Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MUHAMMADIYAH DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Mata Kuliah Filsafat Kemuhammadiyahan


Dosen Pengampu: Dr. H. Maneger Nasution, M.A.

Disusun oleh:

Lisa Fauziyah 1909057014

Tri Amalia 1909057026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2019
KATA PENGANTAR
Assalamua’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah mengajarkan
manusia tentang apa yang tidak diketahuinya. Berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis
diberikat kemudahan dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “Muhammadiyah
dan Pemberdayaan Perempuan”. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah memberikan jalan kepada
kita untuk menggapai titik terang dengan Ridho Ilahi yang insyaAllah berbuah
kebahagiaan yang hakiki.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak baik
secara moril maumpun materil, maka izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Penulis sadari apa yang tersusun dalam makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan pembaca dapat mengoreksi dan mengkritisi isi
dari makalah yang penulis buat. Peran pembaca melalui kritik dan saran dalam bentuk
apapun sangat penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya. Mohon maaf yang teramat dalam atas semua kesalahan. Selebihnya,
jika pembaca menemukan hal yang lebih dalam penulisan makalah ini, hal ini
merupakan anugerah yang Allah Swt berikan untuk penulis. Cukup sekian dan terima
kasih atas segala perhatiannya.

Wassalamua’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penulis, 12 November 2019


