Anda di halaman 1dari 15

IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DI

LEMBAGA PENDIDIKAN

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Isu - Isu Kontemporer

Dosen Pengampu: Rosidi, M. S. I.

Disusun Oleh:

Novita Anggraeni (1803026049)


Salma Hadra (1803026050)
Fasya Latifa Salma (1803026054)

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Segala puji bagi Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Implementasi Moderasi Beragama di Lembaga
Pendidikan” ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang di rencanakan.
Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas Rosidi, M. S. I. Sholawat dan salam
semoga tetap terlimpahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga. Aamiin.

Di dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari berbagai kesulitan-


kesulitan dalam menyelesaikannya. Namun berkat bantuan yang Maha Kuasa dan
dari semua pihak serta dengan usaha yang maksimal sesuai kemampuan kami,
akhirnya makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.

Kami menyadari penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan


kesalahan baik dari isi maupun tata cara penulisan. Untuk itu kami mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Terima kasih.

Wassalamualaikum wr. wb.

Semarang, 13 April 2021

Pemakalah

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................1

DAFTAR ISI………………………………………….................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................3

A. Latar Belakang..........................................................................................3

B. Rumusan Masalah.....................................................................................3

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................4

A. Pengertian Moderasi Beragama.................................................................4

B. Prinsip-Prinsip Moderasi Beragama................................…………..........5

C. Implementasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan.....................9

BAB III PENUTUP.....................................................................................14

A. Kesimpulan...............................................................................................14

B. Kritik dan Saran........................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia dewasa ini semakin banyak isu-isu mengenai pandangan-pandangan
umat beragama. Seperti ingin mengubah suatu tatanan negara menjadi negara
yang berlandaskan satu hukum agama saja. Padahal di Indonesia tak luput dari
keanekaragaman dan menuntut untuk selalu menjunjung tinggi toleransi. Untuk
itu, diperlukan moderasi beragama dalam menyikapi hal itu. Agar menjadi
manusia yang memilih jalan tengah serta tidak melebihkan atau mengurangkan
ajaran agamanya. Moderasi beragama adalah proses memahami sekalogus
mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari ajaran
yang tidak diajarkan oleh agama. Moderasi beragama sangatlah penting, karena
bahwasannya perbedaan adalah sunnatullah, keanekaragaman adalah fitrah
bangsa, pancasila cerminan nilai asli masyarakat, dan bangsa Indonesia adalah
umat beragama.
Lembaga pendidikan memiliki peran strategis untuk memutus mata rantai
kekerasan atas nama agama. Pengetahuan keagamaan yang luas dan tidak parsial
harus diajarkan di lembaga pendidikan agar peserta didik memiliki pondasi paham
keagamaan yang tidak sempit. Oleh sebab itu, diperlukan peran guru agama dalam
menanamkan moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
multikultural ini. Untuk membahas lebih lanjut penulis bermaksud ingin
membahas bagaimana implementasi moderasi beragama di lembaga pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian moderasi beragama?
2. Apa saja prinsip-prinsip moderasi beragama?
3. Bagaimana implementasi moderasi beragama di lembaga pendidikan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian moderasi beragama.
2. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip moderasi beragama.

3
3. Untuk mengetahui implementasi moderasi beragama di lembaga pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Moderasi Beragama


Kata moderasi dalam bahasa Arab diartikan “alwasathiyyah”. Secara
bahasa berasal dari kata “wasath”. Al-Asfahaniy mendefenisikan “wasathan”
dengan “sawa’un” yaitu tengah-tengah diantara dua batas, atau dengan keadilan,
yang tengah-tengan atau yang standar atau yang biasa biasa saja.
Orangnya disebut “wasith”. Kata “wasit” sendiri sudah diserap ke dalam
bahasa Indonesia yang memiliki tiga pengertian, yaitu 1) penengah, pengantara
(misalnya dalam perdagangan, bisnis, dan sebagainya), 2) pelerai (pemisah,
pendamai) antara yang berselisih, dan 3) pemimpin di pertandingan. Yang jelas,
menurut pakar bahasa Arab, kata tersebut merupakan “segala yang baik sesuai
objeknya. Dalam sebuah ungkapan bahasa Arab sebaik-baik segala sesuatu adalah
yang berada di tengah-tengah. Misalnya dermawan yaitu sikap di antara kikir dan
boros, pemberani yaitu sikap di antara penakut dan nekat, dan lain-lain.1
Moderasi adalah kegiatan untuk mengatur, memandu serta menengahi
komunikasi interaktif baik yang berbentuk lisan ataupun tulisan. Moderasi juga
diartikan sebagai suatu kegiatan untuk melakukan peninjauan agar tidak
menyimpang dari aturan yang berlaku yang telah ditetapkan. Adapun istilah
moderasi menurut Khaled Abou el Fadl dalam The Great Theft adalah paham
yang mengambil jalan tengah, yaitu paham yang tidak ekstrim kanan dan tidak
ekstrim kiri.2
Secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan
(etimologis) dan sudut istilah (Terminologis). Mengertikan agama dari sudut
kebahasaan atau etimologis akan terasa mudah daripada mengartikan agama dari
sudut istilah. Dalam masyarakat indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata
Ad-din yang berasal dari bahsa arab dan kata religi dari bahasa eropa. Bila dilihat

