SEJARAH MUHAMMADIYAH
Disusun oleh:
Fauzi Afriansyah NIM 1909057008
Rima Aris Prastiwi NIM 1909057022
PENDAHULUAN
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammadi SAW, sehingga Muhammadiyah dapat
diartikan sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Organisasi
Muhammadiyah sudah lebih dari satu abad eksis di Indonesia. Artinya kehadiran
Artinya perjalanan Indonesia di dalam meraih kemerdekaannya pada kala itu tidak dapat
Dalam hitungan kalender Masehi, Muhammadiyah kini berusia kurang lebih 107
tahun. Di usia yang sudah mencapai lebih dari 100 tahun tentu saja Muhammadiyah harus
melakukan berbagai macam penyesuaian baik dalam hal internal maupun internal, dan tentu
saja melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kemajuan bangsa bukanlah sebuah hal
yang mudah untuk dilakukan. Hal ini tentu saja dapat dilakukan karena kuatnya tonggak
awal, visi dan misi yang dijadikan sebagai dasar berdirinya Muhammadiyah oleh KH Ahmad
Namun, proses adaptasi sebuah organisasi apalagi yang sudah menginjak usia lebih
dari 1 abad, kiranya sedikit banyak akan memunculkan perbedaan-perbedaan dari tiap masa
ke masa. Bila kita tengok sejarah, setiap pergantian masa kepemimpinan Muhammadiyah
mengalami fokus yang berbeda. Contoh, pada masa KH Faqih Usman, pada masa itu
menimbulkan spekulasi bahwa telah terjadi beberapa hal yang tadinya menjadi fokus
oleh Muhammadiyah.
Maka, penting rasanya jika kita melihat kembali konteks historis dari kelahiran
Muhammadiyah, penting rasanya jika kita melihat lagi tujuan-tujuan besar yang ingin dicapai
oleh KH Ahmad Dahlah pada saat mendirikan Muhammadiyah, dan melihat kembali fokus
utama apa yang menjadi latar belakang berdirinya Muhammadiyah, maka dari itu melihat
konteks historis atas kelahiran Muhammadiyah akan menjadi jalan penting bagi kita
Selain itu, untuk memahami hal-hal di atas, perlu dipahami juga profil dari KH
1. Bagaimana konteks historis serta profil KH Ahmad Dahlan sebagai bagian dari
kelahiran Muhammadiyah?
Tujuan pembahasan topik ini seperti yang tertuang di dalam latar belakang, yakni
ISI
Struktur yuridis formal kolonial Belanda membedakan strata sosial dan menjadikan
kaum pribumi yang beragama mayoritas islam menduduki strata paling bawah, kemudian
di posisi kedua ditempatkan orang timur asing yang berasal dari Cina, Arab, Jepang, dan
India. Di srata paling atas ditempatkan orang-orang eropa dan pemerintahan kolonial
Belanda. Kondisi yang seperti ini tentu saja menjadi sebuah tembok yang menghalangi
kaum pribumi untuk melangkah maju, apalagi dalam hal pendidikan. Orang-orang pribumi
menjadi pribadi yang lemah dalam pengetahuan terutama pengetahuan tentang agama
islam.
Di zaman kolonial Belanda, pada abad ke-19 pendidikan barat yang diperkenalkan
kepada penduduk pribumi sebagai upaya penguasa saat itu untuk mendapatkan tenaga
kerja dari kalangan pribumi sedikit banyaknya menimbulkan perubahan strata pada
beberapa kelompok sosial. Namun di sisi lain tidak sedikit masyarakat yang memandang
negatif terhadap pendidikan barat tersebut, karena anggapan sebagai produk kolonial
Pengenalan agama kristen dan perluasan kristenisasi juga ikut andil dalam pelemahan
ini. Perluasan ini terjadi berbarengan dengan perluasan kekuasaan kolonial dengan tujuan
memengaruhi kaum pribumi yang terlebih dahulu terpengaruh oleh agama islam.
