FAKULTAS KESEHATAN
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “Muhammadiyah dan Pemberdayaan Perempuan” dengan
lancar.
Makalah ini berisikan penjelasan mengenai Cara Kyai Ahmad Dahlan Memberdaya
Perempuan,, Kesetaraan Gender dalam Muhammadiyah, dan Peran Perempuan Muhammadiyah
dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.Aamiin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 2
A.Cara Kyai Haji Ahmad Dahlan Memberdayakan Perempuan ........... 2
B.Kesetaraan Gender Dalam Muhammadiyah ....................................... 8
C.Peran Perempuan Muhammadiyah dalam Kehidupan
Berbangsa Dan Bernegara ...................................................................... 13
BAB III PENUTUP................................................................................. 19
A.SIMPULAN ........................................................................................ 19
B.SARAN……….................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan wacana gender
termasuk partisipasi politik perempuan, melalui kegiatan organisasi , kaum perempuan
diharapkan dapat menghimpun kesadaran kolektif akan pentingnya perjuangan hak-hak
yang selama ini terabaikan. Pada zaman dahulu, muncul anggapan yang kuat dalam
masyarakat bahwa kaum perempuan adalah ”konco wingking” (teman di belakang) bagi
suami yang “swarga nunut neraka katut” (kesurga ikut, ke neraka terbawa). Kata “nunut”
dan katut dalam bahasa Jawa berkonotasi pasif dan tidak memiliki inisiatif, sehingga
nasibnya sangat tergantung kepada suami.
Allah menjelaskan dalam surat At-Taubah ayat 71-76 bahwa kedudukan antara
laki-laki dan wanita di hadapan allah itu sama. Sama-sama memikul kewajiban dan sama-
sama mendapat hak. Penjelasan senada juga banyak terdapat dalam hadist Nabi. Kaum
wanita juga memikul tanggung jawab beragama, turut serta mengokohkan aqidah dan
ibadah. Islam mensejajarkan antara laki-laki dan perempuan dalam sejumlah hak dan
kewajiban. Sekalipun ada beberapa perbedaan maka hal itu merupakan penghormatan
terhadap asal fitrah kemanusiaan dan dasar-dasar perbedaan kewajiban.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaiamana cara Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam memberdaya perempuan ?
2. Bagaimana kesetaraan Gender dalam Muhammadiyah ?
3. Apa peran perempuan muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ?
C. Maksud Dan Tujuan
Adapun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui bagaimana cara Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam memberdayakan
perempuan
2. Mengetahui kesetaraan gender dalam muhammadiyah
3. Memahami dan mengetahui peran perempuan muhammadiyah dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
BAB II
PEMBAHASAN
4
Muhammadiyah dalam aksinya bukan hanya dalam dan perbaikan kesengsaraan
karena faktor ekonomi dan kerohanian, namun juga untuk merehabilitasi kedudukan
wanita yang secara kultural di anggap rendah oleh pria. Ahmad Dahlan melakukan
rehabilitasi itu dengan mendobrak kebiasaan masyarakat yang tidak membenarkan wanita
untuk keluar rumah dan harus tinggal di dapur; di mulai dengan mengizinkan istrinya
pergi ke luar rumah sendiri serta menyelenggarakan pengajian putri. Melalui pengajian
para wanita datang ke tempat Ahmad Dahlan dan sebelumnya, Dahlan sendiri mendatangi
para bapak-bapak untuk meminta izin agar istri-istrinya dapat mengikuti pengajian itu267.
Pimpinan Muhammadiyah juga mempelopori anak-anaknya memasuki sekolah-sekolah
umum,yang hal itu masih sangat langka pada awal abad ke-20, apalagi di kalangan para
santri, Kyai Dahlan sendiri menyekolahkan anak asuhnya yaitu Siti Walidah,Siti
Dawimah dana Siti Barijah ke sekolah gubernumen,yaitu Kweekschool dan
Normaarschool, sedang yang terakhir adalah Siti Damnijah dan Siti Moendjijah;
dilanjutkan Siti Badilah, Siti Dauhah,Siti Zainab Damiri , Siti Aisjah, Putera Dahlan, Dan
Siti Hajinah268.
Martabat wanita yang kurang di hargai sepandan dengan laki-laki dalam
kehidupan masyarakat jawa dapat diketahui dari tulisan tulisan kartini (1879-1904) dan
Dewi Sartika (1884-1947). Dalam suratnya kepada stella Zeehandelaar tertanggal 25 Mei
1899 Kartini mengeluhkan adat istiadat lama yang melarang gadis keluar rumah ,hanya
sedikit memperoleh pengajaran dan setelah 12 tahun dipingit, dikurung didalam
rumah,kemudian,dikawinkan tanpa dengan pilihan sendiri269. Sartika di daerah pasundan
juga mengatakan bahwa pada menjelang usia kawin, yakni antara 10-12 tahun,kebebasan
seseorang gadis hilang karena tidak boleh keluar rumah270. 1
Kondisi masyarakat demikian, Kyai Dahlan menilai perilaku tersbut telah
berlawanan dengan aaran Al-Qur’an, sehingga baginya peningkatan derajat wanita
merupakan salah satu pokok perjuanangan di dalam keejahteraan umum.
Pada tahun 1912, Kyai Dahlan membuka pengajian untuk para wanita. Beberap
anggota kelompok pengajian itu, ialah : Sadilah Zoebar, Aisyah Hilal,Boesjo Isjom,Zahro
1267
Muhammad Rasyid Ridha,op.cit.,hal.548-549
268
KH. Mas Mansoer.”Kedoedoekan Asjijijah dalam masyarakat Indonesia”,dalam : Pandji
Masyarakat, no.9/1938276. H. Djarnawi Hadikusuma, Matahari…op.cit.,hal.24
269
Ibid.,hal. 33
270
Drs. Sukrianta AR; Drs. Abdul Munir Mulkhan, ed.,op.cit.,hal. 80
5
Moechsin,Wadiah Noeh, Dalalah Hisjam,Siti Barijah, dan Dawimah. Setelah pengajian
berjalan lancer dan anggottanya bertabah, pada tahun 1914 dijadikan kelompok tetap
dengan nama Sapatresno, yang artinya : siapapun akan mencintai.
Pembentukan kelompok pengajian Sapatresno itu dipercepat oleh peraingan
keagamaan antara kaum missioneris dengan kegiatan Muhammadiyah. Dalam persaingan
itu DR. Zwemmer, penginjil amerika yang berhasil mendirikan Universitas Kristen di
Libanon dan kemudian bertugas untuk Kristenisasi daerah asia,melakukan serangan
terhadap sikap Islam;menurutnya, Islam memandang rendah kaum wanita, karena islam
menyebut gadis dengan kata bikr (perawan), yang kemudian disalah artikan Zwemmer
dengan biqr (bagar), yang artinya sapi271. Dengan penyalahartiaan itu maka Zwemmer
mengkapanyekan sikap rendah islam terhadap wanita dalam rangka misi keagamaanya.
Dengan berkembanganya kelompok pengajian,muhammadiyah meningkat
menjadi organisasi. Dengan disaksikan oleh Kyai Dahlan,Ki Bagoes Hadikoesoemo serta
Haji Moechtar,maka pada tanggal 22 April 1918 diselenggarakan rapat kelompok
pengajian,dan sepakat mengubah kelompok kegiatan itu menjadi organisasi yang
bernama Aisyiiyah272. Sebuah nama yang di ambil dari nama isteri Nabi Muhammad.
Sebagai pembimbing dipilih Haji Moechtar, dan kepengurusan organisasi wanita itu
dipimpin oleh Siti Bariyah (ketua), Siti Badilah ( Sekretaris),Siti Aminah Harowi
(bendahara),serta dibantu oleh enam orang pengurus lainnya. 2
Membangkitkan peranan wanita ini dinilai pijer sebagai bukti perjuangan
Muhammadiyah kea arah pembaharuan dan kemajuan, propaganda tabligh yang tidak
hanya di lakukan oleh pria, tetapi juga oleh wanita. Pendidikan maupun pekerjaan social
dilaksanakan oleh pria dan wanita. Wanita berhasil mendirikan masjid-masjid khusus
yang tidak dapat ditemukan di daerah daerah islam Nusantara273.
Paham pembaharuan Islam yang dipelopori oleh Abduh dan Ridlo memang
memperkenalkan kedudukan wanita. Menurutnya, salah satu maksud dari Al- Qur’an
adalah memberikan kepada kaum wanita semua haknya, yaitu hak kemanusiaan,hak
keagamaan dan hak civilisasi. Pada jaman kebodohan,kehidupan kaum wanita
271
Karel A. steenbrink, pesantren..op.cit.,hal.56
272
hamka, Ayahku, op.cit., hal. 185-189
7 M. Yusron Asrofie, Kyai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya, (Yogyakarta:
MPKSDI PP Muhammadiyah, 2005),hlm.82
3273
Soekarno, “Tabir adalah lambang perbudakan : tabir tidak di perintahkan oleh Islam”, dalam :
Panji Islam, 1939,dimuat dalam : Soekarno. Dibawah Pandji Revolusi I, 1964,hal.349-351.
6
teraniaya,tidak dihargai,dihina, dan diperbudak. Kehadiran Islam,Al-Qur’an mengajarkan
agar diberikan hak kepada kaum wanita sebagaimana hak kaum pria. Hadist yang di
riwayatkan Ibnu Assakir menyakatakan tidak memuliakan kaum wanita kecuali orang
mulia,dan tidak menghinakan kaum wanita kecuali orang yang di hina274.
Muhammadiyah merupakan salah satu dari sekian elemen masyarakat yang cukup
konsern dalam menyelesaikan persoalan perempuan akibat diskriminasi yang melanda
mereka. Diskriminasi terhadap perempuan menjadi perhatian sejak awal berdirinya
persyarikatan di era Kyai Dahlan. Ajaran KH. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah
memandang bahwa laki- laki dan perempuan adalah setara. Kyai Dahlan sangat
memperhatikan perempuan sebagai generasi penerus umat islam. Karena itulah, Kyai
Ahmad Dahlan menyuruh agar perempuan juga harus belajar dan bersekolah selayaknya
para kaum laki- laki. KH. Ahmad Dahlan yang tergerak pikirannya untuk menyebarkan
pendidikan di kalangan rakyat banyak, termasuk kaum perempuan. KH. Ahmad Dahlan
selalu memperhatikan kaum perempuan. Keyakinan yang ada padanya adalah bahwa
dunia tidak akan maju dengan sempurna jika wanita hanya tinggal di belakang, di dapur
saja. KH. Ahmad Dahlan berusaha mengangkat derajat dan potensi kaum perempuan baik
secara akhlak, sosial, maupun intelektual. Beliau melakukan berbagai usaha dan cara
untuk mewujudkan pendidikan bagi perempuan.
Komitmen Muhammadiyah dalam hal perlindungan hak perempuan salah satunya
adalah dengan dibentuknya Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah. Anatara keberhasilan
pembaharuan Muhammadiyah ialah keberanian san wawasan pendirinya yakni Kyai Haji
Ahmad Dahlan dalam mempelopori kelahiran gerakan perempuan ke ruang public yaitu
Aisyiyah. Salah satu alasan yang menjadi pertimbangan Pemerintah Republik Indonesia
mengangkat Kyai Dahlan sebagai Pahlawan Nasional melalui keputusan Presiden Nomor
657 tanggal 27 Desember 1961 yakni sebagai berikut “ Dengan organisasinya
Muhammadiyah bagian wanita atau Aisyiyah telah memelopori kebangunan wanita
bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan fungsi social, setingkat dengan kaum
pria” (Handikusuma,tt: 10 ).
Karena itu, menjadi penting memahami organisasi atau gerakan perempuan
muhammadiyah yang bernama Aisyiyah, sebagai bagian dari matarantai pembaruan yang
dilakukan gerakan islam modernis ini. Kendati oleh jadi dalam pandangan feminisme
4274
Drs. Sukrianta AR; Drs. Abdul Munir Mulkhan,ed.,op.cit.,hal 139, sampai sekarang tradisi ini
dipergunakan dalam acara acara masyarakat di Surakarta.
7
konteporer bahwa pemikiran yang mewarnai kelahiran Aisyiyah dari Rahim
Muhammadiyah masih dianggap tidak prigresif karena dianggap dari bagian dari
Muuhammadiyah. Tetapi jika dilihat dan dikaitkan dengan konteks zaman saat itu
maupun implikasi yang ditimbulkannya maka kehadiran Aisyiyah sungguh merupakan
lompatan dalam masanya. Tentu kurang objektif manakala segala sesuatu yang terjadi di
masa lampau selalu diukur dengan kacamata saat ini, sehingga hasilnya serba kurang dan
tertinggal. 5
Lembaga ini sejak kehadirannya merupakan bagian horizontal dari
Muhammadiyah,yang membidangi kegiatan geraknya untuk kalangan putri atau kaum
wanitanya muhammadiyah. Sesuai dengan keterangan K.H Ahmad Dahlan Badawi
almarhum lembaga ini di dirikan memedomani firman Allah surat Attaubah ayat 71-72
sebagai berikut :
5
Dr. Haedar Nashir. Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan. ( Yogyakarta : Suara
Muhammadiyah 2010) hal 353-354
8
Surat At Taubah ayat 72
9
Dengan qoidah yang sederhana itu Aisyiyah telah banya memiliki amal usaha di
bidang pendidikan ,kewanitaan,PKK, kesehatan maupun juga dunia organisasi wanita.
Dunia internasional tak ketinggalan Aisyiyah ikut didalamnya.
10
Ekonomi sebnyak 1426 buah di wilayah, daerah dan cabang Muhammadiyah yang berupa
badan usaha koperasi, pertanian, industri rumah tangga, pedagang kecil atau toko.
Dalam bidang pendidikan, sejalan dengan pengembangan yang menjadi salah satu
pilar utama gerakan ‘Aisyiyah, melalui m\Majelis Pendidikan Dasar dan Menegah serta
Majelis Pendidikan Tinggi penelitian dan pengembangan, ‘Aisyiyah mengembangkan
visi pendidikan yang berakhlak mulia untuk umat dan bangsa. ‘Aisyiyah memajukan
pendidikan (formal. Non-formal dan informal) serta mencerdaskan kehidupan bangsa
hingga terwujud manusia Muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada
diri sendiri, cinta tanah air dan berguna bagi masyarakat serta diridhai Allah SWT.
Berbagai program dikembangkan untuk mennagani masalah pendidikan dari usia pra-TK
sampai sekolah menengah umum dan keguruan hingga adanya Universitas ‘Aisyiyah.
Dalam bidang kesehatan, ‘aisyiyah memiliki rumah sakit, rumah bersalin, bedan
kesehatan ibu dan anak, balai pengobatan dan posyandu. Semuanya berjumlah 280 yang
terserabar diseluruh wilayah Indonesia, ‘Aisyiyah melalui Majelis Kesehatan dan
Lingkungan Hidup juga melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat dan
penanggulangan pernyakit berbahaya dan menular, penanggulangan HIV/AIDS dan
NAPZA, bahaya merokok dan minuman keras, dengan menggunakan berbagai
pendekatan dan bekerja sama dengan banyak pihak. ‘Aisyiyah meningkatkan pendidikan
dan perlindungan kesehatan reproduksi perempuan, menyelengarakan pilot project sistem
pelayanan terpadu dengan melibatkan lembaga kesehatan, dakwah sosial dan terapi
psikologi islami.
Dalam bidang keagamaan, ‘Aisyiyah bekerja sama dengan Majelis Tabligh untuk
menjadi organisasi dakwah yang mampu memberi pencerahan kehidupan
keagamaanguna membangun masyarakat madani. Majelis Tabligh mengembangkan
gerakan-gerakan dakwah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, menguatkan kesadaraan
keagamaan masyarakat, mengembangkan materi, strategi dan media dakwah, serta
meningkatkan kualitas mubalighat.
11
kontekstual dan dinamis. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah
selagi tidak muncul suatu ketidakadilan dan diskriminasi, baik laki-laki dan perempuan.
Ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakdilan, yakni
marjinalisasi subordinasi (anggapan tidak penting), stereotype (pelabelan negatif),
violence (kekerasan), dan beban kerja ganda atau lebih. Ketidaksetaraan gender yang
menimbulkan ketidakadilan ini menyebabkan kerugian baik Laki-laki maupun
perempuan. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang cukup besar dan berpengaruh
di Indonesia harus ikut serta menyumbangkan pemikirannya dalam masalah
pemberdayaan perempuan ini. Tuntutan ini sebenarnya sejalan dengan semangat tajdid
(perubahan) Muhammadiyah yang sudah di gagaskan oleh K.H Ahmad Dahlan.
Pandangan K.H Ahmad Dahlan yang tegas terhadap taqlid dan keterbukaannya
terhadap perubahan menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang dinamis dan
bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. Dengan semboyan kembali kepada Al-Qur’an
dan Sunnah, K.H. Ahmad Dahlan bersikap tegad terhadap aspek-aspek kulturan yang
disebut bid’ah dan sikap taqlid yang membelenggu umat pada hal-hal yang tidak
bermanfaat. Penguburan jenazah yang sederhana merupakan suatu contohnya
mengajarkan kepada umat islam agar berhemat tanpa menghilangkan unsur-unsur yang
diajarkan Islam.
Di sisi lain, ini juga membuka Muhammadiyah untuk terbuka dan fleksibel
terhadap unsur-unsur inovasi baru yang membawa mashllahat, walau dari manapun
asalnya inovasi itu, asalkan tidak bertentangan dengan kedua prinsip diatas, yaitu Al-
Qur’an dan Sunnah. Ini sejalan dengan keterbukaan K.H. Ahmad Dahlan yeng
beradaptasi terhadap pemikiran dan institusi yang berasal dari kolonial barat dan Kristen,
seperti sistem pendidikan, kurikulum, pakaian, panti asuhan, dan lain sebagainya.8
12
meminta agar mereka mengizinkan istri dan putri-putrinya keluar dari rumah untuk
mengaji. Dengan dibantu oleh istrinya dan murid-muridnya itulah, K.H Ahmad Dahlan
pada tahun 1917 mendirikan organisasi wanita dengan nama Aisyiyah sebagai bagian
dalam Persyarikatan Muhammadiya. Sifat organisasi itu ialah pembinaan dan
pemeliharaan sesuai dengan ajaran islam bahwa setiap Muslim berkewajiban mendidik
dan memelihara agama dan akhlak seluruh keluarganya, terutama wanitanya, dan yang
menegaskan hak-hak wanita beserta kewajibannya yang terpisah dari kaum pria. Artinya,
wanita sendirilah yang anntinya mempertanggungjawabkan hidupnya kepada Allah, tidak
membonceng suaminya. Demikian kaum wanita memiliki hak untuk memperoleh
kemajuan dan memajukan dirinya, dengan cara-cara yang baik serta dengan mengatur
organisasi. Maka dapatlah dikatakan bahwa berdirinya Aisyiyah menjadi pelopor
kebagkitan wanita Islam. Oleh K.H Ahmad Dahlan, dibicarakan kepada beberapa orang
sahabatnya agar mereka menyekolahkan anak putrinya ke sekolah pemerintah, dan yang
lain ke sekolah agama agar dapat dididik menjadi wanita yang alim. Maka, pada tahap
pertama tiga orang anak perempuan masuk ke sekolah HIS, yaitu Siti Walidah, Siti
Dawiwah, dan Siti Badriyah. Gadis-gadis yang dididik menjadi alim ialah Siti Oemniyah
dan Siti Munjiyah, kakak Siti Badriyah. Angkatan selanjutnya ialah Siti Badilah, Siti
Dauhah, Siti Zainab Damiri, dan Siti Aisyah, putri K.H Ahmad Dahlan sendiri, dan Siti
Hayinah. Pada kemudian hari, kader-kader putri itulah yang membantu Nyai Dahlan
menyiarkan gerakan Aisyiyah sehingga merata di seluruh tanah air.
Demikianlah majunya jalan pikir K.H Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah pada
umumnya, sehingga banyaklah warga Aisyiyah yang menjadi alim atau terpelajar, serta
memberikan kewenangan bagi kaum wanita untuk mengajar dan berpiato di hadapan
kaum pria. Dan ini dilandasi oleh keputusan Musyawarah Majlis Tarjih pada kongres
Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta tahun 1931 yang berbunyi: “wanita mengajar laki-
laki pun dibolehkan karena tidak ada larangan yang mencegah hal itu; yang sudah tentu
saja disyaratkan adanya keamanan, seperti memejamkan mata dan tidak berkhlawat
(berdua-duaan).”
Robert Stephenson Baden Powell adalah seorang jenderal bangsa inggris yang
pada tahun 1908 mempelopori gerakan Kepanduan atau Boy Scout. Dalam kepanduan
13
ini, kepada anak-anak dan pemuda dididikan rasa kebangsaan, kesosialan, dan epatuhan
serta tanggungjawab; dan diajarkan ketangkasan serta kecakapan untuk tegak di atas kaki
sendiri dan menolong orang lain. Gerakan ini lekas tersiar ke seluruh dunia karena
ternyata berfaedah dan digemari oleh anak-anak dan pemuda, masuk ke Indonesia pada
sekitar tahun 1915.
14
bertempur menghadapi musuh. Maka, dalam perang Kemerdekaan bangsa Indonesia
melawan penjajah Belanda nantinya, mereka yang gugut dikatakan; “pecah sebagai ratna,
gugur sebagai melati.” Beberapa tahun kemudia setangan merah diganti hijau.
Pada tahun 1915, seorang pemuda bernama Syarbini ke luar dari dinas militer
Hindia Belanda. Sebagai seorang bekas serdadu memang sulit untuk kembali ke
masyarakat, terutama masyarakat santri, oleh karena mendengar nama serdadu penajajh
telinga mereka sudah benci. Syarbini menyerahkan dirinya kepada K.H Ahmad Dahlan
untuk dididik menjadi orang Islam yang sebenarnya. Oleh Kyai diterima tinggan di
suraunya. K.H Fachrodin, seorang murid K.H Ahmad Dahlan yang amat militan melihat
keistimewaan pemuda Syarbini, maka diusahakan untuk dapat berumah tangga dengan
seorang putri Kauman. Pada awal 1919, pernikahan dilangsungkan. Dan inilah yang
menjadi komando pasukan Hizbul Wathan dan mengajar mereka berabris, memukul
genderang, dan meniup terompet, bahkan menunggang kuda. Sebagai komandan, dia
dibantu oleh pemuda Damiri yang nantinya memperistri Siti Zainab. Ketua pengurus
dipegang oleh pemuda Mochtar, murid langsung dari K.H Ahamd Dahlan, diwakili oleh
murid termuda yaitu pemuda Hadjid yang terkenal revolusiner. Penulis dijabat oleh guru
Soemodirjo dan keuangan oleh pemuda Abdul Hamid. Nama Hizbul Wathan diterima atas
usul pemuda Hadjid itu.
15
Mulyadi Joyomartono, Yunus Anis, Kasman, dan Sudirman. Bahkan, Sudirman ini
akhirnya menjadi satu-satunya Panglima Besar Tentara Republik Indonesia.9
Dengan tugas dan peran (fungsi) sederhana ini, ‘Aisyiyah telah banyak memiliki
amal usaha diberbagai bidang antara lain adalah pendidikan, kewanitaan, PKK,
kesehatan, dan organisasi wanita. Pimpinan pusat ‘Aisyiyah berusaha memberi
pendidikan di kalangan wanita Islam untuk berpakaian muslimah yang baik, bermoral,
dan bermental luhur, memberikan bimbingan perkawinan dan kerumahtanggaan,
tanggung jawab istri dalam dan di luar rumah tangga, memberikan motivasi keluarga
sejahtera, keluarga bahagia, memberikan bimbingan pemeliharaan bayi sehat, keluarga
berencana, berislam dan juga bimbingan serta pendidikan lainnya.
Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA) bergerak dalam bidang dan organisasi gerakan putri
Islam, bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan keputrian. Nasyiatul ‘Aisyiyah
memberikan terobosan baru yang inovatif, yaitu mengadakan kegiatan SP (Siswa Praja)
Wanita. Na melatih wanita dalam kegiatan-kegiatan rumah tangga yang bersifat
kontributif, membekali wanita dan putri-pitri Muhammadiyah dengan berbagai ilmu
pengetahuan dan keterampilan.
9
Djarnawi Hadikusuma. Aliran Pembaruan Islam. ( Yogyakarta : Suara Muhammadiyah 2014) hal. 127-131
16
Prinsip gerakan Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA), sering juga disebut Nasyiah, adalah
organisasi oyonom dan kader Muhammadiyah yang merupakan gerakan putri Islam di
bidang keagamaan, kemasyarakatan dan keputrian. Tujuan organisasi ini ialah
membentuk pribadi putri Islam yang berarti bagi agama, keluarga dan bangsa menuju
terwujudnya masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT.
Langkah strategi > Organisasi > Managemen (AD/ART: Anggaran Dasar/ Anggaran
Rumah Tangga).
Di dalam AD/ART terdapat MKCH (Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup), yang
semuanya masuk dalam visi dan misi Muhammadiyah, yaitu: amar ma’ruf,
mencerdaskan, sejahtera dan madani. Dengan demikian, jelas terdapat langkakh-langkah
konkret sebagai bentuk perjuangan, antara lain: memperjuangkan politik,
memperjuangkan pendidikan, memperjuangkan ekonomi, memperjuangkan sosial dan
budaya. Hal ini di lakuakan sebagai wujud komitmen dan tanggung jawab dalam
mewujudkan “baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur”, negara yang makmur, sejahtera
dan adil.
Peran NA dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua
strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang
berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik kritis)
sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik dan kekuatan-kekuatan politik formal di
tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang
bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakatmaupun kegiatan-kegiatan politik
tidak langsung (high politics( yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan
17
perjuangan moral (moral force)untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat
masyakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan
(interest groups).
Sejak awal manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpangsan (Adam
dan Hawa), laki-laki dan perempuan. Oleh karena berpasangan inilah, manusia menjadi
semakin bertambah jumlahnya seiring dengan kebutuhan biologisnya. Semakin
berkembangnya manusia di dunia ini, semakib berkembang pula kebutuhan untuk
pemenuhan hidupnya sehari-hari, mulai dari kebutuhan sandnag, pangan, sampai papan.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, manusia saling berinteraksi satu sama lain. Hubungan
antara manusia hanya dapat dilakukan dalam suatu kelompok atau komunitas. Oleh
karena itu, setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, dan setiap manusia selalu
berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
18
bangsa, satu kesatauan daerah, satu kesatuan ekonomi, dan satu kesatauan jiwa yang
terlukis dalam kesatuan budaya.
Sebagai ahli berpendapat bahwa bangsa itu miri dengan komunitas etnik,
meskipun tidak sama. Bangsa adalah suatu komunitas etnik yang ciri-cirinya adalah:
memiliki nama, wilayah tertentu, mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau
beberapa budaya yang sama dan solidaritas tertentu. Istilah bangsa sering disebut sama
dengan istilah rakyat.
19
Muhammadiyah dan sebagainya. Maka, muhammadiyah bisa menerapkan kebijakan yang
sama tentang penididikan di kalangan Muhammadiyah. Sebagai organisasi yang dihuni
oleh kebanyakan kaum intelektual, Muhammadiyah memang sudah menjadi organisasi
modern. Salah satu indikasinya adalah pada kelayakan manajemennya yang sudah
bertaraf modern tersebut. Melalui manajemen modern yang sudah di dalam genggaman,
lemabaga-lembaga di bawah Muhammadiyah tampak sudah setaraf lebih maju. Hampir
semua lembaga pendidikan Muhammadiyah dalam semua levelnya sudah memasuki
kawasan “maju”.
20
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Tidak boleh membeda bedakan satu sama lain termasuk laki laki dan perempuan.
Karena,di mata Allah semua sama
2. Perempuan mampu menjadi pendaping yang baik apabila pemiminnya baik dalam
memimpin
21
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 1990. Muhammadiyah Potret Yang Berubah. Surakarta : Institusi Gelanggang Pemikiran
Filsafat Sosial Budaya dan Pendidikan Surakarta.
Asrofie, M. Yusron. 2005. Kyai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya.
Yogyakarta: MPKSDI PP Muhammadiyah
Aulia, Aly dkk. 2016. Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah
Mulkhan, Munir. 2007. Pesan dan Kisah Kyai Haji Ahmad Dahlan Dalam Hikmah
Muhammadiyah. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah
22