Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FIKIH EKONOMI I

DISTRIBUSI DHAMAN DAN KHAFALAH

‘Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Fikih Ekonomi I’

Dosen Pengampu: Teuku Muhammad Syahrizal S. HI., M. Ag

Disusun Oleh:

Kelompok 3

1. Tara Diva Kurnia. M (2101104010026)


2. Dhiauddin AL Amiri (2101104010107)
3. Khairun Nisa (2101104010020)
4. Nada Widya Azzahra (2101104010106)
5. Siti Maghfirah (2101104010029)
6. fathan kamal pasya (2101104010108)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“DISTRIBUSI DHAMAN DAN KHAFALAH”.

Makalah ini telah kami susun bertujuan untuk memenuhi tugas bapak Teuku
Muhammad Syahrizal S. HI., M. Ag pada mata kuliah Fikih Ekonomi I. Selain itu, makalah ini
disusun untuk memperoleh nilai, menambah pengetahuan dan wawasan penulis sesuai bidang
yang ditekuni.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih pada dosen pengampu bapak Teuku
Muhammad Syahrizal S. HI., M. Ag yang telah membagi pengentahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca,terima kasih

Banda Aceh, 3 April 2023

Penyusun

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penlitian ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3

2.1 Pengertian Dhaman ............................................................................................. 3


2.2 Dasar Hukum Dhaman ........................................................................................ 4
2.3 Rukun dan Syarat Dhaman ................................................................................. 5
2.4 Kaidah dan Hikmah Dhaman ............................................................................. 6
2.5 Macam-macam dan Waktu Pembayaran Dhaman .............................................. 6
2.6 Pengertian Khafalah ............................................................................................ 8
2.7 Dasar Hukum Khafalah....................................................................................... 9
2.8 Rukun dan Syarat Khafalah ................................................................................ 10
2.9 Macam-macam dan Sifat Khafalah ..................................................................... 11
2.10 Kaidah dan Hikmah Khafalah ........................................................................... 12
2.11 Perbedaan dan Persamaan Dhaman dan Khafalah ........................................... 13
2.12 Praktek dan Contoh Dhaman dan Khafalah ...................................................... 14

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 16

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak dapat sendirian, tetapi selalu


membutuhkan bantuan orang lain baik untuk pemenuhan kepentingannya sendiri maupun
untuk kepentingan orang lain. Setiap orang pada dasarnya membutuhkan bantuan orang lain
dalam berbagai profesi yang dapat bermanfaat dalam kehidupannya, dalam artian orang selalu
membutuhkan bantuan orang lain. Islam memiliki aturan tentang tolong menolong, yaitu
tolong menolong dalam kebaikan. Dhaman (jaminan) adalah salah satu ajaran Islam. Jaminan
pada hakekatnya merupakan upaya untuk memberikan kemudahan dan keamanan kepada
siapapun yang melakukan transaksi. Di antara permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
banyak umat paroki adalah masalah muamalah (akad, transaksi) di berbagai daerah. Karena
persoalan Muamalah berhubungan langsung dengan manusia dalam masyarakat, maka
kebijakan dan peraturannya juga harus dipelajari dan diketahui agar tidak terjadi penyimpangan
dan pelanggaran yang merugikan kehidupan ekonomi dan hubungan antarmanusia. Kesadaran
muamalah harus ditanamkan pada setiap orang terlebih dahulu sebelum orang melakukan
kegiatan muamalah. Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlak yang baik dan
pengetahuan seluk-beluk muamalah harus mampu mempersatukan para pelaku (pelaku)
muamalah. Ada banyak kegiatan Muamalah, salah satunya akad Al Dhaman dan Kafalah
sebagai salah satu bentuk kegiatan ekonomi, Al Dhaman dan Kafalah atau jaminan yang sangat
sering dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai transaksi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apa pengertian dari dhaman dan khafalah?


2. Apa dasar hukum dari dhaman dan khafalah?
3. Apa saja rukun dan syarat dhaman dan khafalah?
4. Apa saja kaidah serta hikmah dhaman dan khafalah?
5. Apa saja perbedaan dan persamaan dhaman dan khafalah?
6. Bagaimana praktek dan contoh dhaman dan khafalah?

