Dosen Pengampu :
Antok Kurniawan,M.Pd
Kelompok IX
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
A. Cara KH. Ahmad Dahlan dalam memberdayakan perempuan...........3
B. Kesetaraan gender dalam muhammadiyah.........................................6
C. Peran perempuan muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara......................................................................................7
BAB III PENUTUP...........................................................................................9
A. Kesimpulan.........................................................................................9
B. Saran...................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menjelaskan dalam surat At-Taubah ayat 71-76 bahwa
kedudukan antara laki-laki dan wanita di hadapan allah itu sama. Sama-
sama memikul kewajiban dan sama-sama mendapat hak. Penjelasan
senada juga banyak terdapat dalam hadist Nabi. Kaum wanita juga
memikul tanggung jawab beragama, turut serta mengokohkan aqidah dan
ibadah. Islam mensejajarkan antara laki-laki dan perempuan dalam
sejumlah hak dan kewajiban. Sekalipun ada beberapa perbedaan maka
hal itu merupakan penghormatan terhadap asal fitrah kemanusiaan dan
dasar-dasar perbedaan kewajiban.
Salah satu alasan kaum wanita zaman ini ingin memperjuangkan
haknya adalah karena semacam asumsi yang menyatakan bahwa norma
agama dianggap sebagai penghalang bagi kemajuan. Agama sering
disalah artikan dan telah melegitimasi budaya patriarki dimana posisi
laki-laki berada diatas derajat wanita. Hal ini berangkat dari pemahaman
yang salah terhadap agama, padahal islam sejak awal telah menunjukkan
komitmen yang besar untuk memberdayakan martabat wanita. Realitas
wanita di zaman kontemporer ini, secara umum terdapat cukup banyak
nilai-nilai positif pada gerakan mereka. Hal ini disebabkan karena pintu
pengetahuan yang dibukakan dihadapan mereka menjadikan mereka
mampu berkreatifitas pada banyak bidang ilmu dan menjadikan mereka
mampu mewujudkan banyak hasil positif di bidang-bidang tertentu.
Kajian gerakan wanita islam yang membahas bagaimana gerakan
tersebut bergerak beriringan dengan gerakan sosial lainnya masih sangat
terbatas. Baik itu dalam kajian konteks waktu, aspek pemikir pergerakan
wanita per-periode, hingga bagaimana sebuah gerakan wanita saling
mempengaruhi dengan islam sebagai dasar gerakan. Padahal, bila ditilik
lebih jauh, kaum wanita islam merupakan kalangan garda depan dalam
melakukan sebuah gerakan kemasyarakatan baik dalam hal memahami
1
persoalan kaum wanita ataupun dalam bentuk langkah kongkret. Seiring
pergerakan dan perubahan sosial budaya masyarakat, isu tentang wanita
dalam berbagai bidang kehidupan terus bergulir. Adanya gerakan-
gerakan muslimah baik individu atau organisasi, sedikit banyak telah
memberikan pengaruh ke arah perubahan yang lebih baik.
Di indonesia, gerakan wanita islam terbesar adalah Aisyiyah.
Aisyiyah merupakan organisasi wanita islam non-politik yang terkemuka.
Organisasi ini telah tersebar ke seluruh indonesia dengan kiprah yang
bisa dirasakan banyak pihak. Pada awalnya organisasi ini menjadi bagian
dari muhammadiyah, organisasi massa yang juga bersifat non-politik.
Sejak tahun 1952 kedudukan Aisyiyah ditetapkan menjadi bagian otonom
di dalam muhammadiyah karena dipandang telah mampu mengatur
rumah tangga perkumpulannya sendiri. Aisyiyah dengan motif geraknya
membawa kesadaran beragama dan berorganisasi, mengajak warganya
menciptakan “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” sebuah
kehidupan yang bahagia dan sejahtera penuh limpahan rahmat allah
SWT di dunia dan akhirat
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Cara KH. Ahmad Dahlan dalam memberdayakan
perempuan ?
2. Bagaimana Kesetaraan gender dalam muhammadiyah ?
3. Bagaimana Peran perempuan muhammadiyah dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui Cara KH. Ahmad Dahlan dalam
memberdayakan perempuan
4. Mahasiswa mengetahui Kesetaraan gender dalam muhammadiyah
5. Mahasiswa mengetahui Peran perempuan muhammadiyah dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kelompok pengajian wanita dibawah bimbingan KH. Ahmad Dahlan dan
Nyai Walidah (istri KH. Ahmad Dahlan) dengan nama “Sopo Tresno”.
Pengajian “Sopo Tresno” belum merupakan suatu nama organisasi
hanya sebuah perkumpulan pengajian biasa, untuk memberi suatu nama
perkumpulan yang konkrit, beberapa tokoh muhammadiyah seperti KH.
