Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MODERASI BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN HADIS


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Al-Qur’an dan Al-Hadis
Dosen Pengampu :
Abdul Fattah, M. Th.I.

Disusun Oleh:

Bela Firdausul Ma’rifah (220101110087)


Maulidi Ash-siddiqie Esafuri (220101110095)
Shafira Rahma Amelia (220101110098)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kesehatan
dan kekuatan sehingga makalah yang berjudul “Moderasai Beragama Menurut Persepktif Al
Qur’an Hadis” ini dapat disusun dengan baik,dimana makalah ini disusun tak lain untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah “Studi Al-Qur’an dan Al-Hadis”.Dengan disusunnya
makalah ini selain dalam rangka untuk memenuhi tugas,tentu juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi penyusun dan juga bagi pembaca,harapannya makalah ini dapat dijadikan salah
satu sumber ilmu pengetahuan juga menjadi sebuah rujukan bila dibutuhkan.

Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah berpartisipasi dalam memberikan beberapa meteri yang kami kumpulkan
dalam makalah ini,sehingga dapat disusun dengan baik.Namun,dengan usaha semaksimal
mungkin yang kami lakukan untuk Menyusun makalah ini,kami juga menyadari bahwa dalam
makalah ini mungkin terdapat beberapa kesalahan,entah dalam penulisan ataupun dalam
penyusunan materi,atau bahkan isi materi. Maka dari itu diharapkan bagi pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang dapat membangun,yang nantinya dapat dijadikan sebuah
pengetahuan dan pelajaran kami untuk kedepannya.

Malang, 6 Desember 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan .......................................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
2.1 Pengertian Moderasi Beragama ................................................................................................ 5
2.2 Sejarah Kemunculan Terminologi Moderasi Beragama ......................................................... 7
2.3 Indikator Moderasi Beragama .................................................................................................. 8
2.4. Moderasi Beragama Menurut Perspektif Al Qur’an Hadis ................................................. 10
BAB III................................................................................................................................................. 13
PENUTUP ............................................................................................................................................ 13
3.1 kesimpulan ................................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perbedaan merupkan hal yang sangat lumrah dalam kehidupan. Hal tersebut merupakan
kehendak Allah sebagai sang pencipta alam semesta. Perbedaan tersebut baik secara agama,
suku, ras, budaya, ras, tradisi. Yang berakibat adanya beberapa benturan ataupun konflik.
Sedangkan agama Islam yang memiliki pedoman Al Quran dan hadis di dalamnya menjelaskan
untuk adil, menghargai perbedaan, tawasuth. Dan adanya pelarangan bahwa agama jangan
dijadikan pemicu perselisihan yang bisa menimbukkan perpecahan antar manusia.

Karena beberapa hal tersebut maka diperlukan adanya moderasi beragama. Moderasi
beragama sendiri adalah moderatnya pemikiran dan pemahaman dalam agama sehingga tidak
ekstrem dan berlebih-lebihan. Konsep moderasi beragama tersebut sebenarnya sudah ada
dalam masa Nabi Muhammad yang mana nabi diutus untuk menyempurnkan akhlak dan
kebaikan yang merujuk pada moderasi beragama (wasthiyah).

Namun pada akhir-akhir ini banyak yang mempertanyakan apakah moderasi beragama
tersebut ada dasarnya dalam Al-Quran dan hadis. Sehingga perlu adanya pemahaman mengenai
hal tersebut. Oleh karenanya penulis menulis makalah yang berjudul “Moderasi Beragama
Menurut Perspektif Al Quran Hadis” agar pembaca dapat mengetahui apa arti moderasi agama
dengan benar dan mengetahui dasar dari moderasi beragama jika dilihat dari Al Qur’an dan
Hadis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian moderasi beragama?
2. Bagaimana sejarah munculnya terminologi moderasi beragama?
3. Apa saja indikator yang ada dalam moderasi beragama?
4. Apa moderasi agama menurut perspektif Al Qur’an dan Hadis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari moderasi beragama.
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya terminologi moderasi beragama.
3. Untuk mengetahui indikator yang ada dalam moderasi beragama.
4. Untuk mengetahui moderasi beragama dalam perspektif Al Qur’an dan hadis.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Moderasi Beragama


A. Moderasi

Kata “moderasi” berasal dari bahasa latin yaitu moderation yang berarti “tidak
berlebihan dan tidak kurang”. Kata ini mengandung pentingnya pengendalian dari sikap yang
sangat mengesankan dan sikap yang kurang. Dalam rujukan kata utama bahasa Indonesia, kata
moderasi mengandung dua implikasi, yaitu meminimalkan kekerasan dan menghindari yang
ekstrem, kata “moderat” selalu mengacu pada perilaku yang berada di tengah-tengah dan
menjauhi perilaku ekstrem.

