Tentang
“MODERASI BERAGAMA”
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PENGANTAR STUDI PEMIKIRAN ISLAM
Dosen Pengampu :
Dr. Lukmanul Hakim, M.Ag
Rahmad Tri Hadi, M.ag
Disusun Oleh :
Kelompok 13
Ummu Aiman : 2216050173
Gilang Febrian : 2216050189
Selvi Indriani : 2216050171
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
2022 M / 1444 H
0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penguatan moderasi beragama bagi kaum muda, diperlukan untuk menumbuhkan
sikapkeberagamaan yang hormat terhadap paham yang tidak sama, menebarkan
kedamaian dankasih sayang, serta enjauhkan sikap keberagamaan dari paham
anarkis dan merasa palingbenar sendiri, di tengah gencarnya perkembangan media
bagi kalangan millenial, generasimuda harus selektif dan mampu memilah
informasi dan sumber bacaan.
Menah berharap kaum muda terus mengedepankan pemahaman ajaran agama yang
membawa damai, bukankebencian apalagi mengobarkan perang terhadap moderasi
beragama.Moderasi beragama merupakan konsepsi yang dapat membangun sikap
toleran dan rukun guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa," tuturnya. Lebih
jauh, Asdep Thomas Siregar menguraikan tentang beberapa langkah strategis yang perlu
dilakukan guna menciptakan keberagaman yang inklusif.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Hakikat
Istilah “moderasi” berasal dari Bahasa Inggris yaitu kata “moderation”, yang
bermakna sikap sedang dan tidak berlebih-lebihan. Kita mengenal istilah “moderator”,
yang bermakna ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Secara lebih luas
moderator dipahami sebagai orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan
sebagainya), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara
pembicaraan atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau
mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga. Kata moderation berasal dari bahasa
Latin “moderatio”, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan).
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “moderasi” dengan penghindaran
kekerasan atau penghindaran keekstreman.
Istilah untuk moderat atau moderasi dalam Bahasa Arab adalah washattiyah
yang bermakna pertengahan. Ibnu Faris dalam karyanya Mu’jam Maqayis al-Lughah,
memaknainya dengan sesuatu yang di tengah, adil, baik, dan seimbang. Dalam bahasa
yang umum digunakan dalam keseharian kita hari ini, wasathiah seringkali
diterjemahkan dengan istilah moderat atau bersikap netral dalam segala hal.
Terminologi wasath -atau dalam bentuk Sifat musyabbahah-nya dibaca wasith ini-
kemudian diadobsi oleh bahasa Indonesia dengan sebutan “wasit”, yaitu orang yang
menengahi sebuah pertandingan antara dua kubu atau kelompok dalam sebuah
pertandingan sepakbola, voli dan lain sebagainya.
Apabila istilah moderasi digabungkan dengan agama dan sikap dalam beragama
maka menjadi moderasi beragama yang bermakna “Sikap mengurangi kekerasan, atau
menghindari keekstreman dalam praktik beragama”. Istilah ini merujuk kepada sikap
dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan
perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah
yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat,
bernegara, dan berbangsa Indonesia.
Istilah ini memang sangat indah untuk didengar, dan secara teoritis begitu
elegan, yaitu dalam beragama kita tidak boleh terlalu “ekstrim” baik ke kiri ataupun ke
kanan. Apalagi dalam konteks keindonesiaan yang multi kultur dan plural, moderasi
menjadi sebuah keniscayaan menurut mereka.
2
Islam sejak awal kehadirannya telah memberikan pedoman dalam beragama,
sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-Baqarah: 143 “Dan demikian pula
Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian bisa
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kalian”. Makna dari ummatan washatan adalah umat yang pertengahan,
tidak condong kepada ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan, yaitu berpegang teguh pada
wahyu Allah ta’ala. Tentu saja makna ekstrim sendiri juga perlu didefinisikan dengan
benar, karena banyak orang yang men-cap ektrim seseorang padahal sejatinya dia
berpegang teguh kepada syariat Islam yang hanif.
