Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al- Qur’an adalah kitabu hidayati wa I’jazin , kitab petunjuk danmukjizat
yakni sumber nilai bagi hidup dan kehidupan ummat manusia,dan merupakan
bukti nyata yang mengandung kehebatan dan melemahkansekalian
persangkaan buruk manusia terhadap statusnya sebagai wahyuAllah dan bukti
kerasulam Muhammad.
Seluruh kandungan al-Qur’an menjadi petunjuk terhadap kedua fungsitadi,
dan ayat-ayatnya membicarakan hal-hal yang mengarah kepadakeduanya itu,
karena memang al- Qur’an diturunkan untuk dua hal yang maha penting itu,
yaitu sebagai hidayah dan i’jaz, petunjuk dan mukjizat. Atas dasar tersebut,
maka setiap ilmu yang membicarakan hal-hal yangmempunyai relevansi
(kaitan) dengan al- Qur’an atau yang berkaitan dengan hidayah dan i’jaz maka
il mu tersebut menjadi bagian dari ilmu-ilmu al- Qur’an. Al- Qur’an juga
mempunyai nilai sastra, politik, hukum, sosial-ekonomidan lain sebagainya
bahkan yang tidak kalah penting adalah nilai-nilaimasa lampau merupakan
peninggalan yang mampu menginformasikanbuah pikiran, buah persaaan, dan
informasi mengenai berbagai informasisegi kehidupan yang pernah ada,
demikian juga dengan al- Qur’an yang senantiasa sangat komplek dalam
pemaparan berbagai fenome masa-masasilam tersebut. Ungkapan-ungkapan
dalam al- Qur’an pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari berbagai bentuk
ungkapan yang menggunakanpaparan yang menekankan ungkapan berita,
ungkapan seruan, ungkapananjuran, ungkapan larangan, ungkapan komunikasi
percakapan dengangaya yang berbeda-beda antara satu ayat dengan ayat
lainnya. Padadasarnya semua bentuk ungkapan ini terdapat pada semua ayat-
ayat al- Qur’an.
Makalah ini membahas salah satu ungkapan yang terdapat dalam ilmu-
ilmu al- Qur’an yaitu al -amru wa an-nahyu dan kaidah-kaidahnya.
Yaituungkapan perintah dan ungkapan larangan yang terdapat dalam al-
Qur’an serta kaidah-kaidah dari kedua hal tersebut.

1
B. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian Al-Amru dan bagaimana kaidah-kaidahnya?
2. Apa pengertian An-Nahyu dan bagaimana kaidah-kaidahnya?
C. Tujuan Masalah.
1. Untuk mengetahiui pengertian Al-Amru dan kaidah-kaidahnya.
2. Untuk mengetahui pengeertian An-Nahyu dan kaidah-kaidahnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Amru dan Kaidah-kaidahnya.
1. Pengertian Al-Amru.
Menurut bahasa, kata amar (‫)األمر‬ berarti suatu perintah. Disebut

perintah karena biasanya ada pembebanan kepada pihak lain. Maka bagi
pihak yang diperintahkan harus melaksanakan sesuai perintah tersebut. Jika
tidak terlaksana, ada konsekwensi yang harus diterima olehnya. Sedangkan
menurut istilah adalah,
‫ْاَأل ْم ُر َطلَ ُب ْال ِف ْع ِل ِم َن ْاَأل ْعىَل ىَل ْاَأل ْدىَن‬
‫ِإ‬
”amr adalah perbuatan meminta kerja dari yang lebih tinggi
tingkatannyakepada yang lebih rendah tingkatannya.”
atau dapat didefinisikan,
‫ْاللَ ْفظُ ادلُّ ا ُّل عَىَل َطلَ ُب ْال ِف ْع ِل عَىَل هِج َ ِة ْا ْس ِت ْعاَل ِء‬
‫ِإل‬
“Suatu tuntutan (perintah) untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih
tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya.”

