Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Muhammadiyah Dalam Pergaulan Dunia Internasional

MATA KULIAH FILSAFAT KEMUHAMMADIYAHAN


Dosen Pengampu: Dr. H. Manager Nasution, M.A.

Disusun oleh:
Adi Alvian NIM 1909057016
Rahayu Afista H NIM 1909057018

PROGRAM STDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Prof. Dr. HAMKA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan Islam yang didirikan oleh


Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan nama Kyai Haji Ahmad Dahlan pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H / 18 Nopember 1912 bertempat di Kampung Kauman
Yogyakarta. Awal mula berdirinya Muhammadiyah bertujuan untuk mengajak
masyarakat muslim kembali kepada elan vital Islam yang sesungguhnya yaitu dengan
menjalankan ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan kemajuan
dibidang teknologi dan informasi pada abad ke XX,  telah membawa konsekuensi
pengembangan bahkan pembaruan peran dan keberadaannya. Kehadirannya sebagai
"global civil society" dalam aras "global (good) governance", mensyaratkan
Muhammadiyah untuk mengembangkan wilayah tajdid dan ijtihad yang menjadi
watak "distinctive"nya, sebagai gerakan Islam, dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar.
Oleh karena masyarakat di mana Muhammadiyah kini berada, adalah masyarakat
yang tengah bergerak dari masyarakat informasi (information society) Menuju kepada
Masyarakat Ilmu (Knowledge Society).1

Muhammadiyah telah mencanangkan agenda untuk melakukan


internasionalisasi gerakan sebagai salah satu fokus ke depan. Dimulai dari Seminar
Pra-Muktamar yang membahas “internasionalisasi” secara khusus, PP
Muhammadiyah juga telah mencanangkan beberapa program strategis yang terkait
dengan internasionalisasi. Setelah Muktamar Muhammadiyah di Jakarta tahun 2000,
muncul gagasan perlunya pendirian Muhammadiyah di luar negeri. Ada beberapa
alasan mengapa Muhammadiyah di luar negeri perlu didirikan. Pertama, perlunya
memperluas dakwah perjuangan Islam yang rahmatan lil alamin dalam perspektif
Muhammadiyah tidak hanya di negara Indonesia tetapi ke berbagai negara. Kedua,
banyaknya kader, anggota dan warga Muhammadiyah yang menyebar ke berbagai

1
Republika: Muhammadiyah dan Tantangan Global https://republika.co.id/berita/pendidikan/umj-
pendidikan/nybajb219/muhammadiyah-dan-tantangan-global . Di akses pada hari senin 16 November
2019.
negara baik karena alasan studi maupun kerja dan mereka memerlukan ruang untuk
berorganisasi. Atas dasar alasan dan tujuan di atas tersebut, pada akhirnya
Muhammadiyah di luar negeri dinamakan Pimpinan Cabang Istimewa
Muhammadiyah (PCIM).2
Persyarikatan Muhammadiyah telah memulai dakwah secara internasional, baik
dengan pembentukan sekitar 20 Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM)
di luar negeri dan terbentuknya sisters organization yang tidak memiliki hubungan
struktural di Muhammadiyah.“Sisters organization ini memliki lambang dan sistem
yang sama dengan Muhammadiyah, ada di tujuh negara yaitu, Singapura, Malaysia,
Kamboja, Thailand, Laos, Mauritius dan Timor Leste, kemungkinan di Jepang juga
akan menyusul,” ungkap Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015, Din
Syamsuddin saat hadir dalam Short Diplomatic Course : Strengthening Nasyiatul
Aisyiyah to Promote the Peaceful World di Gedung Dakwah Muhammadiyah.

Peran Muhammadiyah di kancah internasional, sudah tak perlu diragukan lagi.


