Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MODERASI BERAGAMA

Dosen Pengampu:Zainuddin Amrullah M.A

Oleh:1.Jumarti

2.Rofi’ah Nur

3.Hamdi Efendi

4.Essa Amelia Fitri

5.Izmi Maulina

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur atas kehadirat Allah swt. Yang telah memberikan kita taufik beserta
hidayahmya dan berbagai macam nikmat terutama nikmat kesehatan sehingga bisa
menyelesaikan tugas makalah “Penelitian Sistem Sosial” ini.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari ”Sosiologi
Kota dan Desa”. Selain untuk memenuhi tugas,penulisan makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan kami sebagai mahasiswa dan juga para pembaca.

Kami juga mengucapkan terimakah kepada bapak dosen pengampu yang telah
memberikan kami arahan dalam membuat makalah ini, tak lupa juga kami ucapkan banyak
terimakasih kepada pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Tentu makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang
membangun kami harapkan dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

Wassalamualaikum warahmatullah hiwabarukatuh

14 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

COVERi

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

BAB. II PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian.

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Pentingnya moderasi agama karena keberagaman dalam beragama tidak mungkin


dihilangkan karena karena manusia memiliki keyakinan yang berbeda-beda. Ide dasar
moderasi adalah untuk mencari persamaan dan bukan untuk mencari perbedaan yang akan
menyebabkan terjadinya perdebatan. Karena salah satu hadirnya agama adalah untuk
menjaga martabat manusia sebagai makhluk yang mulia yang diciptakan Tuhan, sehingga
agama ini selalu membawa misi damai dan keselamatan.

Ribuan tahun hadirnya agama-agama itu lahir, maka manusia semakin bertambah dan
beragam, bersuku-suku, berbangsa-bangsa yang tersebar di dunia ini. Dengan perkembangan
tersebut maka agama pun turut ikut berkembang dan tersebar dimana-mana. Begitupun teks-
teks agama yang pun mengalami multitafsir, kebenaran menjadi beranak pinak, sebagian
pemeluk agama pun tak lagi berpegang teguh pada ajaran agama namun berpegang teguh
pada apa yang disukainya dan bahkan terkadang tafsir yang sesuai dengan kepentingan
politiknya. Sehingga menyebabkan terjadinya konflik di berbagai negara. Hal inilah yang
menyebabkan pentingnya moderasi beragama agar peradaban manusia tidak musnah akibat
konflik berlatar agama.

Moderasi beragama di Indonesia diperlukan berbagai strategi kebudayaan dalam menjaga


keindonesiaan. Para pendiri bangsa telah membentuk kesepakatan dalam berbangsa dan
bernegara yang dinyatakan dalam pancasila.

Rumusan Masalah

a.Apa definisi moderasi beragama?

b.Bagaimana karakteristik Moderasi beragama?

c.

Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana moderasi beragama itu sehingga bisa di terapkan oleh
mahasiswa dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
BAB II

PEMBAHASAN

A.KAJIAN KONSEPTUAL MODERASI BERAGAMA

Kata "moderasi" berasal dari bahasa latin "moderatio" yang memiliki arti ke- sedang-an
( tidak berlebihan dan tidak kekurangan ) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
moderasi dimaknai dengan dua pengertian yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran
keekstriman. Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam artian average
(rata-rata), Core (inti), standard (baku) atau non eligned (tidak berpihak). Dari beberapa kata
yang disebutkan moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan moral,
watak, baik ketika memperlakukan orang lain secara individu ataupun berhadapan dengan
institusi negara.

Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah,
yang memiliki Padanan kata tawassuth (tengah-tengah),i'tidal (adil) dan tawazun
(berimbang). Antonim dari kata wasath adalah tatharruf (berlebihan), yang dalam bahasa
Inggris disebut kata extreme,radical,excessive.Wasathiyah atau moderasi beragama sejatinya
adalah esensi dan substansi dari ajaran agama yang sama sekali tidak berlebihan, baik dalam
cara pandang atau bersikap.

Prinsip moderasi beragama adalah sikap dan cara pandang yang penuh dengan nilai-nilai
keseimbangan (balance) dan adil (Justice). Dengan konsep demikian, dapat dipahami bahwa
seseorang dalam beragama tidak boleh ekstrem pada pandangannya, melainkan harus selalu
mencari titik temu.

