Dosen Pembimbing :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena rahmat dan
hidayahnya kami bisa menyusunan makalah ini. Shalawat diiringi salam kami
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. selaku pembawa risalah Islam untuk kita
semua.
Makalah ini menjelaskan tentang “TAQWA”. Makalah ini disusun selama
14 (empat belas) hari oleh Kelompok 4.
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Administrasi Pendidikan, yaitu Bapak H. Jawahir Jamhur Paninggahy, Lc, MA,
yang telah mempercayai kami untuk menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
kekhilafan baik dari penulisan maupun materi yang kami sampaikan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari Bapak H. Jawahir Jamhur
Paninggahy, Lc, MA, selaku dosen mata kuliah dan teman–teman mahasiswa
Fakultas Agama Islam/Prodi Pendidikan Agama Islam untuk kesempurnaan
makalah kami.
Wassalam,
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Masalah 5
BAB II PEMBAHASAN 6
A. Definisi Takwa Menurut Etimologi 6
B. Definisi Takwa Menurut Terminologi 7
DAFTAR PUSTAKA 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata takwa akrab di telinga setiap orang. Dalam dunia pendidikan takwa
menempati posisi yang sangat terhormat. Seperti dalam tujuan pendidikan nasional
disebutkan antara lain, agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di tengah masyarakat melalui ceramah,
pengajian dan khutbah, para da'i sering mengajak para jamaah untuk bertakwa.
Apabila ditanya: "Apakah yang dimaksud dengan takwa?", dengan cekatan anak
sekolah, mahasiswa dan masyarakat umum menjawab: "Menjalankan perintah-
perintah Allah dan meninggalkan laranganlarangan-Nya". Itulah jawaban yang
biasa mereka terima dari para guru dan da'i. Sekilas tidak ada yang salah dengan
jawaban di atas. Namun realitas yang terjadi dalam dunia pendidikan dan di tengah
masyarakat, menunjukkan bahwa jawaban tersebut masih kurang dan belum
memadai. Kejujuran menjadi sesuatu yang langka. Tidak sedikit peserta didik
berupaya mendapatkan nilai baik dengan 'bermujahadah' berbuat curang. Ironisnya
ada sebagian pendidik bahkan lembaga pendidikan, justeru mengarahkan dan
membuka jalan ketidakjujuran itu. Tawuran di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Kasus amoral, dari pacaran hingga hubungan terlarang. Sementara di tengah
masyarakat, kesadaran beragama masih terlihat kurang, shaf-shaf masjid banyak
terlihat lenggang, orang-orang kaya banyak yang belum mengeluarkan zakat,
kerusakan moral di kalangan remaja dan pemuda, laranganlarang dan perintah-
perintah agama biasa dilanggar di tengah masyarakat. Semua hal tersebut menjadi
bukti bahwa makna takwa yang selama ini dipahami, terkesan pasif dan parsial,
sehingga berdampak pada pengamalannya. Kondisi di atas menjadi landasan
perlunya menata kembali pengertian takwa yang komprehensif, dan
mensosialisasikannya di tengah masyarakat maupun pada institusi pendidikan.
Disamping itu, kedudukan takwa yang menjadi sentral ajaran agama Islam dan
peranannya sebagai barometer kemuliaan seseorang, membuat tema tentang takwa
menjadi semakin menarik untuk dikaji untuk menyingkap 'misteri' yang ada di
4
dalamnya. Tulisan ini yang mengupas tentang definisi takwa secara etimologi dan
terminologi tentang taqwa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi taqwa secara etimologi
2. Apa definisi taqwa secara terminology
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi taqwa secara etimologi
2. Mengetahui definisi taqwa secara terminology
5
BAB II
PEMBAHASAN
Makna Takwa dalam Al-Quran Menurut al-Razy ( 2000 : 2/20) takwa dalam al-
Quran bermakna khasyyah (rasa takut). Seperti dalam firman Allah dalam surat An-
Nisa ayat 1 : ُيََٰٓأَيُّ َها ٱلنَّاس ٱتَّقوا َربَّكم
"Wahai manusia takutlah kepada Tuhan kamu". Selain bermakna rasa takut, al-
Razy mengungkapkan lima makna takwa lainnya, yaitu :
6
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu menyeru Musa : datangilah kaum yang zalim itu,
yaitu kaum Fir'aun, mengapa mereka tidak bertakwa" (Q.S Al-Syu'ara: 10-11).