besar. Banyaknya barang-barang impor yang datang dengan kualitas tinggi dan harga
murah menjadikan komoditi yang dijual oleh pribumi menjadi tersingkirkan, menjadi lebih
kelompok intelektual dan professional meraih sedikit kesempatan untuk meraih ilmu
pengetahuan, walaupun pada praktiknya program edukasi pada politik etis ini mash
terbatas pada kelompok elit pribumi saja, sedangkan untuk kalangan bawah masih ditimpa
kesulitan untuk mengenyam pendidikan. Kondisi yang demikian membuat sebagian dari
kalangan bawah pribumi memilih untuk mengantarkan dirinya ke surau-surau atau rumah-
Dengan konteks lingkungan yang sedemikian rupa, pada saat ini kelompok intelektual
menjadikan program edukasi pada politik etis sebagai sebuah kesempatan berharga, kaum
intelek dan profesional bahu-membahu menciptakan sedikit demi sedikit perubahan untuk
kemajuan bangsa. Pada tahun 1908 organisasi Budi Utomo didirikan oleh para mahasiswa
sekolah kedokteran di Jakarta, walaupun dasar dan tujuan, serta aktivitas Budi Utomo
masih sebagai suatu organisasi yang terikat hukum-hukum kolonial, namun hal ini
menjadi bentuk perubahan yang dilakukan kaum intelektual pada saat itu.
rakyat kala itu menjadi orang yang tidak memegang teguh tuntunan Alquran dan Sunnah
nabi, Muhammad SAW. Selain itu praktik syirik, dan bidah yang merajalela
mengakibatkan umat islam menjadi golongan yang tidak terhormat dalam masyarakat. Hal
ini diperburuk dengan tidak tegaknya ukuwah Islamiyah dan tidak adanya wadah yang
menyatukan meraka, serta kegiatan dan misi misionaris Kristen yang telah diberikan
keleluasaan oleh kolonial Belanda menambah buruk keadaan rakyat saat itu terhadap
islam.
Beberapa hal yang disebutkan di atas menjadi dasar utama yang melatarbelakangi
belajar di Arab Saudi dan menetap di sana selama beberapa waktu menjadi salah satu
mengubah keadaan tersebut dengan memberikan suatu wadah yang dapat dijadikan tempat
bagi warga pribumi untuk belajar dan perlahan memperkuat yang lemah baik dari segi
tahun masehi, Indonesia yang kala itu belum merdeka mendapatkan langkah awalnya
terbesar resmi berdiri. Berdirinya Muhammadiyah menjadi langkah awal bagi Indonesia
yang memiliki penduduk terbesar muslim di dunia untuk melakukan perintisan dan
yang memiliki gagasan pemikiran pembaruan yang begitu luar biasa. Kyai Haji Ahmad
Dahlan yang menjadi tonggak utama berdirinya organisasi Muhammadiyah yang kini
untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang
organisasi atau pada saat itu disebut statuten Muhammadiyah, anggaran dasar tersebut
terkait dengan pengesahan tanggal berdirinya Muhammadiyah dan maksud dari berdirinya
organisasi tersebut. Adapun beberapa poin penting yang disoroti terkait maksud berdirinya
penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta; dan b. memajukan hal agama kepada
Statuten Muhammadiyah tersebut selalu digunakan pada setiap anggaran dasar pada
poin maksud dan tujuan dari periode KH Ahmad Dahlan hingga tahun 1946. Adapun
maksud dari statute tersebut adalah: a. memajukan dan menggembirakan pengajaran dan
Djarnawai Hadikusuma, kata-kata yang tercantum dalam statuen tersebut mengandung hal
yang sangat luas dan dalam. Betapa tidak, dalam posisi agama islam yang sangat
mengalami kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti ajaran islam yang
sesungguhnya, dan dengan kondisi historis pada masa kolonial seolah memojokkan agama
islam, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran islam yang murni
itu kepada umat islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama
Kelahiran Muhammadiyah pada masa itu, mampu memadukkan paham islam yang
ingin kembali pada Alquran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu
ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberikan karakter yang khas dari kelahiran dan
ajaran islam dan kehidupan umat islam dengan mengembalikan sumbernya yang asli yakni
gaya pembelajaran agama ke dalam bentuk yang lebih modern. Bentuk modern yang
dimaksud adalah memadukan pelajaran agama dan pengetahuan umum, mengajarkan ilmu
agama di gedung sekolah menggunakan kursi dan meja, yang pada saat itu bentuk ini
Dahlan tentu saja menjadi sosok yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Pemikiran-
warisan yang dapat diteladani untuk hari ini maupun hari esok.