1
Mohamad Fahri dan Ahmad Zaenuri, “Moderasi Beragama di Indonesia”, Intizar Vol.
25, No. 2, 2019, hlm. 96.
2
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan
kebangsaan, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 13.
4
dari asal katanya, “Agama” sebenarnya berasal dari kata sansakerta     a dan gam.
A = tidak, dan gam = pergi. Jadi kata tersebut berarti tidak “tidak pergi”. ‘tetap
ditempat’, ‘langgeng’, diwariskan secra turun-menurun. Adalagi yang mengatakan
bahwa agama yang berarti teks atau kitab suci, dan agama agama memang
mempucai kitab suci. Sedangkan dengan Mukti Ali, M. Sutrapatedja mengatakan
bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum ialah
adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama. Disamping ada
perbedaan didalam memahami serta penerimaan setiap agama terhadap suatu
usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interpretasi diri yang berbeda
dan keluasan interpretasi diri juga berbeda-beda.3
Jadi, moderasi beragama adalah proses memahami sekalogus
mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari ajaran
yang tidak diajarkan oleh agama.

B. Prinsip-Prinsip Moderasi Beragama


Salah satu prinsip dasar dalam moderasi beragama adalah selalu menjaga
keseimbangan di antara dua hal, misalnya keseimbangan antara akal dan wahyu,
antara jasmani dan rohani serta keseimbangan masa lalu dan masa depan.
Begitulah, inti dari moderasi beragama adalah adil dan berimbang dalam
memandang, menyikapi, dan mempraktikkan semua konsep yang berpasangan di
atas.4
Muhammad Hashim Kamali menjelaskan bahwa prinsip keseimbangan
(balance) dan adil (justice) dalam konsep moderasi (wasathiyah) berarti bahwa
dalam beragama, seseorang tidak boleh ekstrem pada pandangannya, melainkan
harus melalui titik temu. Kedua nilai ini, adil dan berimbang, akan lebih mudah
terbentuk jika seseorang memiliki tiga karakter utama dalam dirinya:
kebijaksanaan (wisdom), ketulusan (purity), dan keberanian (courage). Dengan
kata lain, sikap moderat dalam beragama, selalu memilih jalan tengah.5

3
Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 97-98.
4
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementerian Agama RI,
2019), hlm. 19.
5
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementerian Agama RI,
2019), hlm. 19-21.
5
Moderasi merupakan sikap jalan tengah atau sikap keragaman yang hingga
saat ini menjadi terminologi alternatif di dalam diskursus keagamaan, baik di
tingkat global maupun lokal. Beberapa prinsip moderasi beragama yang
berhubungan dengan konsep Islam wasathiyah adalah sebagai berikut :6

1. Tawassuth (mengambil jalan tengah)


Tawassuth adalah pemahaman dan pengalaman agama yang tidak
ifrath, yakni berlebih-lebihan dalam beragama dan tafrith, yaitu
mengurangi ajaran agama. Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan
tawasuth ialah, pertama, tidak bersikap ekstrem dalam menyebarluaskan
ajaran agama. Kedua, tidak mudah mengafirkan sesama muslim karena
perbedaan pemahaman agama. Ketiga, memposisikan diri dalam
kehidupan bermasyarakat dengan senantiasa memegang teguh prinsip
persaudaraan (ukhuwah) dan toleransi (tasamuh), hidup berdampingan
dengan sesama umat Islam maupun warga negara yang memeluk agama
lain. Dalam Islam, prinsip tawassuth ini secara jelas disebut dalam Al-
Qur’an :