Dengan demikian, moderasi beragama dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap dan
perilaku yang berada di posisi tengah tanpa berlebih-lebihan dalam beragama yaitu tidak
ekstrem. Tidak berlebihan yang dimaksud di sini adalah menempatkan satu pemahaman pada
tingkat kebijaksanaan yang tinggi dengan memperhatikan pada teks agama, konstitusi negara,
kearifan lokal, dan konsensus bersama. Hal itu saat moderasi beragama dijunjung dan
diberlakukan dalam setiap nafas kehidupan, setidaknya akan mengurangi prasangka yang
kemudian melahirkan konflik dan pertentangan.
Dalam buku Moderasi Beragama yang ditulis oleh tim balitbang Kemenag RI,
dijelaskan bahwa moderasi bukan hanya diajarkan oleh Islam, tapi juga agama lain. Pada
prinsipnya, sikap adil dan berimbang yang melekat pada prinsip moderasi beragama dapat
membentuk seseorang untuk memiliki tiga karakter utama yaitu kebijaksanaan (wisdom),
ketulusan (purity), Dan keberanian (courage). Dengan kata lain, sikap moderat dalam
beragama selalu memilih jalan tengah, akan lebih mudah diwujudkan apabila seseorang
memiliki keluasan pengetahuan agama yang memadai sehingga dapat bersikap bijak, tahan
godaan sehingga bisa bersikap tulus tanpa beban, serta tidak egois dengan tafsir
kebenarannya sendiri sehingga berani mengakui tafsir kebenaran orang lain.

Moderasi beragama dalam konteks ini merupakan tangga awal untuk menumbuhkan
toleransi dan persatuan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain antara satu pemeluk
agama dengan pemeluk agama lain, dan antar satu komunitas dengan komunitas yang lain.
Dengan arti bahwa menolak ekstremisme dan liberalisme adalah jalan tengah yang cukup
bijak guna menciptakan kerukunan.

Moderasi beragama adalah memperlakukan orang lain secara terhormat dengan


menerima perbedaan sebagai ciri dari keragaman. Moderasi beragama sejatinya merupakan
implementasi dari nilai-nilai toleransi.

Selain itu, konsep moderasi beragama sangat menjunjung nilai-nilai egaliter dengan
tidak berpandangan diskriminatif terhadap yang lain. Perbedaan keyakinan, tradisi, agama,
bahasa, dan suku, serta antar golongan tidak menjadi penyebab tersulutnya sumbu
kesewenang-wenangan yang dapat memberangus tali persaudaraan. Dalam konteks ini,
moderasi beragama dapat dipahami sebagai jalan tengah untuk menciptakan kehidupan yang
damai dan Harmoni terlebih di negara yang multikultural ini.

B.Karakteristik Moderasi Beragama

Salah satu sumber konflik yang dapat menggoyahkan NKRI adalah konflik yang
bersumber dari keagamaan. Motif keagamaan akan menggoyahkan NKRI karena dibarengi
dengan makna “perang suci”. Dalam realitas empiris konflik tersebut ditarik ke dalam tataran
klaim kebenaran dan perang suci atas nama tuhan yang akan menimbulkan konflik horizontal
berdarah. Perang klaim kebenaran (truth claim) pemahaman keagamaan yang bersifat
eksklusif, ekstrem dan mutlak menjadi akar konflik antara sesama umat Islam. Perang klaim
kebenaran terjadi dalam dua wilayah keislaman, Pertama dalam ruang lingkup perbedaan
pemahaman yang bersifat variati-fiqhiyyah. Kedua, dalam aspek penyimpangan, kesesatan
pemahaman atau ajaran. Oleh karena itu perlu adanya paradigma pemahaman Islam yang bisa
memberikan penguatan ukhuwwah Islamiyyah, wathaniyyah dan insaniyyah, salah satunya
pendekatan moderasi Islam.

Islam Wasathiyah, adalah ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap
alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik
(khairu ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala
urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik
amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki karakteristik, sebagai berikut:

1. Tawassuth (moderat)

Tawassuth adalah sikap netral yang berdasar pada prinsip hidup menjunjung tinggi nilai
keadilan di tengah kehidupan bersama, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Sikap ini
dikenal juga dengan sebutan moderat (al-wasathiyyah)

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa tawassuth/moderat berasal dari kata wasath yang
berarti adil, baik, tengah-tengah, dan seimbang. Artinya, seorang Muslim yang bersikap
tawassuth akan menempatkan dirinya di tengah-tengah dalam suatu perkara, tidak ekstrim
kanan ataupun kiri. Mengutip buku Moderasi Islam Nusantara oleh H. Mohamad Hasan,
M.Ag., terdapat lima alasan mengapa sikap tawassuth dianjurkan ada pada diri seorang
Muslim, yaitu:

a) Sikap tawassuth dianggap sebagai jalan tengah dalam memecahkan masalah, maka
seorang Muslim senantiasa memandang tawassuth sebagai sikap yang paling adil dalam
memahami agama.