1868 dan meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923. Putra keempat dari tujuh
bersaudara. Anak dari keluarga K.H. Abu Bakar seorang ulama di Masjid Besar
Kasultanan Yogyakarta, sementara itu Ibunya adalah puteri dari H Ibrahim yang juga
Pada umur 15 tahun, dia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun.
Pada masa ini, dia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari
kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, dia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak
kiai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti
Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Di samping itu K.H. Ahmad Dahlan
pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Dia juga pernah menikahi Nyai
Rum, adik kiai Munawwir Krapyak. K.H. Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari
perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah. Dia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH.
pemakaman Karangkajen, Yogyakarta.
Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat Islam untuk menyadari
nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan,
kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan
layar lebar dengan judul Sang Pencerah. Tidak hanya menceritakan tentang sejarah kisah
Ahmad Dahlan, film ini juga bercerita tentang perjuangan dan semangat patriotisme anak
suasana Kebangkitan Nasional.
global dan penuh pertarungan kepentingan yang keras antar kelompok dan golongan
Indonesia dituntut untuk memainkan perannya secara signifikan. Demikian juga dalam
makin dinamik itu secara cerdas dan tepat sasaran, yang memerlukan pemikiran-
strategis khususnya dalam kehidupan politik nasional, agar dalam melangkah tidak
bersifat reaktif semata. Dalam kepentingan ini Muhammadiyah perlu menyusun agenda-
yang memiliki kesiapan yang matang dan sistemik dalam memasuki masa depan yang
politik yang penuh tantangan itu seharusnya dibangun diatas landasan dan orientasi
gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar sebagai misi utama dari Muhammadiyah.
sosiologi politik umat Islam. Muhammadiyah perlu mengambil peran aktif dalam
sehingga dapat memberikan penguatan bagi proses politik umat Islam di Indonesia.
melibatkan kekuatan-kekuatan umat Islam yang tidak jarang harus berbenturan antar
umat Islam itu sendiri, selain dengan kekuatan politik lainnya. Muhammadiyah dituntut
untuk memposisikan diri dan ikut berperan aktif dalam percaturan umat Islam, agar dapat
memberikan penguatan bagi plitik umat Islam khususnya dan politik nasional pada
umumnya.
yang sangat cepat ketika datang gelombang gerakan reformasi yang meruntuhkan rezim
Orde Baru. Munculnya era Reformasi menggantikan Orde Baru walaupun belum
sepenuhnya berhasil membongkar tatanan politik yang lama, tetapi telah merubah
konfigurasi perpolitikan nasional yang telah ada. Kekuatan- kekuatan Islam terpecah
belah dalam berbagai faksi politik. Ledakan partisipasi politik dengan mendirikan partai
politik baru di era reformasi untuk bertanding di Pemilu 1999 telah melahirkan
konfigurasi politik baru, sehingga bermunculan partai politik yang membawa aspirasi
umat Islam, baik itu yang memakai asas formal Islam maupun yang membawa
kepentingan umat Islam. Fenomena politik baru di lingkungan umat Islam ini
menunjukkan secara terbuka bahwa umat Islam bukanlah merupakan satu entitas politik
yang utuh.
Dalam menyikapi fenomena politik baru di lingkungan umat Islam ini, maka
politik sesuai dengan identitas dan garis-garis perjuangan yang membingkainya sebagai
dalam ikut serta melakukan pembangunan politik di Indonesia. Agenda –agenda strategis
sistemik mengenai politik yang berangkat dari pandangan- pandangan keagamaan dan
tentang politik. Konsep ini berfungsi sebagai landasan pemikiran dan perilaku politik
ma’ruf nahi munkar dari Muhammadiyah. Konsep ini dapat diarahkan pada ijtihat
Muhammadiayah yang dimilikinya untuk menyusun konsep baru yang lebih artikulatif
perjuangan Muhammadiyah ini akan memberikan wawasan dan acuan yang lebih cerdas
dan dinamis dalam kehidupan politik nasional yang makin kompleks. Konsep ini
diharapkan dapat menjadi panduan yang fleksibel dan memberikan visi yang luas
mengenai politik dalam menghadapi perkembangan politik yang baru, tanpa harus
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan yang dicita-citakan. Fungsi kelompok
kepentingan ini dapat berupa lobi-lobi politik, penciptan opini publik, memeberikan
nasional.