ٰ
َ ‫سو ُل َعلَ ْي ُك ْم‬
‫ش ِهيدًا‬ ِ ‫ش َهدَٓا َء َعلَى ٱلنَّا‬
ُ ‫س َويَ ُكونَ ٱل َّر‬ ُ ‫وا‬ َ ‫َو َك َذلِ َك َج َع ْل ٰنَ ُك ْم ُأ َّمةً َو‬
۟ ُ‫سطًا لِّتَ ُكون‬

“Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat


pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran
penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya
Allah Swt. menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan)
kamu sekalian.” (QS al-Baqarah : 143)

2. Tawazun (berkeseimbangan)
Tawazun adalah pemahaman dan pengamalan agama secara
seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun
ukhrowi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara
inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).

6
Aceng Abdul Aziz, dkk. Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kementrian Agama RI, 2019), hlm. 10-15.
6
Melalui sikap tawazun, seorang Muslim akan mampu meraih
kebahagiaan batin yang hakiki dalam bentuk ketenangan jiwa dan
ketenangan lahir dalam bentuk kestabilan dan ketenangan aktivitas hidup.
Konsep tawazun ini dijelaskan dalam firman Allah Swt di bawah ini :

ْ ِ‫اس بِٱ ْلق‬


‫س ِط‬ ِ َ‫سلَنَا بِٱ ْلبَيِّ ٰن‬
ُ َّ‫ت َوَأنزَ ْلنَا َم َع ُه ُم ٱ ْل ِك ٰتَ َب َوٱ ْل ِمي َزانَ لِيَقُو َم ٱلن‬ َ ‫لَقَ ْد َأ ْر‬
ُ ‫س ْلنَا ُر‬

“Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti


kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al- kitab
dan neraka (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan” (QS. Al-Hadid : 25).

3. Ibtidal (lurus dan tegas)


Ibtidal yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Keadilan
yang diperintahkan Islam diterangkan oleh Allah Swt supaya dilakukan
secara adil, yaitu bersifat tengah-tengah dan seimbang dalam segala aspek
kehidupan dengan menunjukkan perilaku ihsan.
Moderasi harus senantiasa mendorong upaya untuk mewujudkan
keadilan sosial yang dalam agama dikenal dengan al-mashlahah
al-‘ammah. Dengan begitu, kebijakan publik akan membawa esensi agama
di ruang publik. Setiap pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk
menerjemahkannya dalam kehidupan nyata untuk kepentingan publik.

4. Tasamuh (toleransi)
Secara etimologi, tasamuh adalah menoleransi atau menerima
perkara secara ringan. Sedangkan secara terminologi, tasamuh berarti
menoleransi atau menerima perbedaan dengan ringan hati.
Tasamuh merupakan pendirian atau sikap seseorang yang
termanifestasikan pada kesediaan untuk menerima berbagai pandangan
dan pendirian yang beraneka ragam, meskipun tidak sependapat
dengannya. Orang yang memiliki sifat tasamuh akan menghargai,
membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan
kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang berbeda dengan pendiriannya.

7
5. Musawah (Egaliter)
Secara bahasa, musawah berarti persamaan. Secara istilah,
musawah adalah persamaan dan penghargaan terhadap sesama manusia
sebagai makhluk Allah. Semua manusia memiliki harkat dan martabat
yang sama tanpa memandang jenis kelamin, ras ataupun suku bangsa.
Konsep musawah dijelaskan dalam firman Allah Swt :

َّ‫ارفُ ٓو ۟ا ۚ ِإن‬ ُ ‫م‬rْ ‫ ِّمن َذ َك ٍر َوُأنثَ ٰى َو َج َع ْل ٰنَ ُك‬r‫اس ِإنَّا َخلَ ْق ٰنَ ُكم‬
َ ‫ش ُعوبًا َوقَبَٓاِئ َل لِتَ َع‬ ُ َّ‫ٰيََٓأيُّ َها ٱلن‬
‫م ۚ ِإنَّ ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬rْ ‫م ِعن َد ٱهَّلل ِ َأ ْتقَ ٰى ُك‬rْ ‫َأ ْك َر َم ُك‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-


laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal” (QS al-Hujurat : 13).

