LEMBAGA PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Oleh:
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Implementasi Moderasi Beragama di Lembaga
Pendidikan” ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang di rencanakan.
Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas Rosidi, M. S. I. Sholawat dan salam
semoga tetap terlimpahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga. Aamiin.
Pemakalah
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................1
DAFTAR ISI………………………………………….................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................4
A. Kesimpulan...............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia dewasa ini semakin banyak isu-isu mengenai pandangan-pandangan
umat beragama. Seperti ingin mengubah suatu tatanan negara menjadi negara
yang berlandaskan satu hukum agama saja. Padahal di Indonesia tak luput dari
keanekaragaman dan menuntut untuk selalu menjunjung tinggi toleransi. Untuk
itu, diperlukan moderasi beragama dalam menyikapi hal itu. Agar menjadi
manusia yang memilih jalan tengah serta tidak melebihkan atau mengurangkan
ajaran agamanya. Moderasi beragama adalah proses memahami sekalogus
mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari ajaran
yang tidak diajarkan oleh agama. Moderasi beragama sangatlah penting, karena
bahwasannya perbedaan adalah sunnatullah, keanekaragaman adalah fitrah
bangsa, pancasila cerminan nilai asli masyarakat, dan bangsa Indonesia adalah
umat beragama.
Lembaga pendidikan memiliki peran strategis untuk memutus mata rantai
kekerasan atas nama agama. Pengetahuan keagamaan yang luas dan tidak parsial
harus diajarkan di lembaga pendidikan agar peserta didik memiliki pondasi paham
keagamaan yang tidak sempit. Oleh sebab itu, diperlukan peran guru agama dalam
menanamkan moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
multikultural ini. Untuk membahas lebih lanjut penulis bermaksud ingin
membahas bagaimana implementasi moderasi beragama di lembaga pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian moderasi beragama?
2. Apa saja prinsip-prinsip moderasi beragama?
3. Bagaimana implementasi moderasi beragama di lembaga pendidikan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian moderasi beragama.
2. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip moderasi beragama.
3
3. Untuk mengetahui implementasi moderasi beragama di lembaga pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Mohamad Fahri dan Ahmad Zaenuri, “Moderasi Beragama di Indonesia”, Intizar Vol.
25, No. 2, 2019, hlm. 96.
2
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan
kebangsaan, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 13.
4
dari asal katanya, “Agama” sebenarnya berasal dari kata sansakerta a dan gam.
A = tidak, dan gam = pergi. Jadi kata tersebut berarti tidak “tidak pergi”. ‘tetap
ditempat’, ‘langgeng’, diwariskan secra turun-menurun. Adalagi yang mengatakan
bahwa agama yang berarti teks atau kitab suci, dan agama agama memang
mempucai kitab suci. Sedangkan dengan Mukti Ali, M. Sutrapatedja mengatakan
bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum ialah
adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama. Disamping ada
perbedaan didalam memahami serta penerimaan setiap agama terhadap suatu
usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interpretasi diri yang berbeda
dan keluasan interpretasi diri juga berbeda-beda.3
Jadi, moderasi beragama adalah proses memahami sekalogus
mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari ajaran
yang tidak diajarkan oleh agama.
3
Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 97-98.
4
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementerian Agama RI,
2019), hlm. 19.
5
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementerian Agama RI,
2019), hlm. 19-21.
5
Moderasi merupakan sikap jalan tengah atau sikap keragaman yang hingga
saat ini menjadi terminologi alternatif di dalam diskursus keagamaan, baik di
tingkat global maupun lokal. Beberapa prinsip moderasi beragama yang
berhubungan dengan konsep Islam wasathiyah adalah sebagai berikut :6
ٰ
َ سو ُل َعلَ ْي ُك ْم
ش ِهيدًا ِ ش َهدَٓا َء َعلَى ٱلنَّا
ُ س َويَ ُكونَ ٱل َّر ُ وا َ َو َك َذلِ َك َج َع ْل ٰنَ ُك ْم ُأ َّمةً َو
۟ ُسطًا لِّتَ ُكون
2. Tawazun (berkeseimbangan)
Tawazun adalah pemahaman dan pengamalan agama secara
seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun
ukhrowi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara
inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).
6
Aceng Abdul Aziz, dkk. Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kementrian Agama RI, 2019), hlm. 10-15.
6
Melalui sikap tawazun, seorang Muslim akan mampu meraih
kebahagiaan batin yang hakiki dalam bentuk ketenangan jiwa dan
ketenangan lahir dalam bentuk kestabilan dan ketenangan aktivitas hidup.
