MODERASI BERAGAMA
Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi
dakwah
Disusun Oleh:
Kelompok 6
Badar : 30356121003
2022
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PEMDAHULUAN................................................................................................. 1
A...Latar Belakang.........................................................................................................1
B...Rumusan Masalah....................................................................................................2
C...Tujuan Penulisan..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
A...Kesimpulan.............................................................................................................. 12
B...Saran ....................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Penguatan moderasi beragama menjadi salah satu indikator utama sebagai
upaya membangun kebudayaan dan karakter bangsa. Moderasi beragama juga
menjadi salah satu prioritas di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024 Kementerian Agama. Dalam konteks keIndonesiaan,
moderasi beragama dapat dijadikan sebagai strategi kebudayaan untuk merawat
Indonesia yang damai, toleran dan menghargai keragamaan. Moderasi Beragama
adalah cara hidup untuk rukun, saling menghormati, menjaga dan bertoleransi
tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada. Dengan penguatan
moderasi beragama diharapkan agar umat beragama dapat memposisikan diri
secara tepat dalam masyarakat multireligius, sehingga terjadi harmonisasi sosial
dan keseimbangan kehidupan sosial.
Kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia saat ini diwarnai oleh adanya
perbedaan-perbedaan dalam pemelukan agama, yang selanjutnya membangun
pengelompokan masyarakat berdasarkan pemeluk agama itu. Kondisi kehidupan
keagamaan di Indonesia juga ditandai oleh berbagai faktor sosial dan budaya,
seperti perbedaan tingkat pendidikan para pemeluk agama, perbedaan tingkat
sosial ekonomi para pemeluk agama, perbedaan latar belakang budaya, serta
perbedaan suku dan daerah asal. Oleh karena itu, moderasi beragama dapat
dijadikan jalan tengah di tengah keberagaman beragama.
Wajah moderasi beragama nampak dalam hubungan harmoni
antaraagama (Islam, Hindu, Budha dan Kristen) dan kearifan lokal (local value) di
Indonesia. Kearifan lokal ini sebagai warisan budaya Nusantara, mampu
disandingkan secara sejajar sehingga antara spirit agama dan kearifan budaya
berjalan seiring, tidak saling menegasikan. agama dan budaya memperkuat
kebangsaan dan kebhinekaan Indonesia. Ulama dan tokoh agama pun turut serta
dalam memprakarsai berdirinya Indonesia dalam kepaduan dan harmonisasi
agama dan budaya. Berbagai persoalan fikih ataupun tafsir kehidupan dijawab dan
1
disatukan dengan budaya. Agama datang memahkotai budaya lokal bukan
menggerus ataupun mempertentangkannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat mengambil rumusan
masalah sebagai berikut
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masaalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini
yaitu:
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. QS. Al-Baqarah ayat 238
2. QS. Al-Maidah ayat 89
3. QS. Al-Qalam ayat 28 1
Akhmad Syahri, “ Moderasi Beragama dalam Ruang kelas “, ( Malang: CV. Literasi
1
4
Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak
menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia- nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
manusia. (Q.S. al-Baqarah [2]: 143).
Konsep hukum islam, atau syariah, memiliki hubungan dengan konsep
moderasi (wujud). Ketika kita berbicara tentang mencapai rasa harmoni, kita
berbicara tentang menemukan jalan tengah antara teks dan dunia di sekitar kita.
Ada banyak aspek hukum islam, termasuk aspek doctrinal dan praktis, yang
dicakup oleh hukm islam. Dari perspektif agama, hukum islam termasuk dalam
kategori iman, seperti yang dijelaskan di atas. Secara praktis, hukum islam
mencakup norma-norm yang mengatur semua perilaku muslim dalam hal ibadah,
muamalah, dan aspek kehidupan manusia lainnya.
Al-Qur’an yang membuat ketentuan-ketentuan hukum khusus serta prinsip-
prinsip umum yang berkaitan dengan hukum dan moral, merupakan sumber dan
landasan hukum islam. Syariat didasarkan pada Al-Qur’an yang jelas dan aturan
khusus. Pada saat yang sama menjelaskan prinsip-prinsip syariat yang luas, Al-
Qur’an juga menjbarkan secara spesifik. Dengan cara yang sama, aturan yang
diturunkan dar sabda Nabi Muhammad SAW, yang terangkum dalam kitab-kitab
hadist, juga berlaku. Meskipun demikian, umat islam memiliki banyak
keleluasaan dala menafsirkan dua sumber utama syriah dengan cara mereka
sendiri. Karena itu, para sahabat sering kali berbeda dalam menafsirkan Al-Qur’an
dan hadist setelah Nabi wafat, meskipun Nabi Muhammad masih hidup.