Maksudnya, kenapa mereka tidak beriman.
Ketiga : Taat, seperti firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 52.
Kelima: Ikhlas, seperti firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 32.
َّ ش ََٰٓع ِئ َر
ِ ٱّللِ فَإِنَّ َها ِمن تَق َوى ٱلقلو
٣٢ ب َ ذَ ِل َۖ َك َو َمن ي َع ِظم
7
"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah,
maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati". (Q.S. Al-Hajj: 32).
Maksudnya, ketakwaan hati artinya dari keikhlasan hati.
8
"Takwa adalah rasa takut orang beriman kepada Tuhannya yang didasari oleh
ilmu, senantiasa tetap dalam ketaatan kepadanya dengan melakukan (segala)
kewajiban dan perbuatan-perbuatan yang dapat mendekatkan diri pada-Nya, serta
menjauhi semua larangan, untuk mengharapkan pahala-Nya dan keselamatan dari
balasan-Nya".
Dari definisi di atas, sekurang-kurangnya ada lima unsur yang terkandung dalam
definisi takwa, yaitu sebagai berikut :
9
Bagaimana seseorang akan bertakwa bila tidak mengetahui peraturan, perintah
dan larangan?. Karena sangat vitalnya unsur ilmu dalam takwa, Allah
membatasi orang yang takut kepada-Nya hanya pada kelompok orang-orang
yang berilmu (ulama). Allah berfirman :
٢٨ ور
ٌ يز غَف َّ ٱّللَ ِمن ِعبَا ِد ِه ٱلعلَ ََٰٓمؤا إِ َّن
ٌ ٱّللَ َع ِز َّ إِنَّ َما يَخشَى
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah para ulama”. (QS. Fathir : 28).
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa tujuan ilmu dalam Islam adalah
melahirnya rasa takut dan ketakwaan kepada Allah. Para ulama mengambil
kesimpulan dari ayat di atas bahwa orang yang tidak takut kepada Allah adalah
orang bodoh (Al-Buzy, 2011 :121). Dengan kata lain tetap dikatakan bodoh
walaupun berilmu. Pentingnya ilmu dalam takwa diperkuat dengan firman
Allah hudan li al-muttaqiin dalam surat Al-Baqarah ayat 2, maksudnya orang
yang bertakwa menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk. Dengan demikian
mempelajari al-Quran sesuatu yang mutlak untuk mencapai derajat takwa.
4. Berkomitmen dan kontinue dalam ketaatan dengan menjalankan perintah-
perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Takwa lahir dari kecintaan yang lebih besar kepada Allah dan Rasulullah serta
hari akhirat. Kecintaan itu menguatkan keyakitan atas kebenaran ajaran yang
disampaikan Rasul-Nya, dan keyakinan mendorong untuk selalu mentaati-Nya,
yang dibuktikan dengan ketidakjemuan dalam beramal/berbuat sesuai dengan
perintah-Nya, dan kebencian untuk melanggar larangan-Nya. Orang yang
bertakwa tidak membeda-bedakan amalan yang besar maupun yang kecil semua
ia lakukan, karena tidak ada yang luput dalam hitungan Allah. Ia juga menjauhi
dosa yang kecil apalagi yang besar. Yang ia pandang bukan kecilnya dosa yang
dilakukan tapi melihat keagungan Allah dan hak-hak-Nya yang dia abaikan.
5. Sangat ingin mendapatkan keridhaan/balasan Allah dan terbebas dari murka/
azab-Nya.
