.
Apabila ditanya: "Apakah yang dimaksud dengan takwa?", dengan cekatan anak
sekolah, mahasiswa dan masyarakat umum menjawab: "Menjalankan perintah-
perintah Allah dan meninggalkan laranganlarangan-Nya". Itulah jawaban yang
biasa mereka terima dari para guru dan da'i. Sekilas tidak ada yang salah dengan
jawaban di atas. Namun realitas yang terjadi dalam dunia pendidikan dan di tengah
masyarakat, menunjukkan bahwa jawaban tersebut masih kurang dan belum
memadai. Kejujuran menjadi sesuatu yang langka. Tidak sedikit peserta didik
berupaya mendapatkan nilai baik dengan 'bermujahadah' berbuat curang. Ironisnya
ada sebagian pendidik bahkan lembaga pendidikan, justeru mengarahkan dan
membuka jalan ketidakjujuran itu. Tawuran di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Kasus amoral, dari pacaran hingga hubungan terlarang. Sementara di tengah
masyarakat, kesadaran beragama masih terlihat kurang, shaf-shaf masjid banyak
terlihat lenggang, orang-orang kaya banyak yang belum mengeluarkan zakat,
kerusakan moral di kalangan remaja dan pemuda, laranganlarang dan perintah-
perintah agama biasa dilanggar di tengah masyarakat. Semua hal tersebut menjadi
bukti bahwa makna takwa yang selama ini dipahami, terkesan pasif dan parsial,
sehingga berdampak pada pengamalannya. Kondisi di atas menjadi landasan
perlunya menata kembali pengertian takwa yang komprehensif, dan
mensosialisasikannya di tengah masyarakat maupun pada institusi pendidikan.
Disamping itu, kedudukan takwa yang menjadi sentral ajaran agama Islam dan
peranannya sebagai barometer kemuliaan seseorang, membuat tema tentang takwa
menjadi semakin menarik untuk dikaji untuk menyingkap 'misteri' yang ada di

4
dalamnya. Tulisan ini yang mengupas tentang definisi takwa secara etimologi dan
terminologi tentang taqwa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi taqwa secara etimologi
2. Apa definisi taqwa secara terminology

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi taqwa secara etimologi
2. Mengetahui definisi taqwa secara terminology

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Takwa Menurut Etimologi


Para pengarang ensiklopedi sepakat mengatakan bahwa akar kata takwa adalah
waqa-wiqayah yang berarti memelihara dan menjaga. Seperti diungkapkan oleh al-
Khalil bin Ahmad, al-Azhary dalam Maqayis al-Lughah, alJauhary dalam al-
Shihhah, dan juga al-Ashfahany dalam al-Mufradat fi Gharib al-Quran. Dari makna
dasar itulah secara bahasa takwa mengandung beberapa pengertian:

1. Menjaga sesuatu dari yang menyakitkan dan membahayakan.


2. Menjaga diri dari yang ditakutkan (al-Ashfahany, t.th : 530).
3. Menghalangi antara dua hal (Ibnu Ismail, 1996 : 3/169).
4. Bertameng (berlindung) dengan sesuatu atau dengan orang ketika menghadapi
musuh atau sesuatu yang dibenci.
5. Menghadapi sesuatu dan melindungi diri (dari bahayanya).
6. Mengambil perisai untuk menutupi dan menjaga.
7. Menjaga diri dan menolak hal-hal yang tidak disukai.
8. Hati-hati, waspada dan menjauh dari yang menyakitkan.
9. Takut kepada Allah dan merasakan pengawasan-Nya (al-Buzy, 2011 : 101-
103).

Makna Takwa dalam Al-Quran Menurut al-Razy ( 2000 : 2/20) takwa dalam al-
Quran bermakna khasyyah (rasa takut). Seperti dalam firman Allah dalam surat An-
Nisa ayat 1 : ُ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلنَّاس ٱتَّقوا َربَّكم‬
"Wahai manusia takutlah kepada Tuhan kamu". Selain bermakna rasa takut, al-
Razy mengungkapkan lima makna takwa lainnya, yaitu :

Pertama : Iman, firman Allah dalam surat Al-Syu'ara ayat 10-11.

َ‫ قَو َم فِر َعو َۚنَ أ َ ََل يَتَّقون‬١٠ َ‫ٱلظ ِل ِمين‬


َّ ‫ت ٱلقَو َم‬
ِ ‫س َٰٓى أ َ ِن ٱئ‬
َ ‫َو ِإذ نَادَى َرب َُّك مو‬
١١

6
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu menyeru Musa : datangilah kaum yang zalim itu,
yaitu kaum Fir'aun, mengapa mereka tidak bertakwa" (Q.S Al-Syu'ara: 10-11).
Maksudnya, kenapa mereka tidak beriman.