Muhammadiyah berhasil mendamaikan beberapa konflik dan masalah internasional,
diantaranya yang terjadi di Philipina Selatan, mengirim tim emergency ke bencana
Nepal, dan juga terlibat aktif dalam membantu menangani pengungsi Rohingnya di
Myanmar dan Bangladesh. Lalu yang terbaru adalah persoalan masyarakat Ughyur

B. Rumusan Masalah
1. Persoalan-persoalan dunia Internasional
2. Pandangan Muhammadiyah tentang kerjasama Internasional
3. Kerjasama Muhammadiyah dengan Organisasi Islam dunia
4. Muhammadiyah dan perdamaian dunia

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui persoalan-persoalan dunia Internasional
2. Mengetahui pandangan Muhammadiyah tentang kerjasama Internasional
3. Mengetahui Kerjasama Muhammadiyah dengan organisasi Islam Dunia
4. Mengetahui peran Muhammadiyah dalam perdamaian dunia

BAB II

2
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah : Bagaimana Muhammadiyah di Luar
Negeri? Simak Cerita Mereka Para Kader Persyarikatan
http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/9297.html . Di akses pada hari Selasa 17 November 2019.
PEMBAHASAN

A. Muhammadiyah dalam persoalan-persoalan dunia

Muhammadiyah merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang keagamaan


yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan bertujuan untuk menegakkan agama
Islam. Di samping itu, organisasi Muhammadiyah selain bergerak dalam bidang
keagamaan dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar juga bergerak dalam persoalan-
persoalan dunia terlebih bidang kemanusiaan, di antaranya, yakni; pendidikan,
kesehatan, dan sosial politik, serta bencana. Dalam mengimplementasikan bidang
kemanusian ini Muhammadiyah juga memegang pedoman teologi al ma’un yang
merupakan manifestasi dari misi kemanusian dan juga merupakan pedoman dalam
meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Hal ini yang menjadikan Muhammadiyah
terkenal sebagai organisasi sosial keagamaan yang bergerak dalam bidang
kemanusian.

Dalam beberapa kesempatan Muhammadiyah juga ikut berperan aktif dalam


berbagai kasus dimulai dari mengentaskan pendidikan, mewadahi kegiatan-kegiatan
amal usaha, serta membantu korban bencana (kemanusiaan) yang terjadi di luar batas
negara termasuk melakukan pemberian bantuan kepada kaum minoritas pengungsi
Rohingya. Muhammadiyah sebagai organisasi non pemerintahan (NGO) yang berdiri
tanpa ada campur tangan pemerintah dan memiliki tujuan untuk kesejahteraan umat
manusia. Sebagai organisasi non profit, Muhammadiyah memiliki motivasi yang kuat
dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian.

1. MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center)

MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) atau Lembaga


Penanggulangan Bencana Muhammadiyah ialah sebuah lembaga yang dimiliki leh
Muhmmadiyah yang berfokus pada penanggulangan dan penanganan bencana.
MDMC lahir pada tahun 2010 ketika Muktamar Muhammadiyah Yogyakarta. MDMC
merupakan organisasi yang secara internasional telah di akui WHO (World Health
Organization) dimana MDMC telah memiliki standar EMT (Emergency Medical
Team) yang memenuhi standar WHO. Hal ini memungkinkan bagi MDMC untuk
melakukan penanggulangan serta kebencanaan secara Internasional. MDMC mulai
tahun 2010 telah memiliki beberapa pengalaman penanganan kebencanaan
internasional yaitu penanganan badai Hainan di Filipina dan Gempa Bumi di Nepal.

MDMC sebagai bagian dari Muhammadiyah memiliki semangat welas asih


yang dibangun oleh KHA Dahlan dari awal mendirikan Muhammadiyah.
Kemanusiaan yang universal yang melampaui batas wilayah , agama dan ras
merupakan bentuk konsep riil kosmopolitanisme Muhammadiyah yang selalu diusung
oleh MDMC. Kosmopolitanisme Muhammadiyah ialah suatu keyakinan bahwa
merupakan kesadaran tentang kesatuan masyarakat seluruh dunia dan umat manusia
yang melampaui sekat-sekat etnik, golongan, kebangsaan, dan agama.
Kosmopolitanisme secara moral mengimplikasikan adanya rasa solidaritas
kemanusiaan universal dan rasa tanggungjawab universal kepada sesama manusia
tanpa memandang perbedaan dan pemisahan jarak yang bersifat primordial dan
konvensional.

