BAB I
PENGERTIAN AGAMA ISLAM
Agama islam merupakan rangkaian dua kata yang memiliki dua kata berbeda, yaitu “
Agama” dan “ Islam” . Kata yang pertama biasa dirangkai juga dengan nama agama lain
selain islam.
1. Pengertian Agama
Agama bukan sebagai suatu kepercayaan dan pengakuan terhadap tuhan
melalui upacara-upacara ritual yang lebih menitikberatkan terhadap hubungan
manusia dengan individu terhadap tuhanNya, akan tetapi meliputi seluruh tata
kehidupan manusia.
Kata agama menurut istilah AL Qur’an disebut Al-Din Sedangkan secara bahasa, kata
“Agama” ini diambil dari bahasa Sankrit ( Sansakerta) sebagai pecahan dari kata-kata
“A” artinya “tidak” dan “ Gama” artinya “Kacau”. “ Agama” berarti “tidak kacau”.
Pengertian diatas mengandung makna bahwa agama sebagai pedomanaturan hidup dan
memberikan petunjuk kepada manusia sehingga dapat menjalani kehidupan ini dengan
baik, teratur, aman dan tidak terjadi kekacauan yang berujung pada tindakan anarkis.
Agama merupakan peraturan yang dijadikan sebagai pedoman hidup sehingga dalam
menjalani kehidupan ini, manusia tidak mendasarkannya pada selera masing-masing,
Dengan adanya peraturan (agama), manusia akan terhindar dari kehidupan yang
memberlakukan hokum rimba , yaitu manusia kuat akan menindas manusia lemah.
2. Pengertian Islam
Kata islam merupakan turunan dari kata assalamu, assalamu, assalamatu,
yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan bathin. Islam berarti suci,
bersih tanpa cacat. Islam berarti “ menyerahkan sesuatu”. Islam adalah memberikan
seluruh jiwa raga kepada Allah SWT, dan mempercayakan seluruh jiwa raga
seseorang kepada Allah SWT.
Makna lain dari turunan kata islam adalah “damai” atau “ perdamaian”
(al-salmu/peace) dan “keamanan” . Islam adalah agama yang mengajarkan
pemeluknya, orang islam (baca:islam) untukmenyebarkan benih perdamaian,
keamanan, keselamatan untuk diri sendiri, sesame manusia ( Muslim dan non-
Muslim) dan kepada lingkungan sekitarnya (rahmatan lil’ alamiin). Perdamaian,
keamanan, dan keselamatan ini hanya dapat diperoleh jika setiap Muslim taat dan
patuh, mengetahui dan mengamalkan aturan-aturan, menjalankan perintah dan
menjauihi larangan Allah SWT yang di jelaskan di dalam sumber ajaran agama islam,
kitab Allah ( AL- Qur’an) dan Sunnah rosul ( Al- Hadist).1
Dari penegasan diatas dapat dipahami bahwa islam adalah agama yang diturunkan
Allah kepada manusia melalui rosul-Nya yang berisi hokum hokum yang mengatur
1
Mahfud, Rois. 2011. AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga. 6 Oktober
2018 16:38
1
suatu hubungan segitiga yaitu hunungan antara manusia dengan Allah ( hanblum min
allah ), hubungan manusia dengan sesama manusia ( hablum min annas ) dan
hubungan manusia dengan lingkungan alam semesta.
BAB II
SUMBER AJARAN ISLAM
Sumber ajaran islam meliputi Al-Quran, Al- Hadist, dan Ijtihad, pemilihan
ketiga sumber ini didasari alasan utama, yaitu dalam surat An- Nissa Ayat 59 yang
artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah ( AL-Quran) dan Rasul ( sunnahnya ), jika kamu
benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.
1. Al- Qur’an
Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
yang merupakan Mukjizat melalui perantara malaikat jibril untuk diampaikan
kepada umat manusia sebagai pedoman hidup sehingga umat manusia mendapat
petunjuk untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Al- Quran berisikan 30
juz, 86 surah diturunkan di mekah dan 28 surah diturunkan di madinah, 4.780
diturunkan dimekkah dan 1.456 ayat diturunkan di madinah, sehingga berjumlah
6.236 ayat.