Menurut Lukman Hakim Saifuddin, individu yang moderat adalah individu yang
berperilaku biasa, terhormat, dan tidak keterlaluan. Ia juga mengatakan, kata moderasi sering
dipakai dalam bahasa Inggris yang berarti normal, tengah, standar, atau tidak teratur. Sebagai
aturan umum, moderasi menyiratkan fokus pada keseimbangan keyakinan, etika, dan
kebiasaan, baik dalam mengelola orang lain sebagai manusia maupun dalam mengelola
organisasi negara.

Kata moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan al-wasathiyah. Kata al-Wasath
mengandung makna yang terbaik dan sempurna. Sebuah hadis terkenal juga mengatakan
bahwa masalah yang berada di tengah adalah yang terbaik. Islam moderat berusaha melihat
dan mengurusi permasalahan, bergerak ke arah tengah dan menganggap dirinya sebagai pusat,
serta mengelola perbedaan, baik yang bersifat agama maupun sektarian. Moderasi umumnya
berfokus pada toleransi, rasa hormat dan keyakinan bersama terhadap realitas keyakinan yang
ketat dan organisasi mana pun, sehingga setiap orang dapat menerima pilihan dengan pikiran
yang tenang, tanpa terlibat dalam aktivitas anarkis.1

Moderasi adalah cara pandang, sikap atau perilaku yang mengambil posisi sentral atau
tengah, tidak keterlaluan dan bertindak secara adil. Quraish Shihab meyakini bahwa sikap
tidak cenderung berlebihan (ifrath) atau sikap meremehkan (tafrith) dalam persoalan dunia dan
persoalan agama merupakan representasi seseorang terhadap moderasi Islam. Secara umum,

1
Darlis Dawing, “Menyusung Moderasi Islam Ditengah Masyarakat Yang Multikultural,” Rausyan Fikr 13, no. 2
(2017): 225–55, https://jurnal.iainpalu.ac.id/index.php/rsy/article/view/266.

5
moderasi berarti memusatkan perhatian pada keseimbangan (tawazun) sehubungan dengan
keyakinan, etika, dan perilaku (watak).2

B. Beragama

Kata yang diawali dengan ber artinya mempunyai atau memiliki, sedangkan agama
sendiri berasal dari kata Sansekerta “A dan Gama”, A mengartikan tidak dan Gama
mengandung arti kacau, jika digabungkan berarti agama mengandung arti tidak kacau. Jadi
dari pengertian etimologis di atas, makna agama mengandung arti memiliki sesuatu yang tidak
membuat kacau, menghindari kekacauan, sebagai alasan dalam berperilaku manusia.
Pemahaman ini menunjukkan bahwa agama berperan sebagai bahan atau alat yang tidak
membuat kacau, mendorong mereka untuk menjadi disiplin dan teratur dalam berperilaku,
sehingga beragama mengandung makna memiliki, mengikuti atau menaati pedoman sebagai
aturan, menjadikannya sebagai acuan, sebagai pedoman cara berperilaku manusia agar manusia
tidak tersesat dan kacau.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama adalah suatu ajaran
yang mengatur keimanan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta aturan-aturan
yang berhubungan dengan manusia dan lingkungannya. Hakikat dari agama bukan sekedar
prinsip ritual, namun hakikat yang paling mendalam adalah akhlak. Akhlak memang
diharapkan dapat menjawab permasalahan pertikaian antar umat dan pertikaian dalam diri.
Secara umum agama adalah menyampaikan firman Tuhan kepada individu untuk mengarahkan
individu menjadi manusia yang berakhlak mulia dengan menebar cinta kasih, menebar
kerukunan, kepada siapapun, kapanpun dan dimanapun.