Perbedaan pendapat di kalangan pengikut nabi Muhammad SAW dipandang
sebagai berkah oleh Nabi sendiri: “Perbedaan (pendapat yang terjadi pada)
umatku merupakan sebuah rahmat”.
5
Dari sini, dapat disimpilkan bahwah perbdaan adalah penting. Sesuatu yang
tidak harus dihindari sama sekali. Untuk mencapai moderasi syariah, orang harus
belajar untuk menghargai dan menghomati perbedaan sudut pandang sat saa lain. 2
2
Yeni Huriani, “Buku Saku Moderasi Beragama Untuk Perempuan Muslim”, (Bandang:
UIN Sunan Gunug Djati, Cet- April 2022), Hal 2-3 dan 17
6
adalah wujud pengamalan ajaran agama, sebagaimana pengamalan ajaran
agama sama halnya dengan menjalankan kewajiban sebagai warga negara.3
2. Toleransi
Toleransi adalah kesediaan untuk memberikan kebebasan kepada orang
lain untuk berpikir, berbicara, dan memiliki sudut pandang yang berbeda dari
kita sendiri, tanpa mengganggu hak mereka (Mietzner & Muhtadi, 2020).
Toleransi didukung oleh kesediaan untuk berpikiran terbuka. Toleransi juga
mencakup sikap menerima, menghargai perbedaan orang lain, dan pengertian
yang baik terhadap orang lain.
Allah mengasihani semua makhluk, yang menjadikan islam sebagai agama
inklusif. Ajaran islam mendorong orang untuk memperlakukan satu sama lain
dengan hormat. Setiap hak asasi manusia dihormati dalam islam, dan umat
islam bekerja sama untuk saling membantu. Ajaran agama islam tidak
bertujuan untuk menundukka agama lain, akan tetapi lebih sebagai penjaga
budaya manusia. Toleransi juga toleransi dalam bidang sosial dan politik.
3. Anti Kekerasan
Indikator moderasi beragama yang tak kalah pentingnya adalah anti
kekerasan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh gerakan radikalisme dan
terorisme semakin berkembang biak. Pada konteks moderasi beragama,
radikalisme dan terorisme dipahami sebagai suatu ideologi dan paham yang
menggunakan dasar atas nama agama untuk membenarkan tindak kekerasan
dan pembunuhan yang mereka lakukan. Mereka yang radikal cenderung
memaksakan keyakinnya yang bersifat eksklusif terhadap orang lain. Orang-
orang yang radikal biasanya tidak sabar dengan perubahan yang sifatmya
perlahan, karena mereka berfikir atas "kondisi seharusnya", bukan dasar
imjinasi situasi yang senyatanya ada. Mengakarnya keyakinan dari kelompok
radikal mengenai benarnya ideologi yang mereka yakini dapatmengakibatkan
munculnya sikap emosional yang menjurus pada kekerasan. Padahal ajaran
3
Toguan Rambe, “FKUB dan Modersi Beragama di Kota Medan”, (Bandung: CV. Media
Sains Indonesia, Cet-Oktober 2022), Hal 57
7
agama manapun tidak membenarkan adanya tindak kekerasan, saling
membunuh satu sama lain maupun tindakan teror.
Seiring dengan iterpertasi yang yang ketat, ekstremisme dan kekerasan
berasal dari keyakinan bahwa negara islam, seperti Khilafah, Darul Islam, atau
Imamah, dapat didirikan. Moderasi beragama didefinisikan sebagai preferensi
terhadap sikap dan eksperi eagamaan yang seimbang dan adil yang
menekankan pada keadilan, rasa hormat, dan kesadaran akan realitas disparitas
sosial.
4. Akomodatif terhadap kebudayaan lokal
Praktik serta sikap beragama yang dapat menerima atau akomodatif
terhadap kebudayaan lokal bisa digunakan seeberapa jauh mereka untuk
bersedia mengetahui menerima praktik amaliah keagamaan yang
mengakomodasi tradisi dan kebudayaan lokal. Orang-orang yang moderat
memiliki kecenderungan lebih ramah atas penerimaan tradisi dan budaya lokal
dalam perilaku keagamaannya, tidak selama bertentangan dengan pokok
ajaran agama.