Konsep tawazun ini dijelaskan dalam firman Allah Swt di bawah ini :
4. Tasamuh (toleransi)
Secara etimologi, tasamuh adalah menoleransi atau menerima
perkara secara ringan. Sedangkan secara terminologi, tasamuh berarti
menoleransi atau menerima perbedaan dengan ringan hati.
Tasamuh merupakan pendirian atau sikap seseorang yang
termanifestasikan pada kesediaan untuk menerima berbagai pandangan
dan pendirian yang beraneka ragam, meskipun tidak sependapat
dengannya. Orang yang memiliki sifat tasamuh akan menghargai,
membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan
kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang berbeda dengan pendiriannya.
7
5. Musawah (Egaliter)
Secara bahasa, musawah berarti persamaan. Secara istilah,
musawah adalah persamaan dan penghargaan terhadap sesama manusia
sebagai makhluk Allah. Semua manusia memiliki harkat dan martabat
yang sama tanpa memandang jenis kelamin, ras ataupun suku bangsa.
Konsep musawah dijelaskan dalam firman Allah Swt :
َّارفُ ٓو ۟ا ۚ ِإن ُ مrْ ِّمن َذ َك ٍر َوُأنثَ ٰى َو َج َع ْل ٰنَ ُكrاس ِإنَّا َخلَ ْق ٰنَ ُكم
َ ش ُعوبًا َوقَبَٓاِئ َل لِتَ َع ُ َّٰيََٓأيُّ َها ٱلن
م ۚ ِإنَّ ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخبِي ٌرrْ م ِعن َد ٱهَّلل ِ َأ ْتقَ ٰى ُكrْ َأ ْك َر َم ُك
6. Syura (Musyawarah)
Kata syura berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan
mengambil sesuatu. Syura atau musyawarah adalah saling meminta
menukar pendapat mengenai suatu perkara. Musyawarah sesuai dengan
firman Allah Swt :
صلَ ٰوةَ َوَأ ْم ُر ُه ْم شُو َر ٰى بَ ْينَ ُه ْم َو ِم َّما َرزَ ْق ٰنَ ُه ْم ۟ وا لِ َربِّ ِه ْم َوَأقَا ُم
َّ وا ٱل ۟ ُست ََجاب
ْ َوٱلَّ ِذينَ ٱ
َيُنفِقُون
8
Adapun menurut Khairan Muhammad Arif, ada lima prinsip-prinsip dasar
moderasi Islam yang harus dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan
sebagai berikut :7 (1) Prinsip keadilan (Al-‘adl), (2) Prinsip Kebaikan (Al-
Khairiyah), (3) Prinsip Hikmah (Al-Hikmah), (4) Prinsip Konsisten (Al-
Istiqomah), (5) Prinsip Keseimbangan (At-Tawazun).
7
Anjeli Aliya Purnama Sari, ”Penerapan Nilai-Nilai Moderasi Beragama pada
Pendidikan Anak Usia Dini Melalui Pendidikan Agama Islam”, (Bengkulu: PIAUD IAIN
Bengkulu, 2021), hlm. 24-28.
8
Agus Akhmadi, "Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia", Inovasi (2019),
hlm. 51.
9
Untuk itu, moderasi beragama sangat perlu ditanamkan kepada siswa agar
tercipta hubungan harmonis antara guru, peserta didik, masyarakat dan
lingkungan sekitar sehingga tercipta lingkungan yang damai dan aman dari
berbagai ancaman.
9
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hlm. 79.
10
Ahmad Fauzi, "Moderasi Islam, Untuk Peradaban Dan Kemanusiaan”, Jurnal Islam
Nusantara 2.2 (2018), hlm, 235.
10
Belajar mengajar tidak bisa dilepaskan dalam dunia pendidikan
karena belajar mengajar merupakan dua intraksi yang saling
ketergantungan, dimana ada proses belajar tentu juga ada proses mengajar
atau pengajaran. Menurut Habernas, belajar baru akan terjadi jika ada
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ia membagi tipe belajar
menjadi tiga, yaitu: (a) belajar teknis (technical learning) yaitu belajar
bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya
secara benar; (b) belajar praktis (practical learning) yaitu belajar
bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,
yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik; (c) belajar
emansipatoris (emancipatory learning) yaitu belajar yang menekankan
upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran tinggi
akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan lingkungan
sosialnya.11
Dalam proses pengajaran dan pembelajaran, peserta didik akan
berfikir terbuka, yaitu berfikir bagaimana dapat menghargai hak hidup,
hak berpendidikan, hak untuk berekpresi, hak untuk memeluk agama dan
tidak mudah menyalahkan orang lain. Sebagai akibat dari keragaman
agama dan kebudayaan akan mengarahkan peserta didik untuk berfikir
lebih dewasa dan memiliki sudut pandang dan cara memahami realitas
dengan berbagai macam cara.12
Implentasi moderasi beragama dalam proses belajar mengajar
dapat diterapkan dalam metode pembelajaran sebagai berikut :
a. Metode Diskusi
Diskusi merupakan interasi antara dua orang atau lebih untuk
membicarakan problem atau masalah tertentu dengan tujuan tertentu
yang diingikan. Metode diskusi memberikan banyak manfaat bagi
peserta didik dalam proses belajar mengajar yaitu melatih peseta
didik berpikir kritis dan terbuka, memiliki sifat demokratis karena
dapat mengutarakan pendapat di forum diskusi, memiliki sikap
11
https://Teori-belajar-humanistik., diakses pada 15 April 2021 pukul 18.00.