1
1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa itu dhaman dan khafalah


2. Untuk mengetahui dasar hukum dari dhaman dan khafalah
3. Untuk mengetahui rukun serta syarat dhaman dan khafalah
4. Untuk mengetahui kaidah dhaman dan khafalah
5. Untuk mengetahui perbedaan dari dhaman dan khafalah
6. Untuk mengetahui praktek dan contoh dhaman dan khafalah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dhaman


Dhaman adalah menanggung (menjamin) utang, menghadirkan barang atau orang
ketempat yang ditentukan. Dhaman memiliki beberapa nama diantaranya Kafalah,
Hamalah (beban), Dhamanah (jaminan) dan Za'amah (tanggungan). Dhaman dan Kafalah
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Dhaman secara bahasa berarti tanggung jawab atau jaminan sedangkan istilah adalah
jaminan yang diberikan oleh seseorang atas pekerjaan, barang atau pembayaran hutang
yang dijanjikan kepada orang yang membutuhkan. Menurut bahasa, tanggungan adalah
bersedia memikulnya. Dalam istilah syara’ tanggungan adalah bersedia memberikan suatu
hak sebagai jaminan kepada pihak lain. Mewakili seseorang yang wajib membayar hak itu
atau mengembalikan properti dan harta benda yang digunakan sebagai jaminan.
Tanggungan juga sering digunakan sebagai syarat kontrak yang menyatakan kesediaan
untuk melakukan semua hal yang dinyatakan. Oleh karena itu, tanggungan itu setara
dengan mengintegrasikan satu bentuk tanggungan kedalam tanggungan lainnya. Dan
mereka yang mau memikul tanggungan disebut dhamin (penjamin). Dari beberapa konsep
yang ada dapat disimpulkan bahwa dhaman adalah kesanggupan pihak ketiga untuk
menanggung hutang atau kewajiban pihak pertama kepada pihak kedua, yaitu ketika pihak
pertama tidak dapat memenuhi kewajibannya. Namun, kewajiban dhaman dapat melekat
secara otomatis pada pemerintah tanpa harus dimintai untuk menjadi penjamin.
Di dalam Kamus Istilah Fikih, al-dhāmān atau āfalah diartikan menanggung atau
penanggungan terhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di
mana padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat bersama
orang lain itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih
(utang).
Sedangkan menurut para ulama yakni:
1. Menurut Madzhab Hanafi, dhāmān adalah menggabungkan jaminan pada jaminan yang
lain dalam hal penagihan dengan jiwa, hutang atau benda lain.
2. Menurut Madzhab Maliki, dhāmān adalah jaminan seorang mukālaf yang bukan safih
atas hutang, atau untuk mengawasi orang yang dijamin, baik dengan menghadirkanya
atau tidak.

3
3. Menurut Madzhab Hambali, dhāmān adalah menggabungkan antara tanggung jawab
penjamin dan orang yang dijamin dalam menanggung kewajiban.
4. Menurut Madzhab syafi’i, dhāmān adalah membebankan diri dengan menanggung
hutang orang lain, atau menghadirkan benda yang dibebankan atau menghadirkan
badan oleh orang yang berhak menghadirkanya.

Dari beberapa konsep yang ada dapat disimpulkan bahwa dhaman adalah kesanggupan
pihak ketiga untuk menanggung hutang atau kewajiban pihak pertama kepada pihak kedua,
yaitu ketika pihak pertama tidak dapat memenuhi kewajibannya. Namun, kewajiban dhaman
dapat melekat secara otomatis pada pemerintah tanpa harus dimintai untuk menjadi penjamin.

2.2 Dasar Hukum Dhaman


a. Al-Qur’an

Al-Qur‘an membolehkan dhaman sebagai suatu transaksi dalam bermuamalah terdapat


dalam Q.S. Yusuf Ayat (72), artinya “Dan siapa yang dapat mengembalikannya akan
memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan Aku menjamin terhadapnya”.

• Kemudian juga dapat dilihat dalam Q.S. Al- Baqarah Ayat (194),

‫ّٰللا َوا ْعلَ ُم ْْٓوا‬


َ ‫علَ ْي ُك ْم ۖ َواتَّقُوا ه‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم َفا ْعتَد ُْوا‬
َ ‫علَ ْي ِه ِبمِ ثْ ِل َما ا ْعتَ ٰدى‬ ٌۗ ‫شه ِْر ا ْلح ََر ِام َوا ْل ُح ُرمٰ تُ ِقص‬
َ ‫َاص َف َم ِن ا ْعت َ ٰدى‬ َّ ‫ش ْه ُر ا ْلح ََرا ُم ِبال‬ َّ ‫اَل‬
َ‫ّٰللا َم َع ا ْل ُمت َّ ِق ْين‬
َ ‫ا َنَّ ه‬

Artinya : Bulan haram dengan bulan haram, dan (terhadap) sesuatu yang dihorm ati berlaku
(hukum) qisas. Oleh sebab itu barangsiapa menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal
dengan serangannya terhadap kamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa.

• Q.S. An-Nahl Ayat (126).

َ ‫َوا ِْن عَا َق ْبت ُ ْم َفعَا ِقبُ ْوا بِمِ ثْ ِل َما ع ُْو ِق ْبت ُ ْم بِ ٌۗه َولَ ِٕى ْن‬
‫صبَ ْرت ُ ْم لَ ُه َو َخيْر لِل ه‬
َ‫صبِ ِر ْين‬

Artinya :Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih
baik bagi orang yang sabar.