Kedua : Taubat, firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 96.

ِ ‫س َما َٰٓ ِء َوٱۡلَر‬


‫ض‬ َٰٓ ‫َولَو أ َ َّن أَه َل ٱلق َر‬
ٖ ‫ى َءا َمنوا َوٱتَّقَوا لَفَتَحنَا َعلَي ِهم بَ َر َك‬
َّ ‫ت ِمنَ ٱل‬
٩٦ َ‫َولَ ِكن َكذَّبوا فَأَخَذنَهم بِ َما َكانوا يَكسِبون‬
"Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". (Q.S Al-A'raf : 96).
Maksudnya beriman dan bertaubat.

Ketiga : Taat, seperti firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 52.

َّ ‫اصبً َۚا أَفَغَي َر‬


٥٢ َ‫ٱّللِ تَتَّقون‬ ِ ‫ت َوٱۡلَر‬
ِ ‫ض َولَه ٱلدِين َو‬ َّ ‫َولَهۥ َما فِي ٱل‬
ِ ‫س َم َو‬
"Dan kepunyaan-Nya segala yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya
(ketaatan) pada agama itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa
kepada selain Allah?". (Q.S. An-Nahl : 52). Maksudnya, mengapa kamu taat
kepada selain Allah?

Keempat: Meninggalkan Kemaksiatan, firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat


189.

َّ ‫وت ِمن أَب َو ِب َه َۚا َوٱتَّقوا‬


١٨٩ َ‫ٱّللَ لَ َعلَّكم تف ِلحون‬ َ ‫َوأتوا ٱلبي‬
”Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada
Allah agar kamu beruntung". (Q.S Al-Baqarah : 189). Maksudnya "bertakwalah":
janganlah melanggar aturan-Nya.

Kelima: Ikhlas, seperti firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 32.

َّ ‫ش ََٰٓع ِئ َر‬
ِ ‫ٱّللِ فَإِنَّ َها ِمن تَق َوى ٱلقلو‬
٣٢ ‫ب‬ َ ‫ذَ ِل َۖ َك َو َمن ي َع ِظم‬

7
"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah,
maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati". (Q.S. Al-Hajj: 32).
Maksudnya, ketakwaan hati artinya dari keikhlasan hati.

B. Definisi Takwa Menurut Terminologi


Banyak ulama dari masa sahabat hingga abad ini mendefinisikan takwa. Seperti
Ali bin Abi Thalib (Al-Shalaby, 2005: 396) mengatakan "Takwa adalah tidak
mengulangulang perbuatan maksiat, dan tidak terperdaya dengan merasa puas
melakukan ketaatan". Di bagian lain beliau menambahkan "Takwa adalah rasa
takut kepada Allah, mengamalkan Al-Quran, qana'ah (merasa cukup) dengan yang
sedikit, dan bersiap-siap untuk hari kematian". Thalq bin Habib (Ibn Taimiyah, t.th:
3/315). mengemukakan definisi takwa yang cukup menarik "Takwa adalah kamu
melakukan ketaatan dengan cahaya Allah untuk mengharapkan rahmat-Nya, dan
meninggalkan kemaksiatan dengan cahaya-Nya karena takut azab-Nya". Ibrahim
bin Adham (AlNisabury, 1996: 1/138) mempunyai ungkapan yang agak berbeda.
Definisi takwa menurut beliau adalah "Orang-orang tidak mendapatkan cela pada
lidahmu, para malaikat tidak mendapatkan cela pada perbuatanmu dan Allah tidak
melihat cela dalam kesendirianmu". Dalam Jami' al-Bayan, alTabary (2000: 1/233)
menjelaskan definisi orang bertakwa pada firman Allah hudan li al-muttaqiin dalam
surat Al-Baqarah ayat 2 dengan mengatakan "Orang-orang yang bertakwa adalah
mereka yang berhati-hati dengan balasan Allah bila meninggalkan petunjuk yang
telah mereka ketahui, dan mengharapkan rahmat-Nya dengan meyakini apa yang
diturunkanNya". Adapun takwa menurut al-Ashfahany (t.th : 530) adalah "Menjaga
diri dari yang mendatangkan dosa dengan meninggalkan larangan, bahkan hingga
meninggalkan sebagian yang dibolehkan (untuk menghindari kemungkinan
melakukan yang diharamkan)" . Sementara Sayid Quthb (2004: 6/3531) ketika
menafsirkan firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 18, menyebutkan definisi
takwa yang mendalam sebagai berikut "Takwa adalah keadaan di dalam hati yang
membuat hati menjadi hidup, peka, merasakan kehadiran Allah dalam setiap
waktu, merasa takut, berat dan malu dilihat Allah melakukan yang dibenci-Nya".
Definisi yang komprehensif dikemukan Muhammad Al-Buzy (2011: 120) dalam
kitabnya Mafhum al-Taqwa fi al-Quran wa al-Hadits. Beliau mengatakan :

8
"Takwa adalah rasa takut orang beriman kepada Tuhannya yang didasari oleh
ilmu, senantiasa tetap dalam ketaatan kepadanya dengan melakukan (segala)
kewajiban dan perbuatan-perbuatan yang dapat mendekatkan diri pada-Nya, serta
menjauhi semua larangan, untuk mengharapkan pahala-Nya dan keselamatan dari
balasan-Nya".