Pandangan kemanusiaan Muhammadiyah tersebut menjadikan Muhammadiyah


lebih fleksbel dan aktif dalam melakukan pendampingan kemanusiaa dalam setiap
kondisi, waktu dan tempat. Muhammadiyah terbukti mamu menjadi jembatan untuk
menengahi kondisi kemanusia antara timur dan barat dan juga dalam berbagai konflik
kemanusiaan sehingga Muhammadiyah menjadi komunitas yang sejak awal
mengusung penegakkan HAM (Hak Azazi Manusia) dimuka bumi ini. Hak Asasi
Manusia merupakan sebuah hak dasar manusia dimana hal tersebut tidak dapat
diganggugugat. Perilaku menghilangkan hak milik orang lain merupakan perilaku
kriminal. Setiap negara tentu memiliki undang-undang dan peraturan tentang
bagaimana menjaga agar hak dari warganya bisa terpenuhi. Hal ini merupakan
kewajiban sebuah negara.

2. PCIM (Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah)

Muhammadiyah adalah gerakan Islam pencerahan yang mengusung visi


moderat di tengah dinamika sosial- budaya lintas bangsa dan negara. Dengan etos dan
spirit Islam kosmopolitan, Muhammadiyah hadir di berbagai negara dengan
menghadapi ragam latarbelakang etnis, budaya, dan agama. Kehadiran Pimpinan
Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) di luar negeri adalah salah satu indikasi
dari internasionalisasi Muhammadiyah.
Hingga kini, merujuk pada data terbaru Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
sebanyak 23 PCIM tersebar di seluruh penjuru dunia, di benua Eropa (PCIM Belanda,
Inggris, Turki, Prancis, Jerman), Afrika (PCIM Khortum/Sudan, Lybia, Tunisia,
Kairo/Mesir), Amerika (PCIM Amerika Serikat), Australia (PCIM Australia), dan
Asia (PCIM Kerajaan Arab Saudi, Iran, Iraq, Jepang, Korea Selatan, Kuala Lumpur,
Tiongkok, Rusia, Taiwan, Pakistan, Singapura, Thailand).

Selain kehadiran PCIM di luar negeri, telah bermunculan gerakan-gerakan yang


visi keislamannya serupa dengan Muhammadiyah di beberapa negara. Selain sevisi
dengan Muhammadiyah, gerakan-gerakan tersebut juga menggunakan pola dan
strategi serupa, sekalipun menggunakan nama atau simbol-simbol organisasi yang
berbeda. Maka dikenallah dengan istilah sister organization (SO), “organisasi
saudara,” yaitu organisasi atau gerakan yang menggunakan pola dan strategi dakwah
serupa dengan Muhammadiyah. Mereka juga mengusung visi keislaman moderat
dengan spirit gerakan yang sama dengan Muhammadiyah. Di Vietnam, Kamboja,
Filipina, dan Timor Leste telah teridentifikasi kemunculan gerakan-gerakan tersebut.3

B. Pandangan Muhammadiyah tentang Kerjasama Internasional


Muhammadiyah terus menggeloarakan gerakan internasionalisasi dengan bekerjasama
berbagai pihak.  Diantaranya, dengan lembaga-lembaga internasional seperti USAID,
AusAID, Muslim Aid, Unicef, Bill & Melinda Gate, Sani'tidak Egidio, Asian Muslim
Charity Foundation (AMCF).
Dikatakan Sekretaris Umum PPMuhammadiyah, Abdul Mu’ti, fokus awal langkah
internasionalisasi sejak 2011, Muhammadiyah sudah menjadi permanent consultative
member of ECOSOC, lembaga sosial dan ekonomi PBB.
"Terkait dengan penguatan kerja sama internasional, sejak Muktamar 2015,
Muhammadiyah mengangkat ketua yang membidangi Dialog dan Kerjasama antar
Agama dan Peradaban," terang Mu’ti Rabu (18/4) di Jakarta.
Dan hingga saat ini sudah terdapat 20 Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah
(PCIM) antara lain di Inggris, Belanda,Jerman Raya, Amerika Serikat. Australia, Arab
Saudi, Mesir, Sudan, Pakistan, India, Malaysia, Thailand,Taiwan, Tiongkok, Korea
Selatan, da Turki. Selain itu juga sudah ada sisterorganization, salah satunya di
Singapura.