Hukum islam telah terbukti dapat beradaptasi dan dinamis melalui
penyesuaian konflik ini. Ia memiliki kemampuan untuk beradaptasi degan
lingkungan apapun. Akibatnya, islam akan tetap relevan di mana pun ia
dippraktikan. Komunitas muslim di indinesia dikenal sebagai islam pribumi
dalam bahasa lain karena mereka mengadaptasi ajaran agama dengan budaya
Indonesia dan penganut adat dan pengetahuan lokal yang tidak beraturan
dalam syariah.4
4
Yeni Huriani, “Buku Saku Moderasi Beragama Untuk Perempuan Muslim”, (Bandang:
UIN Sunan Gunug Djati, Cet- April 2022), Hal 10-12
8
yang mempunyai persamaan makna dengan wasathiyah, berikut ini akan
diuraikan lafaz-lafaz yang merupakan perlawanan kata (antonim) wasathiyah.
a) Ghuluw
Semangat agama yang terlalu tinggi dapat mendorong kelompok tertentu,
terutama kaum muda, untuk bersikap berlebihan dalam memahami teks agama
(ghuluw). Dalam khazanah Islam, pembahasan mengenai ekstremisme
ditemukan dalam sejumlah istilah seperti ghuluw dan tatharruf. Kedua istilah
itu memiliki kemiripan arti, yakni sikap berlebihan, melampaui batas,
keterlaluan, ekstrem.
Kata ekstrimisme berasal bahasa Inggris ekstrem, yang dimaknai dengan
the great degree dan very great. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) mengartikannya antara lain dengan (1) paling ujung (paling tinggi,
paling keras, dan sebagainya); (2) sangat keras dan teguh; fanatik:
keekstreman adalah hal yang keterlaluan. Kata tersebut diartikan juga dengan
melampaui batas kewajaran.
b) Al-Ifrâth
Secara bahasa ifrâth bermakna maju ke depan dan melampaui batas.260
Ibnu Faris berkata,
Dikatakan afratha, jika melampaui batas dalam satu perkara. Mereka
katakan, jauhilah olehmu al-furuth; yakni janganlah kau melampaui ukuran
yang telah ditentukan. Sebab jika melampaui ukuran, maka berarti
menghilangkan sesuatu dari aslinya. Ifrâth adalah terburu-buru dan maju
melampaui.
Afratha fil amri, maksudnya berlebihan dan terlalu maju. Segala sesuatu
yang melampaui batasnya disebut mufrith (berlebihan).
c) At-Tafrȋth
Secara bahasa, tafrȋth adalah menyia-nyiakan, sebagaimana disebutkan
dalam Lisan Al-„Arab.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib R.A., “tidaklah
seorang bodoh itu melihat kecuali dengan cara berlebihan atau memincingkan
mata.” Jika dibaca mufrith maknanya maka تadalah berlebihan dalam beramal.
9
Sementara jika dibaca dengan tasydid/mufarrith maka maknanya adalah
meremehkan dan menyia-nyiakan hingga lepas dan lewat. Demikian pula
denga tafrith.
d) Al-Isrâf
Al-Isrâf (melampaui batas), dari berbagai derivasinya di dalam AlQuran
kata ini terulang sebanyak 23 kali.Menurut Raghib alAsfahani, kata ini
mengandung arti berlebih-lebihan/melampaui batas di dalam berperilaku
setiap manusia‘. Misalnya, dalam hal menafkahkan harta (Qs. al-Furqan/25:
67), dalam hal mengkonsumsi makanan (Qs. alNisa‘/4: 6).
e) Al-Jafa’
Ibnu Faris berkata, ―huruf jim, fa, dan huruf illat (hamzah) menunjukkan
pada satu asal; yakni tidak tepatnya sesuatu dari sesuatu. Seperti orang yang
bersifat kasar, atau pelana yang bergoyang-goyang. Maksudnya segala sesuatu
yang tidak tetap di tempatnya.Menurut Ibnu Manzûr, bahwa yang dimaksud
dengan jafâ‟ adalah apabila sesuatu tidak tetap di tempatnya. Seperti pelana
yang tidak tetap di atas punggung binatang tunggangan.