politik pemerintah. Dalam era reformasi yang makin demokratis dan terbuka maka
diperlukan rakyat yang berdaya secara rasional, pendidikan , ekonomi, dan kesadaran
akan hak-hak politiknya, sehingga suara rakyat benar-benar otonom dan dapat
ini bagi Muhammadiyah merupakan suatu paket yang tidak terpisahkan dari perjuangan
politik, namun usulan agar Muhammadiyah mengembangkan diri menjadi partai politik
atau sekurang-kurangnya mendirikan partai politik sudah muncul sejak tahun 1920-an
dan akan terus muncul kembali. Gagasan agar Muhammadiyah mendirikan partai politik
muncul kembali pada masa reformasi, dimana banyak orang ramai mendirikan partai
politik. Hal ini tampak pada saat sidang Tanwir Muhammadiyah pada tanggal 5-7 Juli
sebagai produk dari dinamika sosial kemasyarakatan dan kebudayaan, yang kemudian
dikenal sebagai “gerakan dakwah”. Bagi Muhammadiyah, politik baik itu partai politik
ataupun negara adalah sub-sistem dari gerakan dakwah. Dari sinilah maka terlihat bahwa
hubungan antara Muhammadiyah dengan partai politik tidak konsisten, selalu berubah
dan tidak pernah bersifat struktural. Muhammadiyah diletakkan diatas basis yang lebih
besar dan lebih kultural daripada dinamika politik kenegaraan. Hal ini cenderung
peletakan sistem dan tata sosial-politik kenegaraan diatas dasar nilai-nilai etik.
Sejak berdiri tahun 1912, Muhammadiyah belum pernah menjadi partai politik,
namun selalu terlibat perpolitikan nasional, langsung maupun melalui aktivitas elit
menjelang kemerdekaan, awal pembentukan negara merdeka pasca G-30 S/PKI dan era
reformasi ini, aktivis Muhammadiyah hampir selalu terlibat dalam dinamika politik
praktis ( partai politik ). Menjelang Muktamar ke- 44 di Jakarta tahun 2000, tarikan
keterlibatan politik praktis kembali nampak mengejala. Politik praktis yang pada
Muhammadiyah, pada masa reformasi ini terlihat mulai ada perubahan, dimana beberapa
aktivis Muhammadiyah mulai memasuki gelanggang politik praktis baik itu menjadi
Muhammadiyah dalam pentas nasional pasca pemerintah Orde Baru. Menurut Abdul
mengalami kesulitan untuk memasuki pusat kekuasaan seperti pada masa sekarang, jika
Munir Mulkan akan cenderung kian jauh dari dinamika sosial, ekonomi, budaya, dan
keagamaan mayoritas umat Islam yang masih miskin seperti petani dan buruh.
SDM potensial, struktur dan fasilitas kelembagaan bagi pengembangan gagasan sosial
dan budaya ( ekonomi dan plitik ) bagi penyelesaian masalah di negeri ini. Kedua,
mayoritas umat yang masih miskin seperti petani dan buruh . Ketiga agenda besar ini
kegiatan sosial yang dibutuhkan umat untuk membebaskan diri dari kemiskinan,
Selama masa kepemimpinan Amien Rais dalam menjalankan high politics cenderung
bergerak secara single fighter sehingga Majelis Hikmah yang berfungsi sebagai thing
tankuntuk persoalan sosial-politik menjadi amburadul. Pada masa akan datang Majelis
Hikmah atau lembaga pengkajian masalah sosial –politik Muhammadiyah atau apapun
ini.