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Amr itu tidak hanya
ditunjukkan pada lafadz-lafadz yang memakai sighat (bentuk kata) Amr,
tetapi ditunjukkan pula oleh semua bentuk kata yang di dalamnya
mengandung arti perintah, sebab perintah itu terkadang menggunakan kata-
kata yang berarti majaz (samar).
Jadi Amr merupakan suatu permintaan untuk mengerjakan sesuatu
yang sifatnya mewajibkan atau mengharuskan, jika tidak demikian maka
tidak termasuk kategori Amr.1
Para ulama berbeda-beda dalam mendifinisikan Al-Amar. Menurut
Imam al- Ghazali, Al Amar adalah ucapan atau tuntutan-yang secara
substansial-agar mematuhi perintah dengan mewujudkan apa yang menjadi
tuntutannya dalam perbuatan. Sementara itu Mustafa Said al-Khind
1
.Muhammad, Ma’sum Zein  Zudbah,  Ushul Fiqh, (Jawa Timur : Darul Hikmah, 2008), hal. 52

3
menyebutkan bahwa Amar adalah tuntutan untuk berbuat yang datang dari
yang lebih tinggi tingkatannya. Menurut Jumhur ulama Ushul, definisi amr
adalah lafadz yang menunjukkan tuntutan dari alasan kepada bawahannya
untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Selanjutnya. Hafizzuddin al-Nasafi
mendifinisikan Amar sebagai titah seseorang yang posisinya lebih tinggi
kepada orang lain. Pernyataan Hafizzuddin ini senada dengan pernyataan
Mu’tazilah yang mensyaratkan kedudukan pihak yang menyuruh harus lebih
tinggi dari pihak yang disuruh karena apabila kedudukan yang menyuruh
lebih rendah dari yang disuruh,maka tidak disebut Amar tapi Do’a, seperti
disebutkan dalam Al-Quran berikut:
“Ya Tuhanku, ampunilah aku beserta kedua orangtuaku. “
Pendapat ini didukung oleh Abu Ishak al-Syirazi.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Amar adalah sesuatu
yang mengandung arti tuntutan untuk berbuat. Tuntutan ini, dilihat dari segi
sumbernya, berasal dari posisi yang lebih tinggi angkatannya.2
2. Kaidah-kaidah Al-Amru
a. Kaidah pertama:
‫الاصل ىف الامر للوجوب وال تدل عىل غريه الا بقرينة‬
“Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-
qarinah tersebut yang memalingkan arti wajib tersebut.”
Contoh:

َّ ‫َ}وَأ ِقميُوا‬
[77 :‫الصاَل َة َوآتُوا َّالزاَك ة} [النساء‬
“Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat.” (Q.S. an-Nisa: 77)
b. Kaidah kedua:
[11[‫الامر ابليشء يستلزم الهني عن ضده‬
“Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan
kebalikannya.”
Contoh:

2
.http://minahbagibagi.blogspot.com/2014/10/al-amru.html

4
[36 :‫َوا ْع ُبدُ وا هللا [النساء‬
”Dan Sembahlahlah Allah...” (Q.S. an-Nisa: 36)
Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan
mempersekutukan Allah.
c. Kaidah ketiga:
‫الامر يقتىض الفور الا لقرينة‬
“Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-
qarinah tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak
segera dilaksanakan.”
Contoh:
‫فَ ْاست َ ِب ُقوا الْ َخرْي َ ات‬
”...Berlomba-lombalah kamu dalam mengejar kebaikan...” (Q.S. al-
Baqarah: 148)
d. Kaidah keempat:
[12[‫األمر ال يقتىض الفور‬
“Suatu suruhan atau perintah itu tidak menghendaki kesegeraan
dikerjakannya.”
Contoh:
‫َوَأ ِ ّذ ْن يِف النَّ ِاس اِب لْ َح ّج‬
”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji (Q.S.Al-
Hajj:27)
e. Kaidah kelima:
‫الاصل ىف الامر ال يقتىض التكرار‬
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan (berkali-
kali mengerjakan perintah), kecuali adanya qarinah atau kalimat yang
menunjukkan kepada pengulangan. “
[13[‫ أو صفة فإنه يقتيض التكرار‬,‫إذا عُ ِل ّق األمر عىل رشط‬

5
“Apabila mengaitkan perintah kepada syarat atau sifat maka
sesungguhnya menghendaki pengulangan.”
Contoh:
‫َوَأ ِت ُّموا الْ َح َّج َوالْ ُع ْم َر َة هلل‬
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Q.S. al-
Baqarah: 196)
f. Kaidah keenam:
‫األمر بعدالهني يفيدالاابحة‬
”Perintah setelah larangan menunjukkan kebolehan.”
Contoh:
‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُوا َذا ن ُو ِد َي ِل َّلصاَل ِة ِم ْن ي َ ْو ِم الْ ُج ُم َع ِة فَ ْاس َع ْوا ىَل ِذ ْك ِر اهَّلل ِ َو َذ ُروا الْ َب ْيع‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dipanggil untuk
menunaikan shalat pada hari Jum’at maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli...” )Q.S. al-Jumu’ah:9)