6. Syura (Musyawarah)
Kata syura berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan
mengambil sesuatu. Syura atau musyawarah adalah saling meminta
menukar pendapat mengenai suatu perkara. Musyawarah sesuai dengan
firman Allah Swt :

‫صلَ ٰوةَ َوَأ ْم ُر ُه ْم شُو َر ٰى بَ ْينَ ُه ْم َو ِم َّما َرزَ ْق ٰنَ ُه ْم‬ ۟ ‫وا لِ َربِّ ِه ْم َوَأقَا ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬ ۟ ُ‫ست ََجاب‬
ْ ‫َوٱلَّ ِذينَ ٱ‬
َ‫يُنفِقُون‬

“Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan


mendirikan salat, sedangkan urusan mereka diputuskan dengan
musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rizki
yang kami berikan kepada mereka.” (QS Al-Syura : 38).

8
Adapun menurut Khairan Muhammad Arif, ada lima prinsip-prinsip dasar
moderasi Islam yang harus dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan
sebagai berikut :7 (1) Prinsip keadilan (Al-‘adl), (2) Prinsip Kebaikan (Al-
Khairiyah), (3) Prinsip Hikmah (Al-Hikmah), (4) Prinsip Konsisten (Al-
Istiqomah), (5) Prinsip Keseimbangan (At-Tawazun).

C. Implementasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan


Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh warga
Indonesia. Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mengenyam
pendidikan sembilan tahun. Sebagaimana diatur dalam undang-undang nomer 2
tahun 1989 yang menyebutkan bahwa “Pemerintah berupaya meningkatkan taraf
kehidupan rakyat dengan mewajibkan semua warga negara Indonesia yang berusia
7-12 tahun dan 12-15 tahun untuk menamatkan pendidikan dasar dengan program
6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP secara merata.” Begitu juga dengan prinsip-
prinsip penyelenggaraan pendidikan secara jelas juga telah diuraikan dalam
Undang-Undang Sisdiknas 20 tahun 2003 pasal 4.
Lembaga pendidikan memiliki peran strategis untuk memutus mata rantai
kekerasan atas nama agama. Pendekatan edukatif bagi seluruh peserta didik yang
dapat diimplementasikan dalam pendidikan damai yang diintegrasikan dengan
kurikulum sekolah, latihan penyelesaikan konflik secara konstruktif, mediasi dan
negosiasi oleh teman sebaya. Pengetahuan keagamaan yang luas dan tidak parsial
harus diajarkan di lembaga pendidikan agar peserta didik memiliki pondasi paham
keagamaan yang tidak sempit. Maka, diperlukan peran guru agama dalam
menanamkan moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
multikultural ini. Moderasi beragama sebagaimana digambarkan oleh Fahruddin,
memiliki makna seimbang, ditengah-tengah, tidak berlebihan, tidak truth clime,
tidak menggunakan legitimasi teologi yang ekstrim, mengaku kelompok dirinya
paling benar, netral, dan tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu.8

7
Anjeli Aliya Purnama Sari, ”Penerapan Nilai-Nilai Moderasi Beragama pada
Pendidikan Anak Usia Dini Melalui Pendidikan Agama Islam”, (Bengkulu: PIAUD IAIN
Bengkulu, 2021), hlm. 24-28.
8
Agus Akhmadi, "Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia", Inovasi (2019),
hlm. 51.
9
Untuk itu, moderasi beragama sangat perlu ditanamkan kepada siswa agar
tercipta hubungan harmonis antara guru, peserta didik, masyarakat dan
lingkungan sekitar sehingga tercipta lingkungan yang damai dan aman dari
berbagai ancaman.

1. Peran Guru Agama dalam Menanamkan Moderasi Beragama


Dalam hal ini seorang guru harus mampu memberikan pencerahan
tentang moderasi beragama agar peserta didik menjadi manusia yang
mendamaikan baik di lingkungan maupun alam sekitar. Dengan
pengetahuan tersebut diharapkan tercipta kerukunan hidup antar sesama
(live together) dan bisa hidup berdampingan (live with other) dengan
orang lain yang berbeda agama, keyakinan, ras/etnis, dan lain sebagainya.9
Sebagai seorang guru tidak hanya bertugas memberikan pengetahuan
kepada peserta didik tetapi juga dapat membentuk karakter menjadi
pribadi yang unggul mandiri dan dapat mengamalkan ilmu
pengetahuannya. Jika flash back pada sejarah peradaban Islam,
sebagaimana digambarkan oleh bahwa Islam tidak hanya mengajarkan
ilmu pengetahuan untuk mewujudkan prestasi akademik yang gemilang
(science for science), tetapi untuk mewujudkan kedamaian dan perdamaian
umat manusia (science for peace of society). Dengan kata lain bahwa
adanya ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan umat manusia (science for
human welfare) sehingga arah kemajuan sains maupun teknologi
(peradaban) bisa dikendalikan dengan tetap berada dalam jalan yang lurus
(al-sirath al-mustaqim).10
Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik, guru harus mampu
mengurai perbedaan ras, bahasa, warna kulit dalam mengimplentasikan
moderasi beragama di sekolah. Sehingga peserta didik dapat mengambil
contoh atas tindakan yang dilakukan oleh guru itu sediri dalam
implementasi nya dalam kehidupan nyata.

