Anda di halaman 1dari 14

“MUHAMMADIYAH DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN”

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk mengumpulkan tugas kelompok
Kemuhammadiyahan Program Studi Manajemen

Dosen Pengampu : Drs. Hasanuddin, M.A

Disusun Oleh :

Kelas : A – Manajemen (Malam)

KELOMPOK 9

1. Mellisa Luftikasari (2205160471)


2. Supi Handoko (2205160486)
3. Chairul Umam (2205160489)
4. Surya Dharma (2205160493)

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

TAHUN 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Sejarah Gerakan Pemberdayaan Perempuan Muhammadiyah .......................................... 2
B. Kesetaraan Gender ................................................................................................................... 3
C. Cara dan Strategi K.H Ahmad Dahlan dalam Memberdayakan Perempuan .................... 5
D. Peran Kebangsaan Perempuan Muhammadiyah .................................................................. 6
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 10
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan
mengenai mata kuliah Kemuhammadiyahan, dengan judul MUHAMMADIYAH DAN
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN”.
Dengan tulisan ini penulis diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami makna
dari Kemuhammadiyahan. Penulis sadar materi kuliah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, dalam memahami Kemuhammadiyahan.

Penulis

Kelompok 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan untuk perempuan menjadi salah satu isu penting dalam upaya peningkatan
suatu bangsa. Hal ini disebabkan pendidikan yang pertama dan utama adalah di
lingkungan keluarga. Pendidikan perempuan secara tidak langsung mempersiapkan
generasi-generasi suatu bangsa di masa depan. K.H. Ahmad Dahlan dikenal sebagai tokoh
pendiri organisasi Muhammadiyah dan salah satu pelopor model sekolah modern di
zamannya. Selain itu ternyata K.H Ahmad Dahlan juga merupakan tokoh yang aktif
dalam pendidikan dan pemberdayaan perempuan. Beliau melakukan berbagai cara untuk
mendidik dan memberdayakan kaum perempuan, diantaranya melalui pengajian-
pengajian dan kursus-kursus yang beliau adakan bagi kaum perempuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa cara dan strategi K.H.A Dahlan dalam memberdayakan perempuan?
2. Bagaimana kesetaraan gender dalam Muhammadiyah?
3. Apa peran perempuan Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui cara dan strategi K.H.A Dahlan dalam memberdayakan
perempuan.
2. Untuk mengetahui kesetaraan gender dalam Muhammadiyah.
3. Untuk mengetahui peran perempuan Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Gerakan Pemberdayaan Perempuan Muhammadiyah


Aisyiyah didirikan pada 27 Rajab 1335 H bertepangan 19 Mei 1917. Embrio
berdirinya „Aisyiyah telah dimulai sejak diadakannya perkumpulan Sapa Tresna di tahun
1914, yaitu perkumpulan gadis-gadis terdidik di sekitar Kauman. Ahmad Dahlan
memang mendorong perempuan untuk menempuh pendidikan, baik di pendidikan formal
umum maupun keagamaan. Konstruksi sosial saat itu menyatakan bahwa perempuan
tidak perlu menempuh pendidikan secara formal, tapi Dahlan sebaliknya, mendorong
anak gadis rekannya atau saudara teman-temannya untuk bersekolah. Para gadis inilah
yang kemudian mengenyam pengkaderan ala Dahlan juga temannya, serta Siti Walidah
atau Nyai Dahlan (Pimpinan Pusat Aisyiyah, 2022).

Pendirian „Aisyiyah diawali dengan pertemuan yang digelar di rumah Kyai


Dahlan pada 1917, yang dihadiri K.H. Dahlan, K.H. Fachrodin, K.H. Mochtar, Ki Bagus
Hadikusumo, bersama enam gadis kader Dahlan, yaitu Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti
Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah, dan Siti Badilah. Pertemuan tersebut memutuskan
berdirinya organisasi perempuan Muhammadiyah, dan disepakati nama „Aisyiyah yang
diajukan K.H. Fachrodin (Pimpinan Pusat Aisyiyah, 2022).

Nama itu terinspirasi dari istri Nabi Muhammad, yaitu „Aisyah yang dikenal
cerdas dan mumpuni. Jika Muhammadiyah berarti pengikut Nabi Muhammad, maka
Aisyiyah bermakna pengikut „Aisyah. Keduanya merupakan pasangan serasi dalam
berdakwah, seperti figur Muhammad dan „Aisyah, bahwa Aisyiyah akan berjuang
berdampingan bersama Muhammadiyah (Pimpinan Pusat Aisyiyah, 2022).

Dahlan pun pernah berpesan pada sahabat dan muridnya supaya berhati-hati
dengan urusan „Aisyiyah. Jika bisa membimbing, insya Allah „Aisyiyah akan menjadi
teman setia dalam perjuangan persyarikatan Muhammadiyah. Sembilan perempuan
terpilih sebagai sang pemula kepemimpinan perdana „Aisyiyah. Siti Bariyah
mendapatkan amanah sebagai Ketua pertama „Aisyiyah. Sementara delapan pengurus
yang lain, yaitu: Siti Badilah sebagai Sekretaris; Siti Aminah sebagai Bendahara; Ny. H.
Abdullah, Ny. Fatimah Wasaal, Siti Dalalah, Siti Wadingah, Siti Dawimah, Siti Busyro
sebagai Pembantu.

2
Salah satu ayat yang senantiasa digadang-gadang oleh pegiat „Aisyiyah, yaitu:
“kaum Islam laki-laki dan kaum Islam isteri sebagian menolong sebagiannya, sama
menyeru dengan kebaikan dan melarang daripada kejelekan.” Ayat tersebut menjadi
landasan teologis yang mengisyaratkan bahwa kewajiban amr ma‟ruf nahi mungkar tidak
memandang jenis kelamin. Di tengah anutan doktrin bahwa “perempuan itu swarga
nunut neraka katut” dan perempuan tidak perlu bermasyarakat tapi cukup di rumah saja,
„Aisyiyah justru menggiatkan diri berdakwah di ruang kemasyarakatan.

B. Kesetaraan Gender
Kesetaraan dapat diartikan persamaan kedudukan atau tingkatan atau mempunyai
derajat yang sama. Sementara Gender merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris yang
mempunyai arti jenis kelamin, ada juga jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.
Kesetaraan gender dapat difahami mempunyai kesamaan kondisi bagi laki-laki atau
perempuan guna memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan politik, kebudayaan, pendidikan, serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Diciptakan laki-laki dan perempuan oleh Allah sesungguhnya sebagai mitra dan
harus berdampingan. Pastilah Allah menciptakan keduanya yang paling baik kepada
masing-masing. Jika keduanya sebagai mitra maka tidak ada ciptaan Allah yang
sempurna dalam potensi saat diamanahkan tugas serta fungsinya. Karena, menyadari
bahwa perempuan dan laki-laki merupakan mitra harus saling menglengkapi.

Kita pasti bersedih bahkan bisa marah jika mendengar dan melihat jika ada orang
yang dengan sengaja dan tega melecehkan perempuan hanya karena dia seorang
perempuan. Ini bukan perkara karena kita dilahirkan dari rahim seorang ibu, melainkan
lebih daripada semua itu. Harus diakui oleh seorang laki-laki bahwa tanpa kehadiran
seorang perempuan hati kita remuk, boleh jadi saat tidak ada perempuan laki-laki akan
saling menghancurkan.

Perempuan dan laki-laki keduanya berkewajiban menciptakan situasi harmonis


dalam masyarakat. Tentu saja, situasi ini harus sesuai dengan kodrat dan kemampuan
masing-masing. Berarti ini bahwa kita dituntut untuk mengetahui keistimewahan dan
kelemahan masing-masing, serta perbedaan-perbedaan antar budaya. Tanpa mengetahui
hal tersebut, pastilah bisa saling merasa paling benar, berkuasa dan menyakiti. Akhirnya,

3
mempersalahkan interprestasi agama dan menganiaya perempuan karena mengusulkan
hal-hal yang justru bertentangan dengan kodratnya (M.Quraish Shihab, 2010)

Kesetaraan gender dalam Muhammadiyah menjadi suatu hal yang menimbulkan


perbincangan di kalangan Muhammadiyah. Dalam berita resmi Muhammadiyah
disebutkan bahwa:
a. Muhammadiyah menempatkan perempuan sebagai makhluk Allah yang memiliki
kedudukan setara di hadapan Allah, sehingga laki-laki dan perempuan memiliki
kewajiban sama dalam beriman, beramal salih, berdakwah, berilmu, bekerja, peran
politik, dan kemasyarakatan.
b. Keseimbangan peran public dan rumah tangga
c. Keterlibatan kaum perempuan dalam berdakwah amar makruf nahi mungkar
d. Aisyiyah sebagai wahana beramal salih, berdakwah, dan berjuang
e. Dukungan keluarga dan Muhammadiyah kepada kaum perempuan dan Aisyiyah
f. Kompetensi keberagaman, keilmuan, dan kemasyarakatan pemimpin
g. Aisyiyah menerapkan kepemimpinan rasional, bukan harismatik atau tradisional
h. Kyai mendidik, menyiapkan murid-murid perempuan sebagai pimpinan melalui
pendidikan dengan membekali ilmu-ilmu keislaman melalui madrasah dan kursus-
kursus, ilmu-ilmu umum melalui sekolah di netral school, dan praktek hidup
bermasyarakat, berorganisasi, dan berdakwah.

Selain itu, Yunahar Ilyas menyebutkan dalam makalahnya bahwa dari segi bahasa
seks dan gender mempunyai arti yang sama yaitu jenis kelamin. Tapi secara konseptual
kedua kata itu dalam perspektif feminisme mempunyai makna yang berbeda. Jenis
kelamin adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, oleh sebab itu bersifat alami, kodrati, dan
tidak bisa diubah. Sedangkan gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum lelaki
ataupun perempuan sebagai hasil konstruksi sosial dan cultural sepanjang sejarah
kehidupan manusia, yang dengan demikian tidak bersifat kodrati atau alami. Contoh dari
konsep gender adalah bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik emosional,
keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa dan lain-lain.

Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa perbedaan gender (gender differences)


sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender
(gender inequalities). Tapi realistas historis menunjukkan bahwa perbedaan gender
ternyata telah melahirkan berbagai ketidakadilan gender, terutama bagi kaum

4
perempuan. Salah satu fenomena ketidakadilan gender adalah penindasan dan pemerasan
terhadap perempuan.

Dalam perspektif kesetaraan dan keadilan gender, laki-laki dan perempuan


memiliki peluang yang sama untuk berperan dalam berbagai aspek kehidupan, sesuai
dengan pilihan mereka masing-masing. Pilihan itu ditentukan dan dipengaruhi oleh
banyak factor, mulai dari factor biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis, dan yang lebih
penting factor teologis atau norma-norma yang dianut, termasuk didalamnya agama.

C. Cara dan Strategi K.H Ahmad Dahlan dalam Memberdayakan Perempuan


Strategi K.H Ahmad Dahlan dalam memberdayakan perempuan sangat baik dan
bermanfaat bagi para kaum perempuan dengan mengangkat isterinya sebagai pendiri
Aisyah yang memimpin dan mengurus para perempuan yang lainya dengan kiprahnya
sangat membantu dalam kehidupan kaum laki-laki (Muhammadiyah) terutama suaminya
sebagai pendiri Muhammadiyah. Hal tersebut terlihat dalam pesan K.H Ahmad Dahlan
kepada seorang perempuan, yaitu:
1. Melihat sisi kurangnya pengetahuan tentang harkat dan martabat menurut ajaran
Islam.
2. Bermaksud memajukan wanita Islam Indonesia dalam segala bidang sesuai dengan
fungsi dan kedudukan wanita menurut ajaran Islam.
3. Berhati-hati dengan urusan Aisyiyah, karena jika dapat memimpin dan membimbing
mereka, insyaa Allah mereka akan menjadi pembantu dan teman yang setia dalam
melancarkan persyarikatan Muhammadiyah menuju cita-citanya.
4. Kepada murid perempuan, agar urusan dapur jangan menjadi penghalang untuk
menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat.

K.H Ahmad Dahlan juga sangat memperhatikan pendidikan bagi kaum perempuan.
Beliau berusaha membina dan mendidik kaum perempuan yang pada saat itu pandangan
masyarakat terhadap perempuan sangat kurang. K.H Ahmad Dahlan berkeyakinan bahwa
dunia tidak akan maju dengan sempurna jika hanya tinggal di belakang. Oleh karena itu,
K.H Ahmad Dahlan melakukan beberapa usaha atau cara dalam rangka mendidik dan
membina perempuan terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan
perempuan.

Metode yang digunakan oleh K.H Ahmad Dahlan berkaitan dengan aspek-aspek
pendidikan perempuan yaitu:

5
1. Metode pendidikan keimanan
K.H Ahmad Dahlan menggunakan metode kedisiplinan untuk mendidik keimanan
bagi kaum perempuan yaitu dengan memperkenalkan dan mengajarkan syariat Islam
kepada perempuan melalui pengajian-pengajian dan kursus yang beliau berikan
kepada kaum perempuan
2. Metode pendidikan akhlak
Dalam mendidik akhlak kaum perempuan, K.H Ahmad Dahlan melakukannya dengan
meningkatkan pengetahuan tentang ajaran agama dan ilmu pengetahuan melalui
pengajian-pengajian yang beliau lakukan.
3. Metode pendidikan akal
Dalam upaya mendidik aspek akal untuk kaum perempuan, K.H Ahmad Dahlan
melakukannya dengan memberikan nasihat-nasihat yang memotifasi perempuan
untuk cerdas dan memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum.
4. Metode pendidikan estetika
K.H Ahmad Dahlan juga memperhatikan pendidikan estetika bagi kaum perempuan.
Dalam upaya untuk mendidik dalam aspek estetika, beliau membiasakan para
perempuan untuk berhias sesuai dengan ajaran agama Islam. Beliau mengajarkan
perempuan untuk membiasakan menutup aurat, memakai pakaian muslimah, dan
menggunakan kerudung.
5. metode pendidikan social
Aspek pendidikan social bagi kaum perempuan juga tidak terlepas dari perhatian K.H
Ahmad Dahlan. Dalam upaya mendidik aspek pendidikan sosial beliau mengajak
kaum perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam hal sosial, seperti member makan
fakir, miskin, menyantuni anak yatim, dan membantu pendidikan anak-anak.

D. Peran Kebangsaan Perempuan Muhammadiyah


Sebagai sebuah organisasi pergerakan „Aisyiyah telah meletakkan pijakan dasar
tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan, bahkan sejak didirikan. Hal tersebut
mencerminkan bahwa „Aisyiyah (Muhammadiyah) telah menempatkan perempuan dan
laki-laki dalam peran kemasyarakatan yang setara. Oleh karena itu „Aisyiyah sebagai
organisasi perempuan dari Ortom Pergerakan Muhammadiyah perlu mempertegas visi
dan misinya, bukan lagi sekedar organisasi perempuan yang melengkapi organisasi
induknya yaitu Muhammadiyah. Gerakan ini perlu menyelaraskan dan menegaskan
perannya terkait dengan isu-isu perempuan kontemporer seperti; perdagangan

6
perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap TKW, sampai soal
kepemimpinan perempuan di sektor publik yang masih belum mendapatkan legitimasi
penuh baik secara kultural maupun secara teologis, lengkapnya sebagaimana yang
tercantum dalam MDGs (Millenium Development Goals), yang walaupun masa
berlakunya sudah limit, akan tetapi program dunia ini masih akan dilanjutkan dalam
Sustainability Development Goals (SDGs), dengan 12 program pokok gender,
sebagaimana yang tertuang dalam Beijing Platform for Action (Lembaga Pengkajian dan
Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2022).

Gerakan pemberdayaan perempuan yang telah banyak dilakukan oleh „Aisyiyah


seyogyanya tidak dilakukan secara seporadis, tanpa melihat keterkaitan dengan program
yang ada lainnya. Pergerakan „Aisyiyah haruslah terintegrasi dan komprehensif, dengan
mengembangkan orientasi gerakannya bukan sekadar menciptakan kader-kader
perempuan yang shalihah secara ritual (fiqhiyyah), namun tidak bisa menganalisa
ketertinggalan perempuan ataupun hegemoni tradisi dan tafsir agama yang tekstual
(skripturalis) sehingga mengungkung cara berpikir dan bertindak sebagian besar
perempuan Islam. „Aisyiyah perlu melakukan reorientasi organisasi yang selanjutnya
dikuti dengan penguatan dan optimalisasi praksis sosial, dengan dilandasi teologi al
Ma‟un, sebagai inspirasi dasar gerakan Muhammadiyah dan „Aisyiyah. Reorientasi ini
harus diikuti dengan menciptakan kader-kader yang mampu menciptakan perempuan-
perempuan yang shalihah sebagai ulama perempuan yang memahami Al-Qur‟an yang
mampu mensinergikannya dengan kondisi kekinian (Lembaga Pengkajian dan
Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2022).

Gerakan sosial sebagai kebaharuan dalam praksis sosial berkemajuan ini harus
dilakukan melalui jaringan kerja sama dengan gerakan perempuan lain, baik di tingkat
lokal, nasional maupun internasional. Masalah perempuan merupakan masalah yang
sangat kompleks karena itu membutuhkan kerjasama yang baik agar kehidupan
perempuan menjadi lebih baik. Didirikannya organisasi gerakan perempuan tentulah
dimaksudkan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kaum perempuan
sebagaimana dikemukakan Syafiq Hasyim dalam buku “Bebas dari Patriarkisme Islam”
bahwa gerakan perempuan baik di Barat ataupun di dunia Islam memiliki tujuan yang
sama, yaitu membebaskan perempuan dari kedudukan yang tersubordinasi, terepresi dan
termarginalisasi menuju kedudukan yang seimbang dengan kaum laki-laki. „Aisyiyah
sebagai organisasi Islam dengan paham keagamaan yang moderat telah mencontohkan

7
bagaimana seharusnya perempuan berkiprah di ruang publik, yang menempatkan
perempuan sebagaimana nilai-nilai Islam yang memuliakan dan menjunjung tinggi
martabat perempuan. Bahwa perempuan tidak sepantasnya hanya mengurusi rumah
tangga, namun perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam tugas-tugas sosial
untuk pencerahan dan kesejahteraan ummat manusia dan membawa pandangan bahwa
perempuan Islam tidak hanya berada di ranah domestik tetapi juga ke ranah publik, yang
sejalan dengan prinsip dan misi Islam sebagai agama yang membawa risalah rahmatan
lil-„alamin (Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2022).

Dalam kondisi kini, gerakan perempuan „Aisyiyah masih sangat dibutuhkan dan
dikembangkan keberadaanya khususnya di Indonesia, dengan melihat tantangan dan
kondisi sosial politik yang ada saat ini. Berbagai problema yang teramati dan dialami
saat ini yang dihadapi perempuan Indonesia juga semakin multiaspek seperti
ketidakadilan gender, kekerasan, perdagangan perempuan dan anak, kualitas kesehatan
perempuan dan anak yang masih memprihatinkan, kemiskinan, dan berbagai
permasalahan sosial lainnya. Selain itu, berbagai pandangan keagamaan yang bias gender
masih dihadapi dalam realitas kehidupan masyarakat sehingga berdampak luas bagi
kehidupan perempuan. „Aisyiyah perlu melakukan revitalisasi yang bertujuan untuk
mewujudkan terbentuknya Keluarga Sakinah dan Qaryah Thayyibah (masyarakat
utama), yang telah dikenalkan sebagai praksis sosial, dengan strategi community
development. Dalam konteks Muhammadiyah penguatan gerakan perempuan dalam
Persyarikatan melekat dengan misi dan dinamika gerakan Muhammadiyah dalam
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Revitalisasi gerakan perempuan
muslim juga sejalan dengan misi Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi
kemuliaan perempuan dan kemanusiaan untuk menjadi kholifah dimuka bumi ini dan
sebagai perwujudan risalah rahamatan lil‟alamin (Lembaga Pengkajian dan
Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2022).

Berdasarkan surat At-Taubah:71 secara garis besar dijelaskan tentang perintah


‘amar ma’ruf nahi munkar, memerintahkan kebajikan dan mencegah kejahatan bagi
mukmin (laki-laki) maupun mukminat (wanita). Dalam hal ini, termasuk juga dalam
urusan politik ketatanegaraan. Karena mengenai soal kemakmuran rakyat dan keamanan
Negara, kaum wanita juga ikut bertanggungjawab, ikut memikirkan soal-soal yang
berkaitan dengan ketatanegaraan ikut serta menggerakkan dan melakukannya. Adapun
pelaksanaannya disesuaikan dengan adanya perbedaan fisik, psikis, bakat dan kodratnya.

8
Dalam masalah muamalah dunyawiyah pasti mengandung unsr politis dan
ideologis, karenanya dalam islam tidak ada pemisahan antara agama, masyarakat dan
Negara. Bahkan islam memberikan landasan yang fundamental bagi kehidupan pribadi,
keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan demikian setiap muslim dan muslimah harus
memiliki kesadaran terhadap politik dan jangan buta politik ataupun takut dengan politik
sehingga menjadi korban politik dan dimakan politik.
Peranan perempuan dalam bidang politik dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Peranan yang langsung berupa prakteka politik dan badan-badan atau dewan-dewan
perwakilan rakyat mulai dari pusat sampai ke daerah. Dalam hal ini wanita ikut serta
dan berjuang untuk mencapai jumlah perwakilan yang memadai.
2. Peranan tidak langsusng, yaitu disalurkan melalui rumah tangga dan masyarakat
dengan mengambil peran aktif dan mengisi kesempatan-kesempatan yang
bermanfaat dalam masyarakat. Dalam hal ini wanita harus mengambil peran yang
sangat menentukan.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah ada bimbingan politis dari setiap
situasi yang dihadapi terutama berkaitan dengan masalah kewanitaan agar setiap wanita
islam memiliki kesadaran politik, harus dipersiapkan kader-kader wanita islam, dan
dalam kerjasama dengan organisasi lain, harus dapat menempatkan orang-orang yang
sekiranya sanggup menjadi fa’il (pelaku).

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Metode yang digunakan oleh K.H Ahmad Dahlan berkaitan dengan aspek-aspek
pendidikan perempuan yaitu:
a. Metode pendidikan keimanan
b. Metode pendidikan akhlak
c. Metode pendidikan akal
d. Metode pendidikan estetika
e. Metode pendidikan sosial

2. Dalam perspektif kesetaraan dan keadilan gender, laki-laki dan perempuan memiliki
peluang yang sama untuk berperan dalam berbagai aspek kehidupan, sesuai dengan
pilihan mereka masing-masing. Pilihan itu ditentukan dan dipengaruhi oleh banyak
factor, mulai dari factor biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis, dan yang lebih
penting factor teologis atau norma-norma yang dianut, termasuk didalamnya agama.

3. Peranan perempuan dalam bidang politik dibagi menjadi dua, yaitu:


a. Peranan yang langsung berupa prakteka politik dan badan-badan atau dewan-
dewan perwakilan rakyat mulai dari pusat sampai ke daerah. Dalam hal ini
wanita ikut serta dan berjuang untuk mencapai jumlah perwakilan yang
memadai.
b. Peranan tidak langsusng, yaitu disalurkan melalui rumah tangga dan masyarakat
dengan mengambil peran aktif dan mengisi kesempatan-kesempatan yang
bermanfaat dalam masyarakat. Dalam hal ini wanita harus mengambil peran
yang sangat menentukan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, Edi, 2017 “Metode Pendidikan Perempuan Menurut K.H Ahmad Dahlan”. IAIN
Purwokerto

Https://tafsirq.com/16-an-nahl/ayat-97 (Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 pukul 11.45)

Ilyas, Yunahar, Makalah: “Tajdid Muhammadiyah dalam Persoalan Perempuan” yang


disampaikan dalam acara Focus Group Discussion Pandangan Muhammadiyah
terhadap Perempuan, diadakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah di
Yogyakarta Sabtu 4 April 2015.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tajrih, 1982, Adabur Mar’ah fi Al-Islam


Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1982

Rohmansyah,”Kemuhammadiyahan”, (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta: 2017)

Anda mungkin juga menyukai