Ahmad dahlan, KH. Mokhtar, KH. Fachruddin dan Ki Bagus Hadi
Kusuma serta pengurus muhammadiyah yang lain mengadakan
pertemuan dirumah KH. Ahmad dahlan. Waktu itu diusulkan nama
Fatimah, namum tidak disetujui, oleh KH. Fachruddin dicetuskan nama
Aisyiyah, yang kemudian dipandang tepat dengan harapan perjuangan
perkumpulan itu meniru perjuangan Aisyah, istri nabi Muhammad SAW
yang selalu membantu berdakwah.
Peresmian Aisyiyah dilaksanakan bersamaan dengan peringatan isra’
mi’raj Nabi Muhammad SAW pada tanggal 27 Rajab 1335 H, bertepatan
19 Mei 1917 M dan diketuai oleh Siti Bariyah. Peringatan isra’ mi’raj
tersebut merupakan peringatan yang diadakan muhammadiyah untuk
pertamakalinya. Selanjutnya, KH. Mukhtar memberi bimbingan
administrasi dan organisasi, sedang untuk bimbingan jiwa keagamaan
dibimbing langsung oleh KH. Ahmad dahlan.
Setelah organisasi ini sudah terbentuk maka KH. Ahmad dahlan
memberikan suatu pesan untuk para pengurus yang memperjuangkan
islam, pesan itu berbunyi :
3. Jangan mengadakan alasan yang tidak dianggap sah oleh Allah SWT
hanya untuk menghindari suatu tugas yang diserahkan.
4
seperjuangan.
5
bersalin, badan kesehatan ibu dan anak, balai pengobatan dan posyandu.
Secara keseluruhan berjumlah 280 yang tersebar di seluruh wilayah
indonesia. Aisyiyah melalui majelis kesehatan dan lingkungan hidup juga
melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat dan
penanggulangan penyakit berbahaya dan menular, penanggulangan
HIV/AIDS dan NAPZA, bahaya merokok dan minuman keras, dengan
menggunakan berbagai pendekatan dan bekerjasama dengan berbagai
pihak , meningkatkan pendidikan dan perlindungan kesehatan reproduksi
perempuan, menyelenggarakan pilot proyek sistem pelayanan terpadu
antara lembaga kesehatan, dakwah sosial dan terapi psikologi islami.
6
ketidakadilan, yakni marjinalisasi subordinasi (anggapan tidak penting),
stereotype (pelabelan negatif), violesence (kekerasan), beban kerja ganda
atau lebih, dan sosialisasi ideologi nilai peran gender, perbedaan gender
yang menimbulkan ketidak adilan ini menyebabkan kerugian bagi laki-
laki maupun perempuan. Muhammadiyah sebagai organisasi islam yang
cukup besar dan berpengaruh di indonesia harus ikut serta
menyumbangkan pemikirannya dalam masalah pemberdayaan
perempuan ini, tuntutan ini sebenarnya sejalan dengan semangat tajdid
(perubahan) muhammadiyah yang sudah di gagaskan oleh KH. Ahmad
dahlan.
Dengan pendirian KH. Ahmad dahlan yang keras terhadap taqlid
dan keterbukaannya terhadap perubahan menjadikan muhammadiyah
sebagai organisasi yang dinamis dan bisa menyesuaikan diri dengan
perubahan. Dengan semboyan kembali yang disebut bid’ah dan sikat
taqlid yang membelenggu umat pada hal-hal yang tidak bermanfaat.
Penguburan yang sederhana merupakan suatu contoh yang mengajarkan
kepada umat islam agar berhemat tanpa menghilangkan unsur-unsur yang
di ajarkan islam.
Di sisi yang lain ini juga membuat muhammadiyah untuk terbuka
dan fleksibel terhadap unsur-unsur inovasi baru yang membawa
mashlahat, walau dari manapun asalnya inovasi itu asalkan tidak
bertentangan dengan kedua prinsip di atas yaitu Qur’an dan sunnah, ini
seperti keterbukaan KH. Ahmad dahlan yang beradaptasi terhadap
pemikiran dan intuisi yang berasal dari kolonial barat dan kristen seperti
sistem pendidikan, kurikulum, pakaian, panti asuhan, dan lain-lain.
C. Peran perempuan muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
Dengan tugas dan peran (fungsi) sederhana ini Aisyiyah telah
banyak memiliki amal usaha diberbagai bidang diantaranya adalah
pendidikan, kewanitaan, PKK, kesehatan dan organisasi wanita.