Meskipun ajaran agama adalah sebuah keharusan, ketaatan dan ketundukan, tidak
semua kepatuhan itu agama, bergantung pada inspirasi dasar dan kepada siapa kepatuhan itu
ditujukan. Ajaran Islam sendiri menggarisbawahi dua buah wawasan, yaitu kebenaran agama
(excellent prescience) kebaikan yang paling utama dari Allah, dan kebenaran etik (ethical
prophecy) kebenaran yang terukur berdasarkan akal budi. Di antara kedua ajaran tersebut,
tauhid merupakan ajaran yang paling mendasar, segala realitas kembali kepada Allah SWT.
Bagaimana pun wilayah agama adalah cara penyampaian risalah agama yang dianut seseorang

2
Fadhlan Haqqan Sileuw, Strategi Dosen Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan Nilai Toleransi
Beragama Pada Mahasiswa Di IAIN Fattahul Muluk Papua, 2023, http://etheses.uin-
malang.ac.id/id/eprint/55478.

6
secara umum, baik itu disampaikan kepada diri sendiri, antar daerah atau antar sesama, tanpa
keterlaluan dalam memahami dan menyampaikan pesan-pesan agama.3

2.2 Sejarah Kemunculan Terminologi Moderasi Beragama


Persoalan moderasi beragama telah menjadi perhatian diantara para ulama seperti
Syaikhul Islam yakni Ibn Taimiyah (1236-1328). Melalui kitabnya yang berjudul: Al- ‘Aqidah
Al-Wasithiyyah beliau menggambarkan aqidah atau teologi pertengahan (alwasathiyah)
sebagai suatu pemahaman yang dianut oleh kelompok Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah. Beliau
menjelaskan sunnah sebagai thariqah, yang artinya yaitu adalah jalan yang dianut Rasulullah
Saw, para sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman. Sementara al-Jama’ah
bermakna sejumlah orang yang berklompok, yaitu kaum salaf (pendahulu) yang berasal dari
kalangan sahabat dan orang-orang yang mengikuti kebaikan mereka. Kemudian menurut
beliau, kelompok Ahl al-Sunnah memiliki sifat al-Najiyah (yang selamat) dan al-Manshurah
(yang memperoleh pertolongan).4

Kemudian pandangan lain dari Syafiq Mughni berpendapat bahwa teologi pertengahan
itu adalah posisi diantara dua ekstrem: tamtsil (memisalkan sifat Tuhan dengan sifat manusia)
yang dianut kaum Musyabbihah dan ta’thil (meniadakan sifat-sifat Tuhan) yang dianut
kelompok Jahmiyah. Posisi moderasi ini juga tampak pada pandangan tentang perbuatan
manusia, seperti berada diantara Jabariyah dan Qadariyah serta Murji’ah dan Mu’tazilah.5

Terminology wasathiyah juga terlihat tatkala kaum Sunni menilai posisi para sahabat
tatkala terlibat dalam sebuah perang saudara. Yang mana terminology moderat atau wasathiyah
dalam Islam ini menjadikan karakter ajaran Islam sebagai agama yang paling moderat jika
debandingkan dengan ajaran agama lain di dunia. Dan dapat pula kita lihat bahwa terminologi
moderat atau wasathiyah Islam yang dikenalkan oleh Ibn Taimiyah ini sangat relevan sekali
jika melihat kondisi kehidupan keberagamaan saat ini yang sedikit banyak telah terpolarisasi,
terkotak-kotak dan menganggap kebenaran mutlak hanya pada golonganya dan meyalahkan
golongan yang lain atau yang berbeda denganya.

3
Umi Sumbulah, Suaib H. Muhammad, and Juwari, “Moderasi Beragama Perspektif Al-Qur’an Dan Hadits Dan
Implementasinya Di Lembaga Pendidikan Islam,” Jurnal Darussalam; Jurnal Pendidikan, Komunikasi Dan
Pemikiran Hukum Islam XIII, no. 2 (2022): 487–504,
https://ejournal.iaida.ac.id/index.php/darussalam/article/view/1479.
4
Dawing, “Menyusung Moderasi Islam Ditengah Masyarakat Yang Multikultural.”
5
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqih Maqashid Syariah: Moderasi Islam antara Aliran Tekstual dan Aliran Liberal, Terj. Arif
Munandar Riswanto (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), 49-55.