Dalam defenisi lain dikemukakan juga bahwa Al-Quran adalah lafadz berbahasa
arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada
manusia secara mutawatir, yang diperintahkan membacanya dan mendapatkan
Pahala bagi yang membacanya.
a. Cara Al-Quran diturunkan
Sebagai kalam Allah SWT, Al-Quran diturunkan tidak secara sekaligus
melainkan melalui beberapa tahapan atau berangsur-angsur. Sehingga didalamnya
terkandung beberapa hikmah, Hikmah tersebut ada didalam buku aspek Hukum
dalam Muamalat.
b. Kandungan Al-Quran
Al- Quran secara garis besar memuat beberapa hal pokok atau utama beserta
pengertian dari tiap-tiap kandungan yang inti sarinya sebagai berikut :
a. Akidah
b. Ibadah
c. Akhlak
d. Hukum
e. Peringatan
f. Kisah
g. Dorongan untuk Berpikir
2
c. Fungsi Al- Quran
1. Sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa dan manusia secara keseluruhan agar
mereka berada didalam jalan yang lurus.
2. Pembeda antara yang haq dan yang bathil. Baik dan buruk
3. Sebagai peringatan bagi orang yang bertakwa
4. Sebagai obat atau penawar racun bagi penyakit kejiwaan.
5. Sebagai nasihat bagi manusia
6. Sumber ilmu pengetahuan bagi orang- orang yang mau menggunakan akal pikirannya
untuk merenungi ayat-ayat Allah SWT baik Qauliyah maupun Kauniyah.
2. SUNNAH
Sunnah bias di artikan sebagai jalan yang terpuji, jalan atau cara yang dibiasakan.
Sunnah juga diartikan sebagai sabda, perbuatan persetujuan (taktir) yang berasal dari
Rasulullah SAW.
Sunnah dibedakan menjadi 4 yaitu : sunnah qauliyah, sunnah fi’liyah, sunnah taqririyah
dan sunnah Hammiyah
1. Sunnah Qauliyah.
Sunnah Qauliyah adalah bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad Saw., yang berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syarak, peristiwa-
peristiwa atau kisah-kisah, baik yang berkenaan dengan aspek akidah, syariah maupun
akhlak. Dengan kata lain Sunnah Qauliyah yaitu sunnah Nabi Saw. yang hanya berupa
ucapannya saja baik dalam bentuk pernyataan, anjuran, perintah cegahan maupun larangan.
Yang dimaksud dengan pernyatan Nabi Saw. di sini adalah sabda Nabi Saw. dalam merespon
keadaan yang berlaku pada masa lalu, masa kininya dan masa depannya, kadang-kadang
dalam bentuk dialog dengan para sahabat atau jawaban yang diajukan oleh sahabat atau
bentuk-bentuk ain seperti khutbah. Dilihat dari tingkatannya sunnah qauliyah menempati
urutan pertama yang berarti kualitasnya lebih tinggi dari kualitas sunnah fi’liyah maupun
taqririyah. Contoh sunnah qauliyah:
a. Hadis tentang doa Nabi Muhammad saw. kepada orang yang mendengar,
menghafal dan menyampaikan ilmu. Dari Zaid bin dabit ia berkata, “Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Semoga Allah memperindah orang yang mendengar hadis dariku
lalu menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, berapa banyak orang
menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih berilmu, dan berapa banyak pembawa ilmu
yang tidak berilmu.” (HR. Abu Dawud)
b. Hadis tentang belajar dan mengajarkan al-Qur’an. Dari Usman ra, dari Nabi
saw., beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar
al-Qur`an dan mengajarkannya.”. (HR. al-Bukhari)
c. Hadis tentang persatuan orang-orang beriman. Dari Abu Musa dia berkata;
Rasulullah saw. bersabda: “Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan
satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
2. Sunnah Fi’liyah.
3
Sunnah fi’liyah adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Kualitas sunnah fi’liyah menduduki tingkat kedua setelah sunnah qauliyah. Sunnah fi’liyah
juga dapat maknakan sunnah Nabi Saw. yang berupa perbuatan Nabi yang diberitakan oleh
para sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain-lain seperti melaksanakan shalat manasik
haji dan lain-lain. Untuk mengetahui hadis yang termasuk kategori ini, diantaranya terdapat
kata-kata kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina. Contohnya:
a. Hadis tentang tata cara shalat di atas kendaraan. Dari Jabir bin ‘Abdullah berkata,
“Rasulullah saw. shalat di atas tunggangannya menghadap ke mana arah tunggangannya
menghadap. Jika Beliau hendak melaksanakan shalat yang fardhu, maka beliau turun lalu
shalat menghadap kiblat. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
b. Hadis tentang tata cara shalat. “Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat.” (HR. al-
Bukhari)
c. Hadis tentang tata cara manasik haji. “Ambillah manasik (tata cara melaksanakan haji)
kamu dariku.” (HR. Muslim)
3. Sunnah Taqririyah.
Sunnah Taqririyah adalah sunnah yang berupa ketetapan Nabi Muhammad Saw. terhadap
apa yang datang atau dilakukan para sahabatnya. Dengan kata lain sunnah taqririyah, yaitu
sunnah Nabi Saw. yang berupa penetapan Nabi Saw. terhadap perbuatan para sahabat yang
diketahui Nabi saw. tidak menegornya atau melarangnya bahkan Nabi Saw. cenderung
mendiamkannya. Beliau membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan para
sahabatnya tanpa memberikan penegasan apakah beliau membenarkan atau menyalahkannya.