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan organisasi gerakan Islam di Indonesia tumbuh dan berkembang
sejak dari negeri ini belum mencapai kemerdekaan secara fisik sampai pada masa
reformasi sekarang ini. Perkembangannya kian pesat dengan dilakukannya tajdid
(pembaharuan) di masing-masing gerakan Islam tersebut. Salah satu organisasi gerakan
Islam itu adalah Muhammadiyah. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi
Muhammad Saw, yang berarti bahwa warga Muhammadiyah menjadikan segala bentuk
tindakan, pemikiran dan perilakunya didasarkan pada sosok seorang Rasulullah, Nabi
Muhammad Saw. Nabi dijadikannya model (uswah al hasanah), yang sebenarnya tidak
hanya bagi warga Muhammadiyah tetapi juga seluruh umat Islam bahkan bagi warga
non-muslim kaum yang tidak mempercayainya sebagai rasul sekalipun.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yang dengan
sungguh-sungguh ingin diraih, yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya.” Dengan cita-cita yang ingin mewujudkan itu, Muhammadiyah memiliki arah
yang jelas dalam gerakannya, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Haedar Nashir
dalam makalah Muhammadiyah dan Pembentukan Islam. Organisasi Islam
Muhammadiyah tumbuh makin dewasa bersama organisasi Islam besar lainnya sekelas
Nahdlatul Ulama (NU), merambah ke segala bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan tetap mengedepankan kepentingan umat dari segi sosial-budaya,
ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Namum demikian, Muhammadiyah tetap selalu
melakukan tajdid dalam aspek ruh al Islam (jiwa keislaman).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Islam dan Pemberdayaan Perempuan?
2. Bagaimana Pandangan Muhammadiyah terhadap Isu-Isu Perempuan?
3. Bagaimana Sejarah dan Oragnisasi Aisyiyah?
4. Apa saja Agenda dari Organisasi Aisyiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam dan Pemberdayaan Perempuan
Ideologi dan pandangan dunia Islam mengenai perempuan dan hak-hak asasi
manusianya dipandang sebagai sebuah revolusi besar dan agung di dunia. Islam
menghadirkan kepada umat sebuah model baru dalam hubungan sosial dengan
perempuan.
Islam secara tegas mendeklarasikan bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama
dalam penciptaan dan sama-sama diciptakan dari satu jiwa. Dalam ayat berikut al-Quran
dengan jelas menyangkal semua pandangan yang jahil, khususnya sudut pandang
akademis kristen dan telah membuktikan semua kesalahan intelektual dunia, Wahai
manusia! Bertakwalah kepada Tuhamnu yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan
dari-Nya diciptakan pasangannya… (Q.S an-Nisa : 1).[9]
Pertama, ayat ini ditujukan kepada manusia (nas) yang melibatkan laki-laki dan
perempuan secara sama, ini membuktikan bahwa bagi Allah, laki-laki dan perempuan
adalah sama dalam martabat maupun kemanusiannya.
Kedua, dalam ayat ini baik laki-laki maupun perempuan sama-sama diajak
kepada keshalehan dan ketakwaan kepada Allah.
Ketiga, baik laki-laki maupun perempuan diciptakan dari satu jiwa, yang kedua
jenis kelamin miliki bersama dan perempuan sebagai organ dari kemanusiaan itu,
merupakan pelengkap dan bukan bagian bawahan laki-laki.
Berbicara tentang pemberdayaan perempuan muncullah wacana bahwa
perempuan yang bermanfaat adalah perempuan yang bisa menghasilkan uang. Pada saat
yang sama dimunculkanlah mitos kecantikan bahwa perempuan yang menarik adalah
yang cantik secara fisik.
Ditambah lagi dengan kemiskinan terstruktural yang diciptakan sistem ekonomi
kapitalis yang memaksa perempuan terjun ke dunia kerja yang keras tersebut, padahal di
saat yang sama perempuan tidak bisa meninggalkan peran kodrati mereka yaitu menjadi
istri bagi suaminya dan ibu bagi anak – anaknya.
Pandangan seperti ini berasal dari barat yang berdiri atas landasan sekulerisme,
yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Dan kapitalisme yang mengajak perempuan
berbondong – bondong keluar rumah menuju ruang publik, bersaing dengan laki – laki
memainkan peran yang selalu saja mengeksploitasi diri perempuan. Yang pada akhirnya
kaum perempuan pun terjebak dalam dilema peran ganda.
Dalam pandangan sekulerisme demokrasi, sering sekali status ibu rumah tangga
dipandang sebelah mata. Stigma perempuan pengangguran selalu tertuju pada ibu
rumah tangga. Di era globalisasi peran ibu rumah tangga masih sering dianggap sebagai
peran rendahan. Padahal status ibu rumah tangga tak bisa dianggap remeh. Sebab bila
perempuan meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga, terjadilah kekacauan
dalam tatanan kehidupan terkecil dan masyarakat. Bahkan berpengaruh pada kehidupan
sosial hingga negara.
Oleh karena itu dalam Islam, tugas dan tanggung jawab perempuan sebagai ibu
rumah tangga berperan besar dalam keberlangsungan sebuah peradaban. Jika ibu abai,
maka moral generasi akan tergadai. Jika rumah tak terasa seperti surga, maka hancurlah
tatanan kehidupan masyarakatnya.
Dalam Islam kedudukan kaum ibu sangat mulia. Ialah sekolah pertama dan
utama bagi anak – anaknya. Ia sebagai manajer rumah tangga dalam keluarganya.
Mendidik anak mereka dengan kepribadian Islam. Baik buruknya masa depan umat
manusia ditentukan dari pendidikan yang diberikan ibu kepada anaknya. Bahkan
peradaban bisa hancur jika kaum ibu keluar dari jalur fitrahnya sebagai pendidik utama.
Menjadi ibu rumah tangga bukanlah jenis profesi. Namun tugas mulia yang