7
Dalam lingkup Nusantara terminologi moderasi ini dapat dirujuk pada hasil
Musyawarah Nasional Majlis Ulama Indonesia pada tahun 2015. Yang menghasilkan 12
prinsip Wasathiyah Islam yaitu: pertengahan (tawassut), seimbang (tawazun), adil (i‘tidal),
toleran (tasamuh), persamaan (musawa), musyawarah (syura), pembaruan (islah), berpikir
prioritas (aulawiyyah), dinamis dan inovatif (tathawwur wa ibtikar), berkeadaban
(tahadhdhur), mencintai Tanah Air (wathaniyyah wa muwathanah), dan menjadi pelopor
(qudwatiyyah).6

Sementara dalam hasil pertemuan ulama dan sarjana muslim dunia di Bogor yang
membahas mengenai hal ini menghasilkan karakter wasathiyah Islam yang ringkas. Yang mana
dari pertemuan ini menghasilkan “Bogor Message” yang memuat terminologi konsep
wasathiyah Islam dengan tujuh karakter utama yaitu: tawazun (memposisikan di jalur tengah
dan lurus), i‘tidal (berperilaku proporsional dan adil dengan tanggung jawab), tasamuh
(mengakui dan menghargai perbedaan dalam semua aspek kehidupan), syura (menyelesaikan
masalah melalui musyawarah untuk mencapai konsensus), ishlah (terlibat dalam tindakan
reformatif dan konstruktif untuk kebaikan bersama), qudwah (berinisiatif mulia dan memimpin
untuk kesejahteraan manusia), dan muwathanah (mengakui negara bangsa dan menghormati
kewarganegaraan).7 Penting disadari, jika seseorang atau kelompok mempraktikkan nilai-nilai
moderasi dalam beragama, maka pada saatnya akan terwujud umat pertengahan (ummatan
wasathan).

2.3 Indikator Moderasi Beragama


Moderasi beragama selalau bergerak atau berkembang tidak pernah statis. Maka
diperlukan sebuah indicator, ukuran dan batasan tersendiri untuk moderasi beragama. Indicator
moderasi beragama adalah suatu alat ukur untuk mengetahui seberapa kuat sebuah moderasi
yang diterapkan dalam sebuah negara baik cara pandang, perilaku beragama dan sikap
termasuk dalam kategori moderat atau ekstream. Indicator moderasi beragama yang digunakan
ada empat 8:

1). Komitmen kebangsaan

6
Ni Wayan Apriani and Ni Komang Aryani, Moderasi Beragama, Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa
Dan Sastra, vol. 12, 2022, https://doi.org/10.25078/kalangwan.v12i1.737.
7
Ibid.
8
Apriani and Aryani, Moderasi Beragama.

8
Komitmen kebangsaan merupakan indicator yang sangat penting untuk melihat cara
pandang, sikap dan praktik seseorang yang nantinya akan berdampak pada penerimaan
terhadap Pancasila yang menjadi dasar negara, sikap yang dilakuakn terhadap adaya tantangan
yang melawan terhadap Pancasila serta nasionalisme. Sebagai komitmen kebangsaan adalah
penerimaan terhadap prinsip-prisip berbangsa yang tertuang dalam UUD 1945. Pentingnya
komitemen kebersamaan ini dijadikan indicator moderasi beragama juga disampaikan oleh
Lukman Hakim Saifuddin bahwasannya mengamalkan kewajiban agama sama dengan
menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Inti dari komitmen kebangsaan ini adalah
penerimaan terhadap ideologi yang ada dan berlaku dalam negara.

2). Toleransi

Toleransi adalah tidak menggangu orang yakni memberikan ruang dalam berkeyakinan,
menyampaikan pendapat. Dan sikap ini lebih mengarah pada sikap lapang dada menerima
adanya perbedaan. Dalam demokrasi toleransi menjadi hal yang penting karena demokrasi
mampu berjalan ketika seseorang mampu menerima pendapat orang lain dan tidak
mengutamakan pendapat pribadi. Dengan adanya toleransi beragama dapat berdialog dengan
agama lain dan mengetahui pemikiran mereka.