‫الصاَل ُة فَانْتَرِش ُ وا يِف اَأْل ْر ِض َوابْ َتغُوا ِم ْن فَضْ ِل هللا‬


َّ ‫فَ َذا ُق ِضيَ ِت‬
‫ِإ‬
”Apabila shalat sudah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka
bumi dan carilah karunia Allah...” (Q.S. al-Jumu’ah:10).3
B. Pengertian An-Nahyu dan Kaidah-kaidahnya.
1. Pengertian An-Nahyu.
Lafazd nahi secara bahasa adalah ‫النهي‬  yang berarti
larangan. Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan nahi
sebagai berikut:
    ‫الهني هو طلب الرتك من الاعىل اىل ادىن‬ 

.Khalid bin Utsman as-Sabt, Mukhtashar fi Qawaid at-Tafsir, (Dar Ibnu al-Qim-


3

Dar Ibnu ‘Affan, 2005), hlm. 18

6
“Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang
yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah
tingkatannya”4
Khalid Abdurrahman mengartikan bentuk nahi sebagai perkataan
atau ucapan yang menunjukkan permintaaan berhenti dari suatu perbuatan,
dari orang yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. An-nahy meenurut
Sayyid Ahmad al-Hasyimi, merupakan tuntutan untuk mencegah berbuat
sesuatu yang datang dari atas.5 
2. Kaidah-kaidah An-Nahyu
a. Kaidah pertama:
‫األصل يف الهني للتحرمي‬
“Pada dasarnya larangan itu untuk mengharamkan (sesuatu perbuatan
yang dilarang).”[17]
Atau dalam kitab lain disebutkan:
[18[‫الهني يقتيض التحرمي والفور وادلوام إال لقرينة‬
“Nahi menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk
dilarangnya, kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang tidak
menghendaki hal tersebut.”
Contoh:
[32 :‫َ}واَل تَ ْق َربُوا ّ ِالزىن} [اإلرساء‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina.” (Q.S. al-Isra’: 32)
Lafadz nahi selain menunjukkan haram sesuai dengan qarinahnya juga
menunjukkan kepada arti lain, seperti:

1) Doa ( ‫ ) الدعاء‬seperti:
4
. Kamal Muchtar, Ushul Fiqh Jilid 2, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm.
46
. Ahmad Izzan, Studi Kaidah Tafsir al-Qur’an: Menilik Keterkaitan Bahasa-
5

Tekstual dan Makna-Kontekstual Ayat, (Bandung: Humaniora: 2009), hlm. 29.

7
‫َربَّنَا َال تُ َؤا ِخ ْذاَن ن ن َّ ِسينَا‬
‫ِإ‬
”Wahai Tuhan kami janganlah Engkau menyiksa kami, jika kami
lupa (Q.S.Al-Baqarah:286)
2) Irsyad ( ‫ ) االرشاد‬memberi petunjuk seperti:
١٠١ ْ ‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُو ْا َال ت َ ْسَألُو ْا َع ْن َأ ْش َياء ن تُ ْبدَ لَمُك ْ ت َ ُس ْؤمُك‬
‫ِإ‬
”Wahai orng-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan
menyusahkanmu (Q.S.Al-Maidah:101)
3) Tahqiq ( ‫ )التحقير‬menghina seperti:
٨٨- ‫دَّن َع ْين َ ْي َك ىَل َما َمتَّ ْعنَا ِب ِه‬
َّ ‫َال تَ ُم‬
‫ِإ‬
”Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada
kenikmatan hidup (Q.S.Al-Hijr:88)
4) Ta’yis ( ‫ ) للتاييس‬menunjukkan putus asa seperti:
٧- ‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين َك َف ُروا اَل تَ ْع َت ِذ ُروا الْ َي ْو َم‬
”Janganlah kamu mengemukakan udzur pada hari ini (Q.S.At-
Tahrim:7)
b. Kaidah kedua:
‫الهني يقتىض الفساد‬
“Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad ( rusak).”
Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda:
‫لك امر ليس عليه امران فهو رد‬
“Setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak”.
Contoh:

[11 :‫}اَل تُ ْف ِسدُ وا يِف اَأْل ْرض} [البقرة‬

8
“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi...” (Q.S. al-
Baqarah: 11)
c. Kaidah ketiga :
‫الهني عن الشئ أمربضده‬
“Larangan terhadap sesuatu berarti perintah kebalikannya.”
Contoh:

ُ ‫}اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُوا ن َّ َما الْ َخ ْم ُر َوالْ َميْرِس ُ َواَأْلن َْص‬
‫اب َواَأْل ْزاَل ُم ِر ْج ٌس ِم ْن مَع َ ِل‬
‫ِإ‬
[90 :‫ون} [املائدة‬ َ ‫الش ْي َط ِان فَا ْجتَ ِن ُبو ُه ل َ َعلَّمُك ْ تُ ْف ِل ُح‬
َّ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. al-
Ma’idah: 90)
d. Kaidah keempat:
‫الاصل يف الهني املطلق يقتيض التكرار يف مجع الازمنة‬
“Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan
larangan dalam setiap waktu.”
Contoh:
[32 :‫} َواَل تَ ْق َربُوا ّ ِالزىن} [اإلرساء‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina.” (Q.S. al-Isra’: 32)
Apabila ada larangan yang tidak dihubungkan dengan sesuatu seperti
waktu atau sebab-sebab lainnya, maka larangan tersebut menghendaki
meninggalkan yang dilarang itu selamanya. Namun bila larangan itu
dihubungkan dengan waktu, maka perintah larangan itu berlaku bila ada
sebab, Seperti: Q.S.An-Nisa’:43

َّ ‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُو ْا َال تَ ْق َربُو ْا‬


٤٣- ‫الص َال َة َوَأنمُت ْ ُساَك َرى‬

9
”Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk”. (Q.S.An-
Nisa’:43)6

6
. http://nisafauziah837.blogspot.com/2016/05/kaidah-amr-dan-nahi.html

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dapatlah disimpulkan bahwa Amar adalah sesuatu yang mengandung arti
tuntutan untuk berbuat. Tuntutan ini, dilihat dari segi sumbernya, berasal dari
posisi yang lebih tinggi angkatannya
Kaidah Al-Amru :
a. Kaidah pertama:
‫الاصل ىف الامر للوجوب وال تدل عىل غريه الا بقرينة‬
“Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-
qarinah tersebut yang memalingkan arti wajib tersebut.”
Contoh:

َّ ‫َ}وَأ ِقميُوا‬
[77 :‫الصاَل َة َوآتُوا َّالزاَك ة} [النساء‬
“Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat.” (Q.S. an-Nisa: 77)
b. Kaidah kedua:
[11[‫الامر ابليشء يستلزم الهني عن ضده‬
“Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan
kebalikannya.”
Contoh:
[36 :‫َوا ْع ُبدُ وا هللا [النساء‬
”Dan Sembahlahlah Allah...” (Q.S. an-Nisa: 36)
Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan
mempersekutukan Allah.
“Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang
yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya”
Kaidah An-Nahyi :
‫األصل يف الهني للتحرمي‬

11
“Pada dasarnya larangan itu untuk mengharamkan (sesuatu perbuatan
yang dilarang).”[17]
Atau dalam kitab lain disebutkan:
[18[‫الهني يقتيض التحرمي والفور وادلوام إال لقرينة‬
“Nahi menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk
dilarangnya, kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang tidak
menghendaki hal tersebut.”
Contoh:
[32 :‫َ}واَل تَ ْق َربُوا ّ ِالزىن} [اإلرساء‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina.” (Q.S. al-Isra’: 32)
B. Saran.
Semoga dengan makalah dapat membantu kita semua dalam
meningkatkan kemampuan di bidang ilmu agam kita. Dan kami dari pemakalah
memohon saran dan ktitik yang membangun agar makalah kami dapat menjadi
lebih baik kedepanya.

12
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Ma’sum Zein  Zudbah,  Ushul Fiqh, (Jawa Timur : Darul Hikmah,
2008), hal. 52
http://minahbagibagi.blogspot.com/2014/10/al-amru.html
Khalid bin Utsman as-Sabt, Mukhtashar fi Qawaid at-Tafsir, (Dar Ibnu al-
Qim-Dar Ibnu ‘Affan, 2005), hlm. 18
Kamal Muchtar, Ushul Fiqh Jilid 2, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1995), hlm. 46
Ahmad Izzan, Studi Kaidah Tafsir al-Qur’an: Menilik Keterkaitan
Bahasa-Tekstual dan Makna-Kontekstual Ayat, (Bandung: Humaniora: 2009),
hlm. 29.
http://nisafauziah837.blogspot.com/2016/05/kaidah-amr-dan-nahi.html

13

Anda mungkin juga menyukai