diberikan Allah Ta’ala. Ibu rumah tangga bukan pula aktifitas perempuan
pengangguran. Bahkan ia menjadi manusia paling produktif di dunia. Sepanjang waktu
tak kenal lelah mengurus keluarganya. Andaikata ibu rumah tangga bergaji, niscaya tak
akan ada yang sanggup membayar jerih payahnya.
Itulah mengapa Allah berikan tempat dan pahala semisal pahala berjihad kepada
kaum ibu yang tak kenal lelah mengurus keluarganya. Begitu nyata Islam memuliakan
para ibu. Mereka tak dibebani dengan persoalan ekonomi. Memfokuskan diri
membentuk generasi berkepribadian unggul. Beriptek dan berimtak dalam kehidupan.
B. Pandangan Muhammadiyah terhadap Isu-Isu Perempuan
Topik kepemimpinan perempuan telah cukup lama menjadi diskursus
keagamaan yang menarik perhatian Muhammadiyah secara umum dan Majelis Tarjih
secara khusus. Setidaknya ada tiga dokumen dari Majlis Tarjih terkait sikap
Muhammadiyah mengenai hal ini. Pertama, buku berjudul Adabul Marah fil Islam yang
merupakan produk muktamar khususi Tarjih tahun 1976. Kedua, Fatwa Tarjih tahun
1997 yang termuat dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 4. Ketiga, buku berjudul
Wacana Fiqih Perempuan Perspektif Muhammadiyah yang merupakan kumpulan
makalah hasil seminar yang diselenggarakan Majelis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam dan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka tahun 2003.
Dokumen pertama lahir sebagai putusan, dokumen kedua sebagai fatwa dan dokumen
ketiga sebagaiwacana atau diskursus keagamaan. Namun demikian, sekalipun
karakternya berbeda, isi dari ketiga dokumen tersebut memiliki keserasian pemikiran
dan juga ketersambungan gagasan.
Dalam turast (warisan pemikiran) Islam, istilah kepemimpinan diekspresikan
dalam berbagai terma, diantaranya imamah, khilafah, imarah, wilayah dan lain
sebagainya. Tidak kurang, kepemimpinan perempuan (imamatul marah) juga menjadi
bagian dari isu yang didiskusikan oleh para ulama dalam tradisi turast sejak periode
klasik. Secara singkat dapat dikatakan di sini bahwa kecenderungan umum yang berlaku
di kalangan para ulama adalah menolak kepemimpinan perempuan. Ibnu hajar al-
Asqalani dalam Fath al-Bari misalnya melaporkan hal berikut: "ihtajja bi hadis Abi
barkah man qala la yajuzu an tuliya al- marata al-qadla wa huwa qaulul jumhur
(berhujjahlah dengan hadis Abi Bakrah orang yang berpandangan tidak boleh
menugaskan perempuan sebagai hakim dan ini adalah pendapat mayoritas ulama)". Ibnu
Hazm bahkan mengklaim bahwa tidak bolehnya perempuan menjadi pemimpin adalah
kesepakatan para ulama. Dalam kitabnya Maratibul Ijma' ia menulis: "jami'u firaqi ahlil
qiblah laysa minhum ahad man yujizu imamah al-marah (dari keseluruhan kelompok
umat Islam tidak seorangpun yang membolehkan kepemimpinan perempuan)".
Muhammadiyah melalui majelis Tarjih mengambil jalan pikiran yang berbeda
dari sikap para ulama di atas. Dalam Adabul Marah (1982: 52) disebutkan bahwa "tidak
ada alasan dalam agama untuk menolak wanita untuk menjadi hakim, direktur sekolah,
direktur perusahaan, camat, lurah, menteri, walikota dan sebagainya". Dalam wacana
Fiqh Perempuan pernyataan tersebut dipertegas lagi bahwa untuk jabatan sebagai
presiden sekalipun perempuan dapat menempatinya (2005: 50). Dalam Fatwa Tarjih
tahun 1997 juga termuat suatu pernyataan, "Majelis Tarjih PP Muhammadiyah tidak
melihat adanya dalil-dalil yang merupakan nash bagi pelarangan perempuan menjadi
pemimpin". Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan
Muhammadiyah mengenai kepemimpinan perempuan, baik di level bawah (kecamatan),
komunitas, sampai pada wilayah publik sebagai [residen, yang dalam fikih klasik
disebut wilayah uzma (kepemimpinan terbesar), adalah pandangan suportif (memberi
dukungan). Pandangan tersebut dilandaskan kepada dalil - dalil yang akan dibahas lebih
lanjut di bawah ini:
1. Dalil Al-Quran, yang artinya:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka
taat pada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya
Allah maha perkasa lagi maha bijaksana” [At-Taubah:71].
Ayat di atas adalah suatu bukti tegas bahwa dalam agama Islam kepemimpinan
perempuan sangat terbuka lebar. Setiap perempuan memiliki kesempatan yang sama
dan tanggungjawab yang sama pula sebagai pemimpin. Pintu masuk sebagai penafsiran
mengenai bolehnya kepemimpinan perempuan dalam ayat di atas adalah frasa "amar
makruf nahi mungkar". Dalam ayat di atas disebutkan bahwa orang-orang mukmin
perempuan dan laki-laki saling tolong menolong satu sama lain dalam melakukan amar
makruf nahi munkar. menurut majlis tarjih dalam putusannya tahun 1976 termasuk
dalam kegiatan amar makruf nahi munkar adalah masalah politik dan ketatanegaraan.
Dengan perluasan makna amar makruf nahi munkar ayat tersebut kemudian dapat
dipahami sebagai dasar bahwa laki-laki dan perempuan mengemban tanggung jawab
yang sama dalam urusan kemasyarakatan dan umum sebagai seorang pemimpin publik.
Sementara itu, KH. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah memandang bahwa
laki-laki dan perempuan adalah setara. KH. Ahmad Dahlan sangat memperhatikan
perempuan sebagai generasi penerus umat islam. Karena itulah, KH. Ahmad dahlan
menyuruh agar perempuan harus belajar dan bersekolah selayaknya para kaum laki-laki.
Komitmen Muhammadiyah dalam hal perlindungan hak perempuan salah satunya
adalah dengan dibentuknya ortom Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiah.