2. Sinonim
Terdapat beberapa sinonim kata wasathiyah dalam Islam:
a) Al-‘Adl
Pembicaraan tentang moderasi juga membicarakan term al-adl, yang
ragam katanya ditemukan sebanyak 28 kali. Memang terdapat bebrapa yang
dikandung oleh term „adl, di antaranya, istiqâmah (lurus/tidak bengkok), al-
musâwah (sama). Orang yang adil adalah orang yang membalas orang lain
sesuai dengan apa yang diterimanya, baik maupun buruk, at-taswiyah
(mempersamakan).
b) Al-Wazn
Term al-wazn dengan semua kata turunannya terulang 28 kali di dalam Al-
Qur‘an. Makna asalnya adalah sesuatu yang digunakan untuk mengetahui
ukuran sesuatu.219 Dari makna tersebut, dapat diketahui bahwa kata tersebut
pada awalnya berarti benda, seperti halnya kata al-mizân yang berarti
10
timbangan, yang biasa dipahami oleh masyarakat sebagai alat yang digunakan
untuk menimbang suatu benda.
c) Al-Muqtashid
Term kata muqtashid terdapat dalam Surah Fathir: 32,
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara
mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.
Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”.
d) Al-Qisth
Qisth makna asalnya adalah "bagian" (yang wajar dan pantas). Kata qisth
lebih bersifat umum daripada kata 'adl, oleh karena itu ketika Al-Quran
menuntut seseorang untuk berbuat adil terhadap dirinya sendiri, kata qisth
itulah yang digunakannya.
e) Ash-Shiratal Mustaqim
Secara umum, Islam memiliki ciri-ciri moderat (wasathiyah); dalam
akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Ciri-ciri ini disebut dalam Al-Qur‘an
dengan al-shirât al-mustaqȋm (jalan lurus/kebenaran), berbeda dengan jalan
mereka yang dimurkai (al-magdûb „alaihim) dan mereka yang sesat (al-dhâllȋn)
karena banyak melakukan penyimpangan. Rasulullah menjelaskan bahwa "al-
magdûb „alaihim" dipahami sebagai kelompok Yahudi, hal itu karena mereka
telah melenceng dari jalan lurus dengan membunuhi para nabi dan terlalu
berlebihan dalam mengharamkan segala sesuatu. Demikian pula jika "al-
dhâllȋn" dipahami sebagai umat Nasrani, hal itu karena mereka berlebihan
sampai menuhankan nabi Isa. Umat Islam berada di antara dua sikap
berlebihan itu, sehingga dalam Al-Qur‘an umat Islam diberi sifat ummatan
wasathan.5
5
A. Dimyati. 2021. Moderasi Islam Prespektif Ahmad Mustofa Bisri. Skripsi. Tidak
diterbitkan. Program Studi Manajemen Pendidikan Islam. Institut PTIQ: Jakarta. Hal 74-97
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara bahasa, kata moderasi berasal dari bahasa latin moderatio, yang
berarti kesedangan, tidak kelebihan dan tidak kekurangan, alias seimbang.
Katakuranitu juga berarti penguasaan diri ( dari sikap sangat kelebihan dan
kekurangan).Sedangkankata "wasathiyah" merupakan bentuk isim
masdhar dari kata kerja ""yang terdiri dari huruf "waw", "sin", dan "tha"
yang berarti 'adil' atau 'pertengahan. Keduanya memiliki makna yang sama
karena biasanya sesuatu disebut adil jika ia berada di tengah- tengah atau
berada di pertengahan. Dan juga berarti "pilihan", atau sesuatu yang baik.
Keduanya pun memiliki makna yang sama karena sesuatu yang berada di
tengah-tengah itulah pilihan yang terbaik.
12
kebangsaan; 2) toleransi; 3) anti-kekerasan; dan 4) akomodatif terhadap
kebudayaan lokal. Keempat indikator ini dapat digunakan untuk mengenali
seberapa kuat moderasi beragama yang dipraktikkan oleh seseorang di
Indonesia, dan seberapa besar kerentanan yang dimiliki.
B. Saran
Dakwah tidak hanya untuk kegiatan keagamaan tetapi juga untuk kebutuhan
sosial maka dari itu ketika kita berdakwah kita juga harus memperhatikan
kebutuhan sosial masyarakat.
13
DAFTAR PUSTAKA
14