b) Hakikat ajaran Islam adalah kasih sayang, maka seorang Muslim yang bersikap
tawassuth senantiasa mendahulukan perdamaian dan menghindari pertikaian.

c) Pemeluk agama lain juga mahluk ciptaan Allah yang harus dihargai dan dihormati,
maka seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa memandang dan memperlakukan
mereka secara adil dan setara
d) Ajaran Islam mendorong agar demokrasi dijadikan alternatif dalam mewujudkan
nilai-nilai kemanusiaan, maka Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa mengutamakan
nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi.

e) Islam melarang tindakan diskriminasi terhadap individu atau kelompok. Maka sudah
sepatutnya seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa menjunjung tinggi
kesetaraan.

Dari kelima alasan tersebut, seorang Muslim seharusnya sudah memahami arti pentingnya
sikap tawassuth dalam kehidupannya. Tawassuth cocok diterapkan dalam kehidupan sosial
antar sesama manusia. Terlebih di masa sekarang yang penuh dengan problematika
intoleransi dan diskriminasi antarumat beragama. Adapun contoh sikap tawassuth dalam
kehidupan sehari-hari adalah:

 Tidak membeda-bedakan golongan dalam berinteraksi dan berkomunikasi.

 Menjalin silaturahmi antar sesama agar tidak timbul pertikaian.

 Menerima pendapat orang lain yang tidak sepaham.

 Menerima saran, masukan, dan kritik membangun dari orang lain.

 Menggunakan bahasa yang santun dan menyejukkan saat berkomunikasi.

 Bersikap toleransi terhadap segala perbedaan yang ada.

2. Tawazun (berkeseimbangan)

Tawazun adalah suatu sikap yang mampu menyeimbangkan diri seseorang pada saat memilih
sesuatu sesuai kebutuhan, tanpa condong atau berat sebelah terhadap suatu hal tersebut.
Dalam konteks moderasi beragama, sikap ini sangat penting dalam kehidupan antar umat
beragama, jadi kita bisa seimbang dalam kehidupan dunia, tapi kita juga bisa seimbang dalam
kehidupan akhirat nya. Sikap tawazun sangat diperlukan oleh manusia agar dia tidak
melakukan sesuatu hal yang berlebihan dan mengesampingkan hal-hal yang lain, yang
memiliki hak harus ditunaikan. Tawazun merupakan Kemampuan seorang individu untuk
menyeimbangkan kehidupanya dalam berbagai dimensi, sehingga tercipta kondisi yang
stabil, sehat, aman dan nyaman.
Sikap tawazun ini sangat penting dalam kehidupan seorang individu sebagai manusia. Oleh
karena itu sikap tawazun ini harus diterapkan dan dilaksanakan dalam diri peserta didik; agar
mereka dapat melakukan segala sesuatu dengan seimbang dalam kehidupannya. Karena jika
mengabaikan sikap tawazun dalam kehidupan ini, maka akan lahir berbagai masalah.

Dalam kehidupan selalu ada suatu kejadian di mana seseorang hanya mementingkan urusan
dunianya saja atau memiliki prinsip hidupnya hanyalah untuk mencari kesenangan duniawi
semata. Perilaku yang dilakukannya dalam aktivitas sehari-hari sehingga menjadi kebiasaan
dan dianggap sudah menjadi hal yang biasa dalam pergaulannya. Seperti merokok, lupa akan
sholat, melakukan maksiat; atau memenuhi kebutuhan secara berlebihan, seperti makan
dengan berlebih-lebihan, tidur tak kenal waktu atau bermalasan-malasan. Perilaku yang
seperti ini merupakan suatu kecendrungan terus-menerus terhadap hal yang negatif. Sedang
kecendrungan yang terus-menerus terhadap hal positif; umpamanya seperti seseorang yang
terus-menerus melakukan ibadah dengan cara mengurung diri, serta tak memperdulikan
lingkungan sosial sekitar.

Contoh sikap tawazun dari Rasulullah SAW, seperti:

 Nabi Muhammad SAW, Beliau adalah pribadi yang imannya sangat kuat, seorang
yang zuhud, dan pandai strategi perang demi membela Islam, tapi, dalam kehidupan
berkeluarga, beliau menjadi pemimpin keluarga yang sangat baik, sayang kepada istri dan
anak-anaknya. Itulah sikap tawazun yang dapat kita jadikan pedoman dari Nabi Muhammad
SAW.