3). Anti kekerasan

Kekerasan dalam konteks agama dapat dipahami sebagai suatu ide gagasan dan pihak
yang ingin melakukan perubahan dengan cara kekerasan. Kekerasan ini timbul dari orang yang
memiliki pemikiran radikal yang mana mereka cenderung malakukan apapun agar yang
diinginkan dapat tercapai. Contohnya merendahkan harkat dan martabat manusia karena beda
agama bahkan juga menghilngkan nyawa. Sikap dan perilaku tersebut tentunya dilarang dan
tidak dibenarkan oleh agama manapun.9

4). Akomodatif terhadap kebudayaan local.

Untuk melihat sejauh mana kesedian untuk menerima praktik agama yang
diakomodasikan dengan budaya local. Dengan maksud menerima semua budaya local yang
tidak bertentangan dengan agama. Jika tidak ada rujukan tekstual pada Al quran. Namun
ditemukan kebaikan didalamnaya maka perlu dilestarikan.10 Di Indonesia sendiri sangat kuat

9
Silvester Nusa and Yakobus Markus Theedens, “Membangun Sikap Moderasi Beragama Yang Berorientasi
Pada Anti Kekerasan Melalui Dialog,” Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan 4, no. 3 (2022): 4208–20,
https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i3.2789.
10
Apriani and Aryani, Moderasi Beragama.

9
dengan kebudayaan, dahulu ketika mengkomodatifkan budaya dengan agama dianggap sebagai
bid’ah. Namun kemudian gagasan Islam yang membumi muncul. Dalam gagasan tersebut
menggambarkan bagaimana Islam yang menjadi ajaran normative yang asalnya dari tuhan
dapat mengakomodasikan ke dalam budaya yang berasal dari manusia tanpa kehilangan
identitas masing-masing. Yang muncul pola antara agama dan budaya tidak saling
mengalahkan sehingga tidak ada lagi pertentangan.11

2.4. Moderasi Beragama Menurut Perspektif Al Qur’an Hadis


A. Moderasi Beragama Dalam Pandangan Al-Qur’an

Kita sebagai umat Islam memeliki pedoman yang bernama al-Quran. Sebagai pedoman, al-
Quran merupakan sebuah kitab suci bagi umat Islam yang mana isi dari al-Quran adalah
tuntunan dalam kita melakukan kegiatan sehari-hari. Kandungan atau isi dari al-Quran tersebut
dapat dipahami secara substansial dan kontekstual sesuai dengan perkembangan zaman. Al-
Qur’an firman Allah swt yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai petunjuk
umat Islam agar umat Islam senantiasa berada pada arah yang lurus dan berada dalam kebaikan.

Menanggapi permasalahan yang marak terjadi pada zaman ini mengenai ekstrimisme
dalam beragama mengharuskan kita untuk dapat mendapatkan jawaban atau solusi akan
permasalahan tersebut, dan kita sebagi umat Islam tentunya harus dapat melihat permasalahan
tersebut melalui perspektif atau sudut pandang al-Quran, seperti yang dijelaskan dalam Qs. Al-
Baqarah: 143

َ‫ش ِه ْيدًا ۗ َو َما َجعَ ْلنَا ْال ِق ْبلَةَ الَّتِ ْي ُك ْنت‬


َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ‫س ْو ُل‬
ُ ‫الر‬َّ َ‫اس َويَ ُك ْون‬ ِ َّ‫علَى الن‬ َ ‫ش َه َد ۤا َء‬ُ ‫طا ِلت َ ُك ْونُ ْوا‬ َ ‫َوك َٰذلِكَ َجعَ ْل ٰن ُك ْم ا ُ َّمةً َّو‬
ً ‫س‬
‫ُض ْي َع‬ ُ ‫ّٰللا َۗو َما َكانَ ه‬
ِ ‫ّٰللا ِلي‬ ُ ‫علَى الَّ ِذيْنَ َه َدى ه‬ َ ‫َت لَ َكبِي َْرة ً ا ََِّّل‬ َ ‫ع ٰلى‬
ْ ‫ع ِقبَ ْي ۗ ِه َوا ِْن كَان‬ َ ُ‫س ْو َل مِ َّم ْن يَّ ْنقَلِب‬
ُ ‫الر‬َّ ‫علَ ْي َها ٓ ا ََِّّل ِلنَ ْعلَ َم َم ْن يَّتَّبِ ُع‬
َ
ٌ ‫اس لَ َر ُء ْو‬
١٤٣ ‫ف َّرحِ ْي ٌم‬ َ ‫اِ ْي َمانَ ُك ْم ۗ ا َِّن ه‬
ِ َّ‫ّٰللا ِبالن‬