Contohnya:
a. Hadis tentang daging dab (sejenis biawak). Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw.
disuguhi makanan, di antaranya daging dzab. Beliau tidak memakannya, sehingga Khalid ibn
Walid bertanya, “Apakah daging itu haram ya Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Tidak, akan
tetapi daging itu tidak terdapat di negeri kaumku, karena itu aku tidak memakannya.” Khalid
berkata, “Lalu aku pun menarik dan memakannya. Sementara Rasulullah Saw. melihat ke
arahku.”. (Muttafaqun ‘alaih)
b. Hadis tentang Tayamum. Dari Abu Sa’id Al Khudri ra. ia berkata: “Pernah ada dua orang
bepergian dalam sebuah perjalanan jauh dan waktu shalat telah tiba, sedang mereka tidak
membawa air, lalu mereka berdua bertayamum dengan debu yang bersih dan melakukan
shalat, kemudian keduanya mendapati air (dan waktu shalat masih ada), lalu salah seorang
dari keduanya mengulangi shalatnya dengan air wudhu dan yang satunya tidak mengulangi.
Mereka menemui Rasulullah Saw. dan menceritakan hal itu. Maka beliau berkata kepada
orang yang tidak mengulangi shalatnya: ‘Kamu sesuai dengan sunnah dan shalatmu sudah
cukup’. Dan beliau juga berkata kepada yang berwudhu dan mengulangi shalatnya: ‘Bagimu
pahala dua kali’” (HR. ad-Darimi).
4. Sunnah Hammiyah.
Sunnah Hammiyah ialah: suatu yang dikehendaki Nabi Saw. tetapi belum dikerjakan.
Sebagian ulama hadis ada yang menambahkan perincian sunnah tersebut dengan sunnah
hammiyah. Karena dalam diri Nabi saw. terdapat sifat-sifat, keadaan-keadaan (ahwal) serta
himmah (hasrat untuk melakukan sesuatu). Dalam riwayat disebutkan beberapa sifat yang
4
dimiliki beliau seperti, “bahwa Nabi saw. selalu bermuka cerah, berperangai halus dan
lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka berteriak, tidak suka berbicara kotor,
tidak suka mencela,..” Juga mengenai sifat jasmaniah beliau yang dilukiskan oleh sahabat
Anas ra. sebagai berikut: Dari Rabi’ah bin Abu ‘Abdur Rahman berkata, aku mendengar
Anas bin Malik ra. sedang menceritakan sifat-sifat Nabi saw., katanya; “Beliau adalah
seorang lakilaki dari suatu kaum yang tidak tinggi dan juga tidak pendek. Kulitnya terang
tidak terlalu putih dan tidak pula terlalu kecoklatan. Rambut beliau tidak terlalu keriting dan
tidak lurus.” (HR. Bukhari). Termasuk juga dalam hal ini adalah silsilah dan nama-nama serta
tahun kelahiran beliau. Adapun himmah (hasrat) beliau misalnya ketika beliau hendak
menjalankan puasa pada tanggal 9 ‘Asyura, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra:
“Saya mendengar Abdullah bin Abbas ra. berkata saat Rasulullah saw. berpuasa pada hari
‘Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sahabat berkata,
“Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani.”
Maka Rasulullah saw. bersabda: “Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari
ke sembilan (Muharram).” Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah saw.
wafat..” (HR Muslim)
Menurut Imam Syafi’i dan rekan-rekannya hal ini termasuk sunnah hammiyah.
Sementara menurut Asy Syaukani tidak demikian, karena hamm ini hanya kehendak hati
yang tidak termasuk perintah syari’at untuk dilaksanakan atau ditinggalkan. Dari sifat-sifat,
keadaan-keadaan serta himmah tersebut yang paling bisa dijadikan sandaran hukum sebagai
sunnah adalah hamm. Sehingga kemudian sebagian ulama fiqh mengambilnya menjadi
sunnah hammiyah.