4
b. Hadist
Rasulullah Saw “Pinjaman hendaklah dikembalikan dan orang yang
menjamin hendaklah membayar” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi). Hadis lain juga
menjelaskan bahwa kelompok yang membawa jenazah seseorang kehadapan
Rasulullah. Sebelum Rasulullah menyuruh mereka untuk menshalatkannya, karena
dia punya utang, beliau bertanya siapa yang akan menanggung utangnya. Kemudian
Abu Qatadah berkata “Utangnya saya yang menjamin”. Lalu Rasulullah
melakukan shalat atas mayat itu (H.R. Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari dan Nasai).
c. Ijma’ Ulama
Adapun dasar hukum menurut ijma’ ulama bahwa kaum muslimin telah
berijma’ atau sepakat atas pembolehan al-dhāmān atau kāfalah karena keperluan
manusia untuk saling tolong menolong dan menolah bahaya berhutang. Selain itu, para
ulama membolehkan al-dhāman atau kāfalah karena hal ini sudah dilakukan sejak
zaman Nabi Muhammad. Membolehkan (mubah) dhaman dalam muamalah karena
dhaman sangat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang memerlukan
modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada jaminan dari
seseorang yang dapat dipercaya, apalagi bisnisnya besar.

2.3 Rukun dan Syarat Dhaman


Para ulama membolehkan dhaman apabila rukun dan syaratnya terpenuhi. Adapun
rukun dan syarat tersebut:
Rukun ḍaman antara lain :
a. Penjamin (ḍāmin).
b. Orang yang dijamin hutangnya (madhmūn ‘anhu).
c. Penagih yang mendapat jaminan (madhmūn lahu).
d. Lafal/ikrar.
Adapun syarat ḍaman antara lain :
a. Syarat penjamin
1) Dewasa (baligh)
2) Berakal (tidak gila atau waras)
3) Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)
4) Orang yang diperbolehkan membelanjakan harta.
5) Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin

5
b. Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum diperbolehkan
untuk membelanjakan harta.
c. Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui keberadaannya oleh orang yang
menjamin.
d. Syarat harta yang dijamin antara lain:
1) Diketahui jumlahnya
2) Diketahui ukurannya
3) Diketahui kadarnya
4) Diketahui keadaannya
5) Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.
e. Syarat lafal (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang menunjukkan adanya jaminan serta
pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutang dan
jaminan ini tidak dibatasi oleh sesuatu, baik waktu atau keadaan tertentu.

2.4 Kaidah dan Hikmah Dhaman


a. Kaidah Dhaman
Dhaman memiliki peran dalam menjaga praktik 2 kaidah Islam yaitu:
1. al-Ghunmu bil Ghurmi berarti keuntungan datang dengan risiko.
Maknanya adalah profit munculnya bersama risko atau risiko itu meneyertai manfaat.
Maksud dari kaidah ini ialah bahwa seseorang yang memanfaatkan sesuatu harus
menanggung risikso.
2. Al-Kharaj bi al-Dhaman berarti hasil usaha muncul bersama biaya.
Terkait kaidah ini, peran dhaman adalah untuk meminimalisir, walau tidak boleh
menghilangkan, risiko yang ada dalam transaksi untuk mendapatkan keuntungan
b. Hikmah Dhaman
Dhaman memiliki hikmah di antaranya:
1. Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
2. Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
3. Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
4. Menjamin akan mendapat pahala dari Allah SWT

2.5 Macam-macam Dhāmān dan Waktu Pembayarannya


a. Macam-macam Dhaman
Menurut Sayyid Sabiq, dhāmān dibagi menjadi dua bentuk yakni:
6
a. Jiwa, dikenal dengan jaminan muka yakni adanya kemestian pada pihak dhāmin untuk
menghadirkan orang yang dijamin kepada yang harus diberi jaminan dan sah dengan
mengatakan ijab qobul.
b. Harta, adalah kewajiban yang harus dipenuhi dengan pemenuhan berupa harta.
M. Syafi'i Antonio memberikan penjelasan tentang pembagian dhāmān atau
kāfalah sebagai berikut;
a. Dhāmān bi al-mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk
ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada
para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.
b. Dhāmān bi al-nāfs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat
bertindak sebagai juridical personality yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan
tertentu.
c. Dhāmān bi al-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian
barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat
dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan
perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/ fee kepada
nasabah tersebut.
d. Dhāmān al-munjāzah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan untuk
tujuan/ kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, jaminan model ini dikenal
dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).
e. Dhāmān al-mu’allaqah, Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari dhāman
al-munjāzah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan tertentu
pula.
b. Pembayaran dalam Dhāmān
Orang yang memiliki piutang berhak menuntut haknya kepada pihak yang
menjamin hutang dan pihak yang dijamin hutangnya apabila penangguhan hutang
pitang sesuai ketentuan. Bila pihak yang menjamin mengalami kerugian, kewajiban
pelunasan hutang kembali pada orang yang ditanggung, jika tanggungan dan pelunasan
hutang sesuai dengan kesepakatan.
Tuntutan pelunasan hutang kepada pihak yang dijamin hutangnya didasarkan
pada hukum asal bahwa tanggung jawab pelunasan hutang berada pada pihak
pengutang sendiri bukan pada pihak yang menjamin hutangnya.