Artinya:

“Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan) agar kamu menjadi saksi
atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami
tidak menetapkan kiblat (Baitulmaqdis) yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya, kecuali agar Kami
mengetahui (dalam kenyataan) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang.
Sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh

11
Edy dan Karimullah Susanto, “Islam Nusantara: Islam Khas Dan Akomodatif Terhadap Budaya Lokal,” Al-Ulum
16, no. 1 (2016): 56–80.

10
Allah. Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang kepada manusia”.

Dari perspektif ayat tersebut kita umat Islam sebagai umat yang beragama wajib untuk
menjaga esensi agama kita dalam menjaga harkat dan martabat manusia, bukan kemudian
menjadi seorang ekstrimis dalam beragama. Karena hidup dalam perbedaan harus di imbangi
dengan rasa toleran yang mana moderasi beragama ini dapat menjadi Langkah solutif dalam
menghadapi persoalan tersebut.12

Moderasi beragama dalam pandangan al-Quran menjadi tatanan masyarakat yang


ideal,13 karena Islam menyampaikan kandungan arti moderasi dalam hal anti kekerasan pada
al-Quran secara tekstual dengan istilah wasathan seperti yang terdapat pada ayat sebelumnya
yang menegaskan bahwa pentingnya sikap moderat, karena konteks turunya ayat ini adalah
bagaimana cara menempatkan diri menjadi umat yang pertengahan, Dimana perintah
pemindahan arah kiblat adalah perintah Allah, namun terdapat protes dari orang yahudi supaya
arah kiblat tetap mengarah ke Baitul maqdis karena merupakan kiblat para nabi, dan mereka
mersa benar akan pendapatnya dan merasa umat yang paling adil diantara manusia. Konteks
adil inilah yang kemudian menjadi bibit Intoleransi karena merasa dirinya paling benar dan
adil yang mana sikap seperti ini akan memunculkan perpecahan karena mudah menyalahkan
orang lain.

B. Moderasi Beragama Dalam Pandangan Hadis

Terdapat hadis yang dengan gamblang menjelaskan mengenai arti kata wasathan, dan
sebenarnya terdapat banyak hadis-hadis lain yang berisi mengenai pengertian dari kata moderat
itu seperti contoh dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya:

‫سو ُل‬ ُ ‫سعِي ٍد قَا َل قَا َل َر‬ َ ‫ع ْن أَ ِبي‬َ ‫ِح‬ ٍ ‫صا ل‬َ ‫ع ْن أ َ ِبي‬ َ ‫ع ْبدُ ْال َواحِ ِد ْب ُن ِز َيا ٍد َحدَّثَنَا ْاْل َ ْع َم ِش‬
َ ‫سى ْب ُن ِإ ْس َماعِي َل َحدَّثَنَا‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُمو‬
‫ب فَيَقُو ُل ِْل ُ َّمتِ ِه َه ْل بَلَغَ ُك ْم فَيَقُولُونَ ََل َما‬
ِ ‫ي َر‬ ْ َ ‫سلَّ َم يَ ِجي ُء نُو ٌح َوأ ُ َّمتُهُ فَيَقُو ُل هللاُ تَعَالَى ه َْل بَلَّ ْغتَ فَيَقُو ُل نَعَ ْم أ‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ِ َّ
{ ُ‫سلَّ َم َوأ ُ َّمتُهُ فَنَ ْش َهدُ أَنَّهُ قَدْ بَلَ َغ َوه َُو قَ ْولُهُ َج َّل ِذ ْك ُره‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ٌ‫وح َم ْن يَ ْش َهدُ لَكَ فَيَقُو ُل ُم َح َّمد‬ ٍ ُ‫َجا َءنَا مِ ْن نَبِي فَيَقُو ُل ِلن‬
ِ َّ‫علَى الن‬
} ‫اس‬ ُ ‫طا ِلت َ ُكونُوا‬
َ ‫ش َهدَا َء‬ َ ‫َو َكذَلِكَ َجعَ ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬
ً ‫س‬