Merujuk pada ayat dalam QS. Al-Baqarah: 143, dipahami bahwa Islam telah
memberikan seperangkat aturan wahyu yang bersifat washatan (moderat) atau
pertengahan, yaitu tidak berlebih-lebihan dan tidak pula menyepelekan. Konteks ayat ini
tentu saja terkait dengan kisah Nabi Isa alaihisalaam, di mana kaum Yahudi berlebih-
lebihan dengan menganggap Nabi Isa adalah anak hasil perzinahan, sementara kaum
Nashrani berlebih-lebihan dengan menyatakan Nabi Isa adalah anak Tuhan. Maka,
Islam berada di antara keduanya, yaitu Nabi Isa adalah anak dari perawan suci Maryam
dan sebagai nabi dan rasulNya.Selain ayat tersebut, masih banyak lagi ayat dan hadits
yang memerintahkan kita untuk beragama dengan tidak berlebih-lebihan. Misalnya
sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam “Wahai manusia, jauhilah oleh
kalian sikap terlalu berlebih-lebihan (melampaui batas) dalam beragama.! Karena
sesungguhnya (hal) yang menghancurkan umat sebelum kalian adalah lantaran sikap
terlalu berlebih-lebihan dalam beragama. H.R. Ibnu Majah. Hadits ini secara jelas
memerintahkan kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragam, dengan istilah lain
hendaknya kita beragama sesuai denga napa yang telah Allah Ta’ala tetapkan di dalam
kitabNya dan dalam sunnah Nabi-Nya yang mulia.
Kembali kepada makna moderasi beragama, sejatinya Islam telah sempurna dan
lengkap sebagaimana firmanNya “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu
jadi agama bagimu”. QS. Al-Maidah: 3. Merujuk pada ayat ini maka Islam sudah
sempurna, mengatur seluruh sendi kehidupan manusia termasuk dalam sikap beragama.
Baik sikap beragama secara individual, komunal dan kemasyarakatan. Demikian pula
sikap beragama dengan sesame Islam serta dengan pemeluk agama lainnya, Islam telah
mengatur semuanya.Moderasi beragama yang saat ini berkembang sejatinya hanya
sebuah slogan untuk memperbaharui Syariah Islam yang sejatinya sudah sempurna.
Semacam upaya mengingatkan Kembali kepada umat Islam bahwa Islam sudah sejak
awal sudah toleran dengan semua agama. Tentu saja pedoman umat Islam dalam hal ini
adalah firmanNya dalam QS. Al-Kaafirun: 6, Allah Ta’ala berfirman “Untukmulah
3
agamamu dan untukkulah agamaku”. Ayat ini sudah sangat jelas, toleransi beragama
dalam Islam adalah membiarkan umat lain untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan mereka.
Moderasi beragama dapat diketahui dari beberapa ciri yang melekat diantaranya :
Ketiga, dalam melihat dan menelaah budaya lokal Indonesia yang beragam,
personal yang moderat cenderung menjadikan dirinya ramah terhadap tradisi.
Fenomena hasil budaya yang dikembangkan menjadi tradisi dipandang sebagai
sebuah khazanah yang perlu dirawat dan dilestarikan. Tradisi dipandang
memiliki nilai-nilai kebaikan untuk mempertahankan harmonisasi sosial dalam
bingkai keragaman dan menjaga keutuhan NKRI.
4
Moderasi beragama dianggap penting dalam rangka menghadapi realitas budaya
hari ini yang beragama serta munculnya gerakan-gerakan ekstremisme dan
radikalisme.Moderasi beragama dapat diterapkan dengan beberapa cara :
1. penguatan sikap, cara pandang, dan praktik beragama dalam tataran individu,
keluarga, berbangsa, dan bernegara. Pribadi seseorang yang ingin menerapkan moderasi
beragama harus moderat terlebih dahulu sebelum mengajarkan dan
mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama pada orang lain.