BAB III
ASPEK ASPEK AJARAN ISLAM ( AQIDAH, IMAN, IHSAN)
A. AQIDAH
Merupakan fondasi agama Islam yang sifat ajarannya pasti, mutlak kebenarannya,
terperinci dan monoteistis. Inti ajarannya adalah mengesakan Allah SWT. Secara harfiah,
(segi bahasa) berarti sesuatu yang mengikat, atau terikat, tersimpul. Secara istilah
(terminologi), berarti sistem kepercayaan/ keimanan dalam Islam. Mengapa disebut
`aqidah? karena kepercayaan itu mengikat penganutnya dalam bersikap dan bertingkah
laku. Aqidah Islam adalah tauhid, yakni meyakini keesaan Tuhan baik dalam Dzat maupun
Sifat-Nya, di sinilah adanya ikatan seseorang dengan Tuhan yang diyakininya.
Aqidah adalah bentuk jamak dari kata Aqaid, artinya beberapa perkara yang wajib
diyakini kebenarannya oleh hati, yang akan mendatangkan ketentraman jiwa, dan menjadi
keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Aqidah adalah sejumlah
kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu (yang
5
didengar) dan fitrah. Akidah dibangun atas pokok-pokok kepercayaan terhadap enam hal
yang lazim disebut rukun iman. Suatu perilaku yang tidak berangkat dari landasan itu, maka
perilaku itu diluar system Islam atau kufur dan pelakunya disebut kafir.Setelah pondasi
akidah sudah tertanam kokoh dengan sifat tauhid yang hakiki, maka diatas fondasi tersebut
dapat dibangun pilar-pilar berupa syariah Islamiyah.
Ibadah adalah hubungan manusia dengan Allah. Ibadah dibagi menjadi 2 macam yaitu
Mahmudah dan Ghoiru Mahmudah.
Muamalah yaitu aturan tentang hubungan manusia dalam rangka memenuhi
kepentingan hidupnya.
B. IMAN
Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan dilakukan
dengan perbuatan. Iman secara bahasa berasal dari kata Asman-Yu’minu-limaanan artinya
meyakini atau mempercayai. Pembahasan pokok aqidah Islam berkisar pada aqidah yang
terumuskan dalam rukun Iman, yaitu:
6
4. Allah mempunyai sifat-sifat diantaranya yaitu hidup, tidak berpemulaan, kekal,
maha kuasa, maha tahu, berkemauan bebas, berbeda dengan makhluk-Nya, maha
mendengar.
5. Hikmah beriman kepada Allah.
a. Kemerdekaan jiwa kekuasaan orang lain.
b. Dapat menimbulkan keberanian untuk terus maju dalam membela
kebenaran.
c. Menimbulkan keyakinan untuk terus maju dalam membela kebenaran.
d. Mendapatkan kehidupan yang baik, adil dan makmur akan dipercepat oleh
Allah.
1. Kitab Taurat diturunkan kepada nabi Musa AS. QS Al-Baqarah ayat 53.
2. Kitab Zabur diturunkan kepada nabi Daud AS. QS Al-Israa ayat 55.
3. Kitab Injil diturunkan kepada nabi Isa AS. S QS Al-Maidah ayat 46.
4. Kitab Al-Quran diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Qs Thaha ayat 113.
7
Merupakan penyempurnaan kitab Allah sebelumnya yang berisi bimbingan dan
petunjuk bagi manusia untuk memperoleh husnul khotimah dengan menghindari
berlaku durhaka kepada Allah.
Masa berlakunya Al-Quran tidak terbatas.
Keaslian isinya terpelihara.
Ajarannya sempurna dan mudah dimengerti.
Pertama, masa kanak-kanak. Para rasul diutus kepada umat tertentu untuk membawa
ajaran tauhid, akhlak dan ibadah langsung kepada Allah.
Kedua, masa remaja. Sejarah umat manusia ketika para rasul diutus dalam rangka
melangsungkan ajaran tauhid, akhlak dan ibadah langsung kepada Allah.
Ketiga, masa dewasa. Sejarah umat manusia ditandai dengan kekuatan akal.
Komunikasi antar umat mulai dirasakan kompleks, karena macam faktor pertukaran
kebutuhan hidup.
8
manusia tidak dapat mengetahui taqdir secara pasti, karena itu hanya tertulis di
Lauhul Mahfudz. Maka dengan begitu terbuka kesempatan bagi manusia untuk
menjadi kreatif dan dinamis dalam berikhtiar. Bahkan Allah memberikan kepada
manusia kesempatan untuk berusaha merubah nasib (takdir) yang melekat pada
dirinya.