12
Fauziah Nurdin, “Moderasi Beragama Menurut Al-Qur’an Dan Hadist,” Jurnal Ilmiah Al-Mu’ashirah 18, no. 1
(2021): 59, https://doi.org/10.22373/jim.v18i1.10525.
13
Umi Sumbulah, S. H. (2019). MODERASI BERAGAMA PERPEKTIF AL QUR’AN DAN HADITS. Jurnal Darussalam;
Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam, hal. 493

11
‫ط ْال َعدْ ُل‬ َ ‫َو ْال َو‬
ُ ‫س‬

Dari Abu Sa'id berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "(Pada hari
qiyamat) Nabi Nuh 'alaihissalam beserta ummatnya datang lalu Allah Ta'ala berfirman:
"Apakah kamu telah menyampaikan (ajaran). Nuh 'Alaihissalam menjawab: "Sudah, wahai
Tuhannku". Lalu Allah bertanya kepada ummatnya: "Apakah benar dia (Nabi Nuh) telah
menyampaikan kepada kalian?". Mereka menjawab; "Tidak. tak ada seorang Nabi pun yang
datang kepada kami". Lalu Allah berfirman kepada Nuh: "Siapa yang menjadi saksi atasmu?".
Nabi Nuh Alaihissalam berkata; "Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan ummatnya".
Maka kami pun bersaksi bahwa Nabi Nuh 'alaihissalam telah menyampaikan risalah yang di
bawanya kepada ummatnya. Begitulah seperti yang difirmankan Allah Yang Maha Tinggi (QS
al-Baqarah ayat 143 yang artinya), ("Dan demikianlah kami telah menjadikan kalian sebagai
ummat pertengahan untuk menjadi saksi atas manusia."). al-washath artinya al-'adl (adil).
(HR. Bukhari, Hadits No. 3161).

Arti wasthan dalam hadis ini menurut Imam Hajar Al Asqolani dalam kitab fathul barri
menjelaskan bahwa yang dimaksud wasathan adalah berada ditengah diantara kiri dan kanan
dalam arti mediasi dalam beragama, tidak ekstrem seperti orang Nasrani dan Yahudi tetapi
mereka adalah orang yang moderat. Kemudian pendapat lain Dalam kitab umdatul qori syarah
shahih bukhari, badrudin al aini abu muhammada bin ahmad bin musa berkata wasthi disini
adalah adil dan yang tebaik, berada di tengah-tengah sesuatu, adanya persmaan antara individu
maupun kelompok.14

Dari hadis tadi telah sangat jelas bahwasanya Nabi menyampaikan makna wasath
adalah adil,15 dalam konteks hadis tersebut bahwa adil adalah jujur dan istiqomah terhadap apa
yang ia ucapkan. Dalam hal ini umat Nabi Nuh tidak istiqomah bahwa Nabi Nuh sudah
menyampaikan ajaran Allah, sehingga nabi Nuh menjadikan Nabi Muhammad sebagai saksi,
sehingga Allah memilih umat Islam yang washatan, moderat jujur menempatkan sesuatu pada
tempatnya untuk mencapai tujuan agama Islam rahmatal lil alamain, kedamaian keharmonisan.