Pimpinan pusat aisyiyah berusaha memberi didikan dikalangan wanita
7
islam untuk berpakaian muslimah yang baik, bermoral, dan bermental
luhur, memberikan bimbingan perkawinan dan kerumahtangganan,
tanggung jawab istri dalam dan di luar rumah tangga, memberikan
motivasi keluarga sejahtera, keluarga bahagia, memberikan bimbingan
pemeliharaan bayi sehat, keluarga berencana, berislam dan sebagainya.
Peran dan kontribusi Nasyiatul Aisyiyah (NA), bergerak dalam
bidang dan organisasi gerakan putri islam, bidang keagamaan,
kemasyarakatan dan keputrian. Nasyiatul Aisyiyah memberikan
terobosan baru yang inovatif yaitu mengadakan kegiatan SP (Siswa
Praja) wanita. Mendomestifikasi wanita dalam kegiatan-kegiatan rumah
tangga. Membekali wanita dan putri-putri muhammadiyah dengan
berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Dalam organisasi Nasyiatul
Aisyiyah (NA) mengadakan tablig ke luar kota dan kampung-kampung,
mengadakan kursus administrasi, dan ikut memasyarakatkan organisasi
muhammadiyah. Kegiatan SP (Siswa Praja) wanita merupakan terobosan
yang inovatif dalam melakukan emasipasi wanita di tengah kultur
masyarakat feodal saat itu.
Kultur patriarkis saat itu benar-benar mendominasi wanita dalam
kegiatan-kegiatan rumah tangga. Para orang tua seringkali melarang anak
perempuannya keluar rumah untuk aktifitas-aktifitas yang emansipasif.
Namun dengan munculnya SP (Siswa Praja) wanita, kultur patriarkis dan
feodal tersebut bisa didobrak. Hadirnya SP (Siswa Praja) wanita sangat
dirasakan manfaatnya, karena SP (Siswa Praja) wanita membekali wanita
dan putri- putri muhammadiyah dengan berbagai pengetahuan dan
ketrampilan.
Prinsip gerakan Nasyiatul Aisyiyah (NA), sering juga disebut
Nasyiah, adalah organisasi otonom dan kader muhammadiyah yang
merupakan gerakan putri islam yang bergerak di bidang keagamaan,
kemasyarakatan dan keputrian. Tujuan organisasi ini adalah membentuk
pribadi putri islam yang berarti bagi agam, keluarga dan bangsa menuju
8
terwujudnya masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai oleh
allah SWT.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Posisi aisyiyah dalam muhammadiyah adalah sebagai suatu
organisasi otonom muhammadiyah yang di peruntukan untuk
perjuangan para wanita muslimah. Karena lembaga ini adalah bagian
dari organisasi muhammadiyah maka fungsi dari lembaga ini sebagai
partner gerak langkah muhammadiyah, di mana asas dan tujuannya
tidak terpisah dari induk persyarikatan. Aisyiyah adalah organisasi
persyarikatan muhammadiyah yang berazaskan amar ma’ruf nahi
munkar dan berpedoman kepada al-Qur’an dan sunnah.
Sekarang ini, gerakan perempuan aisyiyah masih sangat
dibutuhkan dan dikembangkan keberadaannya khususnya di
indonesia, dengan melihat tantangan dan kondisi sosial politik yang
ada saat ini. Berbagai problema yang teramati dan dialami saat ini
yang dihadapi perempuan indonesia juga semakin multiaspek seperti
ketidakadilan gender, kekerasan, perdagangan perempuan dan anak,
kualitas kesehatan perempuan dan anak yang masih memperihatinkan,
kemiskinan, dan berbagai permasalahan sosial lainnya. Selain itu,
berbagai pandangan keagamaan yang bias gender masih dihadapi
dalam realitas kehidupan masyarakat sehingga berdampak luas bagi
kehidupan perempuan. Aisyiyah perlu melakukan revitalisasi yang
bertujuan untuk mewujudkan terbentuknya keluarga sakinah dan
qaryah thayyibah (masyarakat utama), yang telah dikenalkan sebagai
praksis sosial, dengan strategi pengembangan masyarakat. Dalam
konteks muhammadiyah penguatan gerakan perempuan dalam
persyarikatan melekat dengan misi dan dinamika gerakan
muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-
sebenarnya. Revitalisasi gerakan perempuan muslim juga sejalan
dengan misi islam sebagai agama yang menjunjung tinggi kemuliaan
perempuan dan kemanusiaan untuk menjadi kholifah dimuka bumi ini
10
dan sebagai perwujudan risalah rahamatan lil’alamin
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
banyak kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk
memperbaiki makalah tersebut kami meminta kritik yang membangun
dari para pembaca.
11
DAFTAR PUSTAKA
12