7
“Rasulullah SAW, kepada Abu Qatadah r.a. setelah dia melunasi hutang
jenazah yang ditanggung olehnya, “saat ini, engkau telah mendinginkan kulitnya.”
c. Waktu Pembayaran Dhaman
Jika menurut waktu pembayaran dhāmān di bagi menjadi:
• Mūnjaz, adalah jaminan yang di tunaikan saat peristiwa itu terjadi.
• Mu’allāq, yaitu menjamin sesuatu yang dikaitkan dengan sesuatu.
• Mu’aqqāt, yakni jaminan yang harus di bayar dengan dikaitkan pada waktu
tertentu.

2.6 Pengertian Khafalah


Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga
dalam rangka memenuhi kewajiban dari pihak kedua atau yang ditanggung (makful anhu)
terkait tuntutan yang berhubungan dengan jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan apabila
pihak yang ditanggung cedera janji atau wanprestasi dimana pemberi jaminan bertanggung-
jawab atas pembayaran kembali suatu hutang menjadi hak penerima jaminan.
Istilah Al-kafalah berasal dari bahasa Arab, yang berarti al-Dhaman (jaminan), hamalah
(beban), dan za’amah (tanggungan). Secara terminologi muamalah, pengertian al-kafalah
adalah mengumpulkan tanggung jawab penjamin dengan tanggung jawab yang dijamin
dalam masalah hak atau hutang sehingga hak atau utang itu menjadi tanggung jawab
penjamin. Sedangkan dalam teknis perbankan kafalah adalah pemberian jaminan kepada
nasabah atas usahanya untuk melakukan kerja sama dengan pihak lain.
Pengertian kafalah berdasarkan ulama Malikiyah, Syafi iyah dan Hanabilah adalah
mengumpulkan penjamin ke dalam tanggungan orang yang di jamin (yang berhutang)
dalam ketetapan atau kewajiban yang hak dalam masalah hutang, artinya hutang itu
menjadi tetap atas tanggungan mereka berdua. Perbedaan definisi hanya terletak pada
obyek tanggung jawabnya. Ulama Hanafiyah mengemukakan bahwa obyek kafalah tidak
hanya berupa harta, melainkan juga jiwa, materi dan pekerjaan. Sementara ulama Mazhab
yang lain menyatakan bahwa obyek kafalah berkaitan dengan harta, seperti hutang piutang
(Dahlan, dkk, 2003).
Dalam khafalah, orang yang memberikan jaminan disebut sebagai kafil, sedangkan
orang yang memperoleh jaminan disebut sebagai makful. Sebagai contoh, khafalah dapat
terjadi ketika seseorang memberikan jaminan untuk hutang seseorang yang lain, sehingga

8
jika peminjam gagal membayar hutang, maka kafil akan menjadi bertanggung jawab untuk
melunasi hutang tersebut.

Dalam konteks hukum Islam, khafalah memiliki beberapa prinsip penting, antara lain:

1. Kafalah madalah bentuk akad (perjanjian) yang sah dalam Islam, dan harus dilakukan
dengan persetujuan kedua belah pihak.
2. Kafalah tidak boleh dilakukan untuk tujuan yang bertentangan dengan syariat Islam,
misalnya untuk menghindari membayar hutang yang haram atau untuk memfasilitasi
aktivitas yang melanggar hukum Islam.
3. Pihak yang mengambil tanggung jawab khafalah harus memastikan bahwa dia memiliki
kemampuan untuk melunasi hutang atau kewajiban yang diambilnya.
4. Dalam hal pihak yang dijamin khafalah tidak mampu membayar hutangnya, pihak yang
bertanggung jawab harus menyelesaikan hutang tersebut, kecuali jika terdapat alasan
yang sah untuk membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut.

2.7 Dasar hukum kafalah


a. Al-Qur’an
Pada dasarnya, dasar hukum kafalah terdapat dalam Al-Qur’an, surah Yusuf :

‫ّللا لَتَأْتُنَّنِ ْي بِه‬ ِ ‫قَا َل لَ ْن ا ُ ْر‬


ِ ٰ َ‫سلَه َمعَ ُك ْم َحتٰى ت ُؤْ ت ُْو ِن َم ْوثِقًا ِمن‬

Artinya : “Yaqub berkata, sekali-kali tidak akan aku melepaskannya (pergi) bersamamu
sebelum kamu memjerikan janji yang teguh kepadaku atas nama Allah bahwa kamu pasti
kembali kepadaku.” Q.S. Yusuf : 66