14
Umi Sumbulah, S. H. (2019). MODERASI BERAGAMA PERPEKTIF AL QUR’AN DAN HADITS. Jurnal Darussalam;
Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam, hal. 498
15
Nur Aslamiyah et al., “Mimbar Kampius: Jurnal Pendidikan Dan Agama Islam Moderasi Beragama Dalam
Prespektif Al-Qur’an Dan Hadist,” Jurnal Pendidikan Dan Agama Islam 22, no. 1 (2023): 240,
https://doi.org/10.17467/mk.v22i1.2556.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan
Secara umum moderasi berarti memusatkan perhatian pada keseimbangan (tawazun)
sehubungan dengan keyakinan, etika, dan perilaku (watak). Sejarah kemunculan terminology
moderasi beragama adalah berawal dari persoalan moderasi beragama telah menjadi perhatian
diantara para ulama seperti Syaikhul Islam yakni Ibn Taimiyah (1236-1328). Melalui kitabnya
yang berjudul: Al- ‘Aqidah Al-Wasithiyyah beliau menggambarkan aqidah atau teologi
pertengahan (alwasathiyah) sebagai suatu pemahaman yang dianut oleh kelompok Ahl al-
Sunnah wa al-Jama‘ah. Dalam lingkup Nusantara terminologi moderasi ini dapat dirujuk pada
hasil Musyawarah Nasional Majlis Ulama Indonesia pada tahun 2015. Yang menghasilkan 12
prinsip Wasathiyah Islam yaitu: pertengahan (tawassut), seimbang (tawazun), adil (i‘tidal),
toleran (tasamuh) dan lain sebagainnya.

Indikator moderasi beragama ada 4 yakni: komitemen kebangsaan, toleransi, anti


kekerasan dan akomodatif terhadap kebudayaan local. Dasar mengenai moderasi beragama
dalam Al Qur’an dan Hadis terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 143 yang disana terdapat
padanan dari kata moderasi yakni kata washatan. Dan terdapat hadis yang dengan gamblang
menjelaskan mengenai arti kata wasathan, dan sebenarnya terdapat banyak hadis-hadis lain
yang berisi mengenai pengertian dari kata moderat itu seperti contoh dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Apriani, Ni Wayan, and Ni Komang Aryani. Moderasi Beragama. Kalangwan Jurnal Pendidikan
Agama, Bahasa Dan Sastra. Vol. 12, 2022. https://doi.org/10.25078/kalangwan.v12i1.737.
Aslamiyah, Nur, Siswi Tri Amalia, Ayu Annisah, Ibnati Mawaddah, Ahmad Darlis, Fakultas Ilmu
Tarbiyah, Dan Keguruan, Jurusan Pendidikan, and Agama Islam. “Mimbar Kampius: Jurnal
Pendidikan Dan Agama Islam Moderasi Beragama Dalam Prespektif Al-Qur’an Dan Hadist.”
Jurnal Pendidikan Dan Agama Islam 22, no. 1 (2023): 240.
https://doi.org/10.17467/mk.v22i1.2556.
Dawing, Darlis. “Menyusung Moderasi Islam Ditengah Masyarakat Yang Multikultural.” Rausyan Fikr
13, no. 2 (2017): 225–55. https://jurnal.iainpalu.ac.id/index.php/rsy/article/view/266.
Nurdin, Fauziah. “Moderasi Beragama Menurut Al-Qur’an Dan Hadist.” Jurnal Ilmiah Al-Mu’ashirah
18, no. 1 (2021): 59. https://doi.org/10.22373/jim.v18i1.10525.
Nusa, Silvester, and Yakobus Markus Theedens. “Membangun Sikap Moderasi Beragama Yang
Berorientasi Pada Anti Kekerasan Melalui Dialog.” Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan 4, no. 3
(2022): 4208–20. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i3.2789.
Sileuw, Fadhlan Haqqan. Strategi Dosen Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan Nilai
Toleransi Beragama Pada Mahasiswa Di IAIN Fattahul Muluk Papua, 2023. http://etheses.uin-
malang.ac.id/id/eprint/55478.
Sumbulah, Umi, Suaib H. Muhammad, and Juwari. “Moderasi Beragama Perspektif Al-Qur’an Dan
Hadits Dan Implementasinya Di Lembaga Pendidikan Islam.” Jurnal Darussalam; Jurnal
Pendidikan, Komunikasi Dan Pemikiran Hukum Islam XIII, no. 2 (2022): 487–504.
https://ejournal.iaida.ac.id/index.php/darussalam/article/view/1479.
Susanto, Edy dan Karimullah. “Islam Nusantara: Islam Khas Dan Akomodatif Terhadap Budaya Lokal.”
Al-Ulum 16, no. 1 (2016): 56–80.

14

Anda mungkin juga menyukai