12
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hlm. 83.
11
saling menghargai pendapat orang lain, menambah pengetahuan dan
pengalaman yang bersumber dari hasil diskusi, dapat terasah,
berfikir kritis, kreatif dan argumentatif, dan melatih mental peserta
didik dalam mengemukakan pendapat di depan umum.13
b. Kerja Kelompok
Kerja kelompak dalam pengertiannya adalah penyajian materi
dengan cara pemberian tugas-tugas kepada peserta didik yang sudah
dikelompokkan untuk mencapai tujuan. Esensi dari kerja kelompok
adalah untuk gotong royong, saling membantu dalam menyelesaikan
sebuah permasalah dalam pembelajaran.14
Zakiah Darajdat mengemukakan yaitu membina kerja sama
antar peserta didik yang satu dengan peserta didik lainnya,
memperoleh penguasaan atas bahan pengajaran, memupuk dan
memelihara rasa persatuan dan kesatuan dalam kelompok, melatih
kepemimpinan peserta didik, mengembangkan rasa setia kawan dan
sikap tolong menolong, memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengaktualisasi diri dalam merencanakan sesuatu demi
kepentingan bersama, mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
pribadi peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat.15
c. Metode Study Tour (Karya Wisata)
Metode karya wisata ini didefinisikan sebagai metode
pembelajaran yang berada diluar kelas, mengunjungi tempat-tempat
yang dituju di luar kelas agar dapat pembelajaran langsung dari
objek yang dituju. Keterlibatan peserta didik secara langsung dapat
membantu peserta didik mengembangkan diri, merespon,
mengapresiasi, dan mengaktualisasi pengetahuan peserta didik yang
didapat didalam kelas, kemudian diasosiasikan dalam lingkungan
sekitar. 16
13
https://jagad.id/pengertian-diskusi-macam-jenis-fungsi-manfaat-dan-tujuan/diakses
pada 15 April 2021 pukul 18.00.
14
Imansjah Alpandie, Didaktik Metodik, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), hlm. 93.
15
Zakiah Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hlm. 159- 160.
16
Bambang Ariyanto, "Peningkatan Perilaku Islami Anak Usia Dini Melalui Metode
Karyawisata", Jurnal Pendidikan Usia Dini 8.2 (2014), hlm. 231.
12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Moderasi beragama adalah proses memahami sekalogus mengamalkan
ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari ajaran yang tidak
diajarkan oleh agama.
Secara garis besar prinsip moderasi beragama ada 2 yaitu : adil dan
berimbang. Prinsip moderasi beragama sesuai konsep Islam wasathiyah, ada 6,
diantaranya : tasawuth, tawazun, ibtidal, tasamuh, musawah, syura. Sedangkan
menurut Khairan, prinsip-prinsip dasar moderasi Islam ada 5, yaitu : al-‘adl, al-
khairiyah, al-hikmah, al-istiqomah, at-tawazun.
Implementasi moderasi beragama di lembaga pendidikan dimaksudkan
dengan pengetahuan keagamaan yang luas dan tidak parsial harus diajarkan di
lembaga pendidikan agar peserta didik memiliki pondasi paham keagamaan yang
tidak sempit. Diperlukan peran guru agama dalam menanamkan moderasi
beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang multikultural ini.
Dalam hal ini seorang guru harus mampu memberikan pencerahan tentang
moderasi beragama agar peserta didik menjadi manusia yang mendamaikan baik
di lingkungan maupun alam sekitar. Dalam proses pengajaran dan pembelajaran,
peserta didik akan berfikir terbuka, yaitu berfikir bagaimana dapat menghargai
hak hidup, hak berpendidikan, hal untuk berekpresi, hak untuk memeluk agama
dan tidak mudah menyalahkan orang lain. Dalam proses pembelajaran moderasi
beragama dapat dilakukan dengan metode diskusi, kelompok dan study tour.
14