C. Sejarah dan Organisasi ‘Aisyiyah


Akar berdirinya Aisyiyah tidak bisa dilepas kan kaitannya dari akar sejarah.
Spirit berdirinya Muhammadiyah telah mengilhami berdirinya hampir seluruh
organisasi otonom yang ada di Muhammadiyah, termasuk Aisyiyah. Sejak mendirikan
Muhammadiyah, Kyai Dahlan sangat memperhatikan pembinaan terhadap wanita.
Anak-anak perempuan yang potensial dibina dan dididik menjadi pemimpin, serta
dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam organisasi wanita dalam Muhammadiyah.
Di antara  mereka yang dididik Kyai Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti
Dalalah, Siti- Busyro (putri beliau  sendiri), Siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber.
Anak-anak perempuan itu (meskipun usianya baru  sekitar 15 tahun) sudah
diajak memikirkan soal-soal kemasyarakatan. Sebelum Aisyiyah secara
kongkret  terbentuk, sifat gerakan pembinaan wanita itu baru merupakan kelompok
anak-anak perempuan yang  senang berkumpul, kemudian diberi bimbingan oleh KHA.
Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan dengan  pelajaran agama. Kelompok anak- anak ini
belum merupakan suatu organisasi, tetapi kelompok anak-anak  yang diberi pengajian.
Pendidikan dan pembinaan terhadap wanita yang usianya sudah tua pun dilakukan juga
oleh Kiai Dahlan dan istrinya (Nyai Dahlan). Ajaran agama Islam tidak
memperkenankan  mengabaikan wanita. Mengingat pentingnya peranan wanita yang
harus mendapatkan tempat yang layak, Nyai Dahlan bersama-sama KHA. Dahlan
mendirikan kelompok pengajian wanita yang anggotanya terdiri para gadis-gadis dan
orang-orang wanita yang sudah tua. Dalam perkembangannya, kelompok pengajian
wanita itu diberi nama Sapa Tresna.
Sapa Tresna belum merupakan organisasi, hanya suatu gerakan pengajian saja.
Oleh karena itu,untuk memberikan suatu nama yang kongkrit menjadi suatu
perkumpulan, K.H. Mokhtar mengadakan pertemuan dengan KHA. Dahlan yang juga
dihadiri oleh H. Fakhrudin dan Ki Bagus Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah
lainnya di rumah Nyai Ahmad Dahlan. Awalnya  diusulkan nama Fatimah, untuk
organisasi perkumpulan kaum wanita Muhammadiyah itu, tetapi nama  itu tidak
diterima oleh rapat.
Haji Fakhrudin kemudian mengusulkan nama ‘Aisyiyah yang kemudian  di
terima oleh rapat tersebut. Nama Aisyiyah dipandang lebih tepat bagi gerakan wanita ini
karena  didasari  pertimbangan bahwa perjuangan wanita yang akan digulirkan ini
diharapkan dapat meniru  perjuangan Aisyah, isteri Nabi Muhammad, yang selalu
membantu Rasulullah dalam berdakwah. Peresmian Aisyiyah dilaksanakan bersamaan
peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad pada  tanggal 27 rajab 1335 H, bertepatan 19
Mei 1917 M. Peringatan Isra' Mi'raj tersebut merupakan peringatan yang diadakan
Muhammadiyah untuk  pertama kalinya. Selanjutnya, K.H. Mukhtar memberi
bimbingan administrasi dan organisasi, sedang untuk bimbingan jiwa keagamaannya
dibimbing langsung oleh KHA. Dahlan.
‘Aisyiyah adalah Ortom pertama yang lahir dari rahim persyarikatan
Muhammadiyah. Ortom ini diputuskan pada Muktamar tahun 1966 dengan
kepemimpinan sebagai berikut : tingkat Nasional disebut dengan Pimpinan Pusat
‘Aisyiyah (PPA), tingkat Provinsi/Daerah tingkat I disebut dengan Pimpinan Wilayah
“Aisyiyah (PWA), tingkat Kabupaten/Kota/Daerah tingkat II disebut Pimpinan Daerah
‘Aisyiyah (PDA), tingkat Kecamatan disebut Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA),
tingkat Kelurahan/ Desa disebut dengan Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah (PRA). Sebagai
Ortom, “Aisyiyah menyusun AD/ART sendiri dengan program kerja sendiri. Menurut
informasi terakhir PPA sekarang membawahi 33 PWA, 370 PDA, 2.332 PCA, dan
6.924 PRA. Real Effort For Umma ‘Aisyiyah menyebutkan bahwa ada 3 Pimpinan
cabang istimewa diluar negeri, yaitu Kairo (Mesir), singapura, dan Belanda. Selain itu,
terdapar ‘Aisyiyah komunitas kampus, seperti ‘Aisyiyah Komunitas Kampus Uhamka.
Sebagai organisasi ‘Aisyiyah memiliki struktur kepemimpinan yang tersusun
secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal dari tingkat Ranting sampai pusat. Secara
horizontal, yaitu memiliki Badan Pembantu Pimpinan (BPP), baik Mejelis, lembaga,