3
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18976/7.%20BAB%20III.pdf?
sequence=7&isAllowed=y
Selain itu, berkaitan dengan proses perdamaian, Muhammadiyah menjadi anggota
International Contact Group (ICG) untuk proses perdamaian di Filipina Selatan,
penyelesaian konflik di Afrika Tengah, dan kerja sama dengan Southern Border
Authority di Thailand Selatan.
Sementara kegiatan kemanusiaan, Muhammadiyah juga banyak mengirimkan tenaga
dan relawan kemanusiaan untuk Palestina, Filipina, dan Bangladesh. Untuk
membantu pengungsi Rohingnya Muhammadiyah mengirimkan bantuan kemanusiaan
serta tenaga media yang terdiri atas dokter dan para medis. Relawan Muhammadiyah
direncanakan di Cox Bazar, Bangladesh, selama satu tahun.
"Para tokoh Muhammadiyah juga terlibat dalam berbagai forum internasional bersama
kementerian luar negeri Indonesia terutama dalam masalah dialog antar iman,"
ungkapnya.
Sejak 2006, Muhammadiyah bekerja sama dengan Cheng Ho Multiculture Education
Trust (Malaysia), dan Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations
(CDCC) menyelenggarakan forum perdamaian dunia (World Peace Forum-WPF)
yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali.
C. Kerjasama Muhammadiyah dengan Organisasi Islam Dunia
Pada miladnya ke-107 tahun, 18 Nopember 2019, Muhammadiyah sudah
mencatatkan diri sebagai organisasi sosial keagamaan paling modern dan paling kaya
amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Akan tetapi,
dinamika progresifnya belum berbanding lurus dengan perubahan global yang
supercepat, terutama di bidang sains dan teknologi. Sampai saat ini belum ada kader
Muhammadiyah meraih hadiah Nobel atau menjadi saintis penemu teori atau aplikasi
teknologi yang mendunia. Peradaban ilmu dan teknologi yang menjadi orientasi
dakwah dan tajdidnya belum teraktualisasi.
Agenda abad kedua Muhammadiyah idealnya tidak lagi purifikasi dan reformasi
pemikiran sosial keagamaan, tetapi melompat jauh ke arah agenda riset dan
pengembangan ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni) yang senafas dengan
Islam berkemajuan yang menjadi “slogan” dan elan vital khitahnya. Karena itu,
dengan jaringan 166 PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) dan PTA (Perguruan
Tinggi Aisyiyah), dengan lebih dari 600 ribu mahasiswanya, Muhammadiyah perlu
berpikir keras secara break-trought (lompatan di luar kelaziman).
Selama satu abad lebih, Muhammadiyah menyinari negeri, mencerdaskan dan
mencerahkan kehidupan umat dan bangsa. Akan tetapi, sejatinya masyarakat dunia
juga menginginkan sentuhan penceraham Muhammadiyah.  Gerakan pencerahan
idealnya melampaui batas-batas teritori nusantara, karena “mentari” Muhammadiyah
pada dasarnya bisa menerangi dunia dengan gagasan besar dan visi peradabannya
yang mendunia. Persoalannya, bagaimana Muhammadiyah mengepakkan sayap
progresifnya menuju go international, mencerahkan dunia?
Gerakan Pencerahan
Gagasan internasionalisasi Muhammadiyah sudah lama bergulir di kalangan para
pimpinan dan aktivis Muhammadiyah. Akan tetapi, konseptualisasi dan aktualisasi
gagasan ini masih belum menemukan format ideal sekaligus praksis konkret dan
operasional. Pendirian sejumlah pimpinan cabang istemewa Muhammadiyah (PCIM)
di luar negeri misalnya, baru sebatas mewadahi kader-kader Muhammadiyah yang
sedang menempuh studi lanjut atau meniti karir di negara itu. Jalinan kerjasama
internasional yang dilakukan sejumlah PTM juga belum mampu mendongkrak
peringkat PTM menjadi universitas riset berkelas dunia.
Namun demikian, dalam memasuki abad keduanya, Muhammadiyah berkomitmen
melakukan gerakan pencerahan (tanwir). Menurut Haedar Nashir, ketua PP
Muhammadiyah, gerakan pencerahan merupakan praksis Islam yang berkemajuan
untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan umat manusia.
Gerakan pencerahan dihadirkan untuk memberi jawaban dan solusi terhadap berbagai
persoalan kemanusiaan, seperti: kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan
sebagainya.
Gerakan pencerahan Muhammadiyah juga diorientasikan dapat menjawab
masalah kegersangan spiritual, krisis dan dekadensi moral, kekerasan, radikalisme,
terorisme, korupsi, pembalakan hutan secara ilegal, pencemaran dan kerusakan
ekologis, perdagangan manusia, kejahatan dunia maya (cyber crime),
neokolonialisme, komunisme, permisivisme, dan sebagainya. Selain itu,
Muhammadiyah juga berkomitmen mengembangkan relasi sosial politik yang
berkeadilan tanpa diskriminasi; menjunjung tinggi HAM, mengeliminasi ujaran
kebencian (hate speech), penyebaran berita hoaks, dan sekaligus merawat kerukunan
umat beragama dan keutuhan NKRI.
Gerakan pencerahan Muhammadiyah bukan hanya untuk mencerdaskan dan
mencerahkan bangsa, tetapi juga untuk menyinari dunia dengan menghadirkan
Islam rahmatan li al-‘alamin (rahmat, ramah, dan penuh kasih sayang untuk semua).
Dalam aktualisasinya, gerakan pencerahan Muhammadiyah mengambil sikap dan
praksis pertengahan (wasathiyyah), tidak ekstrem kanan atau ekstrem kiri;
membangun sinergitas lintas sosial kultural dengan membangun perdamaian dunia,
menghargai kemajemukan, membudayakan toleransi, menghormati harkat dan
martabat kemanusiaan.
Secara personal dan organisasional, Muhammadiyah juga terlibat dalam dialog,
perdamaian dunia, resolusi konflik, dan pembangunan peradaban dunia yang
berkeadilan. Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah misalnya,
berkontribusi penting dalam dialog lintas iman dan perdamaian dunia, sehingga
dipercaya sebagai Presiden Conference of Religion for Peace dalam World Coference
Religion for Peace.
D. Mendunia