Dari definisi di atas, sekurang-kurangnya ada lima unsur yang terkandung dalam
definisi takwa, yaitu sebagai berikut :

1. Memiliki rasa takut.


Rasa takut adalah unsur takwa yang terpenting. Rasa takut muncul dari
keyakinan terhadap keagungan Allah, sehingga lahirlah kesadaran untuk
memuliakan kedudukan-Nya dan mentaati-Nya. Orang yang takut kepada Allah
sadar dengan pengawasan-Nya yang sangat jeli terhadap setiap gerak-gerik,
kata dan waktu, sehingga ia merasa selalu bersamaNya, merasa malu dan penuh
kehati-hatian dalam bersikap dan berbuat. Ia memahami kedahsyatan hari
akhirat, maka selalu memperbanyak ketaatan dan berpaling dari kemaksiatan
sebagai bekal menuju akhirat. Ia juga mengetahui keagungan-Nya yang tiada
tara, sehingga tunduk kepada peraturan dan ajaran-Nya.
2. Beriman. Iman adalah bagian dari takwa dan bukan sebaliknya.
Adanya unsur iman dalam takwa dikarenakan iman adalah sumber dan dasar
takwa. Iman yang benar adalah yang tidak bercampur dengan keraguan, dan
melahirkan semangat untuk beramal/perbuatan baik. Perbuatan baik tidak dapat
melahirkan pahala kecuali dengan iman (al-Syaukany, t.th : 3/217). Iman yang
dimaksud seperti diterangkan Muhammad Rasyid Ridha (2005 :1/109) adalah
iman yang kokoh, disertai ketundukan diri dan kepatuhan untuk menerima dan
mengikuti ajaran, yang dibuktikan dengan perbuatan/amalan sesuai dengan
tuntutan keimanan itu.
3. Berilmu.
Mengetahui keagungan Allah dan syariat-Nya adalah modal utama terwujudnya
rasa takut dan takwa yang sebenarnya. Bagaimana orang akan takut kepada
Allah bila tidak mengetahui hakikat keesaan, kekuasaan dan keperkasaan-Nya?.

9
Bagaimana seseorang akan bertakwa bila tidak mengetahui peraturan, perintah
dan larangan?. Karena sangat vitalnya unsur ilmu dalam takwa, Allah
membatasi orang yang takut kepada-Nya hanya pada kelompok orang-orang
yang berilmu (ulama). Allah berfirman :

٢٨ ‫ور‬
ٌ ‫يز غَف‬ َّ ‫ٱّللَ ِمن ِعبَا ِد ِه ٱلعلَ ََٰٓمؤا إِ َّن‬
ٌ ‫ٱّللَ َع ِز‬ َّ ‫إِنَّ َما يَخشَى‬
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah para ulama”. (QS. Fathir : 28).
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa tujuan ilmu dalam Islam adalah
melahirnya rasa takut dan ketakwaan kepada Allah. Para ulama mengambil
kesimpulan dari ayat di atas bahwa orang yang tidak takut kepada Allah adalah
orang bodoh (Al-Buzy, 2011 :121). Dengan kata lain tetap dikatakan bodoh
walaupun berilmu. Pentingnya ilmu dalam takwa diperkuat dengan firman
Allah hudan li al-muttaqiin dalam surat Al-Baqarah ayat 2, maksudnya orang
yang bertakwa menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk. Dengan demikian
mempelajari al-Quran sesuatu yang mutlak untuk mencapai derajat takwa.
4. Berkomitmen dan kontinue dalam ketaatan dengan menjalankan perintah-
perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Takwa lahir dari kecintaan yang lebih besar kepada Allah dan Rasulullah serta
hari akhirat. Kecintaan itu menguatkan keyakitan atas kebenaran ajaran yang
disampaikan Rasul-Nya, dan keyakinan mendorong untuk selalu mentaati-Nya,
yang dibuktikan dengan ketidakjemuan dalam beramal/berbuat sesuai dengan
perintah-Nya, dan kebencian untuk melanggar larangan-Nya. Orang yang
bertakwa tidak membeda-bedakan amalan yang besar maupun yang kecil semua
ia lakukan, karena tidak ada yang luput dalam hitungan Allah. Ia juga menjauhi
dosa yang kecil apalagi yang besar. Yang ia pandang bukan kecilnya dosa yang
dilakukan tapi melihat keagungan Allah dan hak-hak-Nya yang dia abaikan.
5. Sangat ingin mendapatkan keridhaan/balasan Allah dan terbebas dari murka/
azab-Nya.
Inilah tujuan takwa. Sebagian orang khususnya ahli sufi tidak memandang
penting ketertarikan kepada surga dan rasa takut kepada neraka, dan lebih