bagian, maupun urusan yang masing-masing dapat membentuk divisi atau seksi-seksi
sesuai kebutuhan. ‘Aisyiyah bergerak dalam berbagai bidang kehidupan dan memiliki
amal usaha dalam Pendidikan, kesehatan, kesejahteraan social, dan ekonomi.
Gerakan ‘Aisyiyah sejak awal berdiri, dan dari waktu ke waktu terus
berkembang dan memberi manfaat bagi peningkatan dan kemajuan harkat dan martabat
perempuan Indonesia. Pada tahun 1919 mendirikan Frobel School, Sekolah Taman
Kanak-Kanak pertama milik pribumi di Indonesia. Selanjutnya Taman kanak-kanak ini
diseragamkan namanya menjadi TK 'Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA). Dalam
perjalanannya, ‘Aisyiyah juga mencanangkan pemberantasan buta huruf baik buta huruf
Latin maupun buta huruf Arab, memberikan pendidikan keagamaan bagi para buruh
batik, mendirikan mushola perempuan pertama di tahun 1922 yang kemudian
direplikasi oleh ‘Aisyiyah di Indonesia dan menjadi ciri khas ‘Aisyiyah. Berbagai
kegiatan yang diinisiasi oleh ‘Aisyiyah tersebut merupakan upaya meningkatkan
pengetahuan dan mendorong partisipasi perempuan dalam dunia publik.
Gerakan pemberantasan kebodohan yang menjadi salah satu pilar perjuangan
'Aisyiyah terus dicanangkan dengan mengadakan pemberantasan buta huruf pertama
kali, baik buta huruf arab maupun latin pada tahun 1923. Dalam kegiatan ini para
peserta yang terdiri dari para gadis dan ibu-ibu rumah tangga belajar bersama dengan
tujuan meningkatkan pengetahuan dan pemajuan partisipasi perempuan dalam dunia
publik.
Selain itu, pada tahun 1926, 'Aisyiyah mulai menerbitkan majalah organisasi
yang diberi nama Suara 'Aisyiyah, yang awal berdirinya menggunakan Bahasa Jawa.
Melalui majalah bulanan inilah 'Aisyiyah antara lain mengkomunikasikan semua
program dan kegiatannya termasuk konsolidasi internal organisasi.
Dalam hal pergerakan kebangsaan, 'Aisyiyah juga termasuk organisasi yang
turut memprakarsai dan membidani terbentuknya organisasi wanita pada tahun 1928.
Dalam hal ini, 'Aisyiyah bersama dengan organisasi wanita lain bangkit berjuang untuk
membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan kebodohan. Badan
federasi ini diberi nama Kongres Perempuan Indonesia yang sekarang menjadi
KOWANI (Kongres Wanita Indonesia). Lewat federasi ini berbagai usaha dan bentuk
perjuangan bangsa dapat dilakukan secara terpadu.
D. Agenda dari Organisasi Aisyiyah
Pemberdayaan perempuan bila dikaitkan dengan ‘Aisyiyah adalah
tindakan/program yang dilaksanakan oleh ‘Aisyiyah berupa memotivasi,
mengembangkan potensi, dan memberi akses kepada perempuan dalam upaya
peningkatan kualitas perempuan. Program kerja ini dapat dipandang dari kesejahteraan,
akses, partisipasi, kontrol, dan penyadaran diri para perempuan menjadi lebih mandiri
dan lebih berkualitas dalam segala aspek, yaitu agama, Pendidikan, ekonomi, hukum,
social, dan lain-lain. Pemberdayaan perempuan telah dimulai sebelum “Aisyiyah berdiri
secara resmi dengan dipelopori oleh perkumpulan yang diadakan oleh Siti Walidah istri
dari K.H. Ahmad Dahlan.
Selain sebagai organisasi perempuan tertua, ‘Aisyiyah merupakan sebagai
organisasi progresif pada masanya. Progresif disini dipahami dari keberadaan aktifitas
‘Aisyiyah yaitu 1). Peneggasan kedudukan perempuan ditengah dunia laki-laki. 2).
Penegasan ruang gerak dan hak-hak perempuan. 3). Penegasan perembuan sebagai
pembina keluarga. 4). Penegasan perempuan dalam pembangunan.
Tiga program pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh ‘Aisyiyah yaitu :
1. Membongkar mitos “konco wingking” (teman belakang ) dan “Swarga nunut
neraka katut” (ke surge ikut, ke neraka terbawa) tentang kaum perempuan sebagai
pelengkap dalam rumah tangga.
2. Memberi beragam bekal keterampilan bagi perempuan (menjahit, merawat bayi,
mengurus rumah tangga, berwirausaha, membuat batik, dan berbagai jenis
makanan.
3. Memberi akses, partisipasi kepada perempuan dan laki-laki dalam menempuh
pendidikan dilembaga pendidikan ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah.
Adapun dalam konteks pergerakan perempuan Indonesia, ‘Aisyiyah merupakan
salah satu organisasi yang terlibat aktif dalam penyelenggaraan Kongres Perempuan