Dalam ayat tersebut telah dijelaskan bahwa dalam sebuah perjanjian atau tanggungan
haruslah ada suatu perjanjian akad yang kuat antar pihak serta harus berlandaskan rasa saling
percaya atas nama Allah swt. Hal ini pun masih ada kaitannya dengan kafalah, karena secara
lebih kongkret dalam peristiwa muamalah yang disebut penjamin ialah ia yang membayarkan
pembayar. Seperti firman Allah swt. dalam Q.S. Yusuf ayat 72 :

‫ع ا ْل َم ِل ِك َو ِل َم ْن َج ۤا َء ِبه ِح ْم ُل بَ ِعيْر َّواَنَا ِبه َز ِعيْم‬ ُ ‫قَالُ ْوا نَ ْف ِق ُد‬


َ ‫ص َوا‬

Artinya : penyeru-penyeru itu berseru, kami kehilangan piala raja, barang siapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan seberat beban unta dan aku menjamin

9
tehadapnya. (Q.S. Yusuf : 72) Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan zaim dalam
ayat ini ialah kafil yang berarti penjamin.(Siregar and Khoerudin, 2019).

b. Ijma’
Adapun dasar hukum kafalah menurut ijma’ ulama, yakni bahwa kaum muslim
telah berjimak atau memiliki kesepakatan atas diperbolehkannya akad kafalah secara
umum karena adanya keperluan atau hajat manusia untuk saling tolong-menolong serta
untuk menghindarkan atau menolak bahaya dari orang yang berhutang. Selain hal
tersebut diperbolehkannya kafalah juga karena akad tersebut sudah ada sejak zaman
Rasulullah, yang bahkan sampai saat ini pun tidak ada pertentangan mengenai hal
tersebut dikarenakan maslahah yang ada didalamnya.
c. Fatwa Ulama
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 11/DSN-MUI/VI/2000 Fatwa tentang kafalah
Ketentuan Umum Kafalah
• Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
• Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak
memberatkan.
• Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak

2.8 Rukun dan Syarat Khfalah


Rukun dan Syarat Kafalah Menurut mazhab hanafi, rukun kafalah ada dua yaitu,
ijab dan qabul.Sedangkan menurut jamhur ulama, bahwa rukun dan syarat kafalah
adalah sebagai berikut:
Rukun kafalah sebagai berikut:
a. Kafīl, yaitu orang berkewajiban menanggung
b. Aṣīl, yaitu orang yang hutang atau orang yang ditanggung akan kewajibannya
c. Makfūl Lahu, yaitu orang yang menghutangkannya
d. Makfūl Bihi, yaitu orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang
yang ihwalnya ditanggung (makfūl ‘anhu).
Adapun Syarat kafalah adalah sebagai berikut:
a. Syarat kafīl adalah baligh, berakal, orang yang diperbolehkan menggunakan hartanya
secara hukum, tidak dipaksa (rela dengan kafalah).
b. Ashīl tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran dan kerelaannya, tetapi siapa saja

10
dapat ditanggung (dijamin oleh kafīl).
c. Makfūl Lahu disyaratkan dikenal oleh kafīl (orang yang menjamin).
d. Makfūl Bihi disyaratkan diketahui jenis, jumlah, kadar atau pekerjaan atau segala
sesuatu yang menjadi hal yang ditanggung/dijamin.

2.9 Macam-macam dan Sifat Khafalah


a. Macam-macam Khafalah
Kafalah terbagi menjadi dua macam, yaitu kafalah jiwa dan kafalah harta:
1. Kafalah jiwa dikenal pula dengan sebutan ḍammul wajhi (tanggungan muka), yaitu
adanya kewajiban bagi penanggung untuk menghadirkan orang yang ditanggung
kepada yang ia janjikan tanggungan (makfūl lahu). Seperti ucapan: ”Aku jamin dapat
mendatangkan Ahmad dalam persidangan nanti”.
Ketentuan ini boleh selama menyangkut hak manusia, namun bila sudah berkaitan
dengan hak-hak Allah tidak sah kafalah, seperti menanggung /mengganti dari had zina,
mencuri dan qiṣaṣ. Sabda Rasulullah Saw.:“Tidak ada kafalah dalam masalah had”
(HR. Baihaqi).
2. Kafalah harta adalah kewajiban yang harus dipenuhi kafil dalam pemenuhan berupa
harta.