2. Hikmah beriman kepada Qadha dan Qadar, yaitu:
o Mendorong untuk giat dan semangat bekerja.
o Menumbuhkan rasa percaya diri dan optimis.
o Dapat terhindara dari rasa putus asa.
o Menghilangkan kesembongan.
C. IHSAN
9
Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya
adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,2
َ َوما َأ ْر
َ َر ْح َمةً لِ ْلعالَ ِمينAَّس ْلنا َك ِإال
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh
manusia” (QS. Al Anbiya: 107)
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam diutus dengan membawa ajaran Islam,
maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.
Secara bahasa,
rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat Lisaanul Arab, Ibnul
Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi,
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk kasih sayang
Allah kepada seluruh manusia
BAB VI
ISLAM AGAMA RAHMATAN LIL’ ALAMIN
Benar bahwa islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, Namun banyak orang
menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah kaprah.
Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang
sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah.
Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah
kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,
ِ ِ
َ ناك ِإالَّ َرمْح َةً ل ْلعالَم
ني َ َوما َْأر َس ْل
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh
manusia” (QS. Al Anbiya: 107)
Secara bahasa,
2
Wibowo, Arief,dkk., Al-Islam dan kemuhammadiyahan Studi Islam 3 (Jakarta :
Erlangga,2010), hlm 83 pada tanggal 5 Oktober 2018 pukul 16.48
3
Yulian Purnama, “Islam sebagai Rahmatan Lilalamin” diakses dari www.muslim.or.id pada
tanggal 5 Oktober 2018 pukul 16.48
10
ُ َُّّعط
ف َ الرقَّةُ والت
ِّ :الرَّمْح ة
rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat Lisaanul Arab, Ibnul
Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada
seluruh manusia.
“Pendapat yang lebih benar dalam menafsirkan ayat ini adalah bahwa rahmat disini bersifat
umum. Dalam masalah ini, terdapat dua penafsiran:
Pertama: Alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus.
Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka dapatkan adalah
disegerakannya pembunuhan dan maut bagi mereka, itu lebih baik bagi mereka. Karena hidup
mereka hanya akan menambah kepedihan adzab kelak di akhirat. Kebinasaan telah ditetapkan
bagi mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal lebih bermanfaat bagi mereka daripada hidup
menetap dalam kekafiran.
Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi mereka adalah
dibiarkan hidup didunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini lebih sedikit
keburukannya daripada orang kafir yang memerangi Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja, mereka mendapat
manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun
diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang
lain.
Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah Ta’ala tidak memberikan adzab
yang menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua manusia mendapat
manfaat dari diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Kedua: Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima
rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir
menolaknya. Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat bagi mereka, namun
mereka enggan menerima. Sebagaimana jika dikatakan ‘Ini adalah obat bagi si fulan yang
sakit’. Andaikan fulan tidak meminumnya, obat tersebut tetaplah dikatakan obat”
11
“Makna ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, dengan
membawa hukum-hukum syariat, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada
keadaan atau alasan khusus yang menjadi pengecualian’. Dengan kata lain, ‘satu-satunya
alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad, adalah sebagai rahmat yang luas. Karena kami
mengutusmu dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di akhirat’ ”
“Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini, tentang apakah seluruh
manusia yang dimaksud dalam ayat ini adalah seluruh manusia baik mu’min dan kafir?
Ataukah hanya manusia mu’min saja? Sebagian ahli tafsir berpendapat, yang dimaksud
adalah seluruh manusia baik mu’min maupun kafir. Mereka mendasarinya dengan riwayat
dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam menafsirkan ayat ini:
ومن مل يؤمن باهلل ورسوله عويف مما أصاب, من آمن باهلل واليوم اآلخر كتب له الرمحة يف الدنيا واآلخرة
األمم من اخلسف والقذف
“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ditetapkan baginya rahmat di dunia
dan akhirat. Namun siapa saja yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bentuk
rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu,
seperti mereka semua di tenggelamkan atau di terpa gelombang besar”
ومن مل يؤمن به عويف مما أصاب األمم قبل, متت الرمحة ملن آمن به يف الدنيا واآلخرة
“Rahmat yang sempurna di dunia dan akhirat bagi orang-orang yang beriman kepada
Rasulullah. Sedangkan bagi orang-orang yang enggan beriman, bentuk rahmat bagi mereka
adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu”
Pendapat ahli tafsir yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang beriman
saja. Mereka membawakan riwayat dari Ibnu Zaid dalam menafsirkan ayat ini:
من آمن به وصدقه: والعاملون هاهنا. وقد جاء األمر جممال رمحة للعاملني, فهو هلؤالء فتنة وهلؤالء رمحة
وأطاعه
“Dengan diutusnya Rasulullah, ada manusia yang mendapat bencana, ada yang mendapat
rahmah, walaupun bentuk penyebutan dalam ayat ini sifatnya umum, yaitu sebagai rahmat
bagi seluruh manusia. Seluruh manusia yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang
beriman kepada Rasulullah, membenarkannya dan menaatinya”
12
Pendapat yang benar dari dua pendapat ini adalah pendapat yang pertama,
sebagaimana riwayat Ibnu Abbas. Yaitu Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wa sallam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, baik mu’min maupun kafir. Rahmat
bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memasukkan orang-
orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah.