2. Implementasi Moderasi Beragama dalam Proses Belajar Mengajar

9
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hlm. 79.
10
Ahmad Fauzi, "Moderasi Islam, Untuk Peradaban Dan Kemanusiaan”, Jurnal Islam
Nusantara 2.2 (2018), hlm, 235.
10
Belajar mengajar tidak bisa dilepaskan dalam dunia pendidikan
karena belajar mengajar merupakan dua intraksi yang saling
ketergantungan, dimana ada proses belajar tentu juga ada proses mengajar
atau pengajaran. Menurut Habernas, belajar baru akan terjadi jika ada
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ia membagi tipe belajar
menjadi tiga, yaitu: (a) belajar teknis (technical learning) yaitu belajar
bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya
secara benar; (b) belajar praktis (practical learning) yaitu belajar
bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,
yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik; (c) belajar
emansipatoris (emancipatory learning) yaitu belajar yang menekankan
upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran tinggi
akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan lingkungan
sosialnya.11
Dalam proses pengajaran dan pembelajaran, peserta didik akan
berfikir terbuka, yaitu berfikir bagaimana dapat menghargai hak hidup,
hak berpendidikan, hak untuk berekpresi, hak untuk memeluk agama dan
tidak mudah menyalahkan orang lain. Sebagai akibat dari keragaman
agama dan kebudayaan akan mengarahkan peserta didik untuk berfikir
lebih dewasa dan memiliki sudut pandang dan cara memahami realitas
dengan berbagai macam cara.12
Implentasi moderasi beragama dalam proses belajar mengajar
dapat diterapkan dalam metode pembelajaran sebagai berikut :
a. Metode Diskusi
Diskusi merupakan interasi antara dua orang atau lebih untuk
membicarakan problem atau masalah tertentu dengan tujuan tertentu
yang diingikan. Metode diskusi memberikan banyak manfaat bagi
peserta didik dalam proses belajar mengajar yaitu melatih peseta
didik berpikir kritis dan terbuka, memiliki sifat demokratis karena
dapat mengutarakan pendapat di forum diskusi, memiliki sikap

11
https://Teori-belajar-humanistik., diakses pada 15 April 2021 pukul 18.00.
12
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hlm. 83.
11
saling menghargai pendapat orang lain, menambah pengetahuan dan
pengalaman yang bersumber dari hasil diskusi, dapat terasah,
berfikir kritis, kreatif dan argumentatif, dan melatih mental peserta
didik dalam mengemukakan pendapat di depan umum.13
b. Kerja Kelompok
Kerja kelompak dalam pengertiannya adalah penyajian materi
dengan cara pemberian tugas-tugas kepada peserta didik yang sudah
dikelompokkan untuk mencapai tujuan. Esensi dari kerja kelompok
adalah untuk gotong royong, saling membantu dalam menyelesaikan
sebuah permasalah dalam pembelajaran.14
Zakiah Darajdat mengemukakan yaitu membina kerja sama
antar peserta didik yang satu dengan peserta didik lainnya,
memperoleh penguasaan atas bahan pengajaran, memupuk dan
memelihara rasa persatuan dan kesatuan dalam kelompok, melatih
kepemimpinan peserta didik, mengembangkan rasa setia kawan dan
sikap tolong menolong, memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengaktualisasi diri dalam merencanakan sesuatu demi
kepentingan bersama, mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
pribadi peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat.15
c. Metode Study Tour (Karya Wisata)
Metode karya wisata ini didefinisikan sebagai metode
pembelajaran yang berada diluar kelas, mengunjungi tempat-tempat
yang dituju di luar kelas agar dapat pembelajaran langsung dari
objek yang dituju. Keterlibatan peserta didik secara langsung dapat
membantu peserta didik mengembangkan diri, merespon,
mengapresiasi, dan mengaktualisasi pengetahuan peserta didik yang
didapat didalam kelas, kemudian diasosiasikan dalam lingkungan
sekitar. 16