10
menekankan kecintaan pada Sang Khalik. Padahal mengharapkan surga dan
takut pada neraka merupakan bagian dari takwa. Ada 3 alasan yang membuat
unsur ini penting dalam takwa :
Pertama : Keinginan yang sangat kepada keridhaan Allah dan surgaNya dan
rasa takut kepada murka dan neraka, merupakan pendorong yang efektif untuk
beribadah dan beramal. Abd al-Rahman al-Sa'dy (2000 : 90) mengatakan :
"Orang yang takut azab Allah akan berhenti melakukan perbuatan yang
mendatangkan azab. Sebagaimana orang yang mengharapkan balasan Allah
akan termotivasi melakukan amalan yang mendatangkan pahala. Adapun
orang yang tidak takut pada azab dan tidak mengharapkan pahala dapat
membuatnya melakukan yang diharamkan dan berani meninggalkan
kewajiban".
Kedua : Allah memuji orang yang takut hari akhirat (azab neraka) dan
mengharapkan rahmat-Nya (surga) sebagaimana firman-Nya:

‫اجدٗ ا َوقَآَٰئِ ٗما َيحذَر ٱۡل َٰٓ ِخ َرة َ َويَرجوا َرح َمةَ َربِ ِهۦ قل هَل‬
ِ ‫س‬َ ‫أ َ َّمن ه َو َقنِتٌ َءانَا َٰٓ َء ٱلَّي ِل‬
٩‫ب‬ ِ َ‫يَستَ ِوي ٱلَّذِينَ يَعلَمونَ َوٱلَّذِينَ ََل َيعلَمونَ إِنَّ َما َيتَذَ َّكر أولوا ٱۡلَلب‬
Apakah kamu hai orang kafir yang lebih beruntung ataukah orang
yangberibadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?.
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?". Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran”. (QS. Al-Zumar : 9).

Ketiga : Islam mengakui tabiat manusia yang memiliki rasa takut dan
pengharapan. Oleh karena itu al-Quran memadukan antara janji (kabar baik)
dan ancaman (kabar buruk) ketika mengajak kepada ketauhidan dan
ketakwaan.

BAB III

11
PENUTUP
A. Kesimpulan
Takwa mengandung pengertian yang sangat luas dan sangat dalam. Bukan
sekedar melakukan yang perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Karena
takwa adalah rasa takut yang mendalam kepada Allah dan hari akhirat, yang berasal
dari pemahaman terhadap al-Quran dan sunnah, yang diamalkan dalam bentuk
pengagungan Allah dan ketaatan yang terus menerus, baik perintah maupun
larangan, untuk memperoleh keridhaan dan balasan-Nya dan terjauh dari murka dan
azab-Nya.
Takwa mencakup semua kebaikan dan membersihkan diri dari semua
keburukan. Ia bertingkat-tingkat, dimulai dengan menjaga diri dari kesyirikan,
menjaga diri dari melakukan kemaksiatan, memelihara diri dari syubhat, dan
meninggalkan sebagian yang diperbolehkan agar tidak melakukan yang
diharamkan. Takwa sangat perlu diraih dalam hidup karena urgensitasnya yang
sangat vital, diantaranya sebagai syarat diterimanya amalan, jalan masuk surga dan
sebaik-baik bekal yang dibawa menuju kehidupan akhirat. Selain itu takwa adalah
tujuan dari ibadah dan spritualitas Islam. Bila takwa belum tercapai, maka perlu
mengoreksi dan meningkatkan kualitas keduanya.

B. Kritik dan Saran


Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dari makalah ini
kami mohon maaf karena kami masih tahap pembelajaran. Kami mohon kritik dan
saran dari bapak dosen maupun teman-teman mahasiswa/i lainnya, agar kami dapat
memperbaiki untuk lebih baik. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

12
Saichon. Mat. Jurnal Usrah Makna Taqwa Dan Urgensitasnya Dalam Al Quran.
Jakarta. 2017
Sunarto. Achmad. Terjemah Riyadh Ash-Shalihin Jilid I. Jakarta: Pustaka Amani.
2013

13

Anda mungkin juga menyukai