Sedangkan rahmat bagi orang kafir, berupa tidak disegerakannya bencana yang menimpa
umat-umat terdahulu yang mengingkari ajaran Allah” (diterjemahkan secara ringkas).
ومن مل يؤمن به سلم مما, كان حممد صلى اهلل عليه وسلم رمحة جلميع الناس فمن آمن به وصدق به سعد
حلق األمم من اخلسف والغرق
“Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah rahmat bagi seluruh manusia. Bagi yang
beriman dan membenarkan ajaran beliau, akan mendapat kebahagiaan. Bagi yang tidak
beriman kepada beliau, diselamatkan dari bencana yang menimpa umat terdahulu berupa
ditenggelamkan ke dalam bumi atau ditenggelamkan dengan air”
“Yang dimaksud ‘seluruh manusia’ dalam ayat ini adalah hanya orang-orang yang beriman”
”
“Maksud ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, melainkan
sebagai rahmat bagi seluruh makhluk’. Sebagaimana dalam sebuah hadits:
“Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (oleh Allah)” (HR. Al Bukhari dalam
Al ‘Ilal Al Kabir 369, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/596. Hadits ini di-shahih-kan Al
Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 490, juga dalam Shahih Al Jami’, 2345)
Orang yang menerima rahmat ini dan bersyukur atas nikmat ini, ia akan mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
13
Allah Ta’ala tidak mengatakan ‘rahmatan lilmu’minin‘, namun mengatakan
‘rahmatan lil ‘alamin‘ karena Allah Ta’ala ingin memberikan rahmat bagi seluruh
makhluknya dengan diutusnya pemimpin para Nabi, Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa
sallam. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau juga menyelamatkan
manusia dari 4kesengsaraan yang besar. Beliau menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan
di dunia dan akhirat. Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya
berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya
berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia.
Bahkan orang-orang kafir mendapat manfaat dari rahmat ini, yaitu ditundanya hukuman bagi
mereka. Selain itu mereka pun tidak lagi ditimpa azab berupa diubah menjadi binatang, atau
dibenamkan ke bumi, atau ditenggelamkan dengan air”
Sebagian orang mengajak untuk berkasih sayang kepada orang kafir, tidak perlu
membenci mereka, mengikuti acara-acara mereka, enggan menyebut mereka kafir, atau
bahkan menyerukan bahwa semua agama sama dan benar, dengan berdalil dengan ayat:
ِ ِ
َ ناك ِإالَّ َرمْح َةً ل ْلعالَم
ني َ َوما َْأر َس ْل
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi alam
semesta” (QS. Al Anbiya: 107)
Padahal bukan demikian tafsiran dari ayat ini. Allah Ta’ala menjadikan Islam sebagai
rahmat bagi seluruh manusia, namun bentuk rahmat bagi orang kafir bukanlah dengan
berkasih sayang kepada mereka. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, bahwa bentuk
rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah besar yang menimpa umat
terdahulu. Inilah bentuk kasih sayang Allah terhadap orang kafir, dari penjelasan sahabat
Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu.
Bahkan konsekuensi dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah membenci
segala bentuk penyembahan kepada selain Allah, membenci bentuk-bentuk penentangan
terhadap ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, serta membenci orang-orang yang
melakukannya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
4
Mahfud, Rois. 2011. AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga. 6 Oktober
2018 16:38
14
ِ اهلل والْيوِم
اآلخ ِر يُ َو ُّادو َن َم ْن َح َّاد اهللَ َو َر ُسولَهُ َولَ ْو َكانُوا آبَاءَ ُه ْم َْأو َْأبنَاءَ ُه ْم َْأو ِ ِ ِ ِ
ْ َ َ الَ جَت ُد َق ْو ًما يُْؤ منُو َن ب
ِإ ْخ َوانَ ُه ْم َْأو َع ِش َريَت ُه ْم
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)
Namun perlu dicatat, harus membenci bukan berarti harus membunuh, melukai, atau
menyakiti orang kafir yang kita temui. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam
tafsir beliau di atas, bahwa ada orang kafir yang wajib diperangi, ada pula yang tidak boleh
dilukai.