Indonesia I, 22-25 Desember 1928, di Yogyakarta, yang merupakan basis kuat
‘Aisyiyah. Warga ‘Aisyiyah banyak hadir meramaikan perhelatan kongres, dan
‘Aisyiyah menjadi salah satu organisasi pemrakarsa terbentuknya badan federasi
organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Dua pimpinan ‘Aisyiyah kemudian terpilih
sebagai pimpinan, yaitu Siti Moendjijah sebagai Wakil Ketua dan Siti Hajinah sebagai
anggota.
Untuk memajukan derajat perempuan dan mendorong partisipasi perempuan
dalam bidang ekonomi, ‘Aisyiyah telah mendirikan 568 koperasi untuk perempuan dan
melakukan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui 1029 Bina Usaha Ekonomi
Keluarga (BUEKA), mendirikan Baitul Maal wa Tamwil, dan pembinaan home
industry. Dalam bidang pendidikan, ‘Aisyiyah telah memiliki amal usaha pendidikan
mulai dari tingkat PAUD/TK sampai dengan Perguruan Tinggi yang tersebar di seluruh
Indonesia termasuk Pendidikan Luar Sekolah dan Keaksaraan Fungsional. Di tingkat
PAUD/TK, ‘Aisyiyah memiliki sebanyak 19.181 lembaga termasuk di dalamnya TPA
dan TPQ.
Selanjutnya, kontribusi dalam bidang kesehatan, ‘Aisyiyah mendirikan Rumah
Sakit Umum, Rumah Sakit Bersalin, Pusat Kesehatan, Pusat Kesehatan Komunitas,
Pusat Kesehatan Ibu dan Anak, serta Poliklinik. Secara keseluruhan amal usaha di
bidang kesehatan yang dikelola Muhammadiyah–‘Aisyiyah sejumlah: 87 Rumah Sakit
Umum, 16 RS Ibu dan Anak, 70 RS Bersalin, 106 Balai Pengobatan (BP), 20
Balkesmas, 76 BKIA, 105 Rumah Bersalin, serta posyandu yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Kontribusi ‘Aisyiyah dalam bidang kesejahteraan sosial diwujudkan dalam
bentuk pendirian Panti Asuhan, Panti Lansia, Balai Latihan Kerja, dan bantuan untuk
anak miskin dan lansia di komunitas. Adapun untuk mendorong perubahan kebijakan di
tingkat lokal dan nasional yang berpihak kepada kelompok miskin dan perempuan serta
anak-anak, ‘Aisyiyah mengembangkan dakwah advokasi dalam berbagai bidang.
‘Aisyiyah juga memiliki jaringan kerja sama didalam negeri selain dengan
pemerintah antara lain sengan PPK, Peningkatan Peranan Keluarga Sehat dan Sejahtera
(P2WKSS), Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Yayasan
Sayang Ibu, BMOIWI, dan Majelis Ulama Indonesia. Sedangkan dengan luar negeri,
antara lain Overseas Edication Fund (OFF), Mobil Oil, The Pathfinder Fund, UNICEF,
UNESCO, WHO, John Hopkins University Usaid, Ausaid, Novib, World Bank dan
sebagainya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari
Gumelar menyatakan dengan tegas bahwa ‘Aisyiyah telah membantu percepatan
kesetaraan, persamaan dan keadilan gendre terutama dan langsung dirasakan melalui
Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang dikelola ‘Aisyiyah. Hal ini disampaikan pada
acara Rapat Kerja Nasional Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah di Wisma Makara UI Depok, 3
Juni 2011.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ajaran KH. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah memandang bahwa laki-
laki dan perempuan adalah setara. Kyai Ahmad Dahlan sangat memperhatikan
perempuan sebagai generasi penerus islam. Karena itulah, Kyai Ahmad Dahlan
menyuruh agar perempuan juga harus belajar dan bersekolah selayaknya para kaum
laki-laki. Komitmen Muhammadiyah dalam hal perlindungan hak perempuan salah
satunya adalah dengan dibentuknya ortom ‘Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah.
‘Aisyiyah merupakan gerakan perempuan Muhammadiyah yang telah di akui
dan dirasakan perannya dalam masyarakat. Sebagai salah satu organisasi ortonom
(ortom) pertama yang dilahirkan rahim Muhammadiyah, ia memiliki tujuan yang sama
dengan Muhammadiyah. ‘Aisyiyah memiliki Garapan program kerja yang sangat
khusus, strategis, dan visioner yaitu perempuan. Peran dan fungsi perempuan
merupakan bagian terpenting dalam gerakan roda kehidupan, sebab pepatah bilang
wanita adalah tiang negara, apabila wanitanya baik maka akan makmur negaranya,
tetapi kalua wanita di negara tersebut hancur maka akan akan hancur pula derajat negara
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Mawa, Churil, dkk. Sejarah Gerakan Muhammadiyah.