Inilah tujuan takwa. Sebagian orang khususnya ahli sufi tidak memandang
penting ketertarikan kepada surga dan rasa takut kepada neraka, dan lebih
10
menekankan kecintaan pada Sang Khalik. Padahal mengharapkan surga dan
takut pada neraka merupakan bagian dari takwa. Ada 3 alasan yang membuat
unsur ini penting dalam takwa :
Pertama : Keinginan yang sangat kepada keridhaan Allah dan surgaNya dan
rasa takut kepada murka dan neraka, merupakan pendorong yang efektif untuk
beribadah dan beramal. Abd al-Rahman al-Sa'dy (2000 : 90) mengatakan :
"Orang yang takut azab Allah akan berhenti melakukan perbuatan yang
mendatangkan azab. Sebagaimana orang yang mengharapkan balasan Allah
akan termotivasi melakukan amalan yang mendatangkan pahala. Adapun
orang yang tidak takut pada azab dan tidak mengharapkan pahala dapat
membuatnya melakukan yang diharamkan dan berani meninggalkan
kewajiban".
Kedua : Allah memuji orang yang takut hari akhirat (azab neraka) dan
mengharapkan rahmat-Nya (surga) sebagaimana firman-Nya:
اجدٗ ا َوقَآَٰئِ ٗما َيحذَر ٱۡل َٰٓ ِخ َرة َ َويَرجوا َرح َمةَ َربِ ِهۦ قل هَل
ِ سَ أ َ َّمن ه َو َقنِتٌ َءانَا َٰٓ َء ٱلَّي ِل
٩ب ِ َيَستَ ِوي ٱلَّذِينَ يَعلَمونَ َوٱلَّذِينَ ََل َيعلَمونَ إِنَّ َما َيتَذَ َّكر أولوا ٱۡلَلب
Apakah kamu hai orang kafir yang lebih beruntung ataukah orang
yangberibadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?.
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?". Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran”. (QS. Al-Zumar : 9).
Ketiga : Islam mengakui tabiat manusia yang memiliki rasa takut dan
pengharapan. Oleh karena itu al-Quran memadukan antara janji (kabar baik)
dan ancaman (kabar buruk) ketika mengajak kepada ketauhidan dan
ketakwaan.
BAB III
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
Takwa mengandung pengertian yang sangat luas dan sangat dalam. Bukan
sekedar melakukan yang perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Karena
takwa adalah rasa takut yang mendalam kepada Allah dan hari akhirat, yang berasal
dari pemahaman terhadap al-Quran dan sunnah, yang diamalkan dalam bentuk
pengagungan Allah dan ketaatan yang terus menerus, baik perintah maupun
larangan, untuk memperoleh keridhaan dan balasan-Nya dan terjauh dari murka dan
azab-Nya.
Takwa mencakup semua kebaikan dan membersihkan diri dari semua
keburukan. Ia bertingkat-tingkat, dimulai dengan menjaga diri dari kesyirikan,
menjaga diri dari melakukan kemaksiatan, memelihara diri dari syubhat, dan
meninggalkan sebagian yang diperbolehkan agar tidak melakukan yang
diharamkan. Takwa sangat perlu diraih dalam hidup karena urgensitasnya yang
sangat vital, diantaranya sebagai syarat diterimanya amalan, jalan masuk surga dan
sebaik-baik bekal yang dibawa menuju kehidupan akhirat. Selain itu takwa adalah
tujuan dari ibadah dan spritualitas Islam. Bila takwa belum tercapai, maka perlu
mengoreksi dan meningkatkan kualitas keduanya.
DAFTAR PUSTAKA
12
Saichon. Mat. Jurnal Usrah Makna Taqwa Dan Urgensitasnya Dalam Al Quran.
Jakarta. 2017
Sunarto. Achmad. Terjemah Riyadh Ash-Shalihin Jilid I. Jakarta: Pustaka Amani.
2013
13