Menjadikan surat Al Anbiya ayat 107 sebagai dalil pluralisme agama juga merupakan
pemahaman yang menyimpang. Karena ayat-ayat Al Qur’an tidak mungkin saling
bertentangan. Bukankah Allah Ta’ala sendiri yang berfirman:
ِ ِ ِ ِ يِف ِ ِ ِ
َ َو َم ْن َيْبتَ ِغ َغْيَر اِإل ْسالم دينًا َفلَ ْن يُ ْقبَ َل مْنهُ َو ُه َو اآلخَرة م َن اخْلَاس ِر
ين
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Al
Imran: 85)
Orang yang mengusung isu pluralisme mungkin menafsirkan ‘Islam’ dalam ayat-ayat
ini dengan ‘berserah diri’. Jadi semua agama benar asalkan berserah diri kepada Tuhan, kata
mereka. Cukuplah kita jawab bualan mereka dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa
sallam:
اإلسالم أن تشهد أن ال إله إال اهلل وأن حممدا رسول اهلل وتقيم الصالة وتؤيت الزكاة وتصوم رمضان وحتج
البيت إن استطعت إليه سبيال
”Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada sesembahan yang berhak disembah
selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke
Baitullah jika engkau mampu melakukannya” (HR. Muslim no.8)
15
Justru surat Al Anbiya ayat 107 ini adlalah bantahan telak terhadap pluralisme agama.
Karena ayat ini adalah dalil bahwa semua manusia di muka bumi wajib memeluk agama
Islam. Karena Islam itu ‘lil alamin‘, diperuntukkan bagi seluruh manusia di muka bumi.
Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnul Qayyim di atas: “Islam adalah rahmat bagi setiap
manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di
dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya”.
Padahal bukanlah demikian tafsir surat Al Anbiya ayat 107 ini. Islam sebagai rahmat
Allah bukanlah bermakna berbelas kasihan kepada pelaku kemungkaran dan membiarkan
mereka dalam kemungkarannya. Sebagaiman dijelaskan Ath Thabari dalam tafsirnya di atas,
“Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memasukkan
orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah”.
Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi
mereka petunjuk untuk menjalankan perinta-perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang
oleh Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta
dan sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan
mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal
kebaikan.
وال ينزع من شيء إال شانه. إن الرفق ال يكون يف شيء إال زانه
“Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali akan menghiasnya. Tidaklah kelembutan
itu hilang dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya” (HR. Muslim no. 2594)
Adalagi yang menggunakan ayat ini untuk melegalkan berbagai bentuk bid’ah, syirik
dan khurafat. Karena mereka menganggap bentuk-bentuk penyimpangan tersebut adalah
perbedaan pendapat yang harus ditoleransi sehingga merekapun berkata: “Biarkanlah kami
dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami, bukankah Islam rahmatan lil’alamin?”.
Sungguh aneh.
16
Menafsirkan rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107 dengan kasih sayang dan
toleransi terhadap semua pemahaman yang ada pada kaum muslimin, adalah penafsiran yang
sangat jauh. Tidak ada ahli tafsir yang menafsirkan demikian.
Perpecahan ditubuh ummat menjadi bermacam golongan adalah fakta, dan sudah
diperingatkan sejak dahulu oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Dan orang
yang mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan semuanya dapat ditoleransi tidak
berbeda dengan orang yang mengatakan semua agama sama. Diantara bermacam golongan
tersebut tentu ada yang benar dan ada yang salah. Dan kita wajib mengikuti yang benar, yaitu
yang sesuai dengan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Bahkan Ibnul Qayyim
mengatakan tentang rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107: “Orang yang mengikuti beliau,
dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus”. Artinya, Islam adalah bentuk kasih
sayang Allah kepada orang yang mengikuti golongan yang benar yaitu yang mau mengikuti
ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Pernyataan ‘biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami’ hanya
berlaku kepada orang kafir. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Kaafirun:
َأعبُ ُد َواَل َأنَا َعابِ ٌد َما َعبَدْمُتْ َواَل َأْنتُ ْم َعابِ ُدو َن َما ِ
ْ َأعبُ ُد َما َت ْعبُ ُدو َن َواَل َأْنتُ ْم َعابِ ُدو َن َما
ْ قُ ْل يَا َُّأي َها الْ َكافُرو َن اَل
َأعبُ ُد لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َويِل َ ِدي ِن
ْ
“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku‘”
Sedangkan kepada sesama muslim, tidak boleh demikian. Bahkan wajib menasehati
bila saudaranya terjerumus dalam kesalahan. Yang dinasehati pun sepatutnya lapang
menerima nasehat. Bukankah orang-orang beriman itu saling menasehati dalam kebaikan?