https://www.academia.edu/30102651/makalah_sejarah_gerakan_muhammadiyah_c
huril_mawa_shofa_201410160311371_2._program_studi_manajemen. Diakses
tanggal 12 November 2019

Nurdianti, Siti. Wanita dalam Perspektif Islam


https://tahdits.wordpress.com/2015/06/03/wanita-dalam-perspektif-islam/. Diakses
tanggal 12 November 2019

Peran dan Pengembangan ‘Aisyiyah.


http://www.aisyiyah.or.id/id/page/peran-dan-perkembangan.html Diakses tanggal 16
November 2019

Rofiq, Pandangan Muhammadiyah tentang Kepemimpinan Perempuan


http://www.aisyiyah.or.id/id/syiar/pengajian/pandangan-muhammadiyah-tentang-
kepemimpinan-perempuan.html. Diakses tanggal 13 November 2019

Salman, I. 2005. Keluarga Sakinah dalam ‘Aisyiyah Diskursus Jender di Organisasi


Perempuan Muhammadiyah. Jakarta : Ousat Saudi Agama dan Peradaban (PSAP)
Muhammadiyah

Sari, Yunita. Pemberdayaan Perempuan dalam Islam.


https://lensamedianews.com/2019/05/01/pemberdayaan-perempuan-dalam-islam.
Diakses tanggal 12 November 2019

Sari, Z., et. Al. (2013). Kemuhammadiyahan. Jakarta: Uhamka Press

Tafsir. Pandangan Muhammadiyah Tentang Perempuan.


http://tarjih.muhammadiyah.or.id/muhfile/tarjih/download/PANDANGAN
%20MUH_%20TTG%20PEREMPUAN_Tafsir.pdf. Diakses pada tanggal 12
November 2019

Tentang Muhammadiyah
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-44-cam-tentang-muhammadiyah.html
Diakses tanggal 16 November 2019

Wikipedia Ensiklopesia Bebas. ‘Aisyiyah https://id.wikipedia.org/wiki/%27Aisyiyah.


Diakses tanggal 16 November 2019

Anda mungkin juga menyukai