13
https://jagad.id/pengertian-diskusi-macam-jenis-fungsi-manfaat-dan-tujuan/diakses
pada 15 April 2021 pukul 18.00.
14
Imansjah Alpandie, Didaktik Metodik, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), hlm. 93.
15
Zakiah Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hlm. 159- 160.
16
Bambang Ariyanto, "Peningkatan Perilaku Islami Anak Usia Dini Melalui Metode
Karyawisata", Jurnal Pendidikan Usia Dini 8.2 (2014), hlm. 231.
12
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Moderasi beragama adalah proses memahami sekalogus mengamalkan
ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari ajaran yang tidak
diajarkan oleh agama.
Secara garis besar prinsip moderasi beragama ada 2 yaitu : adil dan
berimbang. Prinsip moderasi beragama sesuai konsep Islam wasathiyah, ada 6,
diantaranya : tasawuth, tawazun, ibtidal, tasamuh, musawah, syura. Sedangkan
menurut Khairan, prinsip-prinsip dasar moderasi Islam ada 5, yaitu : al-‘adl, al-
khairiyah, al-hikmah, al-istiqomah, at-tawazun.
Implementasi moderasi beragama di lembaga pendidikan dimaksudkan
dengan pengetahuan keagamaan yang luas dan tidak parsial harus diajarkan di
lembaga pendidikan agar peserta didik memiliki pondasi paham keagamaan yang
tidak sempit. Diperlukan peran guru agama dalam menanamkan moderasi
beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang multikultural ini.
Dalam hal ini seorang guru harus mampu memberikan pencerahan tentang
moderasi beragama agar peserta didik menjadi manusia yang mendamaikan baik
di lingkungan maupun alam sekitar. Dalam proses pengajaran dan pembelajaran,
peserta didik akan berfikir terbuka, yaitu berfikir bagaimana dapat menghargai
hak hidup, hak berpendidikan, hal untuk berekpresi, hak untuk memeluk agama
dan tidak mudah menyalahkan orang lain. Dalam proses pembelajaran moderasi
beragama dapat dilakukan dengan metode diskusi, kelompok dan study tour.

B. Kritik dan Saran

Demikian makalah ini kami susun dengan harapan semoga dapat


memberikan manfaat kepada pembaca, tentu didalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
konstruktif dan membangun sangat kami butuhkan demi lebih baiknya
penyusunan makalah kami di masa yang akan datang.
13
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Akhmadi. 2019. "Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia".


Jakarta: Inovasi.
Ahmad, Fauzi. 2018. "Moderasi Islam, Untuk Peradaban Dan Kemanusiaan".
Jurnal Islam Nusantara 2.
Alpandie, Imansjah. 1984. Didaktik Metodik. Surabaya: Usaha Nasional.
Anwar, Rosihon. 2009. Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka
Ariyanto, Bambang. 2014. "Peningkatan Perilaku Islami Anak Usia Dini Melalui
Metode Karyawisata". Jurnal Pendidikan Usia Dini 8.2.
Aziz, Aceng Abdul, dkk. 2019. Implementasi Moderasi Beragama dalam
Pendidikan Islam. Jakarta: Kementrian Agama RI.
Baidhawy, Zakiyuddin. 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural.
Jakarta: Erlangga.
Darajat, Zakiah. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi
Aksara.
Fahri, Mohamad dan Ahmad Zaenuri. 2019. ”Moderasi Beragama di Indonesia”.
Intizar Vol. 25, No. 2.
https://jagad.id/pengertian-diskusi-macam-jenis-fungsi-manfaat-dan-tujuan/
diakses pada tanggal 15 April 2020 pukul 18.00.
https://Teori-belajar-humanistik., diakses pada 15 April 2021 pukul 18.00.
Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan,
dan kebangsaan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Saifuddin, Lukman Hakim. 2019. Moderasi Beragama. Jakarta: Kementerian
Agama RI.
Sari, Anjeli Aliya Purnama. 2021.”Penerapan Nilai-Nilai Moderasi Beragama
pada Pendidikan Anak Usia Dini Melalui Pendidikan Agama Islam”.
Bengkulu : PIAUD IAIN Bengkulu.

14

Anda mungkin juga menyukai