Dan contoh sikap tawazun dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

 Seorang ibu mempunyai dua orang anak, yang satu sedang duduk di bangku SD,
sedangkan yang lain duduk di bangku perguruan tinggi. Tentunya si Ibu tersebut tidak akan
memberikan uang saku dengan jumlah yang sama kepada masing-masing anaknya tersebut.
Jika Ibu tersebut berpegang pada prinsip keadilan dan seimbang tentu ia akan memberikan
uang dengan dengan jumlah yang lebih kepada anaknya tertua; karena anak ini mempunyai
kebutuhan yang lebih daripada adiknya yang masih SD.

3. I’tidal (lurus dan tegas)


Arti kata I'tidal secara harfiah berarti lurus dan teguh, berarti meletakkan sesuatu pada
tempatnya, menjalankan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Islam
mengutamakan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-Qur'an yang menunjukkan ajaran
mulia ini, tanpa mengedepankan keadilan, nilai-nilai agama terasa kering dan tidak berarti,
karena keadilan adalah ajaran agama yang secara langsung memengaruhi kebutuhan hidup
mayarakat. Tanpa itu, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi ilusi.

I'tidal sangat diperlukan dalam kehidupan, karena tanpa itu nantinya semua akan mengarah
pada pemahaman Islam yang terlalu liberal atau radikal. Peran pendidik dalam me-moderasi
pendidikan Islam sangat diperlukan untuk pemahaman yang lurus, jujur dan tegas dalam
beragama.

Adapun contoh sikap I’tidal dalam kehidupan sehari-hari adalah:

 Seseorang yang selalu mematuhi aturan dalam lingkup masyarakat, sekolah maupun
keluarga.

 Seorang pengajar atau guru yang memberikan tugas dan nilai yang adil kepada semua
murid atau siswa.

 Biaya sekolah (SPP) dan biaya kuliah (UKT) dibebankan secara adil kepada siswa
dan mahasiswa.

 Selalu menegakkan kebenaran dalam lingkungan masyarakat, sekolah dan keluarga.

 Tidak pernah goyang atau putus semangat dalam menegakkan keadilan dan
kebenaran.

4. Tasamuh (toleran)

Tasamuh berasal dari bahasa Arab yang artinya toleransi. Menurut bahasa Tasamuh artinya
adalah tenggang rasa, sedangkan menurut istilah saling menghormati dan menghargai antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Contoh tindakan tasamuh dalam kehidupan
sehari-hari:

 Berlapang dada dalam menerima segala perbedaan.

 Memberikan kebebasan orang lain untuk memilih keyakinan (agama).

 Menghormati orang lain yang sedang beribadah.


 Tetap bergaul dan bersikap baik dengan orang yang berbeda keyakinan dalam hal
duniawi.

 Tidak memaksakan orang lain dalam hal keyakinan (agama).

 Tidak membenci dan menyakiti perasaan seseorang yang berbeda keyakinan atau
pendapat dengan kita.

 Tidak mengganggu orang lain yang berbeda keyakinan ketika mereka beribadah

5. Musawah (egaliter dan non diskriminasi)

Musawah yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan
atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Secara bahasa, musawah berarti kesejajaran atau
kesetaraan. Artinya, tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain, sehingga dapat
memaksakan kehendaknya. Dalam urusan kenegaraan, penguasa tidak bisa memaksakan
kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Sebab, rakyat dan penguasa
memiliki kedudukan dan hak sama yang harus dihargai keberadaannya. Dalam konteks
umum, musawah bisa dikaitkan dengan kerukunan antar masyarakat. Dengan adanya
musawah, diskriminasi antar masyarakat tidak akan terjadi.

Contoh tindakan musawah dalam kehidupan sehari-hari:

 Menghargai perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Golongan yang terdapat disekitar kita.

 Tidak memaksa kehendak orang lain untuk mengikuti ajaran agama kita.

 Senantiasa memaafkan kesalahan orang lain walaupun orang itu belum meminta
maaf.

 Bersikap ramah kepada siapapun.

 Tidak mendiskriminasi atau membeda-bedakan teman terutama yang berbeda


keyakinan.

6. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)

Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal yang


lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang
kepentingannya lebih rendah. Jika dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan benturan
dalam beramal contohnya, untuk menentukan prioritas dalam beramal, kita tidak boleh hanya
mengandalkan logika, hawa nafsu, analisis fakta ataupun mengandalkan manfaat dan
mudharat suatu perkara tersebut. Bila terjadi benturan dalam beramal, bagaimana membuat
skala prioritasnya? Bila mubah bertemu sunnah, maka yang sunnah harus didahulukan, bila
sunnah bertemu wajib, maka yang wajib harus didahulukan, tetapi bila wajib bertemu wajib
kita lihat bentuk fardhu ‘ain dan kifayah yang diutamakan, begitu pula seterusnya. Seperti
misalnya dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai benturan seperti:

 Kita memiliki uang yang terbatas, sedangkan kita juga pun memiliki keluarga yang
harus kita nafkahi, di satu sisi kita memiliki hutang kepada orang yang harus dilunasi, mana
yang harus diprioritaskan? Yang menjadi prioritas utama adalah menafkahi keluarga.

 Menghadap kiblat adalah kewajiban. Jika sudah berusaha tetapi tetap tidak tahu arah
kiblat maka harus sholat menurut arah dugaan nya adalah arah kiblat. Sehingga tetap
melaksanakan sholat.

 Jika di hutan tidak ada makanan kecuali dengan memburu babi, maka makan babi
sekedar untuk bertahan hidup harus dilakukan.

7. Tahaddhur (berkeadaban)

Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan
integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Manusia
adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia tanpa adanya orang lain
disekitar. Berbuat baik serta tolong menolong menjadi suatu hal yang wajib dilakukan demi
terciptanya hidup rukun dan damai antar sesama manusia. Tahaddhur dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa sangat dibutuhkan, karena dengan adanya sikap ini maka seluruh
kegiatan tangan, kami dan mata kita akan dapat terjaga dengan baik. Sekarang kita banyak
menyaksikan banyak isu yang beredar di tengah-tengah masyarakat yang terbiasa
menyebarkan informasi tanpa di cek terlebih dahulu kebenaran dan fakta nya dan juga kita
menyaksikan seringnya terjadi perdebatan antar individu terhadap suatu perkara yang mereka
sendiri sebenarnya tidak memahami dan mempunyai ilmu yang mumpuni dalam hal tersebut.
Melihat situasi dan kondisi itu maka moderasi pendidikan islam dalam Tahaddhur sangat
diperlukan agar kehidupan berbangsa dan bernegara tercipta kerukunan dan keamanan serta
ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.

8. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif)


Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yaitu selalu terbuka untuk melakukan
perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk
kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. Pengertian dari Tathawwur wa Ibtikar (dinamis
dan inovatif) yaitu: selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan
perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat
manusia. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) dalam moderasi pendidikan islam
sangat dibutuhkan, karena merupakan suatu strategi yang disusun sedemikian rupa untuk
menjawab berbagai macam permasalahan dan kondisi kekinian yang harus dihadapi oleh
setiap orang. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi semakin dinamis dan
berkelanjutan sebagai akibat dari modernisasi dan globalisasi. moderasi pendidikan islam
memerlukan Tathawwur wa Ibtikar untuk menjawab berbagai macam persoalan yang terjadi
di masyarakat.
KESIMPULAN

Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni
memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan
maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga
retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia saat ini. Moderasi beragama mengajarkan bagaimana cara pandang kita dalam
kehidupan beragama yang baik dan benar, tidak ekstrem apalagi radikal. Moderasi beragama
pun memberitahu kita sebagai seorang muslim untuk bertoleransi antar sesama umat
beragama, tidak diskriminasi antar ras, suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara kita
berpikir dinamis dan inovatif. Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman
masyarakat, senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan
radikalisme, adalah melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif. Selain itu ajaran
Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah atau
yang berarti “Islam Tengah” adalah suatu yang menjadi terwujudnya umat terbaik (khairu
ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan
agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah
keagamaan Islam Wasathiyah memiliki beberapa karakteristik, seperti berikut:

1. Tawassuth (moderat)

2. Tawazun (ber keseimbangan)

3. I’tidâl (lurus dan tegas)

4. Tasamuh (toleran)

5. Musawah (egaliter dan non diskriminasi)

6. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)


7. Tahaddhur (berkeadaban)

8. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif).

Konsep tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini akan membawa Indonesia ke arah yang
lebih baik, sehingga tidak ada diskriminasi dalam keberagaman dan menimbulkan rasa aman
dan nyaman.

Anda mungkin juga menyukai