َّ ِاص ْوا ب ِ والْعص ِر ِإ َّن اِإْل نْسا َن لَِفي خس ٍرِإاَّل الَّ ِذين آمنُوا وع ِملُوا َّ حِل
ِالصرْب َ اص ْوا بِاحْلَ ِّق َوَت َو
َ الصا َات َوَت َو ََ َ َ ُْ َ َْ َ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr: 1 – 3)
Dan menasehati orang yang berbuat menyimpang dalam agama adalah bentuk kasih
sayang kepada orang tersebut. Bahkan orang yang mengetahui saudaranya terjerumus ke
dalam penyimpangan beragama namun mendiamkan, ia mendapat dosa. Sebagaimana sabda
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam:
17
كان، ومن غاب عنها فرضيها. إذا عملت اخلطيئة يف األرض كان من شهدها فكرهها كمن غاب عنها
كمن شهدها
“Jika engkau mengetahui adanya sebuah kesalahan (dalam agama) terjadi dimuka bumi,
orang yang melihat langsung lalu mengingkarinya, ia sama seperti orang yang tidak melihat
langsung (tidak dosa). Orang yang tidak melihat langsung namun ridha terhadap kesalahan
tersebut, ia sama seperti orang yang melihat langsung (mendapat dosa)” (HR. Abu Daud
no.4345, dihasankan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)
Perselisihan pendapat pun tidak bisa dipukul-rata bahwa semua pendapat bisa
ditoleransi. Apakah kita mentoleransi sebagian orang sufi yang berpendapat shalat lima
waktu itu tidak wajib bagi orang yang mencapai tingkatan tertentu? Atau sebagian orang
kejawen yang menganggap shalat itu yang penting ‘ingat Allah’ tanpa harus melakukan
shalat? Apakah kita mentoleransi pendapat Ahmadiyyah yang mengatakan bahwa berhaji
tidak harus ke Makkah? Tentu tidak dapat ditoleransi. Jika semua pendapat orang dapat
ditoleransi, hancurlah agama ini. Namun pendapat-pendapat yang berdasarkan dalil shahih,
cara berdalil yang benar, menggunakan kaidah para ulama, barulah dapat kita toleransi.
Berdasarkan penafsiran para ulama ahli tafsir yang terpercaya, beberapa faedah yang
dapat kita ambil dari ayat ini adalah:
18
7. Orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wa sallam, membenarkan beliau serta taat kepada beliau, akan mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
8. Orang kafir yang memerangi Islam juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, yaitu dengan diwajibkannya perang
melawan mereka. Karena kehidupan mereka didunia lebih lama hanya akan
menambah kepedihan siksa neraka di akhirat kelak.
9. Orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum musliminjuga mendapat rahmat
dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Yaitu dengan
dilarangnya membunuh dan merampas harta mereka.
10. Secara umum, orang kafir mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wa sallam berupa dihindari dari adzab yang menimpa umat-umat
terdahulu yang menentang Allah. Sehingga setelah diutusnya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, tidak akan ada kaum kafir yang diazab dengan cara
ditenggelamkan seluruhnya atau dibenamkan ke dalam bumi seluruhnya atau diubah
menjadi binatang seluruhnya.
11. Orang munafik yang mengaku beriman di lisan namun ingkar di dalam hati juga
mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan
mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam
hukum waris dan hukum yang lain. Namun di akhirat kelak Allah akan menempatkan
mereka di dasar neraka Jahannam.
12. Pengutusan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menjadi rahmat karena
beliau telah memberikan pencerahan kepada manusia yang awalnya dalam kejahilan
dan memberikan hidayah kepada manusia yang awalnya berada dalam kesesatan
berupa peribadatan kepada selain Allah.
13. Sebagian ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini diberikan juga kepada orang kafir
namun mereka menolaknya. Sehingga hanya orang mu’min saja yang
mendapatkannya.
14. Sebagain ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini hanya diberikan orang mu’min.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, yang dengan
sebab rahmat-Nya tersebut kita dikumpulkan di dalam Jannah-Nya.
DAFTAR PUSAKA
19
Mahfud, Rois. 2011. AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga.
https://muslim.or.id/1800-islam-rahmatan-lil-alamin.html oleh Yulian Purnama pada tanggal
13 januari 2010
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-sunnah-macam-macam-sunnah.html?
m=1
20