“Matahari” Muhammadiyah memang “terbit” di Indonesia, namun sinarnya juga


bisa menerangi dunia. Upaya internasionalissi Muhammadiyah tidak hanya dilakukan
dengan mendirikan pimpinan cabang istimewa Muhammadiyah (PCIM) di berbagai
mancanegara, seperti: USA, Arab Saudi, Mesir, Turki, Australia, Marokko, Jerman,
Malaysia, India, Tunisia, Sudan, dan sebagainya.
Kerjasama dan kemitraan antara Muhamamdiyah dan negara atau lembaga
internasional juga dikembangkan, baik dalam rangka pertukaran dosen, mahasiswa,
pelajar, studi lanjut, riset kolaboratif, maupun publikasi ilmiah. Karena itu, revitalisasi
perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) sebagai universitas riset bereputasi
internasional menjadi sangat strategis, sehingga inovasi dan temuan teori-teori baru di
bidang ipteks dan pemikiran Islam dari PTM menjadi keniscayaan.
Kiprah dan kontribusi Muhammadiyah dalam mengembangkan Islam moderat,
modernis, dan humanis penting dipromosikan, terutama melalui publikasi berbasis
riset. Ahli-ahli tentang Muhammadiyah dari luar negeri juga perlu diekstensifkan,
sehingga para “Muhammadiahnis” tidak hanya muka lama seperti: Mitsuo Nakamura,
James L Peacock, Howard M Federspiel, dan Robert van Niel. Internasionalisasi
pemikiran reformis dan progesif Muhamamdiyah dengan Islam moderat (wasathi)
sangat layak mendapat apresiasi dan rekognisi dunia.
Oleh karena itu, UGM misalnya mengusulkan Muhammadiyah dan NU sebagai
penerima Nobel Perdamaian pada 2019 karena kontribusinya yang besar dalam
membumikan Islam moderat dan mengawal NKRI dan Pancasila. Usulan ini
didukung oleh duta besar RI untuk Norwegia, Todung Mulya Lubis, tokoh dan
akdemisi, seperti  Nico JG. Kaptein dan Romo Franz Magnis Suseno, dan lembaga
seperti Peace Research  Institute Oslo (PRIO). Menurut Azyumardi Azra, promosi
Muhammadiyah dan NU di Oslo untuk meraih Nobel Perdamaian merupakan upaya
strategis memperkenalkan kiprah kedua ormas ini dalam perdamaian dunia. Namun,
promosi ini tidak bisa lain menjadi bagian dari upaya memperkenalkan Indonesia atau
lebih khususnya, Islam Indonesia, kepada publik Eropa dan dunia internasional lebih
luas.
Guru Besar Studi Islam Asia Tenggara, Nico JG Kaptein juga berpendapat bahwa
Muhammadiyah dan NU secara nyata menebarkan benih-benih toleransi kepada
masyarakat Indonesia dan dunia. Oleh karena itu, Islam berkemajuan di Nusantara
yang moderat, toleran, dan inklusif sangat penting dipromosikan sebagai sumber nilai
dan solusi bagi perdamaian dunia. Karena itu, mempromosikan Islam moderat
Indonesia ke pentas dunia sejatinya merupakan promosi Negara Pancasila secara lebih
mendunia.
Muhammadiyah untuk dunia tidak lepas dari sikap konstruktifnya terhadap  NKRI