Berbagai kelalaian yang berkaitan dengan masalah sosial-politik yang dilakukan
negara dan politik, ketidak seriusan dalam menghadapi masalah negara dan politik, tidak
adanya think tankuntuk merumuskan strategi dan kebijakan publik, serta rencana-
rencana sistemis untuk mengekspresikan tujuan-tujuan politik jangka pendek dan jangka
tersebut dan dikaitkan dengan situasi masa kini, maka Muhammadiayh perlu
politics) yang menjadi paradigma dan praksis politik Muhammadiyah pada masa Orde
kembali menetapkan Islam sebagi asas tunggal. Dalam Muktamar ini juga diputuskan
sama denagn semua partai politik. Para pengurus Muhammadiyah dilarang melakukan
rangkap jabatan dengan semua partai politik. Menurut A. Syafi’i Maarif yang terpilih
jarak yang sama kepada semua kekuatan politik, sedangkan kader-kader Muhammadiyah
yang memiliki bakat politik diberi kebebasan seluas-luasnya, dimana mereka harus tetap
Islam yang tidak bergerak dalam dunia politik praktis ( riil politics ), seperti partai
yang efektif melalui berbagai saluran, media untuk memainkan peranan politik secara
aktif dan strategis sesuai dengan prinsip dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar.
Muhammadiyah tidak menarik diri dan cenderung alergi terhadap politik yang pada
akhirnya proses dan sistem kehidupan politik ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lain
posisinya dalam hubungannya dengan negara. Negara tidak lain dari pada salah satu alat
penting untuk mencapai tujuan dakwah Islam berupa terciptanya suatu masyarakat utama
atau masyarakat Islami dalam koridor keridhaan Illahi. Masyarakat itu haruslah adil,
terbuka dan menghargai pluralisme pandangan hidup dan aspirasi politik. Semua pihak
wajib tunduk kepada ketentuan konstitusi yang telah disepakati bersama. Bermain diluar
dinamika politik nasional. Mengambil posisi dan peran sebagai organisasi sosial-
keagamaan yng non-politik bagi Muhammadiyah tidak berarti harus alergi politik dan
positif dikalangan elit dan warganya, bahwa politik itu penting dan strategis serta
Muhammadiyah genap berusia satu abad. Telah banyak amal usaha yang dilaksanakan,
baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, tabligh, maupun bisnis, yang
memerlukan dana yang sangat besar karena menyangkut pengadaan prasarana dan sarana
serta pengerahan sumber daya insani dalam jumlah yang sangat banyak. Semua itu pada
Hal ini sesuai dengan pesan pandirinya, yakni KH Ahmad Dahlan agar warga organisasi
tersebut mengutamakan amal saleh atau amal sosial keagamaan yang nyata. Jangan
hanya pandai bicara saja. Bahkan ia menyampaikan sebuah wejangan, ”Sedikit bicara,
banyak bekerja”. Oleh karena itu KH Ahmad Dahlan sering disebut sebagai mujaddid
Sejalan dengan pemikirannya itu maka sekelompok umat Islam, baru bisa dibenarkan
salah satu amal usaha, seperti: masjid, madrasah, sekolah, panti asuhan atau balai
organisasi yang aktif dan transformatif, artinya selalu ada kegiatan dan berupaya
Karena selama satu abad ini warga Muhammadiyah sibuk menekuni amal usaha,
maka mereka kurang terlatih dalam bidang politik praktis. Akibatnya Muhammadiyah
kekurangan stok politikus. Hal ini bersumber dari kebijakan yang digariskan oleh
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bahwa organisasi ini tidak akan terjun ke politik
praktis. Aspirasi-aspirasi politiknya disalurkan melalui cara yang disebut high politics,
yaitu Muhammadiyah tidak akan menjadi partai politik, sedangkan visi politiknya
bangsa.