Menurut Antonio (2001), kafalah dibagi dalam lima jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Kafalah bin-Nafs. Merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal quarantee).
Sebagai contoh, dalam praktik perbankan untuk bentuk kafalah bin-nafis adalah
seseorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan
ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak
memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan
pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.
2. Kafalah bil-Maal. Merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.
Bentuk kafalah ini merupakan medan yang paling luas bagi bank untuk memberikan
jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan fee tertentu.
3. Kafalah bit-Taslim. Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian
atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir. Jenis jaminan ini dapat
dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama
dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank

11
dapat berupa deposit/ tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada
nasabah itu.
4. Kafalah al-Munajazah. Merupakan jaminan mutlak yang tidak dapat dibatasi oleh
jangka waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al-
munajazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk performance bonds (jaminan
prestasi), suatu hal yang lazim di kalangan perbankan dan hal sesuai dengan bentuk
akad ini.
5. Kafalah al-Muallaqah. Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-
munajazah, baik boleh industri perbankan maupun asuransi, dimana jaminan dibatasi
oleh kurun waktu dan tujuan-tujuan tertentu.
Menurut Madzhab Hanafi dan sebagian pengikut Madzhab Hambali bahwa
kafalah boleh bersifat tanjīz, ta’līq dan boleh juga tauqīt. Namun madzhab Syafi’i tidak
membolehkan adanya kafalah ta’līq.
• Kafalah tanjīz adalah menanggung sesuatu yang dijelaskan keadaannya, seperti
ucapan si kafīl: “Aku menjamin si anu sekarang”.
• Kafalah ta’līq adalah kafalah atau menjamin seseorang yang dikaitkan dengan sesuatu
keadaan bila terjadi. Misal perkataan si kafīl:”Aku akan menjamin hutang-hutangmu
bila hari ini tidak turun hujan”. “maksudnya bila hujan tidak turun aku jadi menjamin
hutang-hutangmu, namun bila turun aku tidak jadi menjamin”.
• kafalah tauqīt adalah kafalah untuk menjamin terhadap sesuatu tanggungan yang
dikuatkan oleh suatu keadaan tertentu atau dipastikan dengan sungguh-sungguh bahwa
dia betul-betul akan menjamin dari suatu tanggungan itu.

2.10 Kaidah dan Hikmah Khafalah

a. Kaidah Khafalah
Kaidah fiqh:
َ ‫ت اْ ِإلبَا َحةُ إِلَّ أَ ْن يَ ُد َّل َد ِليْل‬
‫علَى تَحْ ِري ِْم َها‬ ْ َ‫اَأل‬.
ِ َ‫ص ُل فِى ا ْل ُمعَا َمال‬
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”

‫الض ََّر ُر يُ َزا ُل‬


"Bahaya (beban berat) harus dihilangkan."

12
b. Hikmah Khafala:
1. Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.
2. Orang yang dijamin (ashiil) terhindar dari perasaan malu dan tercela.
3. Makful lahu akan terhindar dari unsur penipuan.
4. Kafiil akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Karena telah menolong orang lain

2.11 Persamaan dan Perbedaan Dhaman dan Khafalah


Persamaan Dhaman dan Khafalah
a) Berakhir apabila kewajiban dari penanggung sudah dilaksanakan dengan baik atau si
makful lahu membatalkan khafalah karena merelakannya.
b) Dhaman dan Khafalah adalah dua istilah dalam hukum Islam yang berkaitan dengan
jaminan.
c) Dhaman dan Khafalah sama-sama bertanggung jawab untuk memenuhi atau membayar
hutang, jika pihak lain tersebut tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut.
d) Menurut mazhab Hanafi kafalah atau dhaman adalah mengumpulkan suatu tanggungan
kepada tanggungan yang lain dalam penagihan atau penuntutan terhadap jiwa, harta,
atau benda.
e) Dalam praktiknya, Dhaman dan Khafalah sering digunakan dalam berbagai transaksi
keuangan, seperti pemberian pinjaman dan pembiayaan.
f) Dhaman dan Khafalah, bertujuan untuk melindungi kepentingan pihak yang berbeda
dalam suatu transaksi atau perjanjian.

Perbedaan Dhaman dan Khafalah


a) Terdapat perbedaan antara dhaman dan khafalah. Dalam dhaman, pihak yang
memberikan jaminan hanya bertanggung jawab untuk membayar hutang hingga batas
tertentu, sedangkan dalam khafalah, pihak yang menjamin harus membayar seluruh
hutang yang belum terbayar. Selain itu, dalam dhaman, pihak yang memberikan
jaminan biasanya memerlukan adanya pihak ketiga yang menjadi penerima jaminan,
sementara dalam khafalah, pihak yang menjamin langsung bertanggung jawab untuk
membayar hutang.
b) Perbedaan utama antara dhaman dan khafalah adalah bahwa dalam khafalah, penjamin
hanya bertanggung jawab jika pihak yang bersangkutan tidak dapat membayar hutang
atau kewajiban keuangan tersebut. Dalam kasus khafalah, penjamin (atau kafil) tidak