sebagai Darul Ahdi wa asy-Syahadah (Negara perjanjian dan pembuktian nyata). Bagi
Muhammadiyah, NKRI itu hasil titik temu dan kesepakatan final dari para pendiri
bangsa yang sebagiannya adalah kader Muhammadiyah, seperti: Ir Soekarno, Ki
Bagus Hadikusumo, dan Abdul Kahar Muzakkir. Pancasila sebagai legasi ideologi
perekat dan pemersatu bangsa  tentu saja sebagiannya juga merupakan kontribusi
Muhammadiyah dalam mewakafkan pemikiran Islam moderat dan berkemajuan bagi
bangsa dan dunia.
Muhammadiyah akan semakin mendunia, apabila mampu mengembangkan
jaringan internsionalnya berbasis  “holding organization” yang modern, terbuka, dan
inovatif.  Dengan jaringan amal usahanya yang luas, Muhammadiyah perlu semakin
mempromosikan  praksis Islam moderat dan berkemajuan  yang sudah terbukti,
misalnya, menjadi rumah perdamaian dan laboratorium toleransi bagi warga bangsa,
terutama di wilayah Indonesia Timur, seperti Universitas Muhammadiyah Sorong,
Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong, dan Universitas
Muhammadiyah Kupang,  di mana 65-75% dari total mahasiswanya adalah non-
Muslim.
Melalui pesantren internasional KH Mas Mansur di Universitas Muhammadiyah
Surakarta misalnya, Muhammadiyah juga mendidik setidaknya 560 mahasantri, calon
duta perdamaian dari mancanegara seperti: Inggris, Singapore, Jordania, Thailand,
Nigeria, Sudan, Tanzania, Filipina, Marokko, dan sebagainya. Kontribusi dalam
pencerdasan dan pencerahan bangsa, pembangunan perdamaian dunia, dan aktualisasi
Islam moderat, modernis, dan humanis ini bisa dijadikan model percontohan relasi
harmoni antara organisasi sosial keagamaan (Muhammadiyah) dan negara.
Selain itu, gerakan pencerahan dan relasi harmoni Muhammadiyah dengan negara
sangat layak dipromosikan untuk masyarakat dunia. Oleh karena itu, pemerintah juga
sangat diharapkan mendukung dan memperjuangkan Muhammadiyah untuk meraih
Nobel Perdamaian agar NKRI dengan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
pemersatu bangsa juga semakin mendunia.
Akhirul kalam, sepanjang sejarahnya, Muhammadiyah tidak pernah tergoda
menjadi partai politik atau terlibat politik praktis. Namun dalam berpolitik,
Muhammadiyah mengedepankan politik nilai dan politik kemaslahatan bangsa.
Muhammadiyah selalu konsisten menyuarakan dakwah amar makruf nahi
mungkar dengan spirit tajdid dan gerakan pencerahan. Muhammadiyah tetap
diharapkan tampil sebagai organisasi sosial keagamaan paling istikamah dengan
khitahnya, terutama dalam mempraksiskan Islam moderat, modernis, dan humanis
demi kejayaan NKRI dan terwujudnya peradaban dunia yang adil dan damai. Sebab,
Muhammadiyah itu merupakan  salah satu jendela dunia untuk melihat Indonesia.