Indonesia ini tidak ada yang berumur panjang. Lihat saja, PNI, Masyumi, PSI, PKI,
Murba, dan lain-lain. Di samping itu keberadaan partai politik selalu hanya menjadi
milik segolongan warga masyarakat. Dengan tetap menjadi organisasi sosial keagamaan
warga masyarakat, apa pun suku dan aspirasi politiknya. Evaluasi dan Revaluasi
Kekuasaan tertinggi dalam Muhammadiyah adalah muktamar lima tahun sekali. Dari
muktamar ke muktamar selalu dilakukan evaluasi dan revaluasi atas kebijakan, program-
Memerhatikan keadaan masyarakat kita sekarang ini yang dalam banyak hal masih
carut marut, timbul pemikiran di kalangan para pemimpin organisasi tersebut, agar
Pertama, kemerosotan moral sebagian besar bangsa kita yang sudah cukup parah,
yang melanda seluruh lapisan masyarakat, dari rakyat kecil hingga pejabat tinggi, dan
Kedua, praktik-praktik kegiatan politik yang suram, seperti manipulasi data, money
sebagai slogan yang indah, karena rakyat belum melihat terwujudnya keadilan hukum
yang sesungguhnya, bahkan yang sering menjadi keluhan masyarakat ialah adanya mafia
pengadilan.
Keempat, kesenjangan sosial ekonomi yang masih lebar, sehingga banyak rakyat kecil
yang hidup sengsara dan merasa belum menikmati manfaatnya menjadi bangsa yang
merdeka. Di antara keluhan rakyat kecil ialah anak-anak mereka sulit untuk bisa
menuntut ilmu hingga ke perguruan tinggi, lebih-lebih perguruan tinggi yang favorit.
Islam lain, terdapat juga organisasi Islam modern, tetapi jumlah anggotanya tidak
sudah mencita-citakan untuk membimbing umat Islam menjadi umat yang maju, sejalan
Islam yang bersumber dari Alquran dan Alhadist. Hal ini tercermin dalam Statuten
”Menyebarluaskan dan memajukan hal ihwal ajaran Islam di seluruh Tanah Air”. Istilah
Tajdid mengandung dua pengertian. Pertama, purifikasi atau pemurnian ajaran dalam
bidang akidah dan ibadah mahdhah. Artinya dalam bidang akidah dan ibadah mahdhah,
kita kembali kepada kemurnian ajaran sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Kedua, dinamisasi, yaitu pembaharuan dan pengembangan dalam bidang muamalah
dan pengembangan sesuai dengan kemajuan iptek dan kebutuhan masyarakat. Dengan
pakem ini Muhammadiyah diharapkan mampu membimbing umat menjadi umat yang
maju dan berkualitas (khaira ummah) dengan tetap berpegang pada otentisitas ajaran
Islam.
Dan dengan pakem ini pula diharapkan warga Muhammadiyah tidak akan terombang-
bidang pendidikan, kesehatan, sosial, tabligh, ekonomi, dan lain-lain, maka mereka harus
bersikap ramah kepada masyarakat, menunjukkan wajah damai dan menjauhi sifat
damai dan demokratis, jalan yang paling tepat adalah melalui pendidikan, dengan
seperangkat kurikulum yang mengarah terwujudnya masyarakat yang maju dan beradab.
Maka tugas utama pemerintah dan masyarakat sekarang ini adalah membenahi dan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
yang tidak dapat dilepaskan dari konteks kolonial Belanda pada masa penjajahan kala itu.
Kondisi yang serba memojokkan kaum pribumi yang mayoritas islam, serta berbagai
agama dan kemajuan menjadikan Muhammadiyah menjadi organisasi besar islam yang
Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah yang tetap kuat berpijak pada Alquran
dan Sunnah menjadikan organisasi ini bertahan hingga kini 1 abad lebih. Di dalam
adalah mendirikan sekolah, panti asuhan yatim piatu, dan mendirikan pusat kesehatan oemat.
bidang dalam rangka pengabdian kepada negara dengan tetap berlandaskan Alquran dan
sunnah. Muhammadiyah menjadi sebuah organisasi islam yang besar yang memiliki
pengaruh dan memberi warna bahkan dalam kepemimpinan negara Indonesia. Berasal dari
bukan sebaga ajaran yang mengajak pada kesadaran iman semata tapi juga menampilkan
Salam, Yunus (1968). Riwayat Hidup KHA. Dahlan. Amal dan perjuangannya. Jakarta:
Depot Pengadjaran Muhammadijah.
Kutojo, Sutrisno, Mardanas Safwan (1991). K.H. Ahmad Dahlan: riwayat hidup dan
perjuangannya. Bandung: Angkasa.
Ricklefs, M.C. (1994). A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford:
Stanford University Press.