13
bertanggung jawab untuk membayar hutang atau kewajiban keuangan pihak lain
kecuali jika pihak yang bersangkutan gagal melakukannya.
c) Perbedaan utama antara dhaman dan khafalah adalah bahwa dhaman terkait dengan
pembayaran hutang atau kewajiban keuangan, sedangkan khafalah terkait dengan
integritas atau kesetiaan dalam melakukan transaksi bisnis. Namun, keduanya memiliki
tujuan yang sama yaitu untuk memberikan jaminan atau perlindungan bagi pihak yang
melakukan transaksi bisnis.
d) Dalam hal implikasi hukum. Dalam Dhaman, pihak yang memberikan jaminan akan
dituntut untuk membayar hutang atau kerugian atas nama pihak lain secara langsung
oleh kreditur atau pihak yang merugi. Sedangkan dalam Khafalah, pihak yang
memberikan jaminan hanya akan dituntut setelah pihak yang berhutang atau merugi
tidak mampu memenuhi kewajibannya.
e) Dalam hal tanggung jawab. Dalam Dhaman, pihak yang memberikan jaminan
bertanggung jawab penuh untuk membayar hutang atau kerugian atas nama pihak lain,
bahkan jika pihak lain tersebut tidak mampu membayar. Sedangkan dalam Khafalah,
pihak yang memberikan jaminan hanya bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban
hutang atau kerugian atas nama pihak lain, jika pihak lain tersebut tidak mampu
memenuhi kewajiban tersebut. Oleh karena itu, dalam Khafalah, pihak yang
memberikan jaminan dapat menolak untuk membayar hutang atau kerugian jika pihak
lain masih mampu untuk memenuhi kewajiban tersebut.

2.12 Praktek dan Contoh Dhaman dan Khafalah


Praktek Dhaman dan Khafalah
a) Dhaman dapat dilakukan dengan atau tanpa imbalan. Jika dhaman dilakukan dengan
imbalan, maka dhamin akan menerima kompensasi atau biaya atas jasa jaminannya.
Namun, jika dhaman dilakukan tanpa imbalan, maka dhamin melakukan jaminan
tersebut sebagai bentuk amanah atau tanggung jawab moral
b) Khafalah dapat dilakukan secara terpisah atau bersama-sama. Jika khafalah dilakukan
secara terpisah, maka khafil akan bertanggung jawab penuh atas pembayaran hutang
atau kewajiban finansial debitur. Namun, jika khafalah dilakukan bersama-sama
dengan khafil lainnya, maka tanggung jawab atas pembayaran hutang atau kewajiban
finansial akan dibagi antara khafil-khafil tersebut.

14
c) Dalam hukum Islam, baik dhaman maupun khafalah dianggap sah dan diperbolehkan
asalkan dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak dan tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah
d) Dalam konteks perbankan syariah, dhaman dan khafalah sering digunakan sebagai
jaminan untuk memperoleh pinjaman atau kredit. Pada dasarnya, baik dhaman maupun
khafalah mengharuskan pihak yang memberikan jaminan untuk menanggung risiko jika
pihak yang menerima pinjaman atau kredit tidak dapat membayar hutangnya.
e) Khafalah juga memiliki pengertian yang lebih luas dalam hukum Islam. Khafalah bisa
diartikan sebagai tanggung jawab untuk menjaga, melindungi dan mengambil tanggung
jawab atas seseorang atau sesuatu. Dalam konteks ini, khafalah bisa berlaku pada
berbagai situasi, seperti:
• Kafalah dalam pernikahan, yaitu ketika seorang pria menikahi seorang wanita
dan menjadi tanggung jawabnya untuk menjaga dan melindungi istri serta
memenuhi kebutuhannya.
• Kafalah dalam bisnis, yaitu ketika seorang pemilik bisnis menunjuk seorang
manajer atau direktur untuk mengelola bisnisnya dan menjaga kepentingannya.
• Kafalah dalam pendidikan, yaitu ketika orang tua atau wali bertanggung jawab
untuk mengasuh dan membimbing anak-anak mereka agar menjadi individu
yang baik dan bertanggung jawab.
f. Dalam transaksi dhaman, pihak ketiga menjamin pembayaran hutang atau kewajiban
finansial oleh pihak yang melakukan transaksi (debitur) kepada pihak yang diberi kredit
(kreditur). Pihak ketiga dalam transaksi dhaman ini dikenal sebagai dhamin.
g. Dalam transaksi khafalah, seseorang (khafil) menjamin pembayaran hutang atau
kewajiban finansial oleh pihak yang melakukan transaksi (debitur) kepada pihak yang
diberi kredit (kreditur). Khafil dalam transaksi khafalah ini tidak selalu sama dengan
debitur, dan khafil biasanya tidak menerima imbalan atas jasanya.
h. Khafalah dapat dilakukan secara terpisah atau bersama-sama. Jika khafalah dilakukan
secara terpisah, maka khafil akan bertanggung jawab penuh atas pembayaran hutang
atau kewajiban finansial debitur. Namun, jika khafalah dilakukan bersama-sama
dengan khafil lainnya, maka tanggung jawab atas pembayaran hutang atau kewajiban
finansial akan dibagi antara khafil-khafil tersebut.

15
Contoh Dhaman dan Khafalah
a. Dalam praktiknya, Dhaman dan Khafalah sering digunakan dalam berbagai transaksi
keuangan, seperti pemberian pinjaman dan pembiayaan. Contohnya, dalam pemberian
pinjaman, bank atau lembaga keuangan sering meminta jaminan dari peminjam dalam
bentuk Dhaman atau Khafalah. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko gagal
bayar atau wanprestasi oleh peminjam
b. DhamanContohnya, jika seseorang ingin meminjam uang dari bank, maka bank dapat
meminta seseorang lain untuk menjadi penjamin (dhaman) dan menjamin bahwa
peminjam akan membayar hutangnya secara tepat waktu. Jika peminjam gagal
membayar, maka penjamin akan bertanggung jawab untuk membayar hutang tersebut.
c. KhafalahContohnya, jika seseorang ingin melakukan bisnis dengan pihak lain, maka
pihak tersebut dapat meminta seseorang lain untuk menjadi penjamin (khafalah) dan
menjamin bahwa ia akan memenuhi kewajibannya dengan baik dan benar. Jika pihak
yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya dengan baik, maka penjamin akan
bertanggung jawab untuk menggantikan kerugian yang timbul.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dhaman dan khafalah adalah konsep yang sering digunakan dalam hukum keuangan
Islam sebagai bentuk jaminan atau tanggung jawab atas utang atau kewajiban finansial.
Meskipun memiliki perbedaan dalam hal kewajiban pihak ketiga, keduanya tetap memiliki
risiko jika pihak ketiga tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar utang atau
kewajiban finansial.

Dhaman dan Khafalah adalah dua konsep penting dalam hukum Islam yang berkaitan
dengan tanggung jawab dan jaminan keuangan. Dhaman adalah bentuk jaminan keuangan yang
diwajibkan oleh hukum Islam pada seseorang untuk menjamin hutang atau kewajiban
keuangan orang lain. Dalam konteks ini, orang yang memberikan jaminan keuangan disebut
sebagai dhamin. Dhaman dapat diberikan secara sukarela atau diwajibkan oleh hukum dalam
beberapa situasi, seperti dalam transaksi jual-beli atau pinjaman uang. Dalam kasus dhaman,
dhamin bertanggung jawab untuk membayar hutang atau kewajiban keuangan pihak lain jika
pihak yang bersangkutan gagal melakukannya.Khafalah adalah bentuk jaminan keuangan yang
juga diwajibkan oleh hukum Islam pada seseorang untuk menjamin hutang atau kewajiban
keuangan orang lain..

Dhaman dan Khafalah merupakan instrumen penting dalam transaksi bisnis di dunia
Islam. Hal ini karena jaminan dari penjamin dapat memberikan keamanan bagi pihak yang
memberikan kredit atau meminjamkan uang. Namun, harus diingat bahwa Dhaman dan
Khafalah bukanlah pengganti dari kepercayaan dan integritas dalam bisnis. Oleh karena itu, di
samping Dhaman dan Khafalah, para pengusaha dan pelaku bisnis juga harus memperhatikan
etika bisnis dan integritas sebagai prasyarat untuk membangun kepercayaan dalam transaksi
bisnis

17
DAFTAR PUSTAKA

Afif, M. (no date) PENGANTAR FIKIH MUAMALAH MAALIYAH. Edited by M. Z. N.


Fajri. Siman-Ponorogo

Firmanda, H. (2017). Hakikat Ganti Rugi Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah dan
Hukum Perdata Indonesia. Jurnal Hukum Respublica, 16(2), 236-251.

Hayati, S. (2020). Analisis Dhaman (Ganti Rugi) Bagi Nasabah Wanprestasi Dalam
Perbankan Syariah (Study Pada Pembiayaan Murabahah). Syarikat: Jurnal Rumpun
Ekonomi Syariah, 3(2), 1-6.

Firmanda, H. (2017). HAKIKAT GANTI RUGI DALAM PERSPEKTIF HUKUM


EKONOMI SYARIAH DAN HUKUM PERDATA INDONESIA. HUKUM BISNIS
DAN HUKUM TATA NEGARA, 1-16.

M.SYAIKHUL ARIF, S. H. (2019). KAFALAH DALAM PANDANGAN ISLAM. JURNAL


HUKUM TATA NEGARA , 1-7.

Djuwaini, Dimyaudin. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sabiq, Sayyid. 2009. Fiqh Sunah. Jakarta: Cakrawala Publising..

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani,
2001),10.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 187.

Dr. Mardani, Hukum Perikatan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 189.

Sayyid Sabiq, Fikih Sunah (Bandung: Al-Ma’arif, 1993), 157.

M. Abdul Mudjieb, et. al., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), 148.

Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia,2012),
195

Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, jilid V (Beirut: dar al-Fikr, 1989), 130.

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003),259

18

Anda mungkin juga menyukai