2. penguatan harmonisasi kehidupan beragama. Hal ini karena kita hidup dalam
realitas kehidupan beragama yang beranekaragam serta bergaul dengan mereka yang
berbeda agama. Oleh karenanya, kerukunan itu harus dibangun
3. penguatan relasi agama dan budaya. Agama tidak pernah hidup sendiri karena
agama senantiasa bersentuhan dengan kebudayaan dan kemudian melahirkan praktik-
praktik keagamaan. Ia mencontohkan adanya pakaian Muslim dan Al-Qur'an yang
diturunkan dalam Bahasa Arab.
5
Konstitusi kita membebaskan warganya untuk memeluk dan menjalankan agama sesuai
kepercayaanya tanpa paksaan pihak manapun. Dasar negara kita, yaitu Pancasila
mengajarkan untuk menjadi manusia yang beragama dan saling menjaga
persatuan.Sikap moderat akan menjauhkan Indonesia dari ancaman radikalisme.
Radikalisme musuh semua agama dan kemanusiaan. Pandangan ini harus ditanamkan
pada setiap insan agar tidak ada umat agama tertentu yang dicap sebagai 'tersangka'.
Menerapkan sikap moderat harus diawali dari sendiri.
Seorang dengan sikap moderat sering dianggap tidak maksimal dalam beragama.
Beberapa kalangan beranggapan moderat merupakan sikap tidak sungguh-sungguh dan
tidak berpendirian. Pandangan ini menyebabkan masyarakat tidak mau menunjukkan
sikap moderatnya dan malah berbalik menyalahkan sikap moderat.
Faktanya moderasi beragama tidak seperti itu. Moderasi berarti percaya pada
ajaran agama yang mengajarkan keadilan dan keseimbangan dalam berkehidupan serta
memiliki sikap cinta tanah air, toleran, anti kekerasan, dan ramah terhadap keragaman
budaya lokal.Moderasi beragama sesungguhnya jati diri negara Indonesia itu sendiri.
Sebagai negara yang religius, dengan umatnya yang menjunjung tinggi toleransi di
setiap sendi kehidupan. Moderasi beragama menjadi perekat berbedaan yang dimiliki
Indonesia yang dapat digunakan untuk mewujudkan kehidupan beragama dan berbangsa
yang religius, rukun, harmonis, dan tentunya tidak melanggar hukum yang berlaku.
6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Istilah untuk moderat atau moderasi dalam Bahasa Arab adalah washattiyah
yang bermakna pertengahan. Ibnu Faris dalam karyanya Mu’jam Maqayis al-Lughah,
memaknainya dengan sesuatu yang di tengah, adil, baik, dan seimbang. Dalam bahasa
yang umum digunakan dalam keseharian kita hari ini, wasathiah seringkali
diterjemahkan dengan istilah moderat atau bersikap netral dalam segala halApabila
istilah moderasi digabungkan dengan agama dan sikap dalam beragama maka menjadi
moderasi beragama yang bermakna “Sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari
keekstreman dalam praktik beragama”. Istilah ini merujuk kepada sikap dan upaya
menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau
pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang
menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat,
bernegara, dan berbangsa Indonesia.
Saran
7
DAFTAR PUSTAKA
https://kemenag.go.id/read/moderasi-beragama-dan-civil-society-18nnn
https://www.kompasiana.com/uminurainisya1909/61a1b75762a7042000303ea2/
urgensi-menerapkan-moderasi-beragama-dalam-kehidupan-negara-yang-plural
Yusuf Qardhawi, Islam Radikal: "Analisis terhadap Radikalisme dalam Berislam dan Upaya
Pemecahannya", (terj.) Hamin Murtadho, (Solo: EraIntermedia, 2014), hal. 127