Oleh: Dr. Zainul Abas, S.Ag. M.Ag. Ketua FKUB Kabupaten Sukoharjo Moderasi Beragama
Moderasi beragama adalah cara beragama dengan mengembangkan
pemikiran dan sikap keberagamaan yang bersifat moderat dan tidak ekstrem. Menurut Menteri Agama, kata moderasi mengandung dua makna yaitu, memandu/mengatur/menengahi serta pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Kedua makna itu mirip dan sama-sama aplikatif, menjalankan fungsi kontrol. Memoderasi artinya mengendalikan sesuatu agar tidak kebablasan, menarik hal yang keterlaluan agar berada di jalur yang tepat, dan mengepaskan hal ihwal untuk mencapai keseimbangan dengan berupaya menghadirkan jalan tengah bagi konservatisme versus liberalisme. Moderasi Beragama Menteri Agama menegaskan bahwa dalam konteks kehidupan masyarakat plural dan multikultural seperti Indonesia, moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga masyarakat, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka. Moderasi sangat erat terkait dengan toleransi. Toleransi adalah kemauan dan kemampuan untuk bersedia menghormati dan menghargai perbedaan yang ada pada pihak lain. Kesediaan seperti itu sama sekali tidak berarti mengganggu, mengurangi, atau bahkan menghilangkan keyakinan prinsipil pada diri kita. Justru agama mengajarkan agar setiap kita bersedia menghormati dan menghargai perbedaan keimanan atau keyakinan yang ada pada pihak lain. Membangun Moderasi Beragama Menurut Menteri Agama, moderasi itu artinya moderat, lawan dari ekstrem. Menteri Agama mengamati bahwa dalam memahami teks agama saat ini terjadi kecenderungan terpolarisasinya pemeluk agama dalam dua kutub ekstrem. Satu kutub terlalu mendewakan teks tanpa menghiraukan sama sekali kemampuan akal/nalar, Apa yang tertulis di teks itu disimpulkan, dipahami lalu kemudian diamalkan tanpa memahami konteks. Jadi betul-betul bertumpu kepada teks saja. Beberapa kalangan menyebut kutub ini sebagai golongan konservatif. Kutub ekstrem yang lain, sebaliknya, terlalu mendewakan akal pikiran sehingga mengabaikan teks itu sendiri. Liberalisme, terlalu bebas dalam memahami nilai-nilai ajaran agama sehingga kemudian mengabaikan bahkan meninggalkan teks. Moderasi Beragama Menteri Agama menegaskan apa yang disebutkan dengan moderasi adalah moderasi dalam bergama, bukan moderasi agama. Yang dimaksud moderasi adalah cara beragama secara moderat, lawan dari ekstrem. Beragama secara moderat tentu saja sesuai dengan esensi dari agama itu sendiri. Dalam konteks agama Islam, ajaran mengenai moderasi beragama dapat dilihat dalam Q.S. Al-Baqarah:143. Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah menjadikan umat Islam sebagai “ummatan wasathan (umat pertengahan)”. Ummatan wasathan adalah umat yang mendapat petunjuk dari Allah SWT, sehingga bisa menjadi umat yang adil serta pilihan. Umat Islam diperintahkan untuk senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta membela yang hak dan melenyapkan yang bathil. Menurut Prof. Masykuri Abdillah, para intelektual Muslim dan pengamat lebih banyak menggunakan kata moderasi ini untuk sikap atau perilaku umat Islam dari pada untuk mensifati Islam. Prof. Masykuri lebih cenderung pada penggunaan makna ini, karena kata ummatan wasathan pada QS. Al- Baqarah: 143 tersebut menunjukkan pengertian ini. Strategi Membangun Moderasi Beragama Mengembangkan ajaran agama yang dilandasi oleh cinta dan kasih sayang. Mengembangkan sikap beragama yang tidak melakukan pemaksanaan kepada orang lain. Mengembangkan sikap saling bersaudara di antara satu dengan lainnya (ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah insaniyah). Mengembangkan sikap saling menebarkan salam kedamaian kepada semua orang. Mengembangan suatu pehamanan untuk membangun etika universal (etika global) terkait dengan penghormatan kepada hak-hak asasi manusia.