E. Muhammadiyah dan Perdamaian Dunia


Muhammadiyah yang akan memasuki usia seabad, akan terus mengupayakan
perdamaian dunia sebagai bagian dari internasionalisasi organisasi yang didirikan KH
Ahmad Dahlan tersebut. Dalam program ini, khususnya di kawasan Asia Tenggara
Muhammadiyah akan memprakarsai upaya perdamaian di Filipina Selatan dan
Thailand Selatan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menyampaikan
hal itu kepada wartawan, seusai membuka seminar Pra-Muktamar II Muhammadiyah,
bertema Internasionalisasi Muhammadiyah untuk Kemanusiaan Universal di Aula
Djazman Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Selasa (14/4).
Dalam seminar bersama Azyumardi Azra, Bachtiar Effendi, Dekan Fakultas
Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, menyatakan, keterlibatan
Muhammadiyah dalam masalah internasional sudah lama, di antaranya dimotori
almarhum Lukman Harun dalam membela pemerintah Palestina pimpinan Yasser
Arafat. Dia melihat, di bawah kepemimpinan Din Samsuddin sekarang,
Muhammadiyah makin mengiintensifkan peran itu.
"Masalahnya, dalam Muktamar Muhammadiyah nanti harus diadakan perubahan
AD dan ART agar sejalan dengan peran itu. Selain itu, Muhammadiyah ditantang
sejauh mana mampu mengembangkan Islam yang rahmatan lil alamin, Islam
Nusantara yang toleran, ramah dan humanis ke seluruh dunia," ujarnya dihadapan
ratusan peserta seminar Pra-Muktamar 47.
Kalau organisasi Muhammadiyah yang besar mampu menjawab tantangan itu,
sambungnya, dalam 30 tahun mendatang saat secara kuantitatif umat Islam di dunia
seimbang dengan umat Kristen akan dapat memberikan sumbangsih besar.
Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mukti, dalam jumpa pers menerangkan,
bahwa dalam internasionalisasi Muhammadiyah banyak tantangan sangat besar yang
dihadapi. Sebab, kendala utamanya keterbatasan penguasaan bahasa asing di kalangan
kader dan anggota Muhammadiyah.
“Saat ini masih banyak kawan-kawan dari luar Indonesia yang minta dokumen
tentang Muhammadiyah dalam bahasa Inggris dan Arab, Seperti sejarah
Muhammadiyah, pendiri Muhammadiyah dan lain-lain. Sedangkan selama ini belum
banyak dokumen yang berbahasa Inggris dan Arab," ujarnya.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Muhammadiyah dalam pergaulan Internasionalnya tidak bisa diragukan lagi, pasalnya
Muhammadiyah menjalin kerjasama dengan negara luar sebagai bentuk
mendakwahkan Islam rahmatan lil alamin. Kerjasama yang dijalin Secara personal
dan organisasional, Muhammadiyah juga terlibat dalam dialog, perdamaian dunia,
resolusi konflik, dan pembangunan peradaban dunia yang berkeadilan. Din
Syamsuddin, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah misalnya, berkontribusi
penting dalam dialog lintas iman dan perdamaian dunia, sehingga dipercaya sebagai
Presiden Conference of Religion for Peace dalam World Coference Religion for
Peace.
Daftar Pustaka

Republika: Muhammadiyah dan Tantangan Global https://republika.co.id/berita/pendidikan/umj-


pendidikan/nybajb219/muhammadiyah-dan-tantangan-global . Di akses pada hari senin 16 November
2019.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah : Bagaimana Muhammadiyah di Luar


Negeri? Simak Cerita Mereka Para Kader Persyarikatan
http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/9297.html . Di akses pada hari Selasa 17 November 2019.

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18976/7.%20BAB%20III.pdf?
sequence=7&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai